You are on page 1of 18

TRIASE

Triase (asal katanya Triage dari Bahasa Perancis) yang berarti membagi/ menyortir) merupakan suatu prosedur yang menempatkan pasien menjadi kategorikategori prioritas untuk transport dan perawatan berdasarkan tingkat keparahan cedera serta kegawatdaruratan medis. Triase diterapkan jika korban banyak, yaitu jika jumlah korban minimal tiga atau jumlah penolong yang tersedia lebih sedikit dari yang dibutuhkan. Kategori ditentukan dengan pertimbangan tata cara pertolongan dengan sistem ABC (baik di lapangan atau di rumah sakit). Sistem ini dilakukan oleh penolong dalam 60 detik atau kurang untuk tiap pasien. Triase lapangan meliputi sistem seleksi pasien di lapangan oleh petugas dan evakuasi/transportasinya ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Secara garis besar adalah penempatan pasien dalam kategori-kategori prioritas untuk ditolong dan diangkat berdasarkan hebatnya cedera dan kegawatdaruratan medis sehingga dapat memilih mana yang lebih dahulu ditolong, diangkut, atau bahkan ditinggalkan untuk sementara. Mengirim pasien dengan keadaan tertentu ke fasilitas kesehatan yang memadai sesuai dengan kondisi pasien merupakan tanggung jawab dari petugas lapangan. No Prioritas 1. Prioritas tertinggi (merah) Keterangan Pasien gawat darurat, artinya terancam jiwa atau anggota badannya (akan menjadi cacat) jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. 1. Kelainan Contoh pernafasan (obstruksi jalan

nafas, henti nafas, sukar bernafas berat) 2. Henti jantung 3. Pendarahan tak terkontrol atau sudah > 2 liter 4. Cedera kepala hebat dan korban tidak sadar 5. Luka dada terbuka dan luka hancur pada abdominopelvic 6. Syok hebat dan tekanan sistolik kurang dari 80 mmHg 7. Luka bakar yang mengenai saluran nafas 8. Serangan jantung, stroke, head stroke, 1

Dasar-Dasar P3K

hipotermi berat, dan masalah medis berat lainnya 9. Kemungkinan fraktur vertebrae cervical 10. Luka terbuka pada mata 11. Fraktur femur dan fraktur tanpa pulsus distal, dll 2. Prioritas tinggi (kuning) Pasien darurat namun tidak gawat. Gawat tergantung dari keseriusan luka Darurat tergantung dari kesegeraan yang dibutuhkan 3. Prioritas sedang (hijau) 4 Prioritas terakhir (hitam) Pasien tidak gawat tidak darurat Pasien tanda-tanda telah meninggal. 1. Perdarahan ringan 2. Fraktur dan cedera jaringan lunak minor 3. Luka bakar ringan ada Tidak adanya respirasi dan denyut nadi selama 20 menit mulai kejadian (kecuali korban tenggelam atau korban hipotermi ekstrim) Tidak adanya respirasi dan denyut nadi, 2 1. Luka bakar hebat 2. Cedera spinal selain pada cervical 3. Perdarahan sedang atau sudah < 2 liter 4. Korban sadar dengan cedera kepala serius 5. Fraktur multipel (selain di atas) 6. Cedera bagian belakang 7. Overdosis obat, dll

