You are on page 1of 52

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

KUNJUNGAN PABRIK TAHU KALISARI

Oleh Aftin Ardheasari NIM A1H010033

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PUROKERTO 2012

I.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tahu merupakan makanan yang digemari oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik, pembuatan tahu juga sederhana dan murah. Rasanya enak dan harganya terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Industri tahu merupakan industri yang banyak tersebar di kota besar maupun kota kecil. Saat ini, usaha tahu di Indonesia rata-rata masih menggunakan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya ( air dan bahan baku ) masih rendah dan limbah yang dihasilkan juga relatif tinggi. Kegiatan industri tahu di Indonesia di dominasi oleh usaha skala kecil dengan modal yang terbatas. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya belum menguasai tentang pengolahan limbah. Industri tahu pada pengolahannya menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan dari penggumpalan dan penyaringan. Limbah cair dihasilkan dari proses

pencucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang cukup tinggi pula, sehingga jika limbah tersebut langsung dibuang ke badan limbah cair akan menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan. Sehingga industri tahu

membutuhkan suatu pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko pencemaran yang ada. Kementerian Riset dan Teknologi Melalui Program Pengendalian Dampak Perubahan Iklim membuat proyek percontohan mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk industry tahu kecil di dua kawasan sentra industri tahu di Purwokerto, yakni di desa Kalisari dan dusun Ciroyom. Proyek percontohan ini terdiri dari tiga bagian kegiatan. Salah satunya adalah membuat unit percontohan instalasi pengolahan limbah (IPAL) cair industri kecil tahu. Kedua kegiatan lainnya adalah perbaikan proses produksi dan efisiensi energy melalui pelatihan, pendampingan, dan implementasi serta kajian social, ekonomi kebijakan pada klaster industry kecil. Unit pengolahan limbah cair tahu yang dikembangkan dan dipasang di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan system anaerobic.

Pertimbangannya, system ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energy untuk aerasi. Keuntungan lain dari system ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energy dalam prosesnya menghasilkan energy dalam bentuk biogas dan ampas dan air untuk makanan ikan dan ternak lain. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. .B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan limbah tahu menjadi biogas.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Bernahaya dan Beracun (Limbah B3). Definisi dan limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yamg mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung mauoun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian dan kegiatan yang berhubungan dengan limbah cair menurut (PP 82 thn 2001), yaitu : a. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan fosil. b. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah seperti akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk dan muara. c. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkannya untuk menjamin agar kualitas tetap dalam kondisi alamiahnya. d. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. e. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentuyang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. f. Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.

g. Baku mutu limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam limbah cair yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan.

h. Limbah cair adalah limbah yang berbentuk air, karena umumnya limbah cair yang dihasilkan oleh voluters baik limbah rumah tangga maupun industri adalah dalam bentuk air yang dibuang ke sungai. (PP 82 thn 2001).

A. Limbah Cair

Limbah cair adalah segala jenis limbah yang berwujud cairan, berupa air beserta bahanbahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu : a) Limbah cair domestic (domestic wastewater) yaitu limbah cair hasil buangan dari

rumahtangga, bangunan perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenis. Misalnya air deterjen sisa cucian, air sabun. b) Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Misalnya air sisa cucian daging, buah, sayur dari industry pengolahan makanan dan sisa dari pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil c) Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan. d) Air Hujan (strom water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah (Abidin, 2010).

Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, diproduksi melalu proses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, di dalam suatu ruang pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54 70% serta gas karbondioksida (C02) sekitar 27-45 %. Gas metan (CH4) merupakan komponen utama biogas yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang memiliki banyak manfaat. Biogas mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m3, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 kkal/m3. Langkah awal itu menjadi penentu keberhasilan IPAL di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom. Kedua IPAL ini mampu mendenegerasi nilai COD hingga 85% sehingga air hasil olahan dapat

menjadi pakan ikan dan ternak lain. Selain itu dengan mengolah limbah cair sebanyak 5 m3 per hari, IPAL juga menghasilkan gas metan yang dapat digunakan untuk keperluan memasak 21 rumahtangga per hari. Untuk mengelola biogas tersebut, para pengrajin tahu membentuk kelompok. Kelompok inilah yang mengelola dan memelihara unit IPAL. Para anggota yang menikmati biogas memberikan iuran Rp 10.000,00 per bulan untuk biaya perawatan IPAL. Dengan menggunakan biogas tersebut, para pengrajin tahu dapat melakukan berhemat biaya bahan bakar

III.

