You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi a.

Myopia Myopia adalah banyangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani muopia yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah nearsightedness.(American Optometric Association, 1997) Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. (Sidarta, 2007). Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. (Tanjung, 2003). Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina. (Mansjoer, 2002). Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina. (Oriza, 2003). b. Hipermetropi

Rabun dekat adalah yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat dapat melihat benda pada jarak yg jauh. Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang terlalu pipih atau tidak dapat mencembung dengan optimal, oleh sebab itu bayangan yang dibentuk lensa mata jatuh di belakang retina.

Rabun dekat dapat kita tolong menggunakan kaca mata lensa cembung, yang berfungsi untuk mengumpulkan sinar sebelum masuk mata, sehingga terbentuk bayangan yang tepat jatuh di retina. Penyebabnya adalah penderita sering sekali beraktifitas yang sering melihat benda jauh sehingga dan hal itu tidak diseimbangkan dengan melihat benda yang dekat,sehingga rabun dekat atau hipermetropi dapat terjadi. c. Mata Silinder (Astigmatisme) Astigmatisme atau mata silindris merupakan kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena lengkung kornea mata yang tidak merata. Kelainan refraksi ini bisa mengenai siapa saja tanpa peduli status sosial, umur dan jenis kelamin. Bola mata dalam keadaan normal berbentuk seperti bola sehingga sinar atau bayangan yang masuk dapat ditangkap pada satu titik di retina (area sensitif mata). Pada orang astigmatisme, bola mata berbentuk lonjong seperti telur sehingga sinar atau bayangan yang masuk ke mata sedikit menyebar alias tidak fokus pada retina. Hal ini menyebabkan bayangan yang terlihat akan kabur dan hanya terlihat jelas pada satu titik saja. Disamping itu, bayangan yang agak jauh akan tampak kabur dan bergelombang.

Astigmatisme umumnya diturunkan dan sering muncul sejak anak anak. Selain itu, astigmatisme juga bisa disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada kornea, kebiasaan membaca yang buruk dan kebiasaan menggunakan mata untuk melihat objek yang terlalu dekat. d. Mata Tua (glukoma) Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peningkatan tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata. (Prof. Dr. H. Sidharta Ilyas, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI, Jakarta. 2005) Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler. ( Long Barbara, 1996). Glaukoma adalah penyalit mata yang ditandai dengan peninggian tekanan dalam bola mata karena bendungan aliran cairan mata melalui tetesan schlemm atrofi selaput jala, mencengkungnya papil saraf dan kebutaan. (Dr. Hendro T Laksman, Kamus Kedokteran, Jambatan 1997 Hal 139) Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan-jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. Bertambahnya Hambatan: Jalan pengeluaran cairan aquos humor produksi cairan mata oleh badan ciliary

Permeabilitas menurun Pergeseran iris ke depan dan menutup sudut atau

berkurangnyapengeluaran cairan mata di daerah mata atau di celah pupil B. Anatomi Dan Fisiologi Mata Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari : 1. Palpebra Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva. Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata. 2) Rongga mata Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah 3) Bola mata Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi: Otot-otot penggerak bola mata Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar. Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing 4) Sistem kelenjar bola mata Terbagi menjadi dua bagian: Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata

Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung

C. Klasifikasi Myopia Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologik yang timbul pada mata maka myopia dapat dibagi dalam: a. Myopia simpleks myopia simplek biasanya tidak disertai kelainan patologik fundus akan tetapi dapat disertai kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini dapat berupa kresen myopia (myopiaic crecent) yang ringan yang berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terdapat perubahan organik. Tajam penglihatan dengan koreksi yang sesui dapat mencapai normal. Berat kelainan refraktif yang biasanya kurang dari -5D atau -6D. Keadaan ini dapat juga disebut sebagai myopia fisiologik. (Sidarta, 2007). b. Myopia patologik myopia patologik disebut juga myopia degeneratif, myopia maligna atau myopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda myopia maligna, adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini

sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya myopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refraktif yang terdapat pada myopia patologik biasanya melebihi -6 D. (Sidarta, 2007). Klasifikasi myopia secara klinis adalah: (American Optometric Association, 1997). 1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu tinggi. 2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia. 3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru buru memberikan lensa koreksi. 4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. 5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya. E.2. Klasifikasi myopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya 1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. 3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka. (Sidarta,2007) E.3. Klasifikasi myopia berdasar umur 1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak) 2. Youth-onset myopia (< 20 tahun) 3. Early adult-onset myopia (2-40 tahun) 4. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007) D. Etiologi Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami myopia. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya para penderita myopia umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan di depannya (Curtin, 2002).