Dasar Dasar P3K

serta trauma yang menyebabkan RJP tidak bisa dilakukan atau tidak efektif Dekapitasi (leher putus) Sistem triase modifikasi yang paling sering digunakan adalah START (Simple Triage & Rapid Treatment) yang biasanya digunakan untuk menangani kasus kecelakaan massal (MCI, Multiple Casualty Incident). Prosedur START mencakup pemeriksaan : 1. Respon Penolong berteriak kepada para korban agar mendekatinya dan mengarahkannya ke tempat yang lebih aman. Korban yang mampu melakukannya berarti hanya mengalami gangguan kesehatan yang minimal (tidak gawat dan tidak darurat). Kemudian penolong mendatangi satu persatu korban yang tersisa untuk mengetahui respon selanjutnya, apakah korban yang tersisa tersebut hanya tidak dapat berjalan mendekati penolong (misal: fraktur ekstremitas bawah) atau malah ada gangguan yang lebih parah (misal: gangguan pernafasan, perfusi jaringan, atau status mental yang buruk). 2. Pernapasan a. Semua pasien diperiksa rata-rata ventilasi dan keadekuatannya. b. Jika pasien tidak bernafas, periksa apakah ada benda asing yang menyebabkan obstruksi dan ambil benda asing tersebut. c. Reposisi kepala pasien. d. Jika prosedur di atas tidak membantu inisiasi napas (napas tetap), tandai (TAG) warna hitam. e. Jika pernapasan >30 / menit, tandai warna merah. f. Jika pernafasan <30 / menit, jangan tandai, teruskan pemeriksaan perfusi (sirkulasi darah). 3. Perfusi (Waktu Pengisian Kapiler/Capillary Refill) a. Cara termudah pemeriksaan perfusi adalah pengisian kapiler b. Jika >2 detik, tandai warna merah c. Jika <2 detik, jangan tandai, lanjutkan pemeriksaan mental status d. Jika pemeriksaan pengisian kapiler tidak ditemukan, palpasi arteri radialis. Jika palpasi a. Radialis (-), biasanya tekanan sistolik <80 mmHg. Teknik kontrol pendarahan akan banyak digunakan misalnya dengan penekanan langsung dan peninggian ekstremitas bawah. Penggunaan Walking Wounded untuk membantu mengontrol pendarahan bagi diri pasien sendiri atau untuk pasien lain. 3

Dasar-Dasar P3K

4. Mental Penilaian ini digunakan untuk pasien dimana respirasi dan perfusi adekuat. Untuk menilai, penolong meminta korban untuk mengikuti perintah sederhana seperti membuka/menutup mata. a. Jika pasien tidak dapat mengikuti perintah ini, tandai warna merah b. Jika pasien dapat mengikuti perintah ini, tandai warna kuning

Dasar Dasar P3K

SIMPLE TRIASE AND RAPID TREATMENT


Setelah korban dipindahkan ke daerah yang aman, lanjutkan penilaian korban, yaitu : 1. Penilaian primer sekunder 2. Cek vital sign : Frekuensi nadi, Frekuensi nafas Tekanan darah Suhu 3. Cek pula warna kulit, pupil, status kesadaran dan kelumpuhan otot atau hilangnya sensasi bagian tubuh tertentu