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis B. Prosedur Kerja 1. Melakukan kunjungan ke lokasi pembuatan tahu 2. Mengamati proses pembuatan tahu 3. Mengamati dan mencatat tahapan-tahapan pengolahan limbah tahu menjadi biogas.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Proses pengolahan limbah tahu menjadi biogas Limbah cair dari tahu ditampung di dalam IPAL, ada dua buah IPAL yang dibangun di Desa Kalisari : a. IPAL pertama dibangun tahun 2009 yang menampung 5000 L/ 5 m3 dari 19 UKM. Total kapasitas produk 960 kg / hari dan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh 25 rumah. b. IPAL kedua dibangun tahun 2010 yang menampung limbah cair tahu 2000 L /2M 3 dari 7 UKM. Total kapasitas produksi 320 kg/hari menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh 18 rumah. Prosesnya : IPAL Digester Gas Solder melalu PVC disalurkan ke rumah-rumah. Dari IPAL penampung dimasukkan ke dalam digester secara bertahap, dan waktu pengisian samapi penuh yang diperlukan adalah 2,5 bulan. Kemudian pada digester tersebut juga dimasukkan bamboo kurang lebih setengah dari volume digester, dan digunakan sebagai starter. Namun sebelum dimasukkan ke dalam digester, bamboo direndam dengan kotoran ternak (sapi) selama kurang lebih 1 bulan. Potongan bamboo tersebut berguna untuk rumah bakteri yang memakan protein sehingga dapat menghasilkan gas metan. Dalam digester ini prosesnya anaerob (tanpa menggunakan 02) kemudian gas metan dari digester disalurkan atau dimasukkan ke gas solder, lalu disalurkan ke rumah warga melalui PVC instalasi. Luas tanah desa 204,35 ha.

Diagram pembuatan tahu

B. Pembahasan Industri tahu pada pengolahannya menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan dari penggumpalan dan penyaringan. Limbah cair dihasilkan dari proses

pencucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Dampak dari pencemaran limbah tahu menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tahu-tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial.

Limbah tahu yang berupa limbah cair yang dibuang kesungai dapat menurunkan kualitas dari sungai itu, karena hasil sungai berupa ikan yang dapat dikonsumsi menjadi berkurang jumlahnya, dikarenakan sunagi telah tercemar oleh limbah. Tapi, pada saat yang bersamaan muncul cacing sutra yang bisa dimanfaatkan untuk konsumsi ternak ikan. Tetapi, limbah tahu yang berupa cairan itu juga mempunyai efek bagi pencemaran udara karena meninbulkan bau yang tidak sedap dan sangat meresahkan warga sekitar tempat industri tahu. Proses pengolahan limbah cair tahu sendiri dapat dijelaskan seperti di bawah ini Proses pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas Prosesnya : IPAL Digester Gas Solder melalu PVC disalurkan ke rumah-rumah. Dari IPAL penampung dimasukkan ke dalam digester secara bertahap, dan waktu pengisian sampi penuh yang diperlukan adalah 2,5 bulan. Kemudian pada digester tersebut juga dimasukkan bambu kurang lebih setengah dari volume digester, dan digunakan sebagai starter. Namun sebelum dimasukkan ke dalam digester, bambu direndam dengan kotoran ternak (sapi) selama kurang lebih 1 bulan. Potongan bambu tersebut berguna untuk rumah bakteri yang memakan protein sehingga dapat menghasilkan gas metan. Dalam digester ini prosesnya anaerob (tanpa menggunakan 02) kemudian gas metan dari digester disalurkan atau dimasukkan ke gas solder, lalu disalurkan ke rumah warga melalui PVC instalasi. Proses pengolahan limbah cair tahu menjadi air yang tidak tercemar Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat

diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.

Gambar

Diagram

proses

pengolahan

air

limbah

industri

tahu-tempe

dengan

sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".

Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :

Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.

Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).

Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (35%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.

Energi untuk penguraian limbah kecil. Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi.

Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti liGnin.

Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik:

Lebih Lambat dari proses aerobik Sensitif oleh senyawa toksik Start up membutuhkan waktu lama Konsentrasi substrat primer tinggi

Proses Penguarian Senyawa Organik Secara Anaerob

Secara garis besar penguraian senyawa organik secara anaerob dapat di bagi menjadi dua yakni penguraian satu tahap dan penguraian dua tahap. Penguraian satu tahap Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki pencampur mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur, dan keluaran supernatan (Metcalf dan Eddy, 1991). Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi secara simultan dalam tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan berikut dari bawah ke atas : lumpur hasil penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatan (jernih), lapisan buih (skum), dan ruang gas. Hal ini secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 5. Penguraian dua tahap Proses ini membutuhkan dua tangki pengurai (reaktor) yakni satu tangki berfungsi mencampur secara terus-menerus dan pemanasan untuk stabilisasi lumpur, sedangkan tangki yang satu lagi untuk pemekatan dan penyimpanan sebelum dibuang ke pembuangan. Proses ini dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat. Secara sederhana proses penguraian anaerob dua tahap dapat ditunjukkan seperti pada gambar 6.

Gambar Penguraian Anaerob Satu Tahap.

Gambar Penguraian Anaerob Dua Tahap.

Proses Mikrobiologi di Dalam Penguraian Anaerob Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacammacam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989): Senyawa Organik ---> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja

didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik. Proses penguraian senyawa organik secara anaerobik secara garis besar ditunjukkan seperti pada gambar 7. Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980), Kelompok 1: Bakteri Hidrolitik Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert, 1989; Speece, 1983). Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok. Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang

digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat. Dibawah kondisi tekanan H2 parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen. Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.

Gambar Kelompok Bakteri Metabolik yang terlibat dalam penguraian limbah dalam sistem anaerobik.

Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi seperti berikut:

CH3CH2OH + CO2 ---> CH3COOH + 2H2 Etanol Asam Asetat

CH3CH2COOH + 2H2O ---> CH3COOH + CO2 + 3H2 Asam Propionat Asam asetat

CH3CH2CH2COOH + 2H2O ---> 2CH3COOH + 2H2 Asam Butirat Asam Asetat

Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (m mak) mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik 0,04 per jam (Hammer, 1986). Kelompok 4 : Bakteri Metanogen

Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC. Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu : 1. Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan. CO2 + 4H2 ---> CH4 + 2H2O

Metan Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat (speece, 1983). 2. Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam asetat menjadi metan dan CO2. CH3COOH ---> CH4 + CO2 Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok, yaitu :Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan Metanotrik (Huser et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah

lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina (m mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan oleh Metanotrik (m mak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l). Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984). Diagram neraca masa pada penguraian zat organik komplek menjadi gas methan secara anaerobik ditujukkan seperti pada gambar 8.

Gambar Neraca masa pada proses penguraian anaerobik (fermentasi methan). Secara umum klasifikasi bakteri metanogen dapat dilihat pada Tabel 3. (Balch et al, 1979). Metanogen dikelompokkan menjadi tiga order: Metanobakteriales (contoh : Metanobakterium, Metanobreviater, Metanotermus), Metanomikrobiales (contoh : Metanomikrobium,

Metanogenium, Metanospirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid), dan Metanokokales (contoh : Metanokokkus). Paling sedikit ada 49 spesies metanogen yang telah didiskripsi (Vogels

et al., 1988). Koster (1988) telah mengkompilasi beberapa bakteri metanogen yang telah diisolasi dan masing-masing substratnya, ditunjukkan sperti pada Tabel 4. Proses penguraian senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis menjadi methan di kondisi proses anaaerobik secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 9, 10 dan 11. Tabel Klasifikasi Metanogen Order Famili Genus Spesies

Methanobacteriales Methanobacteriaceae Methanobacterium M. formicicum M. bryanti M. thermoautotrophicum M. ruminantium M. arboriphilus Methanobrevibacter M. smithii M. vannielli Methanococcales Methanococcaceae Methanococcus M. voltae

Methanomicrobium M. mobile methanomicrobiales Methanomicrobiaceae Methanogenium M. cariaci M. marisnigri M. hungatei

Methanospillum Methanosarcinaceae Methanosarcina

M. barkeri M. mazei

Dari : Balch et al., 1979.

Gambar Proses penguraian senyawa hidrokarbon secara anaerobik menjadi methan.

Gambar Proses penguraian senyawa lemak secara anaerobik menjadi methan.

Gambar Proses penguraian senyawa protein secara anaerobik.

