You are on page 1of 39

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Tonsil ialah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil yaitu tomsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.1

gambar 1 Cincin Waldeyer2 Tonsilitis merupakan peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil palatine yang umumnya didahului oleh suatu peradangan di bagian tubuh lain, misalnya sinusitis, rinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis

Kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulangulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan di antara serangan sering tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang juga keadaan tonsil di luar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan, keluar detritus.2.3 1.2 Epidemiologi Tonsiltis sering terjadi pada anak-anak pada umur 5-10 tahun dan dewasa muda antara 15-25 tahun. Pada sebuah studi di Inggris didapatkan persentase karier asimptomatik dari Streptococcus Grup A 10,9% pada usia 14 tahun kebawah, 2,3 % usia 15-44 tahun, dan 0,6% pada usia 45 tahun lebih.4 Di Indonesia Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun dan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan5

1.3 Etiologi Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus , Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.6

1.4 Faktor Predisposisi Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan onsilitis akut yang tidak adekuat.6 1.5 Patofisiologi Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil. Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripti berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.6

1.6 Manifestasi Klinis Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.6 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yaitu :2,11
3

1.

Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripti yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

2.

Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripti yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2,11 T0 T1 T2 T3 T4 : pada post tonsilektomi : tonsil di dalam fosa tonsilaris : tonsil telah melewati pilar posterior namun belum melewati garis paramedian : Tonsil melewati garis para median namun belum melewati garis median : Tonsil melewati garis median

Gambar 2 Derajat Pembesaran Tonsil( http://snoringcentre.com/therapies_surigical.aspx)

1.7 Diagnosis Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut : 1. Anamnesis Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.2 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripti mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripti-kripti tersebut. Pada beberapa kasus, kripti membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripti. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai "kuburan" dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripti.2 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.2

1.8 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari Tonsilitis Kronis adalah: 1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa), yaitu : a. Tonsilitis Difteri Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.6 b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa) Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
6

hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor exore) dan kelenjar submandibula membesar.6 c. Mononukleosis Infeksiosa Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).6

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus a. Faringitis Tuberkulosa Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.6 b. Faringitis Luetika Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh

disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.6 c. Lepra (Lues) Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.2 d. Aktinomikosis Faring Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulserasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.2 Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.

1.9 Penatalaksaan Tonsilitis kronis adalah penyakit yang paling sering ditemukan dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil ( tonsilektomi ). Tindakan ini dilakukan pada kasuskasus dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama

irigasi tenggorokan sehari hari., dan usaha untuk membersihkan kripti tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral.3 Penisilin V adalah obat pilihan untuk tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri
grup A Streptococus B Hemoliticus . Dosisnya 250 mg per oral selama 10 hari untuk pasien

dengan berat Badan < 27 kg dan 500 mg jika berat badan > 27 kg. Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak- anak, karena selain efeknya sama, amoksisilin memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari. Dosis tunggal benzatin penisilin 1.2 million units IM (600,000 units jika berat badan 27 kg) juga efektif . Obat oral lain ialah makrolid untuk pasien yang alergi terhadap penisilin, generasi pertama sefalosporin, dan klindamisin.6 Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma. Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 indikasi tonsilektomi adalah :6 1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun, walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsiliris, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococus B Hemoliticus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif. Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan

mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah:8 1. Kelainan hematologik Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan pada sistem hemostasis dan lekemi 2. Kelainan alergi-imunologik Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan 3. Infeksi akut Tonsilektomi tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 2 atau 3 minggu bebas dari infeksi akut.

10

4. Penyakit sistemik Tonsilektomi tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal. Tonsilektomi dapat dilakukan dengan berbagai teknik, diantaranya adalah :8 1. Cara Guillotine Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara inisudah jarang digunakan dan di bagian THT FKUI/RSCM cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik ini dilakukan dengan cara : Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien. Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula. Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine. Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

11

Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar.

Perdarahan dirawat.

2. Cara diseksi Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Di Bagian THT FKU1/RSCM cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik : Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien. Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial. Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3. Cryogenic tonsilectomy Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.

12

4. Electrosterilization of tonsil Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan tonsil. Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication. 8 1. Komplikasi segera (immediate complication) Perdarahan Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksia. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah : baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal ukur nadi dan tekanan darah secara teratur awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan
13

penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi. Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi. 2. Komplikasi yang terjadi kemudian (intermediate complication) Perdarahan sekunder Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Hematom dan edem uvula

14

Infeksi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis.