RESPON

Tidak

Ya: Walking Wounded

HIJAU RESPIRASI

< 30x/menit

>30x/menit

MERAH WPK
<30x/mnt

WPK< 2 s

WPK >2s

MERAH MENTAL

Baik

Buruk

KUNING
Dasar-Dasar P3K

MERAH
5

Patient Assessment dan Basic Life Support


Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basis Life Support (BLS) adalah suatu pertolongan yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi kerusakan organ vital yang membuat pasien tidak dapat tertolong. Resusitasi jantung paru (RJP) atau Cardio Respi Resucitation (CPR) adalah metode yang dilakukan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas untuk mencegah terjadinya kematian organ vital dengan cara melakukan nafas buatan dan pijatan jantung luar. Menurut American Heart Association (AHA) pada tahun 2005, langkah bantuan hidup dasar yang disepakati adalah SRSABC (Safety, Responce, Shout for help, Circulation, Airway, Breathing). Pada tahun 2011 AHA merevisi langkah tersebut menjadi SRSCAB (Safety, Responce, Shout for help, Circulation, Airway, Breathing). Hasil diskusi anggota TBMM LEM FK UII pada tahun 2012 adalah menggabungkan kedua teori tersebut. Jika pasien terduga kuat mengalami gangguan jantung/sirkulasi, maka yang dipakai adalah SRSCAB karena pada keadaan tersebut C sangat dibutuhkan sesegera mungkin. Sedangkan pada keadaan lainnya, atau pada keadaan yang tidak kita ketahui penyebabnya kita tetap menggunakan SRSABC. 1. Safety Beberapa hal keamanan yang harus diperhatikan: Aman bagi diri sendiri artinya utamakan untuk memperhatikan kondisi penolong itu sendiri, jangan sampai ada istilah penolong malah menjadi yang ditolong. Aman lingkungan artinya ketika menolong kita juga harus memperhatikan lingkungan, jangan sampai kecelakaan baru terjadi karena kecerobohan kita ketika mau menolong. Aman korban yaitu kita memposisikan korban dalam kondisi yang aman dan diusahakan nyaman sebelum melakukan perlakuan kepada korban, misalnya menjauhkan orang yang mengerumuni korban. Yang perlu diperhatikan adalah jangan panik dan jaga keamanan diri, lingkungan, dan korban. 2. Response Dapat berupa shout, shake, atau dirangsang memakai rangsang nyeri namun sedikit menimbulkan luka (misal: menekan pangkal kuku korban dengan menggunakan ujung kuku penolong). Shake dan shout secara bersamaan meningkatkan kefektifan kita dalam merangsang. 3. Shout for help Segera hubungi tempat-tempat yang dapat membantu seperti 118 atau bisa juga menghubungi nomor telepon rumah sakit terdekat yang sekiranya memiliki fasilitas yang bisa membantu, seperti ambulance. Beritahukan mereka mengenai 6

Dasar Dasar P3K

keberadaan anda secara lengkap dan detail. Semakin cepat kita melakukan pertolongan maka tingkat keterselamatan korban semakin tinggi. misal: Layanan Umum 118 R.S. Sardjito (0274) 631190 / (0274) 515868 R.S. JIH (0274) 4463535 R.S. Panti Rapih (0274) 563333 Setelah melakukan tiga langkah diatas, perhatikan dan pastikan pernafasan korban. Korban yang tidak berada dalam kondisi nafas yang normal dan regular mengindikasikan ia dalam keadaan darurat. Ketika telah dapat dipastikan akan nafas yang tidak normal, segara cek pulsasi nadi korban. Nadi yang diperiksa adalah nadi dari arteri karotis yang berada di leher sebelah samping kanan maupun kiri. Interpretasikan nadi menjadi teraba atau tidak. Sekalipun lemah, nadi korban diinterpretasikan sebagai nadi yang teraba. Hasil harus segera diinterpretasikan dalam waktu < 10 detik, Ketika hasil dari perabaan nadi tadi didapat, segera berikan nafas 1 kali tiap 5-6 detik. Kemudian di cek kembali setiap dua menit, apakah nadi sudah berdenyut secara regular ataukah belum. Ketika nadi tidak teraba saat pertama kali pemeriksaan, maka segera lakukan kompresi sirkulasi dalam ratio 30:2 (30 kompresi + 2 nafas buatan). Pernafasan yang berbunyi adalah pernafasan yang terobstruksi. Mendengkur : karena lidah jatuh ke belakang Suara berkumur (gurgling) : karena ada darah atau cairan Stridor (serak/ parau) disebabkan obstruksi parsial faring atau laring 4. Air Way Nilai jalan nafas pada korban, jalan nafas normal dinilai dengan : a. Gerakan nafas normal baik dada maupun perut b. Suara nafas yang bersih, tanpa adanya suara tambahan, seperti mendengkur, suara berkumur, atau serak atau parau. c. Dilakukan tanpa usaha yang berlebihan (natural) d. Aliran nafas dapat dirasakan secara normal Selanjutnya jika didapatkan adanya ketidaknormalan dalam jalan nafas korban, kita perlu : A. Membuka Jalan nafas dengan melakukan salah satu teknik di bawah ini: 1. Head tilt & chin lift (jika tak ada cedera spinal) Letakkan satu tangan pada dahi, tekan perlahan ke posterior sehingga kemiringan kepala pada posisi normal atau sedikit ekstensi. 7

