You are on page 1of 18

askep varicella

A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan. 2. Etiologi Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus. 3. Patofisiologi Menyebar Hematogen. Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini. Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat. Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat. 4. Sign / Symtoms

- Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh. - Pusing. - Demam dan kadang kadang diiringi batuk. - Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar). - Terakhir menjadi benjolan benjolan kecil berisi cairan. Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas. Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses. 5. Komplikasi Komplikasi Tersering secara umum : a. Pnemonia b. Kelainan ginjal. c. Ensefalitis. d. Meningitis. Komplikasi yang langka : a. Radang sumsum tulang. b. Kegagalan hati. c. Hepatitis. d. Sindrom Reye. Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pariparu atau pnemonia 10 25 lebih tinggi dari pada anak-anak.. 6. Treatment Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat. Umum 1. Isolasi untuk mencegah penularan. 2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein). 3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat. 4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi. 5. Upayakan agar vesikel tidak pecah. - Jangan menggaruk vesikel. - Kuku jangan dibiarkan panjang.

- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan digosok. Farmakoterapi 1. Antivirus dan Asiklovir Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh. 2. Antipiretik dan untuk menurunkan demam - Parasetamol atau ibuprofen. - Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye. 3. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi. 4. Antibiotika = bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit. 5. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin). Pencegahan : 1. Hindari kontak dengan penderita. 2. Tingkatkan daya tahan tubuh. 3. Imunoglobulin Varicella Zoster - Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan0 terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar. - Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.

B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Data Objektif : a. Integumen : kulit hangat, pucat. adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih. b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh. c. Psikologis : menarik diri. d. GI : anoreksia. e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela. 2. Diagnosa Keperawatan a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit. b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan. d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan. 3. Intervensi 1) Diagnosa 1 a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam. b. Intervensi

- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dnegan pasien. Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. - Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan kulit. Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius. - Awasi atau batasi pengunjung bila perlu. Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung. - Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi. Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. - Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) Rasional : meningkatkan penyembuhan. - Awasi tanda vital Rasional : Indikator terjadinya infeksi. 2) Diagnosa 2 a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan. b. Intervensi - Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional : mengetahui keadaan integritas kulit. - Berikan perawatan kulit Rasional : menghindari gangguan integritas kulit.

3) Diagnosa 3 a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan. b. Intervensi - Berikan makanan sedikit tapi sering. Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan. - Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat. Rasional : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan. 4) Diagnosa 4 a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya. b. Intervensi - Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini. Rasional : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan. - Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan. Rasional : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan. 5) Diagnosa 5 a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan. b. Intervensi - Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.

Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian. 4. Implementasi 1) Diagnosa 1 a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien. b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka. c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu. d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi. e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh). f. Mengawasi tanda vital. 2) Diagnosa 2 a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. b. Memberikan perawatan kulit. 3). Diagnosa 3 a. Memberikan makanan sedikit tapi sering. b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat. 4) Diagnosa 4 a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini. b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan. 5) Diagnosa 5 a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit. 5. Evaluasi Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervens

Askep morbus hansen Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita. 2. Etiologi M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama

jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo. 3. Patogenesis Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis. M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit. Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan. Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar. 4. Klasifikasi Kusta Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi : 1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat. 2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + ) 3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi punched out dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya. Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ). 4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ). 5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ). WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT 2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL 5. Gambaran Klinis Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling 1. Tipe Tuberkoloid ( TT )

Mengenai kulit dan saraf. Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ). Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal. Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta. 2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT ) Hampir sama dengan tipe tuberkoloid Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris. Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal. 3. Tipe Mid Borderline ( BB ) Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk macula infiltrate. Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini. 4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL ) Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi. 5. Tipe Lepromatosa ( LL ) Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini. Distribusi lesi khas : Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah. Stadium lanjutan : Penebalan kulit progresif Cuping telinga menebal Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis. Lebih lanjut Deformitas hidung Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi. Penyakit progresif, makula dan popul baru. Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus. Stadium lanjut Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan

pengecilan tangan dan kaki. 6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling) Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal. Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf. Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta. Sebagian sembuh spontan. Gambaran klinis organ lain Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis Lidah : ulkus, nodus Larings : suara parau Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi Kelenjar limfe : limfadenitis Rambut : alopesia, madarosis Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial. 6. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu 2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi 3. Gangguan aktivitas b/d post amputasi 4. Resti injuri b/d invasif bakteri 7. Intervensi Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu Tujuan : Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil : Klien dapat menerima perubahan dirinya Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan) Klien tidak merasa malu Intervensi : Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal. Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut. Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME. Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil : Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi Klien tenang Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari Intervensi : 1. Kaji skala nyeri klien

