You are on page 1of 4

Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses.

Pada klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan pertamanya melalui organ- organ tersebut. Adapun faktor- faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain : Faktor Obat Sifat- sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas terhadap enzim pencernaan serta stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk kristsal/ bubuk dll. Faktor Penderita Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan lambung dari mulai motilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik sampai dengan stress yang dialami pasien. 3.3. Distribusi Obat Dalam Tubuh Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdsarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu : a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinyasangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel maupun vesikel pinositotik. Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih lanjut bersamadalam aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat mencoba untuk meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi dalam organisme keseluruhan. Penetrasi dari pembuluh darah ke dalam jaringan dan dengan demikian distribusinya, seperti halnya absorbsi, bergantung pada banyak peubah. Khususnya ukuran molekul, ikatan pada protein plasma dan protein jaringan, kelarutan dan sifat kimia. Selanjutnya bergantung pada pasokan darah dari organ dan jaringan masing- masing, ketelapan membran dan perbedaan pH antara plasma dan jaringan. 1.Ruang Distribusi Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam ruang distribusi yang berbeda (kompartemen). Ruang Intasel dan ruang ekstrasel, dalam ruang intrasel (sekitar 75%dari bobot badan) termasuk cairan intrasel dan komponen sel yang padat, ruang ekstrasel (sekitar 22% dari bobot badan) dibagi lagi atas : Air plasma : air plasma (sekitar 4% dari bobot badan) meliputi cairan intravasal. Ruang usus : ruang usus (sekitar 16-20% dari bobot badan) meliputi cairan yang mudah berdifusi dalam intestinum serta cairan yang sukar berdifusi dalam jaringan ikat tebal dari kulit, otot, persendian dan tulang. Cairan transsel : cairan transsel (sekitar 1.5% dari bobot badan) Angka-angka yang diberikan hanya berlaku untuk orang dewasa usia pertengahan. Pada bayi misalnya, bagian cairan pada bobot badan pada hakekatnya lebih tinggi. Bergantung pada sifat fisiko kimianya, berdasaran distribusi ke dalam bernagai ruang produksi dibagikan menjadi 3yaitu Obat yang hanya terdistribusi dalam plasma. Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang eksternal sisa.

Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstrasel dan juga dalam ruang intrasel. Distribusi bahan obat lain antara ruang plasma dan ruang usus dipengaruhi oeh struktur kapiler dalam daerah atau organ masingmasing. Pertukaran mudah terjadi pada tempat endotel kapiler dan membran basal menunjukkan ruang (misalnya hati, limpa). Demikian juga yang baik dilewati ialah kapiler yang memiliki ruang endotel disekelilingi membran. Sebaliknya, yang sukar ialah penetrasi dalam daerah kapiler dengan endotel dan membran basal tanpa ruang dan selain itu penetrasinya sangat terbatas, apabila pada kaliper terdapat sel-sel lain. Kapiler otak misalnya, dikelilingi rapat dengan sel-sel gliadan dalam darah pleksus khorioidea, yaitu tempat terbentuknya cairan serebrospinalis, kapiler ke ruang cairan dilapisi oleh selapis tunggal epitel. Akibatnya ialah pembatasan permeasi. Ini disebut sawar darah otakdan sawar darah cairan otak. Bahan-bahan yang larut dalam lemak dapat melewati sawar dengan baik, sebaliknya bahan-bahan yang tak larut dalam lemak sukar melewatinya, sejauh tak terdapat mekanisme transpor aktif, seperti misalnya pada asam amino. Pada proses meradang, ketelapan naik seperti dalam jaringanjaringan lain, sehingga bahan yang dalam keadaan normal tidak dapat berdifusi melalui sawar darah otak menembus ke dalam sistem saraf pusat. Ruang intrasel dipisahkan oleh membran sel lipofil menjadi ruang usus dan ruang plasma. Karena itu juga hanya zat yang lipofil dapat menemnembus sel dan organelnya, dengan kekecualian bahan yang ditranspor secara aktif. 2.Ikatan Protein Faktor penting lain untuk distribusi obat ialah ikatan pada protein terutama protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah. Sesuai dengan struktur kimia protein dapat terlibat ikatan ion, ikatan jembatan hidrogen dan ikatan dipol-dipol serta interaksi hidrofob. Kemungkinan terjadi ikatan yang berbeda-beda menjelaskan juga mengapa senyawa yang amat beragam diikat pada protein Kecuali ikatan pada reseptor, ikatan pada protein relatif tidak khas untuk senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh, walaupun begitu ikatan ini terjadi terutama pada tempat ikatan dengan afinitas tinggi yang jumlahnya relatif kecil. pada albumin serum manusia dapat dibuktikan dua tempat ikatan yang berbeda (tempat ikatan I dan II). Beberapa bahan obat terikat selektif hanya pada satu dari kedua tempat ikatan (misalnya natikoagulansia jenis dikumarol pada tempat ikatan I, benzodiazepin pada tempat ikatan II) sedangkan yang lain terikat pada kedua tempat ikatan. Pada senyawa basa misalnya propanolol, lidokain, disopiramid, petidin atau antidepresiva trisiklik, alfa glikoprotein asam membantu juga pembentukan ikatan protein plasma. Untuk senyawa tubuh sendiri seringkali terdapat protein transpor spesifik dari fraksi globulin. Ikatan protein adalah bolak-balik. Ikatan tak bolak-balik (kovalen) misalnya reaksi sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk dalam ikatam protein. Makin besar afinitas bahan yang bersangkutan, pada protein, makin kuat ikatan protein.Sejauh tetapan afinitas terhadap berbagai protein, misalnya terhadap protein plasma dan protein jaringan, berbeda, maka kesetimbangan distribusi juga dipengaruhi kesetimbangan akan bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar.Selajutnya ikatan protein selain bergantung kepada sifat-sifat bahan berkhasiat, ia bergantung juga kepada harga pH plasma serta bergantung kepada umur. Contohnya pada keadaan asidosis, barbiturat yang terikat pada protein menurun. Pada bayi baru lahir, ikatan protein lebih rendah daripada ikatan protein dewasa (dengan akibat meningkatnyaPada bayi baru lahir, ikatan protein lebih rendah daripada ikatan protein dewasa (dengan akibat meningkatnya kepekaan bayi baru lahir). Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut : bagian obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Tanpa memperhatikan kekecualian, ini berarti bahwa hanya bentuk bebas yang mencapai tempat kerja yang sesungguhnya dan karena itu dapat berkhasiat. Dipihak lain bagian yang terikat merupakan bentuk cadangan yang tidak aktif. Pada penurunan konsentrasi bentuk bebas (misalnya akibat biotransformasi dan aliminasi), molekul obat dibebaskan dari cadangan ini untuk mengatur kembali kesetimbangan. Apabila dalam darah tedapat beberapa obdalam waktu yang bersamaan, maka terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat ikatan dan dengan demikian sebaliknya terjadi pengaruh terhadap intensitas kerja danlama kerja, terutama jika besarnya bagian yang

