You are on page 1of 6

Berikut ini adalah program-program yang dapat diikuti oleh seorang pecandu selama menjalani program pemulihan yaitu

: b. Terapi Complementer Terapi Complementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau penunjang yang bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam terapi ini seseorang diajarkan beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran maupun ilmu tradisional. Terapi Komplementer mulai dilaksanakan di Lapas Narkotika sejak tanggal 8 November 2007 dengan bekerja sama dengan Yayasan Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya terapi ini di peruntukan untuk membantu warga binaan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS (ODHA) agar kesehatan mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terpai komplementer dapat dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada terapi ini. Terapi Complementer meliputi olah nafas, meditasi, akupuntur, prana, serta menjaga kesehatan melalui menu sehat. Manfaat terapi komplementer adalah : 1. Untuk mencegah timbulnya penyakit baru 2. Menjaga stamina dan kekebalan tubuh 3. Mengatasi keluhan fisik yang ringan 4. Mengurangi dan menghindari stress Rehabilitasi Non Medis Pada tahap ini warga binaan menjalankan salah satu program terapi rehabilitasi yang bertujuan untuk merubah perilaku adiksi yang tidak sesuai dengan normanorma masyarakat. Melalui terapi dukungan kelompok para pecandu mendapatkan bimbingan dan pembelajaran tentang bagaimana bersikap tegas untuk meninggalkan dan menolak menggunakan napza kembali. Ada beberapa program terapi non medis yang ditawarkan yaitu : a. Therapeutic Community (TC) TC adalah suatu program pemullihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalah guna Napza menuju Healthy Life Style(Gaya hidup yang sehat tanpa Napza). Bentuk kegiatannya berupa terapi kelompok yang biasa disebut sebagai family. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : _ Morning Meeting _ Encounter Group _ Mix Confontation _ Static Group _ PAGE Group _ Seminar _ Morning Briefing Pelaksanaan TC di Lapas Narkotika dimulai pada bulan April 2004. Sampai saat ini sudah tercatat sebanyak 315 orang (11 angkatan) yang telah mengikuti program TC. Dan yang masih aktif sampai saat ini sebanyak 30 orang. b. Criminon Criminon diartikan sebagai no crime, artinya terapi ini bertujuan untuk membentuk seorang narapidana untuk tidak melakukan kembali kejahatan. Filosofi dasar dari Criminon menyatakan, bahwa pada dasarnya seseorang melakukan kejahatan adalah karena kurangnya rasa percaya diri. Ketiadaan rasa percaya diri ini mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk menghadapi tantangan kehidupan serta tidak mampu menyesuaikan diri dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat sehingga yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum. Tujuan pelatihan criminon:

_ Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menghadapi rasa bersalah, rendah diri, takut, emosi, dan mampu mengendalikan diri _ Membantu narapidana dalam menghadapi hambatan belajar _ Memberikan pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan lebih baik bagi diri sendiri maupun orang lain _ Memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk mencapai kestabilan dan kebahagiaan dalam hidup 3. Tahapan Rehabilitasi After Care Pada tahap ini warga binaan diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Ada beberapa program yang disediakan di Lapas Narkotika yaitu : a. Pesantren Terpadu Program pesantren terpadu merupakan program pembinaan mental untuk warga binaan guna mengembalikan nilai-nilai moral agama yang telah hilang. Ini berkaitan dengan perilaku mereka selama menjadi pecandu sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Melalui pendekatan agama diharapkan pecandu semakin memiliki dasar yang kuat untuk menata ulang kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Program ini baru di dilaksanakan sejak Maret 2008 dan diikuti 50 peserta. b. Kursus Bahasa Inggris dan Komputer Memberikan bekal ketrampilan yang berguna merupakan bagian penting dari program pembinaan di Lapas. Penyelenggaraan kursus Bahasa Inggris dan Komputer memberikan kesempatan bagi warga binaan untuk mengasah kemampuan mereka di bidang Komputer dan Bahasa Inggris. Hal ini diharapkan mempermudah warga binaan saat mencari pekerjaan setelah bebas nanti. c. Kegiatan Kerja Untuk memberdayakan potensi dan menyalurkan bakat yang dimiliki warga binaan, Lapas Narkotika menyediakan beberapa kegiatan kerja yang bisa diikuti diantaranya: sablon, kaligrafi, perikanan, Kaligrafi, air isi ulang dan lain sebagainya. Diharapkan dengan adanya program ini, pecandu bisa mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat. d. Kegiatan olahraga dan kesenian Bentuk kegiatan ini adalah: a. Olahraga. Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap hari, pagi dan sore sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain lari pagi, senam pagi massal, sepak bola, bola voli, tenis meja, dan catur. b. Kesenian. Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Kegiatan kesenian yang dilaksanakan antara lain vokal group, group band, serta group rebana. II. CRIMINON SEBAGAI BENTUK TERAPI & REHABILITASI BAGI NARAPIDANA DI LAPAS KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA Program Criminon yang dikembangkan atas dasar teknik yang ditemukan oleh L. Ron Hubbard secara garis besar ditawarkan melalui dua model pengajaran yakni di dalam ruang (kelas) dan melalui kursus korespondensi. Program ini terdiri dari beberapa seri modul yang intinya bertujuan untuk membantu