Tabel Metanogen terisolasi dan Subtratnya Bakteri Subtrat

Methanobacterium bryantii M. formicicum

H2

H2 dan HCOOH

M. thermoautotrophicum H2 m. alcaliphilum Methanobrevibacter arboriphilus M. ruminantium M. smithii H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 H2

Methanococcus vannielii H2 dan HCOOH M. voltae M. deltae M. maripaludis M. jannaschii M. thermolithoautotrophicus M. frisius Methanomicrobium mobile M. paynteri Methanospirillum hungatei Methanoplanus limicola H2 dan HCOOH M. endosymbiosus Methanogenium cariaci M. marisnigri H2 H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 H2 dan HCOOH

M. tatii M. olentangyi M. thermophilicum M. bourgense M. aggregans Methanoccoides methylutens

H2 dan HCOOH H2 H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH H2 dan HCOOH CH3NH2 dan CH3OH

Methanotrix soehngenii CH3COOH M. conilii Methanothermus fervidus Methanolobus tindarius Methanosarcina barkeri CH3OH, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N Methanosarcina themophila CH3OH, CH3COOH, H2, CH3NH2, (CH3)2NH, dan (CH3)3N CH3COOH H2

Sumber : Koster (1988). Proses Pengolahan Lanjut Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm. Proses pengolahan lanjut dengan sistem Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :

Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.

Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.

Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerab dapat diterangkan seperti pada gambar 5. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat

menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar. Keunggulan Proses Biofilter Anaerob-Aerob

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni : pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah, dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

Air limbah yang diolah berasal dari empat pengrajin dengan total debit sekitar 10-16 M3/hari. Air limbah dari masing-masing pengrajin sebelum masuk ke unit alat pengolahan air limbah terlebih dahulu di alirkan ke bak kontrol, selanjutnya air limbah dialirkan ke saluran pengumpul, dan kemudian masuk ke bak pengurai anaerobik melalui bagian tengah bak. Di dalam bak pengurai anaerobik air limbah masuk pada bagian tengah bak dengan arah aliran dari atas ke bawah dan keluar dari sebelah pinggir bak dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air limpasan limpasan dari bak pengurai anaerob dikumpulkan melalui pipa berlubanglubang dan dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit reaktor pengolahan lanjut terdiri dari 5 (lima) buah ruangan, yakni ruangan pertama adalah bak pengendapan awal yang berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel tersuspesi yang masih terbawa dan juga sebagai bak pengurai. Ruangan ke dua dan ke tiga merupakan biofilter yang berisi media dari media plastik sarang tawon yang merupakan zona anaerob (tanpa udara). Air limbah masuk ke ruangan ke dua melalui bagian atas dengan arah aliran dari atas ke bawah dan kemudian masuk ke rungan ke tiga dengan arah aliran dari bawah ke atas. Selanjutnya air limpasan dari ruangan ke tiga (zona anaerob) masuk ke ruangan ke empat melalui weir pada bagian atas. Di dalam ruangan ke empat tersebut juga diisi dengan media plastik sarang tawon sambil dihembus dengan udara. Udara yang digunakan disuplai dengan

menggunakan blower dengan daya listrik 60 watt. Ruangan ke empai ini disebut dengan zona aerobik. Dari zona aerobik air limbah masuk ke ruangan ke lima melalui bagian bawah. Ruangan ke lima tersebut berfungsi sebagai bak pengendapan akhir. Air limbah pada bak pengendapan akhir sebagian disirkulasikan kembali ke rungan pertama atau bak pengendapan awal dengan menggunakan pompa celup 25 watt. Air limpasan dari bak pengendapan akhir adalah merupakan air olahan yang dapat sudah dapat dibuang ke saluran umum. Peralatan Rancangan alat pengolahan air limbah tahu-tempe dengan sistem kombinasi biofilter anerob-aerob, kapasitas pengolahan 6-10 m3/hari yang akan di terapkan di PIK Tahu-Tempe Semanan, Jakarta Barat, terdiri dari dua buah bak yakni bak pengurai anerob dan bak pengolahan lanjut. Spesifikasi teknis alat adalah sebagai berikut : Bak Pengurai Anaerob Dimensi: 100 cm x 100 cm x 220 cm Diameter inlet: 4 " Diameter Outlet: 4 " Lubang Kontrol: 25 cm X 25 cm ( jumlah 3 buah) Bahan: Fiberglass Waktu Tinggal: 5-8 jam Disain bak pengurai anaerob ditunjukkan seperti pada Gambar di bawah ini

Gambar Bak pengurai anaerob, tampak atas.