Komplikasi paru komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.

Otalgia. Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadangkadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius.

3. Late complication Jaringan parut di palatum mole. Gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia.

4. Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.

1.10 Komplikasi Radang kronis tonsil dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang dapat dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan lokasi dan cara penyebaranya yaitu: 5 1. Komplikasi ke daerah sekitar.

15

Komplikasi ke daerah sekitar terjadi secara perkontinuitatum berupa rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media. 1. Komplikasi jauh Komplikasi jauh ini terjadi secara hematogen atau limfogen berupa endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritos, urticaria, dan furunkulosis. Komplikasi tonsilitis juga dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi

suppurative dan komplikasi nonsuppurative.9 1. Komplikasi suppurative Kompliklasi suppurative terdiri dari abses peritonsil, abses parafaring, dan abses retrofaring.8 a. Abses peritonsil Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis atau infeksi sekunder dari kelenjar mukus Weber yang terletak di antara kapsul tonsil dan otot fossa tonsil. Gejala yang dapat ditemukan diantaranya terdapat odinofagia ( nyeri menelan), banyak ludah (hipersalivasi), suara bergumam, and sukar membuka mulut (trismus), Abses peritonsil sering ditemukan pada anak usia sekolah, remaja dan orang dewasa. Pada pemeriksaan fisik terlihat penonjolan peritonsil dengan pergeseran tonsil kearah tengah dan bawah.1 b. Abses parafaring Abses pada ruang parafaring dapat terinfeksi dari aliran pus pada kedua tonsil atau dari abses peritonsil melalui otot konstriktor faring superior. Lokasi
16

abses terletak diantara otot konstriktor faring superior dan deep cervical fascia dan menyebabkan pergeseran ke dinding faring lateral. 8 Gejala dan tanda utama adalah trismus, indurasi, atau pembengakakn di sekitar angulus manibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.9 c. Abses retrofaring Penyakit ini sering ditemukan pada anak yang berusia 5 tahun, karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nassofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi.9 Gejala utama abses retrofaring adalah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa menyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan dan minum. Juga terdapat demam,leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.9 2. Komplikasi nonsuppurative a. Scarlet fever Manifestasi klinisnya berupa demam, limfadenopati, takikardi dan eksudat kuning di atas tonsil yang eritema.8 b. Demam rematik akut
17

Demam rematik akut adalah sindrom yang terjadi dalam 1 sampai 4 minggu setelah terjadi infeksi Streptokokus grup A pada faring.8 c. Glomerulonefritis pasca infeksi Streptokokus grup A. Glomerulonefritis pasca infeksi Streptokokus grup A muncul setelah infeksi pada faring dan kulit. Pada pasien tertentu sindrom nefritis akut muncul 1 sampai 2 minggu setelah infeksi Streptokokus grup A. Tonsilektomi pentingg dilakukan utuk menyingkirkan sumber infeksi.8

18

DAFTAR PUSTKA 1. Rusmarjono. Bambang Hermani. Nyeri Tenggorok. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. Hal 214. 2. Brodsky, L & Poje, C . Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, fourth ed. Lippincott Milliams & Wilkins ;2006. Hal 1188-1197 3. George LA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Adams, Boies, Higler (eds). Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta : EGC ; 1997. hal 327-342. 4. Tonsillitis (Acute and Chronic) diakses dari

http://www.patient.co.uk/doctor/Tonsillitis-%28Acute-and-Chronic%29.htm pada tanggal 13 September 2011 5. Farokah., Suprihati & Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran No. 155; 2007 6. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.hal 220- 225.
7. Sasaki,Clarence T. Tonsillopharyngitis. Diakses dari www.merk.com

8. Hatmasjah.Tonsilektomi . Cermin Dunia Kedokteran No. 89 ;1993.hal 19-21

19

9. Campisi P, Tewfik TL. Tonsilitis and its complications, dalam The Canadian Journal of Diagnosis.2003;102-103 10. Fachruddin D, Abses Leher Dalam. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI, 2010;226-29 11. Rusmarjono & Kartosoediro, S. (2007), Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta

20

BAB II ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama No.RM Umur : Nn. M : 00754023 : 10 tahun Tanggal pemeriksaan : 12 September 2011

