You are on page 1of 5

MAKALAH KELOMPOK PEMBAHAS HUBUNGAN SOSIAL ANTAR KELOMPOK ETNIK

Disusun oleh: Atika Florentina Billa Ashaninka (1106000621) Saniya Saleh (1106000123)

Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki kelompok etnik yang beragam. Etnisitas ini menggambarkan kemajemukan bangsa kita. Etnik bisa menyebabkan pemersatu sekaligus disintegrasi bangsa. Secara etimologis, etnisitas berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethnos yang berarti bangsa dan ethnikos yang berarti lainnya. Definisi etnisitas dapat dilihat dari dua sudut pandang. Menurut perspektif politik, etnisitas dapat diartikan sebagai bangsa. Istilah tersebut juga digunakan untuk mendeskripsikan interaksi kelompok etnik dengan bangsa; yang menunjukkan bahwa etnisitas memiliki dua fase, yaitu emansipasi dan dominasi (Pieterse 1996:25). Emansipasi berarti etnisitas memliki daya dorong untuk melakukan tuntutan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh bangsa, sedangkan dominasi merujuk politik kultural dari kelompok etnik yang dominan. Dari perspektif budaya, etnisitas sering diartikan sebagai kelompok dengan kesamaan keturunan, sejarah, dan identitas budaya, seperti kesamaan tradisi, nilai, bahasa, dan pola perilaku, baik secara nyata maupun secara imajiner. Eriksen, mengungkapkan bahwa etnisitas adalah suatu aspek dalam hubungan sosial di antara kelompok yang dalam berinteraksi, dia menganggap dirinya berbeda budaya dengan kelompok lain. Etnisitas berkaitan dengan identitas dan proses identifikasi seseorang. Dalam interaksi di masyarakat, etnisitas memiliki tiga dimensi, yaitu identitas yang ditentukan sendiri; identitas yang dipresepsikan oleh orang lain dan identitas yang ditentukan oleh negara. Bagaimana seseorang mengidentifikasikan diri sendiri adalah dengan perasaan akan adanya persamaanpersamaan seperti keturunan, tradisi, budaya, bahasa serta memori akan masa lalu. Pengidentifikasian oleh orang lain didasarkan pada ciri-ciri fisik yang tampak. Contohnya ketika kita melihat seseorang berkulit hitam dan berambut gimbal, maka kita bisa berasumsi bahwa orang tersebut berasal dari etnis timur, Papua. Sedangkan, identifikasi oleh negara bertujuan untuk menentukan kelompok etnis dominan sebagai pembentuk sebuah negara.

Pengidentifikasian ini sarat akan unsur politis. Konsep etnisitas merupakan bagian dari kategori sosial yang digunakan sebagai identitas kelompok dalam struktur masyarakat secara horizontal, walaupun dalam realitasnya etnisitas kadang dianggap sebagai stratifikasi vertikal yang dapat menimbulkan diskriminasi dan konflik. Lebih jauh mengenai hal tersebut akan kami bahas selanjutnya.

Menurut Agustino (2001 : 255-256) konsep etnisitas dapat dilihat melalui tiga pandangan: pandangan primordalis, instrumentalis, dan konstruktivis. Pandangan primordalis memandang ciri-ciri biologis seperti ras bisa memicu kepentingan etnis yang berbenturan. Pandangan instrumentalis menganggap etnisitas adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Ketika momen pilkada misalnya, calon pemimpin akan menunjukan bahwa ia adalah putra asli daerah. Ia akan menunjukan etnisitasnya dalam rangka mencari simpati. Ketika calon pemimpin tersebut menunjukan etnisitas yang tinggi dan memanggil sukunya, maka anggota yang lain dalam kelompok etnik tersebut akan merapatkan barisan untuk mendukungnya atas dasar lingkaran etnis yang sama. Sementara itu, berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, pandangan konstruktivis memandang etnisitas sebagai sesuatu yang positif, karena dapat digunakan untuk membentuk jaringan atau relasi dalam pergaulan. Etnisitas adalah kekayaan suatu bangsa yang dapat membuat etnik satu sama lain mengenal dan memperkaya budayanya masing-masing. Bila persamaan membuat orang-orang bersatu dalam kelompok etnik, dan perbedaan membentuk banyak kelompok etnik berbeda, maka persamaan dan perbedaan ini dinilai sebagai hal positif. Persamaan adalah anugerah, sedangkan perbedaan bukan merupakan masalah, karena perbedaan itu indah. Kelompok etnis di Indonesia sangat beragam jumlahnya. Bagaimana komposisi etnis di Indonesia? Komposisi etnis di Indonesia dapat dilihat dari sensus penduduk. Ada delapan kelompok etnis besar di Indonesia; Sunda, Madura, Minangkabau, Betawi, Bugis, Banten, Banjar dan Jawa. Etnis Jawa mendominasi etnis di beberapa wilayah Indonesia, dan ini menandakan mobilitas kelompok etnis Jawa lebih tinggi dibanding kelompok etnik lain. Berdasarkan kuisoner yang dipaparkan kelompok penyaji, etnis Jawa ternyata memang sangat familiar di kalangan koresponden. Kami berpendapat sama dengan kelompok penyaji, bahwa etnis Jawa memiliki jarak sosial terdekat. Seperti yang kita tahu, pemerintahan pusat bertempat di pulau Jawa. Ini menyebabkan pembangunan dalam semua aspek lebih terkonsentrasi pada pulau tersebut. Keadaan ini menarik masyarakat dari daerah lain yang ingin merantau ke Pulau Jawa untuk mencari pekerjaan atau mengenyam pendidikan. Karena sekian banyaknya orang-orang luar Jawa yang bermigrasi ke pulau Jawa, lama kelamaan orang-orang Jawa akan mengerti karakter dan budaya para pendatang, serta terbiasa mengadakan interaksi dan bekerja sama dengan orang-orang luar Jawa, dan begitu pula sebaliknya. Pada jaman
3

