You are on page 1of 13

Mielitis

1. A. Pengertian Myelitis transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis (Krishnan dan Kerr D, 2004). Myelitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Karakteristik myelitis transversalis ditandai dengan adanya inflamasi di dalam medula spinalis dan mempunyai manifestasi klinis berupa terjadinya disfungsi neural dari jaras-jaras motorik, sensoris dan otonom sebagai akibat jaras tadi melewati daerah di batas rostral inflamasi. Sering ditemukan keluhan adanya disfungsi sensoris dan bukti adanya inflamasi akut dibuktikan dengan MRI dan punksi lumbal (Krishan, 2004) Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan atas: 1. Akut : Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo beberapa hari saja. 2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.

4
3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu. Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat, distribusi proses radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada meningen maupun medula spinalis, demikian pula dengan meningoradikulitis (meninges dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau granuloma. Myelitis transversa adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla spinalis, transversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. Serangan inflamasi

pada medulla spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Myeliti transversa merupakan suatu gangguan neurologi yang disebabkan oleh kehilangan selubung mielin pada medulla spinalis, disebut juga sebagai demielinisasi. Demielinisai ini muncul secara idiopatik menyertai infeksi atau vaksinisasi, atau disebabkan multipel sclerosis. Salah satu teori mayor tentang penyebabnya adalah bahwa inflamasi immune-mediated adalah sebagai suatu hasil paparan terhadap antigen virus. Kelainannya berupa inflamasi melibatkan medulla spinalis pada kedua sisinya. Pada mielitis transversa akut, onset terjadi tiba tiba dan progresif dalam beberapa jam dan atau beberapa hari. Lesi dapat terjadi di setiap bagian dari medulla spinalis meskipun biasanya terbatas pada bagian kecil saja. B. Epidemiologi Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa terjadi antara umur 10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti rata-rata insidensi tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di diagnosa sebagai mielitis transversa di Amerika Serikat. C. Etiologi Para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis transversa. Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf dari medulla spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang abnormal atau menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis . mielitis tranversa dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang penyebabnya tidak dapat diketahui disebut idiopatik. D. Patofisiologi Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi perkirakan penyebab mielitis tranversa termasuk antara lain : 1. varicella zooster ( virrus yang menyebabkan chickenpox dan shingella ), 2. herpes simplex, 1. sitomegalovirus, Epstein-Barr, influensa, echovirus, human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis A dan rubella. Mielitis transversa juga dihubungkan dengan beberapa infeksi bakteri pada kulit, infeksi telinga tengah( otitis media), dan Mycoplasma pneumoniae ( pneumonia bakterial).

Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus atau bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam menyebabkan kerusakan pada saraf tulang belakang. Adanya rangsangan sistem kekebalan sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan bahwa reaksi kekebalan tubuh mungkin bertanggung jawab. Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melindungi tubuh dari organisme asing, keliru menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan inflamasi dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan kerusakan myelin dalam sumsum tulang belakang. Beberapa kasus myelitis transversa akibat dari malformasi arteriovenosa spinal (kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis yang menyebabkan iskemia, penurunan tingkat normal oksigen dalam jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang belakang akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-faktor lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika arterivenosus menjadi menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau iskemik, sel saraf memburuk relative dengan cepat. Kerusakan ini dapat menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang menyebabkan myelitis transversal. Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu). Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba paresthesias (sensasi abnormal seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau kesemutan) di kaki, hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan parsial kaki). Paraparesis sering berkembang menjadi paraplegia. Dan mengakibatkan gangguan genitourinary dan defekasi. Banyak pasien juga melaporkan mengalami kejang otot, perasaan umum tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan nafsu makan. Tergantung pada segmen tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah pernapasan. Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang muncul: (1) kelemahan kaki dan tangan, (2) nyeri, (3) perubahan sensorik, dan (4) disfungsi pencernaan dan kandung kemih. Kebanyakan pasien akan mengalami berbagai tingkat kelemahan di kaki mereka, beberapa juga mengalaminya di lengan mereka. Awalnya, orang-orang dengan myelitis