peserta pelatihan dalam memahami dampak dari berbagai pengaruh terhadap lingkungannya, konsekuensi dari pilihanpilihan mereka di masa lalu serta cara untuk mengambil keputusan atau pilihan yang lebih baik di masa yang akan datang (Criminon International, 2005). Secara filosofis, program Criminon ditujukan sebagai pembekalan bagi para narapidana sebelum kembali kepada lingkungan sosial dimana dia berada pada awalnya. Seperti diketahui bahwa penjara atau lembaga pemasyarakatan sering dipahami oleh masyarakat umum sebagai tempat regenerasi pelaku tindak kriminalitas yang secara tidak langsung terbentuk sebagai akibat pola kehidupan dalam masyarakat yang penuh dengan kemiskinan, ketidakacuhan terhadap sesama dan lingkungan sosial sekitar, diskriminasi, rendahnya kesempatan kerja, serta maraknya penyalahgunaan napza dan obat-obatan terlarang. Dalam benak seorang narapidana yang selama ini hidup di penjara telah tertanam sebuah pola pikir layaknya seorang kriminal yang terbiasa untuk mengandalkan diri sendiri tanpa ada dukungan dari pihak lain (pola hidup yang antisosial). Hal inilah yang dikhawatirkan manakala yang bersangkutan bebas dan kembali hidup dalam masyarakat, ia akan dipaksa untuk menghadapi berbagai masalah seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang halal dan mendapatkan hunian yang layak. Pada akhirnya, bila hal ini dibiarkan berlangsung terus menerus, maka masyarakatpun akan terpengaruh dengan pola pikir dan gaya hidup yang antisosial. Disinilah program Criminon mengambil peranan dalam membentuk karakter, sikap dan perilaku narapidana melalui pola pendekatan yang diharapkan mampu mengubah pola orientasi narapidana menjadi lebih prososial serta membentuk narapidana dengan mental serta kemampuan berpikir yang terintegrasi dalam tindakan-tindakan nyata yang positif. Melalui pola pendekatan program Criminon juga diharapkan seorang narapidana dapat meraih kembali kehormatan dan harga dirinya sehingga mampu memandang pilihan-pilihan dalam hidup melalui sebuah sudut pandang atau perspektif yang baru dengan penuh kepercayaan diri. Kurikulum yang terdapat dalam program Criminon terdiri dari empat modul utama : Pertama, Kursus Komunikasi dimana didalamnya para partisipan diajarkan untuk beriniteraksi aktif secara positif dalam lingkungan sosialnya, berkomunikasi secara efektif melalui penggunaan volume, intonasi dan bahasa tubuh serta kemampuan untuk memberi respon yang secukupnya dalam sebuah diskusi baik positif maupun negatif dengan pihak lain. Kedua, yaitu Kursus Keterampilan untuk Bertahan Hidup yang didalamnya diajarkan faktor-faktor fundamental yang diperlukan dalam memahami sesuatu melalui proses identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi kendala bagi efektifitas proses belajar serta menentukan strategi yang diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Ketiga, Kursus Meraih dan Mencapai Kebahagiaan, pada tahap ini narapidana dituntun menuju pola berpikir baru mengenai dirinya, hubungannya dengan orang lain serta pola perilaku yang baru dalam kehidupannya. Keempat, Kursus Mengenal dan Mengatasi KebiasaanKebiasaan Anti Sosial, didalamnya narapidana diajarkan untuk mampu mengidentifikasi dan bernegosiasi dengan bentukbentuk kebiasaan yang anti sosial, baik yang ada didalam dirinya maupun juga yang ada pada orang lain.