2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri 3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital 4. Awasi keadaan luka operasi 5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri 6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi Tujuan : Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan keperaatan dengan kriteria hasil : Klien dapat beraktivitas mandiri Klien tidak diam di tempat tidur terus Intervensi : 1. Motivasi klien untuk bisa beraktivitas sendiri 2. mengajarkan Range of Motion : terapi latihan post amputasi 3. Motivasi klaskep varicella A. PENGERTIAN Varisela adalah infeksi akut primer oleh Virus Varisela Zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral. ( Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran UI ) Varisela adalah penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel di kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh Virus Varisela. ( Ngasyiyah, 2000 ) Varisela adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang disertai gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. ( Mawarti Harahap, 2000 ) B. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh virus Varisela Zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit Varisela, sedangkan reaktivitasnya menyebabkan Herpes Zoster. C. MANIFESTASI KLINIS Masa inkubasi penyakit ini berlangsung sekitar 8 12 hari. Gejala klinis dimulai dengan gejala prodormal yaitu demam yang tidak terlalu tinggi, cepat merasa lemah, lelah, lesu, tidak mau makan, pusing, kadang-kadang sakit perut, sakit punggung, dan anoreksia. Kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan emben (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustule dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikelvesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Penyebaran teutama di daerah badan dan kemudian menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder maka akan terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini disertai rasa gatal. D. PATHOFISIOLOGI

Virus masuk ke dalam tubuh melaui mukosa traktur respiratorius bagian atas/ orofaring yaitu virus berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk/ bersin penderita dan diterbangkan melalui udara dan kontak langsung melalui kulit yang terinfeksi. Kemudian virus tersebut mengalami multiplikasi awal setempat dan virus yang menyebar ke pembuluh darah dan saluran limfe (Viremia Primer). Kemudian akan dimakan oleh sel-sel system retikuloendotial. Disini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada periode inkubasi). Pada masa ini, infeksi dihambat oleh imunitas non spesifik. Pada kebanyakan individu, replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya, sehingga dalam waktu 2 minggu setelah infeksi, terjadi viremia yang lebih hebat (Viremia Sekunder). Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama di kulit dan membran mukosa. E. EPIDEMIOLOGI Dapat mengenai semua umur, termasuk neonatus tetapi tersering pada anak atau masa anak-anak. Di Indonesia data mengenai penyakit varisela ini hanya ada di beberapa rumah sakit, sedangkan data di Indonesia secara menyeluruh belum ada.

F. KOMPLIKASI Cacar air jarang menyebabkan komplikasi. Jika terjadi komplikasi dapat berupa infeksi kulit. Komplikasi yang paling umum ditemukan adalah : Bekas luka yang menetap. Hal ini umumnya ditemukan jika cacar air terjadi pada anak yang usianya lebih tua atau cenderung pada orang dewasa. Acute Cerebral Ataxia Komplikasi ini tidak umum ditemukan dan cenderung lebih mungkin tejadi pada anak yang lebih tua. Komplikasi ini ditandai dengan gerakan otot yang tidak terkoordinasi sehingga anak dapat mengalami kesulitan berjalan, kesulitan bicara, gerakan mata yang berganti-ganti dengan cepat. Ataxia ini akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Pada beberapa kelompok, cacar air mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti cacar air yang berat dan seluruh tubuh, pneumonia dan hepatitis yang termasuk dalam kelompok tersebut : Bayi dibawah usia 28 hari Orang dengan kekebalan tubuh rendah Komplikasi yang terjadi pada orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia, karditis, glomerulonefritis, hepatitis, konjungtivitis, otitis, arthritis dan kelainan darah (beberapa macam purpura). Infeksi pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan congenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela congenital pada neonatus.