Gambar Bak pengurai anaerob, potongan melintang A-A.

Gambar Bak pengurai anaerob, potongan B-B. Bak Pengolahan Lanjut Dimensi: 100 cm x 310 cm x 210 cm Diameter inlet: 4 " Diameter Outlet: 4 " Lubang Kontrol: 60 cm X 60 cm ( jumlah 4 buah) Bahan: Fiberglass (FRP) Waktu Tinggal: 16 24 jam Mdia Biofilter: Tipem Sarang Tawon Bahan: PVC Spesifik Area: + 200 M2/M3 Diameter Lubang: 2 cm Disain bak pengolahan lanjut ditunjukkan seperti pada gambar di bawah ini

Potongan melintang

Tampak Atas

Gambar Rancangan prototipe alat pengolahan air limbah domestik dengan sistem biofilter anaerob-aerob.

Media Biofilter Media biofilter yang digunakan untuk percobaan adalah media dari bahan PVC dengan bentuk sarang tawon. Spesifikasi teknis media biofilter yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ukuran Modul: 30cm x 25cm x 30cm Ukuran Lubang: 2 cm x 2 cm Ketebalan: 0,5 mm Luas Spesifik: + 150 m2/m3 Berat: 30-35 kg/m3 Porositas Rongga: 0,98 Warna: Hitam Bentuk media biofilter seperti terlihat pada gambar

Gambar Media plastik sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme untuk menguraikan zat organik.

Gambar

Bak

pengurai

anaerob

dan

bak

pengolahan

lanjut

sebelum

dipasang.

Uji coba proses pengolahan dengan kondisi anaerobik dilakukan dengan tanpa proses aerasi maupun tanpa sirkulasi. Dengan demikian maka proses di dalam bak pengurai anaerobik maupun bak pengolahan lanjut berada dalam kondisi anaerob. Berdasarkan pengamatan secara fisik (dengan mata), pada awal proses yakni pengamatan setelah tiga hari operasi, proses penguraian sudah mulai berjalan. Hal ini dapat dilihat dari timbulnya bau yang menyengat pada bak pengurai anaerob dan juga pada bak pengolahan lanjut. Setelah proses berjalan berjalan sekitar dua minggu, mikroorganisme sudah mulai tumbuh atau berkembang biak di dalam reaktor. Di dalam bak pengendapan awal sudah mulai terlihat lapisan mikro organisme yang menempel pada permukaan media. Mikro orgnisme tersebut sangat membantu menguraikan senyawa organik yang ada di dalam air limbah. Dengan berkembang-biaknya mikro orgnisme atau bakteri pada permukaan media maka proses penguraian senyawa polutan yang ada di dalam air limbah menjadi lebih efektif. Selain

itu, setelah proses berjalan beberapa tiga minggu pada permukaan media kontaktor plastik sarang tawon yang ada di dalam zona anaerob maupun zona aerob, telah diselimuti oleh lapisan mikroorganisme meskipun masih sangat tipis.. Dengan tumbuhnya lapisan mikroorganisme tersebut maka proses penyaringan padatan tersuspensi (SS) maupun penguraian senyawa polutan yang ada di dalam air limbah menjadai lebih baik. Hal ini secara fisik dapat dilihat dari air limpasan yang keluar dari zona anaerob sudah cukup jernih, dan buih atau busa yang terjadi di zona aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan air olahan yang keluar secara fisik sudah sangat jernih. Manfaat Limbah Padat ampas tahu Limbah padat tahu masih mengandung banyak protein, oleh karena itu limbah padat tahu dapat digunakan untuk paka ternak. Tetapi untuk menambah nilai guna daripada limbah tahu tersebut ada pengolahan untuk dijadikan konsumsi bagi manusia, yaitu berupa keripik ampas tahu. Ampas tahu masih mengandung beberapa zat yang masih bermanfaat bagi tubuh. Salah satu pengrajin tahu di Industri Tahu Tandang Semarang mengolah ampas tahu7 menjadi tempe gembus. Proses pembuatannya adalah sebagai berikutampas tahu direndam dalam air selama 12 jam. Setelah itu ampas tahu dipress dengan mesin press sehingga airnya keluar. Tahap selanjutny adalah fermentasi, ampas tahu yang sudah bersih, kemudian ditaburi dengan ragi tempe dan diaduk sampai rata. Setelah itu, ampas tahu dimasukkan ke dalam plastik, kemudian diletakkan di rak rak agar terhindar dari serangga dan cahaya matahari langsung selama 4-5 hari hingga kapang yang terbentuk cukup tebal dan menutupi seluruh tempe gembus Limbah pada industry tahu tidak hanya berupa ampas tahu, tetapi juga kulit ari kedelai sisa proses perendaman. Kulit ari ini dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak. Pembuatannya yaitu, kulit air yang sudah dibersihkan dari berbagai kotoran dicampur dengan air dan bahan campuran lain seperti bekatul, tepung ikan, daun hijau, dan lain-lain. Kemudian diaduk rata, dan diberikan pada ternak. Produk sampingan produksi tahu ini jika telah mengalami fermentasi dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam pedaging.