Pelaksanaan Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta merupakan implementasi program Criminon yang mengacu pada kurikulum dari Criminon Internasional. Pada awalnya Pelatihan Criminon dijalankan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Criminon Indonesia. Untuk Angkatan Pertama pelatihan diberikan kepada narapidana sejumlah 11 orang dan kepada petugas sebanyak 8 orang. Dari ke-19 orang tersebut dipilih 6 orang untuk mengikuti pelatihan sebagai Supervisor. Supervisor tersebut untuk selanjutnya yang akan menjalankan program Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Untuk angkatan-angkatan berikutnya, pelatihan Criminon dilaksanakan secara mandiri oleh pihak lapas. Untuk satu periode angkatan dilaksanakan dalam waktu dua bulan. Pelaksanaan Criminon di Lapas Narkotika dimulai pada bulan Mei 2005. Peserta pelatihan Criminon merupakan narapidana yang baru selesai menjalani masa pengenalan dan orientasi lingkungan. Model terapi Criminon yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan menggunakan empat tahapan pelatihan / kursus. Tahap / pelatihan pertama adalah Terapi Training Rutin yang bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kemampuan dalam berkonfrontasi, mengendalikan dan berkomunikasi. Tahap kedua, Perbaikan Pembelajaran Tahap ketiga, Jalan menuju kebahagiaan Tahap keempat, Pemahaman dan Penanganan Tipe Kepribadian yang berbedabeda. Melalui empat tahap pelatihan ini diharapkan narapidana bisa mencapai tujuan dari pelatihan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakataan Klas IIA Narkotika Jakarta yaitu : a. Mampu mengembalikan kepercayaan diri warga binaan. b. Mampu mengendalikan perasaan sugesti / ketergantungan napza. c. Mampu bersosialisasi dengan baik terhadap sesama warga binaan. d. Mampu menumbuhkan rasa disiplin warga binaan. e. Membentuk perilaku yang baik. f. Memotivasi warga binaan agar lebih optimis menjalani hidup. III. KESENIAN SEBAGAI BENTUK TERAPI & REHABILITASI BAGI NARAPIDANA DI LAPAS KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Sebagai sebuah kegiatan terapi, kesenian dapat digunakan untuk membantunarapidana pengguna napza dalam upaya kepulihannya. Dalam pelaksanaannya kesenian tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari satu sistem rehabilitasi yang komprehensif yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi non medis. Kesenian dilakukan sebagai suatu proses aftercare, atau setelah warga binaan menjalani program terapinya. Pada tahap aftercare warga binaan diarahkan sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Kesenian dapat digunakan sebagai media terapi dan rehabilitasi karena memiliki tujuan sebagai berikut : a. kegiatan Kesenian merupakan kegiatan yang bersifat positif

