You are on page 1of 39

ASKEP LASERATUM

A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Pengertian a. Luka adalah suatu keadaaan terputusnya hubungan (kontinuitas) jaringan tubuh sehingga fungsi terganggu (Smeltzer & Bare, 2001). b. Vulnus laceratum adalah trauma jaringan dan mengakibatkan robekan pada tubuh (R. Sjamsuhidajat dan wim jong). c. Vulnus eskoriasi adalah luka lecet pada permukaan kulit akibat gesekan (R. Sjamsuhidajat dan wim jong). d. Kompartemen sindrom merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kebutuhan jaringan (R. Sjamsuhidajat dan wim jong). e. Skin graft adalah (pencangkokan kulit) yang merupakan tehnik untuk melepaskan potongan kulit dari suplai darahnya sendiri dan kemudian memindahkannya sebagai jaringan bebas ke lokasi yang jauh (resipien), (Smeltzer & Bare, 2001). 2. Anatomi Fisiologi Kulit adalah lapisan jaringan yang terdekat pada bagian luar menutupi dan melindungi permukaan tubuh , berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga, lubanglubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara, kelenjar keringat dan kelenjar mukosa a. Lapisan kulit Lapisan kulit yang terdiri dari 1). Epidermis Epidermis merupakan lapisan teratas kulit yang berasal dari ectoderm dan tidak memiliki pembuluh-pembuluh darah.

2). Dermis Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh lapisan basalis dan sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. 3). Subkutan Subkutan terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel kulit ini bentuknya bulat dengan inti terdesak kepembuluh darah dan syaraf pada kulit. b. Pembuluh darah Pembuluh darah terdiri dari 2 anyaman pembuluh darah nadi, yaitu : 1). Anyaman pembuluh darah nadi dan kulit atas atau luar Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari anyaman ini berjalan arteriola pada tiap-tiap papila pori. 2). Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman ini memberikan cabang-cabang pembuluh nadi kealat-alat tambahan yang terdapat dikorium c. Susunan Syaraf kulit Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang syaraf spinal dan permukaan yang terdiri dari syaraf-syaraf motorik dan syaraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar kulit. Ujung-ujung syaraf yang bebasa untuk menerima rangsangan sakit atau nyeri banyak terdapat di

epidermis, disini ujung-ujung syarafnya mempunyai bentuk yang khas yang sudah merupakan suatu organ.

d. Pelengkap kulit 1). Rambut Sel epidermis yang berubah, rambut tumbuh dari folikel rambut didalam epidermis, folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas dasarnya yang terdapat papil tempat rambut tumbuh, akar berada didalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang ranbut, pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut 2). Kuku Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah tertanam dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Palung kuku mendapatkan persyarafan pembuluh darah yang banyak. Bagian proximal terletak dalam lipatan kulit merupakan awal kuku tumbuh, badan kuku, bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat terikat dalam palung kulit dan bagian atas merupakan bagian bebas ke kelenjar kulit e. Kelenjar kulit Kelenjar kulit mempunyai lobus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari bahan (Kelenjar Keringat) f. Fungsi kulit 1). Melindungi kulit terhadap luka mekanis, kimia dan termis karna epitelnya dengan bantuan sekret kelenjar memberikan perlindungan terhadap kulit. 2). Perlindungan terhadap mikroorganisme patogen. 3). Mempertahankan suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah. 4). Mengatur keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar. 5). Alat indra melalui persyarafan sensorik dan tertanam temperatur dan nyeri. 6). Sebagai alat rangsangan rasa yang datang dari luar yang dibawa oleh syaraf sensorik dan motorik (Smeltzer & Bare, hal 1824-1828, 2001). 3. Etiologi a. Trauma mekanis disebabkan karena tergesek, tertusuk, terbentur, terjepit, dan dipukul. b. Trauma elektris disebabkan oleh listrik atau petir. c. Trauma termis disebabkan oleh panas, dingin dan luka bakar d. Luka kimia disebabkan oleh zat kimia yang bersifat Asam basa serta zat iritasi. 4. Patofisiologi Reaksi tubuh terhadap trauma disebut inflamasi atau radang. Trauma yang dapat mengakibatkan inflamasi antara lain trauma mekanis, fisis, kimiawi, biologi, gangguan peredaran darah (Misal: Infark), gangguan metabolisme (misal: pengeluaran mediator kimia) dan proses anatomi dan proses autoimun (Misal: Alergi). Reaksi inflamasi merupakan pertahanan tubuh untuk mengembalikan keadaan tubuh seperti sebelum trauma. Pada inflamasi terjadi inflamasi vaskuler, reaksi seluler dan reaksi humoral. Reaksi vaskuler pada trauma atau kerusakan jaringan dikeluarkan mediator kimia yang akan menyebabkan vasodilatasi diikuti perubahan permeabilitas pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih banyak kedaerah yang cedera, sehingga akan terjadi eksudasi plasma dan keluarnya leukosit dari pembuluh darah semuanya akan menyebabkan tumor (bengkak), kalor (Panas disekitar cedera/trauma), rubor (merah), dolor (nyeri) dan gangguan faal. Reaksi seluler akibat trauma adalah hasil aktivitas fagosit dan