G. DIAGNOSIS Varisela khas ditandai : - erusi papulovesikuler setelah fase prodormal ringan, atau bahkan tanpa fase prodormal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. - Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal . - Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa - Penularannya berlangsung cepat. Diagnosis laboratorium sama seperti Herpes Zoster, yaitu dengan pemeriksaan sediaan apus secara Tzanc, pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel dan material biopsi, dan Tes Serologik. H. DIAGNOSIS BANDING Varisela harus dibedakan dengan Variola. Pada Variola, penyakit lebih berat, gambaran lesi monomorf dan penyebarannya sentripetal (dari bagian akral tubuh baru ke badan) I. PROGNOSIS Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene, prognosis penyakit ini adalah baik. J. PENCEGAHAN 1. Isolasi Isolasi ketat di Rumah Sakit dilakukan sampai vesikek mengering. 2. Pemberian VIZG ( Varicella_Zooster Immune Globulin ) 3. Pemberian vaksinasi Yaitu live, attenuated varicella virus vaccine. Vaksin ini diberikan pada anak usia diatas 12 bulan. Pada anak usia 12 bulan 12 tahun vaksin dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Secara rutin vaksinasi ini dianjurkan pada usia 12-18 bulan. Pemberian dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian vaksinasi lain seperti vaksinasi MMR (Measles Mumps_Rubella). Sedangkan pada anak usia 13 tahun diberikan dosis 0,5 ml subkutan dengan 2 dosis. Jarak pemberian adalah 4-8 minggu K. PENGOBATAN a. Pengobatan Simptomatik - menghilangkan rasa gatal - menurunkan panas b. Menjaga Kebersihan - terutama pada daerah kuku yang sering digunakan untuk menggaruk - kebersihan pakaian c. Pengobatan dengan Anti virus - acyclovir digunakan secara oral maupun intravena. - acyclovir oral yaitu tablet 800 mg/hr setiap 4 jam - 7 sampai 10 hari diberi salep acyclovir 5%

- acyclovir intravena diberikan pada kasus dengan komplikasi berat d. Setelah Masa Penyembuhan - perawatan bekas luka dengan mengkonsumsi banyak air dan mineral, vitamin C placebo atau yang alami seperti jus jambu biji, tomat dan anggur - vitamin E untuk kelembaban kulit, missal minuman dari lidah buaya atau rumput laut - penggunaan lotion yang mengandung pelembab

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Identitas pasien 2. Riwayat kesehatan dahulu ( pernah menderita penyakit sejenis ) 3. Riwayat alergi kulit, reaksi alergi makanan, obat serta zat kimia dan riwayat kanker kulit 4. Kaji kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membran mukosa, kulit kepala dan kuku 5. kaji vital sign 6. kaji riwayat imunisasi 7. kaji nyeri 8. kaji nutrisi 9. Riwayat kesehatan sekarang ( pernah kontak dengan penderita sejenis, adakah penderita yang sama di lingkungan penderita, sudah dan beberapa lama menderita, kapan gejala terasa. ) B. Diagnosa Keperawatan Prioritas 1 Infeksi berhubungan dengan penyakit ( invasi virus Varisella Zooster ) 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi 3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi kulit ( vesikula, pustula, krusta )

C. Nursing C`are Plan Dx 1 infeksi NOC Klien dapat mengetahui tentang faktor resiko infeksi dan dapat melakukan tindakan

pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal NIC Kaji tanda dan gejala infeksi Ajarkan klien tanda tanda infeksi Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik Pertahankan teknik asepsis Kaji kondisi luka kulit

Dx 2 Nyeri akut NOC : Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri menggunakan teknik nonfarmakologi untuk, untuk mengurangi nyeri mencari bantuan). Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). Tanda vital dalam rentang normal.

NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Pilih rute pemberian secara intravena atau intramuscular untuk pengobatan nyeri. Evaluasi aktivitas analgesic tanda dan gejala.

Dx 3 Hipertermi NOC : Suhu tubuh dalam rentang normal. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing serta pasien merasa nyaman. Nadi dan RR dalam rentang normal. NIC : Monitor suhu sesering mungkin. Monitor warna dan suhu kulit. Monitor tekanan darah, nadi dan RR Berikan antipiretik. Berikan intravena. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.

Monitor intake dan output

Dx 4 Kerusakan integritas kulit NOC : Menunjukkan perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami. NIC : Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali. Monitor kulit akan adanya kemerahan. Oleskan lotion / minyak baby oil pada daerah yang tertekan. Monitor status nutrisi pasien

BAB III KESIMPULAN Varisela adalah infeksi akut primer oleh Virus Varisela Zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Klinis terdaoat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varisela Zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit Varisela, sedangkan reaktivitasnya menyebabkan Herpes Zoster. Pada beberapa kelompok, cacar air mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti cacar air yang berat dan seluruh tubuh, pneumonia dan hepatitis yang termasuk dalam kelompok tersebut : 1. Bayi dibawah usia 28 hari 2. Orang dengan kekebalan tubuh rendah Perikarditis, glomerulonefritis, hepatitis, konjungtivitis, otitis, arthritis dan kelainan darah (beberapa macam purpura). Infeksi pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan congenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela congenital pada neonatus.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi, dkk. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta. Graham, Robin, dkk. 2005. Lecture Notes Dermatologi. Erlangga : Jakarta. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta. Whaley & Wongs. 2002. Nursing Care of Infants and Children. Mosby : America. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta. www.indomedia.com www.mafia.or.id www.sehatgroup.com