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : pelajar kelas 4 SD

Suku Bangsa : Minang Alamat : Koto baru, banuaran

ANAMNESIS Seorang pasien perempuan berumur 10 tahun di rawat di bangsal THT RS DR.M Djamil Padang pada tanggal 12 September dengan : Keluhan Utama : Riwayat nyeri menelan 1 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan : -

21

Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat nyeri tenggorokan satu bulan yang lalu. Nyeri tenggorokan dirasakan sejak dua tahun yang lalu Rasa nyeri menelan disertai demam satu bulan yang lalu Pasien mengorok ketika tidur. Suara serak tidak ada Batuk tidak ada. Sesak napas tidak ada. Gangguan pendengaran tidak ada, sekret di telinga tidak ada, rasa berputar tidak ada, rasa berdenging tidak ada. Gangguan penghidu tidak ada, hidung tersumbat tidak ada, hidung berdarah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu : Sudah pernah sakit seperti ini sejak dua tahun yang lalu dan sudah berobat lebih dari lima kali ke dokter dalam satu terakhir. Berobat terakhir satu bulan yang lalu dengan keluhan yang sama namun disertai batuk. Pasien berobat ke

M.Djamil dan diberikan obat sebanyak 4 macam, dua sirup dan dua tablet, sirup pertama diberikan dua kali sehari sebanyak dua sendok tiap pemberian. Sirup kedua diberikan tiga kali sehari sebanyak satu sendok tiap pemberian. Obat tablet diberikan tiga kali sehari. Pasien sudah direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi setelah keadaan umum pasien membaik.
22

Riwayat penyakit keluarga/atopik/alergi Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini Riwayat hidung berair,gatal dan bersin-bersin lebih dari lima kali bila terkena debu tidak ada Riwayat alergi makanan dan obat tidak ada Riwayat biring susu tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan: Pasien seorang pelajar kelas 4SD sering minum es (pop ice) yang di beli di sekolah dan makan coklat 1 kali sehari.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu : Baik : CMC : 110/80 mmHg : 84 x/menit : 18 x/menit : afebris

23

Pemeriksaan sistemik Kepala Muka Mata : tidak tampak kelainan : tidak tampak kelainan : palpebra : edema ()

Konjungtiva: tidak anemis Sklera Toraks Jantung Abdomen Extremitas : tidak ikterik

: dalam batas normal : dalam batas normal : hepar dan lien tidak teraba : tidak ada kelainan, edem ()

STATUS LOKALIS THT Telinga Pemeriksaan Kelainan Kel. Kongenital Trauma Radang Daun Telinga Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan
24

Dekstra -

Sinistra -

Cukup lapang (N) Sempit Dinding Liang Telinga Hiperemi Edema Massa Bau Sekret(-) / Serumen Warna Jumlah Jenis Membran Timpani Warna Refleks cahaya Utuh Bulging Retraksi Atrofi Jumlah perforasi Jenis Perforasi Kwadran Pinggir

Cukup lapang Merah kecoklatan sedikit lunak

Cukup lapang Merah kecoklatan Sedikit Lunak

Putih + -

Putih mengkilat + -

25

Gambar

Tanda radang Fistel Mastoid Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rinne Schwabach Tes Garpu tala Weber Kesimpulan Audiometri

+ Sama dengan pemeriksa Tidak ada lateralisasi AD dan AS normal

+ Sama dengan pemeriksa

Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung Pemeriksaan Kelainan Deformitas Hidung luar Kelainan congenital Trauma Radang
26

Dextra -

Sinistra -

Massa

Sinus Paranasal Inspeksi Sinus paranasal, tidak tampak merah, dan tidak bengkak Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok Dextra Sinistra -

Rinoskopi Anterior Vestibulum Vibrise Radang Kavum nasi Cukup lapang (N) Sempit Lapang Sekret Lokasi Jenis Jumlah Bau Konka inferior Ukuran Warna Permukaan Edema Konka media Ukuran Warna Permukaan Edema Septum Cukup lurus/deviasi Permukaan
27

+ + Meatus inferior Serosa Sedikit Eutrofi Merah muda Licin Sulit dinilai

+ +
+

Meatus inferior Serosa Sedikit Eutrofi Merah muda Licin Sulit dinilai

Cukup lurus Licin

Licin

Warna Spina Krista Abses Perforasi Massa Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor

Merah muda -

Merah muda -

Gambar

Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan

Kelainan Cukup lapang (N)

Dekstra Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai


28

Sinistra Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai

Koana

Sempit Lapang Warna

Mukosa

Edema Jaringan granulasi

Konkha superior

Ukuran

Warna Permukaan Edema Adenoid Muara eustachius Ada/tidak tuba Tertutup secret Edema mukosa Lokasi Massa Ukuran Bentuk Permukaan Post Nasal Drip Gambar Ada/tidak Jenis

Sukar dinilai Sukar dinilai

Sukar dinilai Sukar dinilai

Orofaring dan Mulut Pemeriksaan Palatum mole Kelainan + Simetris/tidak Warna Edema Bercak/eksudat Dinding Faring Warna Permukaan Tonsil Ukuran Warna Permukaan
29

Dekstra Simetris Merah muda Merah muda Tidak rata T2 Merah muda Tidak rata

Sinistra Simetris Merah muda Merah muda Tidak rata T3 Merah muda Tidak rata

Arkus faring

Muara kripti Detritus Eksudat Perlengketan pilar Peritonsil Warna Edema Abses Tumor Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Konsistensi Warna Lidah Bentuk Deviasi Massa

Melebar Tidak Ada dg Tidak ada +

Tidak terlihat Merah muda Normal Merah muda Normal -

Gambar

Laringoskopi Indirek Pemeriksaan Kelainan Bentuk Epiglottis Warna Edema Pinggir rata/tidak Dekstra Sukar Dinilai 30

Sinistra Sukar Dinilai -

Massa Warna Aritenoid Edema Massa Gerakan Warna Ventrikular Band Edema Massa Warna Plika Vokalis Gerakan Pinggir medial Massa Subglotis/trachea Massa Sekret ada/tidak Massa Sekret Massa Sekret (jenisnya)

Sukar Dinilai Sukar Dinilai Sukar Dinilai Sukar Dinilai -

Sukar Dinilai -Sukar Dinilai Sukar Dinilai Sukar Dinilai -

Sinus piriformis

Valekule

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher. Pada palpasi teraba pembesaran kelenjar getah bening submandibula dua Buah ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 cm

31

RESUME Anamnesis :

Riwayat nyeri tenggorokan satu bulan yang lalu. Nyeri tenggorokan dirasakan sejak dua tahun yang lalu

Rasa nyeri menelan disertai demam satu bulan yang lalu Pasien mengorok ketika tidur.

Riwayat Penyakit dahulu Sudah pernah sakit seperti ini sejak satu tahun yang lalu dan sudah berobat lebih dari lima kali ke dokter dalam satu terakhir. Berobat terakhir satu bulan yang lalu dengan keluhan yang sama namun disertai batuk. Pasien berobat ke M.Djamil dan diberikan obat sebanyak 4 macam, dua sirup dan dua tablet, sirup pertama diberikan dua kali sehari sebanyak dua sendok tiap pemberian. Sirup kedua diberikan tiga kali sehari sebanyak satu sendok tiap pemberian. Obat tablet diberikan tiga kali sehari. Pasien sudah direncanakan untuk dilakukan operasi amandel setelah keluhan nyeri menelan, demam dan batuk tidak ada lagi

Pemeriksaan Fisik -

Tonsil ukuran T2-T3 muara kripti melebar Pembesaran kelenjar getah bening teraba pada daerah submandibula dua buah ukuran 0,5 cm x 0,5 x 0,5 cm

32

Diagnosis Kerja

: tonsilitis kronis

Diagnosis Tambahan : Diagnosis Banding : Hipertrofi adenoid Tonsilitis membranosa Tumor orofaring Abses peritonsil Pemeriksaan Anjuran : Swab tenggorok ASTO

Terapi : Diet makanan lunak 1700 kkal Betadine gargle tonsilektomi


33

2 x1

Prognosis

Quo ad Vitam : bonam Quo ad Sanam : dubia et bonam

Follow up Tanggal 14 September 2011 S/ - rasa nyeri di tenggorok ada - makan sedikit - minum sedikit - kentut ada - pasien nyeri bila menelan ludah dan sering dikumpulkan dimulut dan dibuang - mengorok saat tidur ada - sesak nafas tidak ada - demam tidak ada O/ keadaan umum : sedang Kesadaran Tekanan darah : Nafas Nadi Suhu Bunyi usus : 25x/ i : 96 x/ i : 36o C : ada normal
34