makrofag dalam sistem pertahanan tubuh seluler sehingga terjadi fagositosis, reaksi humoral merupakan reaksi yang mengakibatkan komplemen dan antibodi fagositosis dilakukan oleh sel netrofil dan eosinofil dan oleh sel monosit dan makrofag. Terjadinya reaksi vaskuler memungkinkan sel makrofag keluar dari pembuluh darah menuju sel radang. Reaksi inflamasi lokal disebut juga inflamasi akut (misalnya terjadi tumor dan rubor). Reaksi ini akan terus berlangsung selama masih terjadi proses pengerusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diatasi maka sisa jaringan rusak yang disebut debris akan difagositosis oleh makrofag dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi (penyembuhan). Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit akan berlebihan pula, sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam rongga membentuk abses. Bila abses menular, keadaan umum menjadi jelek ( misal pada gizi rendah ) maka abses akan masuk ke jaringan kulit membentuk flegmon ( yaitu kumpulan nanah dibawah jaringan yang luas dan disertai keadaan umum yang jelek ).Jika reaksi lokal ini tidak dapat diatasi, akan terjadi sepsis ( long, phippo cassmeyer,1994). 5. Manifestasi klinis Manifestasi luka yaitu: a. Luka lokal 1). Nyeri 2). Pendarahan vena3). Venous arteri (mengucur lebih deras dari pada vena).4). Arterial b. Luka umum 1). Pendarahan besar dapat menyebabkan shock (hipovolemik). 2). Infeksi atau febris dapat menyebabkan sepsis karena kuman berkembang begitu banyak. 6. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaaan laboratorium seperti hematocrit, WBC untuk mengetahui apakah pasien banyak mengalami banyak kehgilangan darah atau terjadi infeksi. 7. Penatalaksanaan a. Pendarahan 1). Pasang dua jalur infus intravena berikan 1 - 2 liter kristaloid, seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat, atau koloid seperti dektran IV dalam 30-60 menit, pantau kemungkinan terjadinya edema paru. Pada orang dewasa, cairan garam berimbang (RL) dapat diberikan sebanyak 2-3 liter selama 20-30 menit untuk memulihkan tekanaan darah, tekanan vena sentral, dan diuresis. Berikan tranfusi darah bila diperlukan hingga hematokrit > 30%. 2). Kegagalan resusitasi dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan oleh pendarahan masif, karena itu harus dipikirkan untuk secara mengambil tindakan hemostasis dengan pembedahan (luka dijahit).