Dasar-Dasar P3K

2. Jaw Thrust (jika ada cedera spinal) Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas. Dengan teknik ini diharapkan jalan nafas menjadi longgar dan cegah lidah jatuh ke hipofaring, menghilangkan obstruksi yang berupa dengkuran/lidah yang jatuh ke belakang. B. Membersihkan jalan nafas Jika ada benda yang menutupi jalan nafas yang visible dan removeable, kita harus mengambil benda tersebut. Pembersihan jalan nafas harus dilakukan jika ada kecurigaan adanya sumbatan jalan nafas oleh benda asing yaitu bila kejadian di saksikan sendiri atau sangat dicurigai, reflex batuk tidak adekuat, kesadaran makin memburuk dan atau jalan nafas tetap tertutup walaupun diupayakan untuk membuka jalan nafas. Intinya yaitu visible and removable, benda tersebut dapat terlihat dan dapat kita jangkau untuk mengambilnya. Pada korban tidak sadar: Sasaran teknik dibawah ini adalah korban dewasa yang tidak sadar. Untuk bayi dan anak-anak dapat dipertimbangkan menggunakan teknik penanganan kasus tersedak. Teknik Finger Sweep (Sapuan Jari) 1. Lindungi tangan dengan handscone atau sapu tangan 2. Buka mulut korban dengan memegang rahang di antara ibu jari dan jarijarinya, kemudian angkat rahang bawah 3. Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. 4. Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing lebih jauh ke jalan nafas dan menginduksi muntah korban. Teknik Crossed Finger Teknik hampir sama dengan finger sweep hanya saja jika finger sweep menggunakan satu jari untuk mengangkat obstruksi, sedangkan pada crossed finger menggunakan dua jari untuk menganggkat obstruksi. Bisa dilihat di gambar. Pada korban sadar Jika korban sadar, jalan nafas tidak terobstruksi, dan tidak ada cedera servical, penanganan air brething ini sama seperti penanganan tersedak. 8

Dasar Dasar P3K

5. Breathing Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoxia. Frekuensi napas pada keadaan sesak napas pada keadaan ini lebih cepat daripada keadaan normal. Kelelahan otot nafas bila sesak nafas berlangsung lama, akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa sisa pembakaran berupa gas CO2. Breathing atau ventilasi adalah suatu proses pengambilan oksigen dari udara bebas dan pengeluaran karbondioksida ke udara bebas. Jika ada henti nafas atau breathing yang terganggu, maka dilakukan breathing support dengan hembusan efektif sebanyak dua kali. Bila sudah ada suara nafas walaupun masih lemas, segera posisikan pasien dalam recovery position. Prosedur dari recovery position : 1. Berlutut disamping korban, lengan korban paling dekat dengan penolong ditekuk membuat sudut siku-siku, siku ditekuk dan telapak tangan membuka ke atas. Kedua kaki diluruskan. 2. Lengan korban yang jauh disilangkan pada dadanya, telapak tangannya memegang pipi 3. Tangan penolong yang lain memegang paha korban yang jauh, lutut korban ditekuk ke atas, kakinya menginjak lantai. 4. Kepala korban ditarik ke belakang supaya jalan nafas selalu terbuka. Kaki korban yang ada di atas diatur agar panggul dan lututnya membentuk siku-siku. Pada breathing kita menilai pernapasan korban, dengan metode look-listen-feel. Look : lihat pergerakan naik turun dadayang berhubungan dengan pernapasan Listen : mendengarkan aliran udara dari mulut dan hidung korban Feel : merasakan hembusan udara yang dikeluarkan korban lewat mulut dan hidungnya dengan pipi Total pemeriksaan look-listen-feel adalah 5-10 detik. Tanda-tanda tidak cukupnya pernapasan: Pengembangan dada tidak ada, atau ansimetris Korban tidak dapat berbicara atau sukar berbicara Pernapasannya berbunyi Tempo napas ada atau tidak, terlalu cepat atau terlalu lambat, sangat dangkal atau sangat dalam, intinya napas tidak ritmis dan tidak tetap Jika diketahui napas tidak normal langsung melakukan tindakan CPR Macam-macam kegagalan pernapasan: Spasme berat pada trachea atau bronchus Obstruksi jalan napas, misal tersedak bakso, atau menelan benda korosif Mati lemas, misal pembunuhan dengan cara dibekap pakai plastik Komresi leher, misal dicekik Kompresi rongga thoraks, misal tertindih karung pasir 9 Serangan yang berlanjut, misal ayan

