You are on page 1of 8

TIPE Eysenck menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan

n dimensi yang lain pada masa yang akan datang. Neurotitisme dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit. 1. Ekstraversi Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan oleh trait-trait dibawahnya, dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut. Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arausal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit

untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan rangsangan. Orang introvers memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang ekstravers memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana. Eysenck menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers) melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak pasangan, dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang ketagihan alkohol dan narkotik cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar. 2. Neurotisisme Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen

hereditas yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak,

homoseksualitas, dan alkoholisme. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari

simpton gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan. Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu tergantung kepada tingkat ekstraversi dan neurotisismenya. Pada gambar 11, A adalah orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim neurotisisme) atau orang yang memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan obsesif-kompulsif, yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first kind). B adalah orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL rendah dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen, atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind). C adalah orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam, dapat dipercaya. D adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg bicara/bergaul. Subyek Dimensi (C) (A) (D) Introver-Stabilita Introver-Neurotik Ekstravers-Stabilitas CAL Tinggi Tinggi Rendah ANS Rendah Tinggi Rendah Simptom Normal introvers Gangguan psikis tingkat pertama Normal ekstravers

(B)

Ekstraver-Neurotik

Rendah

Tinggi

Gangguan psikis tingkat kedua

Neurotisisme dan Extraversi-Introversi Masalah lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya, bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert. Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat orang inilah yang mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit. Sebaliknya, orang neurotistik yang ekstravert akan mengabaikan dan cepat melupakan hal-hal yang menakutkan mereka. Mereka memakai mekanisme pertahanan klasik, seperti penolakan dan represi. Mereka dengan mudah akan melupakan, misalnya akhir pekan yang buruk. 3. Psikotisme Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh

perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali. Psikotisme, dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga garis dimensi itu. Menurut Eysenck dan Gudjonsson, ada korelasi negatif antara androgen (testoterone) dengan CAL. Androgen dihasilkan oleh kelenjar adrenal kelamin laki-laki (testis) dan kelenjal adrenal perempuan (ovarium). Semakin tinggi androgen anak, semakin rendah CAL. Akibatnya muncul sifat-sifat maskulinitas, seperti tingkahlaku agresi. Secara hipotesis, hormon androgen menjadi mediator hubungan antara CAL yang rendah dengan kriminalitas.

Eysenck mengembangkan teori kepribadian ke dalam tiga dimensi kepribadian yaitu:

a. Neurotisme (N) Dimensi neurotisme berhubungan dengan stabilitas emosi seseorang. Neurotisme merupakan dimensi kepribadian yang menunjukkan sifat cemas, depresi, self esteem rendah, emosional dan irasional. Orang dengan nilai neurotisme yang tinggi biasanya unstable biasanya labil, sering mengeluh, irasional, dan pencemas. Sebaliknya, dengan nilai neurotisme yang rendah atau stable menunjukkan kestabilan, reliabilitas, ketenangan dan rasionalitas (Schultz & Schultz, 1994).

Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis (Maman, 2009).

Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS = Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan introvertextrovert dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu tergantung kepada tingkat introvert-extrovert dan neurotisismenya.

Tipe A adalah orang introvert-neurotik (ekstrim introvert dan ekstrim neurotisisme) atau orang yang memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan obsesifkompulsif, yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first kind). Tipe B adalah orang ekstrovert-neurotik atau orang yang memiliki CAL rendah dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen, atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind). Tipe C adalah orang normal yang introvert; tenang, berfikir mendalam, dapat dipercaya. Tipe D adalah orang yang normal-extrovert; riang, responsif, senang bicara/bergaul.

b. Psikotisme (P)

Dimensi psikotisme berhubungan dengan konsentrasi yang rendah, memori rendah, tidak sensitif, kurang perhatian tehadap orang lain, ketiadaan perhatian terhadap orang lain, kekejaman, tak mengindahkan untuk bahaya dan konvensi, adanya keaslian dan/atau kreativitas, menyenangi berbagai hal yang tidak biasa, dan memiliki pertimbangan yang ganjil (Schultz & Schultz, 1994).

c. Introvert-Extrovert (I-E) Pengelompokan kepribadian introvert-extrovert didasarkan atas perbedaan respon-respon, kebiasaan-kebiasaan, dan sifat-sifat yang biasa ditampilkan oleh individu dalam melakukan relasi interpersonal (Schultz & Schultz, 1994).

Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara extrovert dan introvert adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arausal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang extrovert CAL-nya rendah, sehingga dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya introvert CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvert menarik diri, menghindar dari riuh rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan rangsangan.

Orang introvert memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang extrovert memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana (Maman, 2009).

You might also like