b. Kegiatan kesenian terjadwal secara rutin, sehingga secara tidak langsung melatih kedisiplinan warga binaan c. Kegiatan kesenian memacu warga binaan untuk terus mengembangkan diri d. Kegiatan kesenian memotivasi warga binaan untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya e. Kegiatan kesenian dapat dipergunakan untuk mengurangi waktu luang warga binaan, sehingga dapat menghindarkan warga binaan memikirkan kembali pemakaian napza f. Kegiatan kesenian dapat membantu warga binaan untuk lebih percaya diri dengan menampilkan potensi dirinya g. Kegiatan kesenian dapat melatih warga binaan untuk lebih bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambil bagi dirinya sendiri Untuk memasuki tahapan rehabilitasi aftercare ini Warga Binaan yang telah menyelesaikan tahapan rehabilitasi sosial akan didata dan diklasifikasikan berdasarkan keahlian mereka masing-masing. Proses pengklasifikasian dilakukan dengan cara : Wawancara Wawancara dilakukan kepada warga binaan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi sosialnya. Dalam proses wawancara ini digali mengenai keahlian, minat, bakat, serta motivasi warga binaan untuk mempertahankan recovery-nya. Psikotes Psikotes dapat dilakukan untuk melihat potensi apa yang ada dalam diri warga binaan. Dalam psikotes dapat diketahui minat dan bakat warga binaan. Selain untuk melihat minat dan bakat, psikotes juga dilakukan kepada warga binaan yang akan memasuki tahap rehabilitasi lanjutan serta dilakukan pula untuk menyeleksi warga binaan yang akan ditugaskan untuk menjadi instruktur pada program-program rehabilitasi yang lain. Selanjutnya warga binaan akan mengikuti kegiatan sesuai dengan pilihan masing-masing. Untuk kesenian, warga binaan dapat memilih kegiatan band, vokal group, atau kesenian rebana. Adapun pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: Band dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Jumat Vokal group dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Selasa Kesenian rebana dijadwalkan seminggu dua kali setiap hari Senin dan Kamis Dengan berbagai upaya penanganan narkoba yang dilakukan Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, diharapkan dapat menekan angka kekambuhan dan menurunkan tingkat hunian lapas karena kasus penyalahgunaan narkoba Pemeriksaan Barang Bukti Hidup Pada Kasus Pemakai Morfin II.4.1. Anamnesa dan Pemeriksaan fisik Gejala klinis : 1. pada umumnya sama dengan gejala klinis keracunan barbiturate; antara lain nusea, vomiting, nyeri kepala, otot lemah, ataxia, suka berbicara, suhu menurun, pupil menyempit, tensi menurun dan sianosis. 2. pada keracunan akut : a. miosis; b. coma; c. respirasi lumpuh 3. gejala keracunan morfin lebih cepat nampak daripada keracunan opium; 4. gejala ini muncul 30 menit setelah masuknya racun, kalau parenteral, timbulnya hanya beberapa menit sesudah masuknya morfin. Tahap 1 Tahap eksitasi

Berlangsung singkat, bahkan kalau dosisnya tinggi, tanpa ada tahap 1. 1.Kelihatan tenang dan senang, tetapi tak dapat istirahat ; 2. Halusinasi 3.Kerja jantung meningkat, wajah kemerahan dan kejangkejang; 4. Dapat menjadi maniak Tahap 2 Tahap stupor Dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam (gejala ini selalu ada) 1.Kepala sakit, pusing berat dan kelelahan; 2.Merasa ngantuk dan selalu ingin tidur; 3.Wajah sianosis, pupil amat mengecil; dan 4. Pulse dan respirasi normal. Tahap 3 Tahap Coma : Tidak dapat dibangunkan kembali 1. Tidak ada reaksi nyeri, refleks menghilang, otot-otot relaksasi; 2. Proses sekresi; 3.Pupil pinpoint, refleks cahaya negative. Pupil melebar kalau ada asfiksisa, dan ini merupakan tanda akhir; 4. Respirasi cheyne stokes; dan 5.Pulse menurun, kadang-kadang ada kejang,akhirnya meninggal. II. Pemeriksaan Toksikologi Sebagai barang bukti : 1.Urin, cairan empedu dan jaringan tempat suntikan; 2.Darah dan isi lambung, diperiksa bila diperkirakan keracunannya peroral; 3.Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara menghirup; dan 4. Barang bukti lainnya. Metode 1.Dengan Thin Layer Chromatography atau dengan Gas Chromatography (Gas Liquid Chromatography) Pada metode TLC, terutama pada keracunan peroral: barang bukti dihidroliser terlebih dahulu sebab dengan pemakaian secara oral,morfin akan dikonjugasikan terlebih dahulu oleh glukuronida dalam sel mukosa usus dan dalam hati. Kalau tanpa hidrolisa terlebih dahulu, maka morfin yang terukur hanya berasal dari morfin bebas, yang mana untuk mencari beberapa morfin yang telah digunakan, hasil pemeriksaan ini kurang pasti. 2. Nalorfine Test Penafsiran hasil test : Kadar morfin dalam urin, bila saam dengan 5 mg%, berarti korban minum heroin atau morfin dalam jumlah sangat banyak. Bila kadar morfin atau heroin dalam urin 5-20 mg%, atau kadar morfin/heroin dalamdarah 0,1-0,5 mg%, berarti pemakaiannya lebih besar dosis lethalis. Permasalahan timbul bila korban memakai morfin bersama dengan heroin atau bersama kodein. Sebab hasil metabolic kodein, juga ada yang berbentuk morfin, sehingga morfin hasil metabolic narkotika tadi berasal dari morfinnya sendiri dan dari kodein. Sebagai patokan dapat ditentukan, kalau hasil metabolit morfinnya tinggi, sedang mensuplai morfin hanya sedikit, dapat dipastikan korban telah mensuplai juga kodein cukup banyak. Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA (Methylenedioxy methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat. Cara penggunaan: 1. Dalam bentuk pil diminum per oral 2. Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya diihisap (intra nasal) atau dibakar

dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Metamphetamine hydrochloride, berbentuk kristal diinhalasi dengan dibakar, karenanya disebut ice, crystal, glass dan tina. 3. Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena. Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energi dan meningkatkan mood. Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosis terjadi dalam jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak jantung, kenaikan tekanan darah, dan berbagai masalah psikososial. Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang terganggu mentalnya secara serius, mengalami gangguan memori dan masalah kesehatan mulut yang berat. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjakkan gejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, 1api berlangsung lebih lama. Amfetamin Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa bubuk warna putih dan keabuabuan. Ada dua jenis amfetamin : 1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul. Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein, i. Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi MDMA karena merupakan NAPZA yang dicampur zat lain (designer drugs) untuk mendapatkan efek yang diharapkan / dikehendaki. 2. Metamfetamin.yang telah di bahas lebih detail pada butir C di atas.

2. Efek fisik dan psikologis jangka panjang : a. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan b. Gangguan makan, anoreksia atau defisiensi gizi c. Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis d. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses e. Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin pada pembuluh darah yang kecil. f. Disfungsi seksual g. Gejala kardiovaskular h. Delirium dan beberapa gejala psikosis seperti paranoia, ansietas akut dan halusinasi. Gejala psikosis akibat penggunaan amfetamin ini (amphetamines induced psychosis) akan berkurang bila penggunaan zat dihentikan, bersamaan dengan diberikan medikasi jangka pendek. i. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguan makan pada kondisi gejala putus zat yang berkepanjangan (protracted withdrawal). j. Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi. 3. Gejala Intoksikasi: Agitasi, Kehilangan berat badan, Takikardia, Dehidrasi, Hipertermi, Imunitas rendah, Paranoia, Delusi, Halusinasi, Kehilangan rasa lelah, Tidak dapat tidur, Kejang, Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradu, Stroke, Masalah kardiovaskular, Kematian 4. Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi: Agresif/ perkelahian, Penggunaan alkohol, Berani mengambil risiko, Kecelakaan, Sex tidak aman, Menghindar dari hubungan

sosial dengan sekitarnya, Penggunaan obat-obatan lain, Problem hubungan dengan orang lain, Gejala putus zat: a. Depresi, Tidak dapat beristirahat, Craving, Ide bunuh diri, Penggunaan obat-obatan, Masalah pekerjaan, Pikiran-pikiran yang bizzare, Mood yang datar, Ketergantungan, Fungsi sosial yang buruk E. Heroin Merupakan golongan opoida semi sintetik, disebut juga: putau, ptw, etep, pete ,H, Junk, Skag, Smack. Heroin dibuat dari getah buah poppy. Dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Digunakan dengan cara disuntik, di rokok ataupun dihidu . Pengguna heroin di Indonesia menjadi ancaman besar penyebaran HIV/AIDS, hepatitis C dan B. Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan mendorong terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat penggunanya masuk dalam overdosis, meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan mengurangi atau menghentikan penggunaannya akan mengalami gejala putus zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah dan merinding. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan heroin overdosis yang dapatberakibat fatal, aborsi spontan, kolaps vena, gangguan akibat penyuntikan heroin sesama pengguna yakni infeksi virus yang disebarkan lewat darah seperti HIV/AIDS dan hepatitis. Pada ibu hamil pengguna heroin akan memberikan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah dan gangguan perkembangan pada anak.