Dasar-Dasar P3K

6. Circulation Menurut data AHA, sebagian besar kasus yang banyak ditemukan di masyarakat serta yang membutuhkan CPR adalah Sudden Cardic Death dan ventrikel fibrilasi, CPR dilakukan bukan untuk menghentikan fibrilasinya. Tetapi justru berusaha untuk mempertahankan agar fibrilasi tetap berlangsung dan tidak berhenti sampai korban mendapat pertolongan dari medis profesional dengan menggunakan defibrilator. Meskipun demikian untuk pulih dengan menggunakan CPR cukup kecil. Defibrilator yang memiliki kekuatan listrik yang memadai dapat mengembalikan irama jantung menjadi ritmis lagi tetapi dapat juga ke arah sebaliknya yaitu menghentikan irama jantung. Bagaimana kita mengenali gejala-gejala serangan jantung: 1. Mual, muntah, 2. Penurunan kesadaran karena hipoksia/ anoksia otak 3. Nyeri dada 4. Sukar bernapas 5. Kulit berubah menjadi pucat/ kebiruan, dingin, dan lembab CPR harus segera diberikan karena setiap menit penundaan CPR dapat mengurangi angka survival 7-10%. Kematian klinis terjadi ketika korban berhenti napas atau berhenti berdetak. Jika selama 30 menit atau lebih kita melakukan CPR dan tidak ada perkembangan pada korban, maka tidak ada alasan untuk melanjutkan. Maka cari tanda-tanda apakah sudah terjadi kerusakan otak atau belum, dengan melihat dilatasi mata korban. Karena sel-selotak tidak dapat bertahan lebih dari 4 menit tanpa oksigen, dan setelah 6-10 menit telah terjadi kematian biologis dan kematian sel otak. CPR dihentikan apabila: 1. Penolong kelelahan dan tidak ada perkembangan dari korban setelah lebih dari 30 menit 2. Datang tim bantuan medis profesional yang mengambil alih 3. Datang bencana susulan yang dapat mencelakai penolong 4. Korban terbangun dan meminta untuk menghentikan pertolongan. Perhatian: Jangan menghentikan pertolongan jika korban sedikit sadar atau bersuara ataupun bergerak, karena sebenarnya kondisi korban belum sadar sepenuhnya dan gerakan/ suara korban muncul karena pertolongan kita ada efeknya. Maka tetap dilanjutkan sampai medis datang atau korban menghentikan secara sadar sepenuhnya. Sebab-sebab henti Jantung : 10 Penyakit kardiovaskular Kekurangan oksigen akut Kelebihan dosis obat Gangguan asam basa

Dasar Dasar P3K

- Kecelakaan, sengatan listrik dan tenggelam Reflex vagal Anestesi dan pembedahan Terapi dan diagnosis medik Syok (hipovolemik, neurologic, toksik, dan anafilaktik)