DEFINISI

VARICELLA AD. PENYAKIT AKUT MENULAR YG DISEBABKAN AGEN INFEKSIUS SPESIFIK YAITU VIRUS VARICELLA ZOSTER YG DITANDAI OLEH ADANYA VESIKEL DIKULIT DAN SELAPUT LENDIR. ETIOLOGI VARICELLA DISEBABKAN OLEH HERPES VIRUS VARICELA ATAU DISEBUT JUGA VIRUS VARICELLA ZOSTER (VVZ). VVZ AD. HERPESVIRUS MANUSIA YG DIKLASIFIKASIKAN SBG HERPES VIRUS ALPHA KRN KESAMAANNYA DGN PROTOTIPE KELOMPOK INI YANG ADALAH VIRUS HERPES SIMPLEX VIRUS MEMBENTUK INFEKSI LATEN DI AKAR GANGLIA DORSAL SUMSUM TULANG BELAKANG, REAKTIVASI MENYEBABKAN HERPES ZOSTER (STLH KONTAK DGN VVZ AKAN TJD VARICELLA KMDN STLH PASIEN VARICELLA SEMBUH, VIRUS TETAP ADA DLM BENTUK LATEN : TNP ADA MANIFESTASI KLINIS) KMDN VZ DIAKTIVASI OLEH TRAUMA SHG MENYEBABKAN HERPES ZOSTER EPIDEMIOLOGI 90 95 % INDIVIDU MENDAPAT VVZ PADA MASA ANAK

PATOLOGI VARICELLA DIMULAI DGN INFILTRASI VIRUS KE DALAM MUKOSA YG DITULARKAN MELALUI SEKRESI SAL PERNAFASAN ATAU DGN KONTAK LANGSUNG LESI KULIT VARICELLA ATAU HERPES ZOSTER. INFILTRASI VIRUS DISERTAI DGN MASA INKUBASI 10 21 HARI PADA SAAT TSB TJD PENYEBARAN VIRUS SUB KLINIS. BILA MASUK FASE VIREMI, SEL MONONUKLEAR DARAH PERIFER MEMBAWA VIRUS INFEKSIUS MENGHASILKAN KELOMPOK VESIKEL BARU SELAMA 3 7 HARI. VVZ JG DIANGKUT KEMBALI KE TEMPAT MUKOSA SAL. PERNAFASAN SLM AKHIR MASA INKUBASI MEMUNGKINKAN PENYEBARAN MELALUI KONTAK LANGSUNG RENTAN TJD SBLM RUAM MUNCUL VARICELLA MENDATANGKAN IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER YG SGT PROTEKTIF THD INFEKSI ULANG BERGEJALA MANIFESTASI KLINIS MASA INKUBASI VARICELLA BERKISAR 10 21 HARI, PENYAKIT BIASANYA MULAI DARI 14 16 HARI STLH PEMAJANAN PERJALANAN PENYAKIT DIBAGI MENJADI 2 STADIUM YAITU : STADIUM PRODORMAL PADA 24 48 JAM SBLM KELAINAN KULIT TIMBUL TERDAPAT GEJALA MALAISE, ANOREKSIA, NYERI KEPALA, KADANG NYERI ABDOMEN RINGAN STADIUM ERUPSI MULAI DGN TJDY PAPULA MERAH KECIL YG BERUBAH MJD VESIKEL YG BERISI CAIRAN JERNIH & MEMPUNYAI DASAR ERITEMATOSUS. ISI VESIKEL BERUBAH MJD KERUH DLM 24 JAM. BIASANYA VESIKEL MJD KERING SBLM ISINYA MJD KERUH. DLM 3 4 HARI ERUPSI TERSEBAR MULA2 DIDADA, LALU KE MUKA, BAHU DAN ANGGOTA GERAK. ERUPSI INI DISERTAI PERASAAN GATAL. Area Terpapar Varicella KOMPLIKASI INFEKSI BAKTERI SEKUNDER AKIBAT STAPHYLOCOCCUS AUREUS / STREPTOCOCCUS PYOGENES SELULITIS, LIMFADENITIS DAN ABSES SUB KUTAN KOMPLIKASI PADA SUSUNAN SARAF : ENSEFALITIS, ATAKSIA, NISTAGMUS, TREMOR, MIELITIS TRANSVERSA, KELUMPUHAN SARAF MUKA PASIEN VARICELLA DGN KOMPLIKASI ENCEFALITIS STLH SEMBUH DPT MENINGGALKAN GEJALA SISA SPT KEJANG, RETARDASI MENTAL & KELAINAN TINGKAH LAKU, HAL INI TJD PADA ANAK DGN DEFISIENSI IMMUNOLOGIS BILA SEORANG WANITA HAMIL MENDAPAT VARICELLA DLM 21 HARI SBLM MELAHIRKAN MAKA 25% DR NEONATUS YG DILAHIRKAN AKAN MEMPERLIHATKAN GEJALA VARICELLA KONGENITAL PD UMUR 5 10 HARI. 17% DARI ANAK YG DILAHIRKAN OLEH WANITA YG MENDAPAT VARICELLA KETIKA HAMIL AKAN MENDERITA KELAINAN BAWAAN BERUPA BEKAS LUKA DI KULIT, BBLR, HIPOPLASIA TUNGKAI, KELUMPUHAN & ATROFI TUNGKAI, RM, KATARAK DAN ANGKA KEMATIAN TINGGI. PEMERIKSAAN PENUNJANG EVALUASI LAB TDK DIPERLUKAN UTK MANAJEMEN YG TEPAT PD ANAK DGN VARICELLA NILAI LAB ABNORMAL YG SERING MUNCUL : LEUKOPENIA SLM 72 JAM PERTAMA DISERTAI LIMFOSITOSIS PEWARNAAN SEL IMUNOHISTOKIMIA LANGSUNG DARI LESI KULIT DPT DIPEROLEH SEL RAKSASA MULTINUKLEAR NAMUN TIDAK MEMBEDAKAN ANTARA VVZ DAN HSV IG G VVZ UTK MENENTUKAN STATUS IMUN INDIVIDU YG RIWAYAT KLINIS VARICELLANYA TDK DIKETAHUI / SAMAR.