E. Patofisiologi Myopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut sebagai myopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi, atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut sebagai myopia refraktif. (Curtin, 2002) Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,

atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. (Sidarta, 2005). F. Gejala Klinis Gejala subyektif

Kabur bila melihat jauh. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi), astenovergens.

Gejala obyektif Myopia simpleks:

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf optik.

Myopia patologik:

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainankelainan pada: 1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia. 2. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh

papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur 3. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer. 5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. (Sidarta, 2007) G. Komplikasi Klien dengan miopia tinggi mudah mengalami ablasio retina yang terjadi karena bola mata yang lonjong sehingga retina menjadi tipis dan mudah lepas. Pada miopia yang cukup tinggi akan terjadi strabismuskonvergen (esotropia) akibat letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat sehingga kedua mata selalu harus melihat dalam posisi konvergensi.

H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto fundus / retina b. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri c. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram) d. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G

= electro ence falogram


e. EVP (evoked potential examination) f.

USG ( ultra sono grafi ) bola mata dan keliling organ mata misal pada tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)

g. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa) h. CT scan dengan kontras / MRI.

I. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia.

Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia. Latihan Para pergerakan dan mata penganjur dan terapi teknik alternatif ini relaksasi sering

pelaksana

merekomendasikan latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata. Orangorang dengan miopia rendah akan lebih baik bila menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsurangsur dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak( Lee dan Bailey, www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006). 2. Penatalaksanaan Farmakologi Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata.

J. Patoflow

K. Askep Teori
1. Pengkajian a. Pengkajian fisik penglihatan 1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen. Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari baris paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.

Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter. Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan arah sinar. Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total. Penilaian : Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.

Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
2) Pengkajian Gerakan Mata

Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia.

Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.

3)Pengkajian Lapang Pandang, pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan

nasal. Jari pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.
b. Pemeriksaan Fisik Mata 1) Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata 2) Buku Mata, posisi dan distribusinya 3) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air

mata.
4) Pemeriksaan

Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris

diinspeksi secara bersama.


5) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan

pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.


2. Diagnosa 1) Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan

sensori/gangguan status organ indera


2) Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan

kemampuan memfokuskan sinar pada retina


3) Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan

mata
4) Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri

pada kepala, kelelahan pada mata)


5) Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan 6) Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

3. Intervensi

DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/perubahan status organ indera Hasil yang diharapkan:
-

Berpartisipasi dalam program pengobatan

Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut

1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual

Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien


2) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru

Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat


3) Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan

Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri


4) Lakukan

tindakan

untuk

membantu

klien

menangani

gangguan

penglihatannya Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan

DX II : Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina Hasil yang diharapkan:
-

Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan konpensasi terhadap perubahan

1) Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan Rasional: pengetahuan tentang penyebab mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sihingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan 2) Lakukan uji ketajaman penglihatan. Rasional: mengetahui visus pada klien dan perkembangannya setelah diberikan tindakan. 3) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak/kacamata bantu atau operasi (keratotomi radikal), epikeratofakia, atau foto refraktif keratektomi (FRK) untuk miopi. Pada FRK, laser digunakan untuk mengangkat lapisan tipis dari kornea sehingga dapat mengoreksi

lengkungan kornea yang berlebihan yang mengganggu memfokuskan cahaya yang tepat melalui lensa. Prosedur ini dilakukan kurang dari 1 menit. Perbaikan visual akan tampak pada 3-5 hari. Dx. III : Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan mata Hasil yang diharapkan:
-

Rasa nyaman klien terpenuhi Keluhan klien berkurang Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap perubahan yang terjadi

1) Jelaskan penyebab pusing, mata lelah, berair dan fotofobia Rasional: mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 2) Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus menerus Rasional: mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang 3) Gunakan lampu/penerangan yang cukup(dari atas dan belakang saat membaca). Rasional: mengurangi silau dan akomodasi yang berlebihan. 4) Klaborasi: memberikan kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan klien.

Dx. IV: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata) Hasil yang diharapkan:
-

Tampak rileks dan melaporkan ansietas dapat menurun sampai tingkat yang dapat diatasi

Menunjukan keterampilan memecahkan masalah


1) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru

Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan


2) Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya

Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
3) Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.

Rasional: Mengurangi ansietas klien Dx. V : Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan Hasil yang diharapkan:
-

Klien dapat mengalami aktivitas tanpa mengalami cedera Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan

1) Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan. Rasional: perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan resiko cedera sampai klien belajar untuk mengompensasi 2) Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas. 3) Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraaan pada malam hari. Rasional: mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur 4) Gunakan kacamata koreksi/pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi untuk menghindari cedera. Dx. VI : Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan Hasil yang diharapkan:
-

Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan

1) Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan

Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.


2) Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan

dilakukan Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya. 3)Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan

posisi

tidur,

menonton

TV

dengan

jarak

terlalu

dekat.

Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.

4. Evaluasi 1) Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori 2) Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas 3) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

You might also like