Tanda-tanda henti jantung - Kesadaran hilang - Tidak teraba denyut karotis - Terlihat seperti mati - Warna kulit pucat - Pupil dilatasi Indikasi RJP - Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian infuse listrik - Hipoksia akut - Keracunan-overdosis opiate - Sengatan listrik - Reflex vagals - Tenggelam Kontra indikasi RJP - Kematian normal - Stadium terminal suatu penyakit - Bila setengah s/d satu jam tidak teraba arteri carotis pada korban normotermi Metode CPR yang benar: 1. Berlutut di sebelah kanan korban, dan tepatnya berada di antara bahu kanan korban 2. Menentukan titik kompresi, tetapi sebelumnya pastikan bahwa lokasi yang akan dikompresi tidak ada kalung atau benda yang dapat mencederai korban. Cari tempat kompresi di dada sebelah kiri tepatnya dua jari keatas dari proc. Xyphoideus atau diantara papilla mamae. Pakai tangan yang terkuat yang di bawah dan tangan yang lemah sebagai pengunci. 3. Posisikan tangan dan bahu vertikal diatas titik kompresi, tekan sebanyak 30 kali kompresi dada secara ritmik dan tepat dengan frekuensi 100 kali per menit sedalam 4-5 cm kedalam. Ketika kompresi usahakan dada dapat kembali mengembang (recoil). 4. Setelah compresi lakukan napas buatan dengan irama 30+2 (30 kompresi 2 nafas buatan), sebanyak 500-600 ml atau setara dengan pernapasan biasa manusia. Jangan lakukan lebih dari 2 kali napas karena dapat mengakibatkan menurunnya 11

Dasar-Dasar P3K

venous return dan mengurangi cardiac out put ke jantung. Dan ketika melakukan napas buatan dapat kita lakukan dengan mouth to mouth atau mouth to nose , mouth-to-stoma-breathing, mouth-to-mask-breathing. Jika sirkulasi dan pernapasan kembali, lakukan secondary assessment dan posisikan korban pada posisi pemulihan (recovery position) 5. Ketika menggunakan salah satu teknik prinsipnya ketika memasukkan udara cukup satu lubang jadi jika ketika kita memasukkan udara ke lewat mouth to mouth maka hidung jangan lupa untuk ditutup. Berdasarkan jurnal dari AHA (American Heart Assosiation) pemberian napas buatan oleh orang awam tidak harus dilakukan, karena berdasarkan penelitian banyak orang yang menghindari proses pertolongan karena harus mouth to mouth. Jadi dapat juga dilakukan Cuma resusitasi jantung sebanyak 30 kali. Tetapi dalam diklat ini, kita tetap memakai pertolongan dengan napas buatan. Beberapa kondisi yang menimbulkan sulit nafas 1. Asma akut 2. Eksaserbasi akut dari keterbatasan aliran udara menahun 3. Udema paru kardigenik akut 4. Pneumonia 5. Pneumothoraks 6. Emboli paru 7. Cedera paru akut : kontusi, aspirasi, inhalasi Jika dalam menilai jalan nafas pada pasien dengan posisi badan yang tidak memungkinkan dan korban dapat dipastikan tidak ada cedera cervical, maka diperlukan adanya reposisi korban: 1. Luruskan kaki korban dan luruskan lengan korban yang dekat dengan penolong ke samping kepala korban. 2. Letakkan salah satu tangan penolong untuk meyokong leher dan kepala bagian belakang korban dan tangan yang lain berada dibawah ketak, dari lengan di sisi jauh penolong. 3. Miringkan korban sebagai suatu kesatuan unit. 4. Baringkan korban pada punggungnya dan reposisi lengan yang terekstensi. SECONDARY ASESSMENT Secondary assesment merupakan langkah pemeriksaan tahap selanjutnya setelah initial assesment yang dilakukan ketika korban sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Secondary assesment terdiri dari pemeriksaan obyektif dan subyektif. Pemeriksaan obyektif yaitu pemeriksaan seluruh anggota tubuh yaitu dimulai dari ujung kepala sampai ujung kaki termasuk didalamnya pemeriksaan WPK dan vital sign. Pemeriksaan ini dilakukan ketika korban dalam keadaan tidak sadar. 12