PENCEGAHAN AKTIF PEMBERIAN VAKSIN VARICELLA YG LIVE ATTENUATED BIASANYA DIBERIKAN PD PASIEN DGN DEFISIENSI IMMUNOLOGIS. PADA ANAK SEHAT TIDAK DIBERIKAN KRN JIKA TERKENA, PERJALANAN PENYAKIT RINGAN. PASIF PEMBERIAN GLOBULIN GAMA DGN TITER ANTIBODI MERINGANKAN PERJALANAN PENYAKIT TAPI TIDAK MENCEGAH TIMBULNYA VARICELLA DIBERIKAN DGN ZOSTER IMUN GLOBULIN : STLH KONTAK DGN PASIEN VARICELLA ZOSTER IMMUN PLASMA DIBERIKAN STLH KONTAK DGN PASIEN VARICELLA PENATALAKSANAAN Antivirus dan Asiklovir Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh. Antipiretik dan untuk menurunkan demam - Parasetamol atau ibuprofen. - Jangan berikan aspirin pada anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi. Antibiotika bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit. Dapat diberikan bedak atau lotion pengurang gatal (misalnya lotion kalamin). KONSEP KEPERAWATAN PENGKAJIAN DATA SUBJEKTIF : PASIEN MENGELUH GATAL, LEMAS, TIDAK ENAK BADAN, SAKIT KEPALA DATA OBJEKTIF INTEGUMEN : KULIT HANGAT, PUCAT, BINTIK KEMERAHAN PADA KULIT YANG BERISI CAIRAN JERNIH, PENINGKATAN SUHU TUBUH DIAGNOSA DAN INTERVENSI GANGGUAN INTEGRITAS KULIT v ANJURKAN ANAK UTK TIDAK MENGGARUK VESIKEL KRN JIKA DIGARUK AKAN MENINGGALKAN BEKAS. v KUKU TANGAN ANAK HARUS PENDEK BERSIH. v MANDIKAN ANAK DAN SAAT MENGERINGKAN HRS MENGGUNAKAN HANDUK YG LEMBUT. v BERIKAN PAKAIAN DENGAN BAHAN YANG HALUS DAN LEMBUT RESIKO PENULARAN INFEKSI TEMPATKAN PASIEN PADA RUANGAN TERSENDIRI GUNAKAN MASKER, PAKAIAN KHUSUS, DAN SARUNG TANGAN SAAT MASUK RUANGAN MENCUCI TANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN TINDAKAN SEMUA BENDA YANG TERKONTAMINASI DIBUANG ATAU DISIMPAN DALAM TEMPAT KHUSUS DAN DIBERI LABEL

You might also like