transversal mungkin menyadari bahwa kaki mereka tampak lebih berat dari biasanya. Perkembangan penyakit selama beberapa minggu sering mengarah pada kelumpuhan penuh dari kaki, yang mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda. Nyeri adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai setengah dari semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat terdiri dari tajam, sensasi yang memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada. Pasien yang mengalami gangguan sensoris sering menggunakan istilah-istilah seperti mati rasa, kesemutan, dingin, atau pembakaran untuk menggambarkan gejala mereka. Sampai 80 persen dari mereka yang myelitis transversa memiliki kepekaan yang meningkat, sehingga pakaian atau sentuhan ringan dengan jari signifikan menyebabkan rasa tidak nyaman atau sakit (suatukeadaan yang disebut allodynia). Banyak juga mengalami peningkatan sensitivitas terhadap perubahan suhu yang ekstrem atau panas atau dingin. Gangguan pada genitourinary dan gastrointestinal mungkin melibatkan peningkatan frekuensi dorongan untuk buang air kecil atau buang air besar, inkontinensia, kesulitan buang air kecil, dan sembelit. Selama perjalanan penyakit, sebagian besar orang dengan myelitis transversa akan mengalami satu atau beberapa gejala. E. Patologi Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema, hiperemi dan pada kasusberat terjadi perlunakan ( mielomalasia). Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler (limfosit / leukosit) di substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia, pada akson akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang sakit dapat memperlihatkan kelainan kelainan degeneratif. F. infeksi virus, bakteri

Malformasi arterivenosa spinal (kelainan yang megubah pola normal) atau ateroskelrosis
Pathway

rangsangan sistem kekebalan sebagai respon terhadap infeksi

iskemia aliran darah

Pada penyakit autoimun penurunan tingkat normal oksigen dalam jaringan medulla spinalis

Inflamasi pada medulla sipnalis

Kerusakan mobilitas fisik

Defisit perawatan diri: makan,mandi,berpakaian, toileting

Gangguan fungsi kandung kemih dan alvi

Resiko tinggi infeksi


1. G. Gambaran Klinis Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari), subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu- 6 minggu) dan kronik (Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu). Gejala awal umumnya meliputi sakit pinggang didaerah yang terlokalisasi, parastesia yang mendadak ( perasaan yang abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik dan paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah). Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air besar sering terjadi. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik mielitis tranversa :

kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki. Nyeri kehilangan rasa pada kaki dan jari jari kaki Disfungsi kandung kemih dan bowel

Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan mielitis tranversa terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka terasa lebih berat dari normal. Pergerakan tangan dan kaki misalnya kekuatan dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh.

Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua penderita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan . Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita mielitis transversa mengalami kepakaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin H. Diagnosa dan Diagnosa Banding Mielitis transversa transversa harus dibedakan dari mielopati akibat kompresi medulla spinalis ( baik karena neoplasme medulla spinalis instrinsik maupun ekstrinsik, ruptur diskus intervertebralis akut ), infeksi epidural dan polineuritis pasca infeki akut ( sindroma guillain barre ). Mendiagnosa mielitis tranversa dengan pemeriksaan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik dan neurologi. Karena sering sulit untuk membedakan antara penderita idiopatik dengan penderita yang mempunyai suatu penyakit, pemeriksa pertama sekali harus menyingkirkan penyebab tersebut. Bila dicurigai trauma medulla spinalis, harus dicari untuk menyingkirkan lesi (daerah yang mengalami kerusakan atau kelainan fungsional) yang menyebabkan penekanan medulla spinalis . lesi lesi yang berpotensi menekan medulla spinalis misalnya tumor, herniasi, bergesernya diskus, stenosis (penyempitan saluran yang menahan medulla spinalis) atau abses. Untuk menyingkirkan lesi dan memeriksa inflamasi medulla spnalis. Penderita sering di MRI, suatu prosedur untuk melihat gambaran otak dan medulla spinalis. Pemeriksa juga melakukan myelografi dimana menyuntikkan bahan kedalam saluran dalam medulla spinalis. Diagnosis banding pertama dengan tumor medula spinalis didasarkan adanya keluhan paraperesis yang terjadi progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan kanan, dimana pada pasien ini paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri, tetapi hal ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak didapatkan SOL karena tumor medula spinalis. Guillain Barre Syndrome juga dibuat sebagai diagnosis banding karena sifat paraparesis pada pasien ini bersifat assenden dimulai dari kaki kemudian naik ke betis lutut lalu sampai setinggi dada, tetapi hal ini disingkirkan karena OS sebelumnya tidak menderita ISPA, dan hasil MRI menyingkirkan hal tersebut (seharusnya pada GBS gambaran MRI normal). Spondilitis TB dibuat sebagai diagnosis banding karena paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat disebabkan oleh spondilitis TB tetapi hal ini disingkirkan dari pemeriksaan tidak dijumpainya gibus atau secara radiologis tidak adanya gambaran vertebra seperti baji, dan tidak adanya riwayat batuk lama.

Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade aliran likuor, pleoitosis moderat ( antara 20 200 sel/mm3 ) terutama jenis limposit, protein sedikit meninggi ( 50 120 mg / 100ml) dan kadar glukosa norma. Berbeda dengan sindroma gullain barre dimana djumpai peningkatan kadar protein tanpa diertai pleositosis. Pada sindroma gullain barre, jenis kelumpuhan flakid serta pola gangguan sensibilitasnya di sampaing mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan ( glove and stocking ). Lesi kompresi medulla spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan penyakitnya tidak akutsering didahului dengan nyeri segmental sebelum timbulnya lesi parenkim medulla spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal djumpai blokase aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel. Pemerikaan foto polos vertebra antero posterior dan lateral,mielografi dan sken tomografi akan lebih memastikan ada tidaknya lesi kompresi medulla spinalis tersebut. Test darah dilakukan untuk menyingkirkan berbagai penyakit lainnya seperti lupus erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12 .pada penderita mielitis transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis dan otak mengandung protein lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang mengindikasikan adanya infeksi.bila tidak ada penyebab yang jelas dari test tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa idiopatik ( Kalita, 2000). I. Pengobatan Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun yang disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita mielitis tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau oral. Pada beberapa kasus,obat immunosuppresent yang sangat kuat seperti cyclophosphamide boleh diberikan. Pada beberapa penderita dengan mielitis transversa sedang dan berat diberikan steroid selama 5 sampai 7 hari. suatu prosedur yang disebut plasma exchange dapat digunakan. Prosedur ini melibatkan memindahkan darah dari pasien, dan pemisahan ke dalam sel darah dan plasma ( cairan). Sel darah kemudian bercampur menjadi suatu pengganti cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. karena sel sel immun didalam plasma,ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang dapat membantu mengatasi kerusakan mielin. Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita yang datang dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral dapat pula diberikan metilprednisolon secara intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40 unit dua kali perhari ( selama 7 hari ), lalu 20 unit dua kali sehari ( selama 4 hari ) dan 20 unit dua kali perhari ( selama 3 hari ) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid,

penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral. J. Program Rehabilitasi Pengobatan mielitis tranversa diusahakan selama 6 bulan mulai dari serangan. Setelah itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke rehabilitasi dan rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah tromboemboli. Nyeri atau dysesthesias ( perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti atau jarum, atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat obatan seperti gabapentin, carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain nyeri dan dysesthesias adalah transcutaneous elecrical nerve stimulation disebut TENS terapi,Ini melibatkan penggunaan dari suatu alat yang merangsang area nyeri dengan suatu loncatan listrik yang kecil sehingga mengganggu sensasi rasa nyeri. Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk mencegah terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik dan pemberian antibiotik profilaksis (trimetropin sulfametoksasol) 1 gram tiap malam. Konstipasi dan dan retensi urin sering merupakan masalah pada penderita dengan mielitis transversa. Oxybutinin, hyoscyamine, tolterodine, dan propantheline sering dapat mengobati beberapa masalah kandung kemih pada penderita mielitis transversa. Pada saat terdapat retensi urin, rangsangan nervus sakralis dapat membantu penderita mencegah pemakaiaan kateter berulang. Dulcolax, senekot, dan bisacodyl dapat membantu memperbaiki konstipasi. Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Jika sudah terjadi ulkus dekubitus maka lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik, pemberian obat luar seperti burnazin, cuttisoft dapat Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka diet / nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gra protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter perhari dibutuhkan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering timbul spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian baclofen 15-80 mg / hari, atau diazepam 3 4 kali 5 mg / hari. K. Prognosis Perbaikan dari mielitis tansversa biasanya dimulai antara 2 sampai 12 minggu dari onset gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bagaimanapun bila tidak ada perbaikan dalam 3 6 bulan pertama, maka tidak dijumpai penyembuhan yang signifikan. Sekitar sepertiga dari orang orang yang terinfeksi mielitis transversa akan mengalami penyembuhan yang sempurna dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat berjalan normal dan gejala yang minimal pada kandung kemih,buang air besar dan parastesia. Sertiga lainnya mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis

seperti gaya berjalan yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau inkontinensia urin. Sepertiga lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali, mereka tetap dikursi roda atau berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi pada setiap kasus, para peneliti menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara umum menghasilkan perbaikan yang jelek . Kebanyakan penderita hanya mengalami sekali episode gangguan meskipun jarang, kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi . beberapa pasien sembuh secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali. Pada kasus relaps . dokter akan menyelidi kemungkinan penyebab seperti MS atau lupus erythematosus sistemik sejak penderita mengalami releaps tersebut. L. 1. Spinal Cord Injury Pengertian

Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada saraf tulang belakang yang menghasilkan kerugian atau fungsi diburukkan menyebabkan mobilitas atau mengurangi rasa. Umum penyebab kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, suara tembakan, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll). Saraf tulang belakang akan mengalami kegagalan fungsi. Pada kebanyakan orang dengan SCI, maka saraf tulang belakang yang utuh, tetapi kerusakan selular didalam akan berakibat hilangnya fungsi tulang Meski yang cedera tulang tetapi tidak menutup kemungkinan saraf disekitar area injury mengalami kerusakan. Jadi orang mungkin bisa saja tidak mengalami kelumpuhan setelah tulang belakang stabil. Saraf tulang belakang yang sekitar 18 inci panjang dan meluas dari dasar otak, dikelilingi oleh badan-badan berhubung dgn tulang belakang, bawah bagian tengah belakang, untuk mengenai pinggang. Urat saraf yang terletak di dalam saraf tulang belakang disebut atas motor neurons (UMNs) dan fungsi mereka adalah untuk membawa pesan bolak-balik dari otak ke saraf tulang belakang di sepanjang tulang belakang sistem. The saraf tulang belakang yang keluar dari cabang saraf tulang belakang ke bagian lain dari tubuh disebut rendah motor neurons (LMNs). Saraf tulang belakang ini keluar dan masuk pada setiap tingkat berhubung dgn tulang belakang dan berkomunikasi dengan daerah-daerah tertentu dari tubuh. Sistem indra bagian dari LMN membawa pesan tentang sensasi dari kulit seperti sakit dan suhu, dan bagian tubuh lain dan organ-organ ke otak. Motor juga bagian dari LMN mengirim pesan dari otak ke berbagai bagian tubuh untuk melakukan tindakan seperti gerakan otot. Saraf tulang belakang yang utama adalah bundel dari urat saraf yang membawa impuls ke dan dari otak ke bagian tubuh. Otak dan saraf tulang belakang merupakan Central Nervous System. Indra Motor dan saraf di luar sistem saraf pusat merupakan