Dasar Dasar P3K

Pemeriksaan terdiri dari DOTS 1. Deformity Atau perubahan bentuk baik fraktur, bengkak, dsb. Cara mencari adalah dengan membandingkan bagian tubuh kanan dan kiri. 2. Open injury Adalah luka terbuka, maka biasanya ditemukan noda darah atau luka perdarahan akibat trauma. Terutama cari perdarahan pada bagian genital, telinga, hidung, mulut, dan mata. 3. Tenderness Merupakan rasa nyeri, cara mencarinya bisa dengan palpasi agak kuat keseluruh badan. 4. Swelling Nama lainnya adalah bengkak, atau memar (contusio dan hematom). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara look, listen, feel, smell Pemeriksaan subyektif adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara anamnesis pada korban atau orang yang mengetahui kejadian, sehingga pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan pada korban sadar Pemeriksaan terdiri dari sampel 1. sign and symptom 2. Allergy 3. Medication 4. Past illness 5. Event 6. Last meal Cara Pemeriksaan Pertama lakukan inform concent bila korban sadar Kita perkenalkan diri kita dan menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur pemeriksaan. Bila korban sadar maka kita mulai dari SAMPEL terlebih dahulu, maka kita ajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan kondisi korban. Setelah SAMPEL dirasa cukup, maka kita lanjut ke DOTS (pemeriksaan objektif). Pada pemeriksaan dengan DOTS kita harus urut dari atas ke bawah. Tidak lupa kita cek wpk dan kekuatan mendorong koorban. Jika membawa tensimeter maka dapat kita ukur vital sign korban. a. Pemeriksaan Kepala Kita palpasi (raba) sekaligus kita inspeksi (lihat) dari atas kepala hingga dasar kepala. Dilanjutkan ke leher apakah terdapat DOTS disana. Cek lubang telinga, mata kanan dan kiri, lubang hidung dan mulut. Apakah terdapat perdarahan disana dan perubahan bau, suara. b. Mencari DOTS pada dada dan abdomen dengan cara inspeksi dan palpasi kali ini dengan menggunakan kedua tangan secara beriringan, bila tidak ada masalah maka naik 13

Dasar-Dasar P3K

lagi ke bahu. Pengecekan bahu dapat dengan cara digoyangkan kekanan atau ke kiri (sedikit diangkat). c. Pemeriksaan tangan kanan dan kiri, kita raba dengan menggunakan kedua tangan dari proksimal (pangkal) hingga distal (ujung). Cek kekuatan mendorong dan perfusi korban (wpk). Jika ada masalah, maka akan menunjukkan waktu pengisian kapiler (wpk) >2 detik dan korban tidak memiliki daya untuk mendorong. Pemeriksaan ini untuk kanan dan kiri, karena belum tentu bila satunya kita periksa baik, maka yang lain ikut baik pula. Sehingga tetap lakukan prosedur yang sama pada tangan kanan dan tangan kiri korban. d. Pada pemeriksaan tulang belakang Ada dua teknik: 1) Badan sedikit diangkat sambil kedua tangan kita meraba secara simetris untuk mencari DOTS atau krepitasi, biasanya dilakukan sendiri/ satu orang. 2) Badan benar-benar diangkat dengan sistem lipat. Nama teknik ini adalah rock n roll , hanya untuk memeriksa tulang belakang korban. Untuk tekniknya ini setidaknya butuh 3 orang penolong. e. Pemeriksaan Pelvis Dapat dengan diangkat sedikit lalu digoyangkan, dapat juga dengan cara ditekan salah satu sisi pelvis. Jika pelvis dalam kondisi normal, bila tertekan salah satu sisinya akan mengangkat sisi yang lain. f. Pemeriksaan tangan dan kaki Pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan di tangan. Baik dari proksimal ke distal, maupun gaya dorong korban dan wpk korban. Lakukan prosedur kaki kanan sama dengan kaki kiri. Catatan: 1. Pemeriksan tergantung keadaan korban 2. Pemeriksaan Sample dilakukan terlebih dahulu jika korban dalam kondisi sadar sehingga dapat inform consent terlebih dahulu.