terikat lebih dari sama dengan 80%. Selanjutnya harus dipikirkan bahwa obat dapat juga mengusir senyawa tubuh sendiri, misalnya bilirubin atau glikokortikoid dari ikatannya pada protein plasma dan menyebabkan bagian yang tidak terikat meningkat. 3.4. Biotransformasi Obat Dalam Tubuh Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat dalam reticulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom. KeduaEnzim Mikroson dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetic,sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi. Ekskresi Obat Dalam Tubuh Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ginjal merupakan organ yang penting dalam tubuh dan berfungsi membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin atau air seni, yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh. Ekskresi ginjal dari obat aktif dapat juga dipengaruhi oleh terapi obat yangmenyertainya. Ekskresi ginjal dari beberapa obat asam lemah atau basa lemah dapadipengaruhi oleh obat lain yang mempengaruhi pH urin. Ini disebabkan perubahan ionisasi dari obat tersebut. Hampir semua obat disaring di glomerulus, apabila obat dalam bentuk larut lemak akan diserap kembali secara difusi pasif. Jika diharapkan untuk ekskresi, mak a penting untuk pencegahan penyerapan kembali dari tubulus. Dapat dilakukan dengan mengatur pH urin, obat diusahakan dalam bentuk ion, sehingga obat akan terjebak di dalam urin. Sehingga asam lemah biasanya lebih cepat diekskresi dalam urin alkalis, basa lemah biasanya diekskresi di dalam urin asam. 1.Ekskresi Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat melalui sistem empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorpsi dan eliminasi dalam feses. Jalur ekskresi jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi disusui. Zat yang menguap seperti anestesi berjalan melalui epitel paruparu Eliminasi Obat melalui Ginjal Setiap manusia mempunyai dua ginjal dan berfungsi untuk memindahkan semua zat yang bersifat toksis terhadap badan manusia dari aliran darah. Zat-zat ini diubah dan masuk ke dalam urine yang berarti dikeluarkan dari badan. Eliminasi obat melalui ginjal merupakan kejadian yang kompleks, dan mengakibatkan terjadinya beberapa proses yaitu : a)filtrasi glomerulus b)sekresi tubuli aktif c)reabsorpsi pasif jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik. Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjaln(aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik. Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk msistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi.Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang. Bila terjadi perubahan pH urin maka akan

menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basam lemah. Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammoniumklorida maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akanmengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat. 3.Eliminasi melalui empedu, air ludah dan air susu Banyak obat diangkut secara aktif oleh sel-sel hati melalui darah masuk ke dalamempedu dan selanjutnya berjalan masuk ke dalam usus. Bila obat larut dalam lipid, maka obat dapat direabsorpsi oleh usus dan akan mengalami siklus enterohepatik. Bila obat sangat larut dalam obat akan tetap tinggal di usus dan diekskresikan melalui feses. Adanya siklus enterohepatik dapat memperpanjang umur hidup obat di dalam badan.Beberapa obat dapat tampak dalam air ludah dan dapat menimbulkan rasa tidak enak serta mengiritasi jaringan di mulut. Kepindahan obat dalam dari darah ke air ludah tergantung pada kelarutan obat dalam lipid, ikatan obat dengan protein plasma. Selama ibu menyusui bayi sedapat mungkin menghindari penggunaan obat karena dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi bayi akibat pemindahan obat dari ibu ke bayi yang menyusu ibunya. Hampir semua obat yang terdapat dalam darah ibu yang menyusuterdapat juga pada air susu. Kadarnya dalam lipid, ionisasi dan besarnya ikatan obat dengan protein plasma. Meskipun jumlah obat dalam air susu ibu relatif kecil, oleh karena fungsi hepar dan ginjal bayi belum bekerja penuh akan mengakibatkan inaktivasi metabolisme dan eliminasi obat dan berakibat timbulnya efek yang tak dikehendaki bayi seperti, diazepam, antrakinon. 4.Eliminasi Obat melalui Bernafas dan Sekresi Lainnya Zat-zat yang mudah menguap seperti anestetik inhalasi, Halotan akan segera berdifusi melintasi perintang lipoid darah membran alveoli dan dieliminasi melalui nafas. Penggunaan anestesi dalam paruparu kadar obatnya menurun dibanding dalam darah. Karena obat-obat tersebut sangat larut dalam lemak, maka dia segera dan sangat cepat kembali melalui ke dalam paru-paru dari peredaran darah dan selanjutnya keluar melalui nafas dan menimbulkan anestesi. Obat atau metabolitnya dapat pula berada dalam sekresi lain, meskipun kadarnya adalah sangat rendah. Rute eliminasi lain adalah melalui berkeringat dari kulit atau sebagaizat yang terikat dalam sel kulit dan rambut

You might also like