kolonial, pemerintahan Belanda sempat menerapkan sistem politik etis, yang salah satunya adalah transmigrasi. Transmigrasi adalah salah satu upaya mengatasi ledakan penduduk, dan dilakukan dengan cara memindahkan penduduk dari daerah-daerah yang padat penduduknya ke tempat yang jumlah penduduknya lebih sedikit. Hal ini, menurut kelompok kami, adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam menyebarkan penduduk (serta budaya) Jawa ke seluruh penjuru daerah Indonesia. Data kuisoner menunjukan Aceh adalah etnis dengan peminatan paling sedikit. Ini menunjukan etnis Aceh kurang familiar di kalangan masyarakat. Aceh, dengan letak geografis yang jauh di penghujung barat Indonesia membuatnya sulit diakses oleh kelompok etnik lain. Keterbatasan komunikasi tersebut dapat menghambat interaksi dan mutual understanding. Masyarakat kebanyakan hanya mengenal Aceh dari berita-berita dan media massa, sehingga hanya mengenal suku ini dari satu sisi saja. Selain itu, budaya kelompok etnik mereka yang sangat kuat serta religius juga dapat membuat orang-orang dari kelompok etnik lain merasa sulit berinteraksi dengan mereka. Pada zaman kolonial Belanda, masyarakat Indonesia digambarkan sebagai masyarakat plural karena terjadi segregasi atas pembagian kerja antara kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok etnik yang berbeda memiliki peran ekonomi yang berbeda pula. Oleh Furnivall, masyarakat plural didefinisikan sebagai masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih tatanan sosial yang berdampingan, tapi tidak membaur. Dia berpendapat bahwa elompokkelompok etnik dan agama yang membentuk masyarakat begitu berlainan satu sama lain sehingga mereka tidak memiliki banyak kesamamaan selain pertukaran pasar mereka. Walaupun demikian, pendapat Furnivall ini banyak dikritik karena adanya tumpang tindih antara stratifikasi ekonomi dengan perbedaan budaya etnik di dalamnya. Hubungan antar etnik, di sisi lain, dapat memicu konflik yang mengancam integrasi bangsa. Konflik ini antara lain disebabkan oleh diskriminasi yang dirasakan sebagian kelompok etnik terhadap keberadaan kelompok etnik lain yang lebih dominan. Anggota kelompok etnik tersebut kemudian melakukan tuntutan akan kesamarataan dalam perlakuan, atau kesederajatan. Gejala yang berkembang dalam masyarakat dengan hot ethnicity (rasa kesukuan yang menggebu, emosional) di antaranya adalah etnosentrisme. Etnosentrisme adalah anggapan bahwa golongan atau kebudayaan kami lebih baik atau lebih unggul dari budaya mereka. Rasa etnosentrisme
4

yang berlebihan dapat mengakibatkan perang antar kelompok etnik. Kepentingan tiap kelompok etnik juga berbeda-beda, dan ini juga dapat memicu konflik. Di bidang ekonomi, tunas-tunas konflik dapat mulai tumbuh saat kompetisi muncul. Yang disebut kompetisi adalah saat etnik pendatang/perantau dapat menguasai pasar secara lebih baik dibanding etnik asli wilayah tersebut. Persaingan memicu munculnya stereotip terhadap kelompok etnik lain. Selain itu, pemerintah juga kurang menaruh perhatian terhadap keberagaman etnik di Indonesia. Seharusnya pemerintah bisa mewadahi dan mengembangkan nilai nilai budaya masing-masing etnik dan memberi peluang yang sama pada tiap kelompok etnik untuk mengurangi stereotipe, diskriminasi, dan prasangka buruk antara satu sama lain.

Bibliografi
Jasmine, Daisy Indira. "Hubungan Sosial Antar Kelompok Etnik." Wirutomo, Paulus. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 2012. 87-125.

You might also like