: komposmentis kooperatif

A/ post tonsilloadenoidectomy a.i tonsilitis kronis P/ diet ML 1700 kkal Paracetamol syr 3x II Cth Amoxycillin syrup 3 x II Cth

Tanggal 15 september 2011 S/ nyeri pada tenggorokan masih ada nyeri menelan masih ada makan sedikit minum sedikit demam tidak ada sesak nafas tidak ada O/ keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Nafas Suhu : sedang : composmentis cooperative : 110/60 : 98 x/ i : 25 x/ i : afebr

A/ post tonsilloadenoidectomy a.i tonsilitis kronis

35

P/ diet ML 1700 kkal Paracetamol syr 3x II Cth Amoxycillin syrup 3 x II Cth

36

DISKUSI Telah dilaporkan seorang perempuan usia 10 seorang pelajar kelas 4 SD dengan Riwayat nyeri tenggorok satu bulan yang lalu, nyeri tenggorok disertai demam sudah dirasakan sejak dua tahun yang lalu. pasien juga mengorok ketika tidur. Pasien sudah pernah sakit seperti ini sejak dua tahun yang lalu dan sudah berobat lebih dari lima kali ke dokter dalam satu tahun terakhir. Berobat terakhir satu bulan yang lalu dengan keluhan yang sama namun disertai batuk. Pasien berobat ke M.Djamil dan diberikan obat sebanyak 4 macam, dua sirup dan dua tablet, sirup pertama diberikan dua kali sehari sebanyak dua sendok tiap pemberian. Sirup kedua diberikan tiga kali sehari sebanyak satu sendok tiap pemberian. Obat tablet diberikan tiga kali sehari. Pasien sudah direncanakan untuk dilakukan operasi amandel setelah keluhan batuk, demam, dan nyeri tenggorok tidak ada Pasien memiliki kebiasaan makan es kurang kurang lebih satu hari sekali berupa pop ice ataupun coklat yang dibelinya di sekolah. Pada pemeriksaan fisik terlihat Tonsil ukuran T2-T3 dengan muara kripti melebar serta pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan rinoskopi posterior dan laringoskopi indirect sulit dilakukan karena tonsil terlalu besar sehingga menghalangi dimasukannya kaca laring. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah swab tenggorok dan ASTO. Keluhan nyeri tenggorok pada pasien tonsilitis kronis merupakan akibat dari inflamasi pada daerah faring dengan sebagai akibat dari infeksi Bakteri penyebab tersering dari tonsilitis kronis adalah streptococcus B hemolyticus.5
37

Keluhan mengorok disebabkan pembesaran dari tonsil menyebabkan obstruksi pada daerah laring sehingga menimbulkan keluhan mengorok (stridor) saat tidur, terutama pada posisi terlentang. Pemeriksaan anjuran yang dilakukan adalah pemeriksaan swab tenggorok dan ASTO. Pemeriksaan Swab tenggorok dilakukan untuk melihat bakteri penyebab dan mencari tahu antibiotik apa yang cocok untuk diberikan. Pemeriksaan ASTO dilakukan karena kemungkinan streptococcus B hemolitikus dapat menyebabkan komplikasi berupa penyakit jantung rematik, miokarditis, glomerulonefritis8. Tatalaksana yang diberikan adalah diet makanan lunak untuk menjaga asupan kalori dan memudahkan pasien untuk makan karena keluhan nyeri saat menelan.terapi kumur-kumur dengan betadine gargle sebagai antiseptik persiapan operasi. Terapi definitif adalah tonsilketomi dengan indikasi tonsilitis berulang dan memberikan keluhan stridor. Antibiotik yang diberikan secara setelah operasi adalah amoxicilin/ asam klavulanat sirup dan parasetamol sirup karena lebih mudah diminum oleh pasien dan rasanya enak untuk meningkatkan kepatuhan minum obat6. Parasetamol syrup diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien. Nasehat yang diberikan pada pasien agar tetap makan-makanan lunak sampai tiga hari agar luka sudah menutup dengan baik dan untuk tidak bersuara keras. pasien

38

39

You might also like