Selain itu, ampas tahu dapat juga dibuat menjadi tepung yang disebut dengan tepung serat ampas tahu. Bentuk tepung seperti ini mempunyai sifat tahan lama, dan dapat mengganti 2 hingga 3 bagian dari tepung terigu untuk membuat resep kue kering. Proses pembuatannya adalah, ampas tahu segar diperas sehingga kadar air bahan berkurang. Kemudian ampas tahu tersebut kemudian dijemur dengan menggunakan sinar matahari secara tipis dengan ketebalan antara 1-2 cm pada hamparan logam atau tampah yang dihampar ditempat bersih. Proses selanjutnya adalah penggerusan untuk melembutkan bagian yang masih besar dan keras. Tahap terakhir adalah pengayakan. Manfat Biogas Sebagai pengganti BBM, baik untuk keperluan rumah tangga, mesin penggerak, maupun peralatan lainnya (Yunus, 1991). Indikator air tercemar limbah air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). 1. pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH 6,0 6,5 Pengaruh Umum Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan 5,5 6,0

Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral

5,0 5,5

Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat

4,5 5,0

Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos Algae hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat

Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003 Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6 2. Oksigen terlarut (DO) Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya.Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik,sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992). Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh

proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari,tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari. 3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Dekomposisi bahan organik terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat(nitrifikasi). Pada

penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan,sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi,2003) proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah : CnHaObNc + (n + a/4b/23c/4)O2 n CO2 + (a/2 3c/2) H2O + c NH3 Bahan organik oksigen bakteri aerob

Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003). Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP,1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150mg/L. 4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang

sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP,1992).

Contoh pengolahan limbah cair selain untuk biogas Limbah cair (sludge) lebih sulit diolah sebab selain volumenya besar, slurry tidak dapat disimpan terlalu lama karena akan menimbulkan bau menyengat sementara apabila dibuang langsung ke lingkungan dapat menyebabkan pencemaran. Slurry dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan diolah menjadi pupuk organik cair. Menurut Suzuki et al (2001) dalam Oman (2003), sludge yang berasal dari biogas (slurry) sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti P, Mg, Ca, K, Cu dan Zn. Kandungan unsur hara dalam limbah (slurry) hasil pembuatan biogas terbilang lengkap tetapi jumlahnya sedikit sehingga perlu

ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung unsur hara makro dan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen.

V.

SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN

Proses Pengolahan Limbah cair tahu menjadi biogas IPAL Digester Gas Solder melalu PVC disalurkan ke rumah-rumah.

B. SARAN Pembangunan instalasi pengolahan air limbah sudah mutlak dan harus dimiliki oleh setiap industri atau badan pengolah yang ditunjuk agar setiap air limbah yang dibuang ke badan air sudah masuk dalam baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
BAPEDAL, 2001. Program Kali Bersih (PROKASIH). Yogyakarta. Hindersah,Reginawati dkk, Pemanfaatan limbah Tahu Dalam Pengomposan Sampah Rumah Tangga Untuk Meningkatkan Kualitas Mikrobiologis Kompos.p1 Universitas Padjajaran : Bandung Idaman Said, Nusa dan Arie Herlambang. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe dengan Proses Biofilter Aerob dan Anaerob.p 5-16. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Jakarta

Kaswinanrni, Fibria. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu.p3945.Universitas Diponegoro : Semarang

LAMPIRAN

You might also like