I. KOKAIN Disebut juga: Blow, C, Coke, Crack, Flake, Snow Kokain merupakan stimulan yang kuat dan mengakibatkan ketergantungan kuat pada penggunanya. Dalam upaya mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang makin lama rnakin meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan bubuk berwarna putih, sebagai bentuk garam kokain hidroklorida atau freebase. Kokain hidroklorida larut dalam air , digunakan dengan disuntikan atau dihidu. Bentuk freebase digunakan dengan cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan untuk kokain yang dapat dirokok, bentuknya seperti kristal batu karang. Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada tubuh sebagai berikut: Masalah jantung, termasuk serangan jantung Gangguan respirasi sampai kegagalan pernafasan Gangguan sistem syaraf, termasuk stroke Gangguan pencernaan , penurunan nafsu makan Menggunakan kokain bercampur alkohol akan membentuk komponen berbahaya yang dikenal sebagai KOKAETILEN. Yang membuat efek euforia menjadi kuat dan kemungkinan fatalitas dengan kematian mendadak Kokain dalam sistem syaraf pusat akan mengganggu proses reabsorbsi dopamine, suatu chemical messenger terkait rasa nyaman dan gerakan. Dengan mekanisme dopamine ini sistem syaraf dirangsang untuk euforia. Peningkatan perasaan nyaman membuat

penggunanya tidak merasa lelah, dan kesiagaan meningkat , tergantung rute penggunaan. Makin cepat diabsorbsi tubuh , makin kencang perasaan high. Makin cepat absorbsi, makin pendek aksi durasinya. Dengan snorting durasinya 15-30 menit, sementara dirokok durasi efeknya 5-10 menit. Penggunaan yang meningkat membuat perasaan high makin tinggi dan meningkatkan risiko adiksi 1. Efek yang diharapkan : a. eufori, banyak bicara, bertambahnya percaya diri, energi, berkurang keinginan untuk tidur, meningkatnya nafsu makan 2. Efek akut pada dosis rendah : a. anastesi lokal, dilatasi pupil, vasokonstriksi, peningkatan pernapasan, peningkatan denyutjantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan suhu tubuh 3. Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik): a. stereotiphy, perilaku repetitif, ansietas/ agitasi berat/ panik, agresif/buas, kedutan otot/tremor/hilang koordinasi, peningkatan refleks, gagal napas, peningkatan tekanan darah yang bermakna, nyeri dada/angina, edema paru, gagal ginjal akut, konvulsi, penglihatan kabur, stroke akut, kebingungan/delirium, halusinasi, lebih sering halusinasi dengar, dizziness, kekakuan otot, lemah, nadi cepat, aritmia jantung, iskemi miokardial dan infark, berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi ( suhu rektal bisa mencapai 41C ), sakit kepala, nyeri perut/mual/muntah 4. Efek pada penggunaan kronis : a. insomnia, depresi, agresif atau liar, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan, kedutan otot, ansietas, psikosis delusi paranoid, halusinasi, hilang libido dan/atau impotensi, peningkatan refleks, peningkatan denyut nadi 5. Gejala Putus zat Kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain) Menurut DSM-IV: a. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan paling sedikit mencakup dua dari gejala di bawah ini: 1). fatigue 2). insomnia atau hipersomnia 3). agitasi psikomotor atau retardasi 4). craving 5). peningkatan nafsu makan 6). mimpi buruk b. Gejala putus zat mencapai puncaknya dalam 2-4 hari Gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu. Rute penggunaan yang berbeda membuat dampak merugikan yang berbeda pula. Penggunaan dengan cara dihidu berulang akan membuat perdarahan di hidung, kerusakan syaraf penciuman, kesulitan menelan, suara serak, dan pilek kronis. Menelan kokain akan dapat membuat gangrene usus karena reduksi aliran darah ke usus. Penggunaan lewat suntikan dapat membuat alergi berat, dan risiko infeksi yang ditularkan melalui darah seperti HIV. Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipothalamus corpus striatum, system aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. (Latief, 2001). Reseptor tempat terikatnya opioid disel otak disebut reseptor opioid dan dapat diidentifikasikan menjadi 5 golongan, yaitu

antara lain: .(Latief dkk, 2001; Sarjono dkk, 1995; Wibowo S dan Gopur A., 1995). Reseptor (mu) : -1, analgesia supraspinal, sedasi -2, analgesia spinal, depresi nafas, euphoria, ketergantungan fisik, kekakuan otot.. Reseptor (delta) : analgesia spinal, epileptogen Reseptor k (kappa) : k-1, analgesia spinal. k-2 tak diketahui. k-3 analgesia supraspinal. Reseptor (sigma) : disforia, halusinasi, stimulasi jantung Reseptor epsilon : respon hormonal. Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran. .( Sarjono dkk, 1995; Wibowo S dan Gopur A., 1995).

You might also like