14

Dasar Dasar P3K

EVAKUASI
Evakuasi korban diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban bisa mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misal evakuasi korban gawat darurat, dimana korban harus mendapatkan perawatan dan pengobatan di rumah sakit, sehingga, evakuasi ini harus dilakukan secara cepat dan waspada serta diusahakan tidak memperburuk keadaan korban atau menambah cedera baru. Syarat-syarat korban yang dievakuasi adalah : 1. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan monitor terus keadaan umum korban 2. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal 3. Perdarahan yang ada sudah diatasi dan dikendalikan 4. Patah tulang yang ada sudah ditangani 5. Mutlak tidak ada cedera spinal 6. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan penolong dan korban Penggunaan tubuh penolong dalam melakukan pengangkatan dan pemindahan korban perlu mendapatkan perhatian yang serius. Apabila cara melakukannya salah, cedera atau keadaan korban dapat bertambah parah, bahkan penolong dapat mengalami cedera. Untuk mencegah hal-hal di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Pikirkan kesulitan memindahkan sebelum mencobanya 2. Jangan coba angkat dan turunkan korban jika tidak dapat mengendalikannya 3. Selalu mulai dari posisi seimbang dan tetap jaga keseimbangan 4. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat 5. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong 6. Lakukan gerakan secara menyeluruh, serentak dan upayakan agar bagian tubuh saling menopang 7. Bila dapat kurangi jarak atau tinggi yang harus dilalui korban 8. Perbaiki posisi dan angkat secara bertahap 9. Punggung tegak waktu mengangkat korban atau menjaga kelurusan tulang belakang Pada pemindahan korban, perlu diperhatikan beberapa pertanyaan berikut : kapan korban harus dipindahkan, apakah penilaian dan pemeriksaan korban harus selesai sebelum pemindahan, dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjaga tulang belakang, yang semua itu tergantung dari keadaan. Tidak perlu memindahkan korban yang tidak ada bahaya luar yang mengancam sebelum korban ditangani. 15

Dasar-Dasar P3K

Pemindahan darurat dilakukan apabila : 1. Ada bahaya langsung terhadap korban, seperti : kebakaran/bahaya ledakan, bangunan yang tidak stabil, mobil terbalik yang mungkin akan terbakar, kerumunan massa yang resah, ada material berbahaya, tumpahan minyak, cuaca ekstrim, dsb. 2. Memperoleh jalan masuk menuju korban lainnya 3. Bila tindakan penyelamatan nyawa seperti RJP perlu memindahkan dan mereposisi korban (kasus henti jantung) Berbagai contoh cara memindahkan korban, yaitu :

No.
1.

Cara
Mengusung untuk jarak dekat (shirt drag) Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa korban tidak mengalami cedera spinal, cedera tulang tengkorak dan gegar otak.

Gambar

2.

Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag) Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong. Cegah kepala korban agar tidak terseret di tanah (dengan memegang menggunakan satu tangan atau menggantungkannya.

3.

Mengusung melalui selimut (blanket drag) Digunakan untuk korban pingsan. Sebisa mungkin pada lintasan yang tidak terlalu kasar.

4.

Gendong punggung (piggy back carry) Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat dipindahkan dengan menggendong korban di belakang penolong.

5. 16

Mengusung korban yang membutuhkan

Dasar Dasar P3K

sedikit bantuan (memapah, one rescuer crutch) Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban dapat dibantu dengan memapahnya. Tangan korban dirangkulkan di pundak penolong, salah satu tangan penolong memegang pinggang korban untuk mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas. 6. Pengangkutan dengan cara menjulang Dilakukan untuk penolong satu orang dan diperlukan pergerakan yang cepat atau menempuh jarak jauh. Posisi ini akan membuat penolong lebih leluasa untuk bergerak.

7.

Mengusung korban dengan dua penolong Korban diangkat adengan mempergunakan tangan sebagai tandu.

8.

Mengusung korban dengan menggunakan kursi sebagai tandu

17

Dasar-Dasar P3K

9.

Mengusung korban dengan 2 penolong (Two mans arm carry)

10. Mengusung korban dengan 2 penolong

18

Dasar Dasar P3K

You might also like