Peripheral Nervous sistem, dan yang lain membaur dan mengendalikan sistem saraf yang Sympathetic dan Parasympathetic Nervous Systems. Efek dari SCI tergantung pada jenis luka dan tingkat dari cedera. SCI dapat dibagi menjadi dua jenis cedera lengkap dan tidak lengkap. Cedera lengkap berarti bahwa tidak ada fungsi di bawah tingkat yang cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan atau bisa dikatakan pasien sudah mengalami kelumpuhan. Cedera tidak lengkap berarti ada beberapa fungsi di bawah tingkat dasar dari cedera. Ini berarti bahwa pasien tidak mengalami kelumpuhan total dan masih mampu menggerakkan sebagian anggota tubuh. Kelumpuhan hanya terjadi pada area cedera. Skala AIS ( Asia Impairment Scale) sebagai berikut : A : Komplit : tidak ada fungsi sensori dan motorik pada segemen S4-S5 B : Inkomplit : ada sensorik dibawah level neurologis termasuk S4-S5, tidak ada motorik. C : Inkomplit : ada sensorik dan motorik dibawah level neurologis > 50 % dengan MMT < 3. D : Inkomplit : ada sensorik dan mototrikdibawah level neurologis > 50% dengan MMT >3 E : Normal 2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pasien yang mengalami Spinal Cord Injury (SCI), antara lain : a. Sakit atau tekanan yang berat di leher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul b. Geli (kesemutan) atau kehilangan sensasi di tangan, jari dan tangan c. Kehilangan kontrol salah satu atau seluruh bagian tubuh d. Inkontinensia urie yang mengkin disebabkan karena kelumpuhan saraf. e. Kesulitan berjalan dengan keseimbangan f. Abnormal band seperti sensations dalam Thorax rasa sakit, tekanan g. Sulit bernafas setelah cedera

h. Tidak berfungsinya saraf pada kepala atau tulang belakang 3. Klasifikasi Sebelum membicarakan macam-macam cedera tulang belakan serta kord spinal secara khusus akan dibicarakan dulu secara garis besar. Harus diingat bahwa cedera tulang belakang mempunyai komponen tulang dan komponen saraf hingga pengelolaan akan ditentukan oleh faktor-faktor dari kedua aspek tersebut. a. Cedera Tulang 1) Stabil

Cedera yang stabil adalah bila fragmen tulang tidak mempunyai kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi pada saat cedera. Komponen arkus neural intak, serta ligamen yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligamen longitudinal posterior, tidak robek. Cedera stabil diakibatkan oleh tenaga fleksi, ekstensi dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan tersering tampak pada daerah toraks bawah serta lumbar. Fraktura baji badan ruas tulang belakang yang diakibatkan oleh fleksi akut pada tulang belakang adalah contoh yang umum dari fraktura stabil. 2) Tak stabil

Fraktura mempunyai kemampuan untuk bergerak lebih jauh. Kelainan ini disebabkan oleh adanya elemen rotary terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktura pada pedikel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal. b. 1) Cedera Neurolis Tanpa defisit neurologis

Pemeriksaan klinis tak menunjukkan adanya kelainan neurologis. 2) Dengan defisit neurologis

Kerusakan neurologis yang terjadi saat kecelakaan dapat lengkap dengan hilangnya fungsi dibawah tingkat cedera atau tidak lengkap. Defisit neurologis paling mungkin terjadi setelah cedera pada daerah punggung karena kanal spinal tersempit didaerah ini. Adanya spondilosis servikal memperberat kerusakan neurologis bahkan karena cedera minor sekalipun pada orang tua. Ancaman terhadap leher juga bertambah karena artritis rematoid. Harus selalu diingat bahwa tulang belakang toraks adalah daerah utama terjadinya fraktura patologis karena proses metastatic.

DAFTAR PUSTAKA . Anonymous. transversa myelitis Dalam www.wikipedia.org/wiki/trasverse myelitis Anonymous, mielitis tranversa Dalam www.healthnewsflash.com/conditions/transverse_myelitis.htm Anonymous. Mielitis tranversa dalam www.answer.com/topic/transverse mielitis Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada University press, Yogyakarta Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar Dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press, Surabaya Kerr D. Transverse Myelitis. In: JohnsonRT, Griffin JW, Mc Arthur JC. Editors.Current Theraphy in Neurologic Disease.6th Ed. Mosby. Philadelphia. p 176180. Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis: patogenesis, diagnosis and treatment. Bioscience 2004; 9: 14831499. Levy C. Transverse Myelitis: Medical and Rehabilitation Treatment. The Transverse Myelitis Association. 2006. Available www.myelitis.org/treatment.htm. Luhu A. Tapiheru, Puji Pinta O. Sinurat, Kiking Ritarwan. Departemen

Neurologi

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan


Morrison L. Spasticity in Transverse Myelitis. The Transverse Myelitis Association. 2006. available in www.myelitis.org National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa dalamwww.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis Price, Syilvia A dan Lorranie M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi 6. EGC. Jakarta Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

You might also like