b. Pengobatan 1). Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi. 2). Antibiotik topikal atau bioplasenton /salep untuk mengobati luka. 3). Analgesik untuk mengurangi nyeri. 4). Multivitamin untuk menambah nafsu makan klien dan mendukung proses penyembuhan luka. c. Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan 2x/hari dengan mengguanakan Ns 0,9% atau air hangat. d. Perawatan luka skingraf Pencangkokan kulit dapat hidup dan efektif , beberapa persyaratan harus dipenuhi yaitu 1). Lokasi respien harus memiliki pasokan darah yang adekuat sehingga fungsi fisiologi yang normal dapat berlangsung kembali. 2). Pencangkokan harus melekat rapat dengan dasar lokasi resipen untuk menghindari penumpukan darah atau cairan. 3). Cangkokan harus kuat sehingga posisinya dipertahankan pada lokasi resipen. 4). Daerah pencakokan harus bebas dari infeksi. (Smeltzer & Bare, 1999 hal 899). 8. Komplikasi a. Pendarahan Selama pendarahan terjadi peningkatan nadi, nafas dan tekanan darah menurun, lembah dan kulit terasa dingin dan jika tidak diatasi dengan cepat dapat menyebabkan kematian. b. Infeksi Tanda-tanda infeksi yaitu merah, bengkak, nyeri, panas, jaringan sekitar panas, leukosit (sel darah putih) meningkat.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini disebut ssebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat (Nursalam, 2001). Iyer et all (1996) mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan ststus kesehatan klien (Nursalam, 2001). Data dasar pengkajian pasien : d. Aktifitas atau istirahat Tanda :Terjadi keterbatasan fungsi area yang sakit. e. Sirkulasi Tanda :Terjadi peningkatan pernafasan,denyut nadi dan penurunan tekanan darah,dan juga terjadi pembentukan edema jaringan. f. Integritas ego Gejala : Masalah tentang keluarga,pekerjaan dan keuangan. Tanda : Ansietas,marah. g. Eliminasi Tanda : Pengeluaran urine menurun selama fase darurat. Penurunan bising usus disebabkan karena stress penurunan motilitas/ peristaltik gastrik. h. Makanan atau cairan Tanda : terjadi edema cairan disekitar cedera. i. Neurosensori

Gejala : Area disekitar cedera kesemutan dan nyeri. j. Kenyamanan Gejala :Klien merasa nyeri bila disentuh daerah yang terkena cedera/ trauma. k. Pernapasan Tanda :Akan terjadi peningkatan pernapasan l. Keamanan Tanda :Kulit, distruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 4 hari. Sehubungan dengan proses inflamasi jaringan. m. Penyuluhan atau pembelajaran Penyuluhan tentang perawatan luka dirumah agar tidak terjadi komplikasi yang serius. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawatan secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001 ). Diagnosa adalah cara mengidentifikasikan, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. ( Doenges, hal 8, 1996 ). Adapun tujuan dari diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi masalah dimana ada respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit , yang dihubungkan dengan penyebab suatu masalah (etiologi) dan kemampuan klien untuk mencegah dan menyelesaikan masalah kesehatan (Nursalam, 2001 hal. 36). Berdasarkan data pengkajian diagnosa keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan post skin graft meliputi: sesuai teori, bukan asuhan keperawatan : a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka robek akibat benda tajam. (Nursalam, hal 36, 2001) b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya luka robek akibat benda. (Nursalam, hal 36, 2001) c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka robek akibat benda tajam. (Nursalam, hal 36, 2001) d. Imobilitas fisik berhubungan dengan terafi pembatasan, immobilisasi tungkai dan kontraktur. (Doenges, hal 817, 1999). e. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya masukan makanan dan ketidakmampuan mengunyah. (Nursalam, hal 36, 2001) f. Kurang pengetahuan tentang perawatan luka berhubungan dengan kurang informasi. (Nursalam, hal 36, 2001) g. Ansietas berhubungan dengan adanya luka robek dan ancaman terhadap perubahan status kesehatan. (Nursalam, hal 36, 2001) 3. Rencana keperawatan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikut adalah menetukan perencanaan keperawatan,dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu System untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali salah satu system yang bisa digunakan adalah hirarki Kebutuhan Dasar Manusia . (Nursalam, 2001, hal 52 ). Ada dua contoh hirarki yang bisa digunakan untuk menentukan prioritas perencanaan: a. Hirarki Maslow Maslow (1943 ) menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap yaitu:

1). Fisiologis 2). Rasa aman dan nyaman 3). Mencintai dan dicintai 4). Harga diri 5). Aktualisasi diri Maslow mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan.dengan kata lain fisiologoi biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lainnya ( Nursalam, 2001, hal.52 ). Keterangan : 1. Kebutuhan fisiologis O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, seks Contoh : Udara segar, air, makanan, seks 2. Rasa aman dan nyaman Contoh : Terhindar dari penyakit , pencurian dan perlindungan hukum 3. Mencintai dan dicintai Contoh : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok 4. Harga diri Contoh : dihargai, menghargai 5. Aktualisasi diri : Contoh ingin diakui atau menonjol c b. Hirarki Kalish Kalish (1983 ) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk Bertahan dan Stimulasi .Kalish mengidentifikasikan kebutuhan untuk mempertahankan hidup : udara,air,temperatur,eliminasi,istirahat dan menghindari nyeri.Jika kekurangan kebutuhan tersebut klien cendrung menggunakan semua prasarana untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hanya saja mereka akan mempertimbangkan kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya,misalnya keamanan dan harga diri. Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : Menenukan prioritas,kriteria hasil,tindakan dan pendokumentasian (Nursalam,2001,hal 54 ). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan vulnus laceratum dipipi tembus sampai kemulut, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan antara lain : 1). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka robek/ terbuka pada kaki. Tujuan : Luka sembuh dan integritas kulit utuh Kriteria hasil Timbul jaringan granulasi mengisi ruang mati Tidak ada kehilangan jaringan Keadaan luka klien menunjukan adanya penggantian sel-sel yang rusak Intervensi a). Gunakan tekhnik aseptik dan beri penguatan pada balutan penggantian sesuai indikasi. Rasional : Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi (Doenges, 2000, hal.917). b). Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut). Rasional : mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada

(Doenges, 2000, hal.917). c). Gunakan perekat yang halus untuk membalut luka. Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma kulit dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus (Doenges, 2000, hal.917). d). Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit. Rasional : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka atau komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius (Doenges, 2000, hal.917). e). Ingatkan klien untuk tidak menyentuh daerah luka Rasional : untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Doenges, 2000, hal.917). 2). Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya luka terbuka/robek pada kaki. Tujuan : gangguan rasa nyaman nyeri berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang Ekspresi wajah klien tampak rileks Tanda-tanda vital dalam batas normal Skala nyeri 0-1

Intervensi : a). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda-tanda vital) Rasional : Mempengaruhi pilihan pengawasan keefektifan intervensi (Doenges, 2000, Hal.765). b). Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, perhatikan lokasi/karakter dan intensitas nyeri. Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya kerusakan jaringan, biasanya paling berat selama penggantian balutan (Doenges, 2000, Hal.765). c). Berikan tanda kenyamanan atau beri posisi yang nyaman. Rasional : Meningkatkan relaksasi atau mengalihkan rasa nyeri (Doenges, 2000, Hal.814). d). Selidiki adanya keluhaan yang tidak biasa/ tiba-tiba Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi contohnya infeksi (Doenges, 2000, Hal.765). e). Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : Diberikan untuk mengurangi nyeri (Doenges, 2000, Hal.765). 3). Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bengkak, merah, hangat dan demam

Intervensi : a). Tekankan pentingnya cuci tangan pada saat sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka Rasional : Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang yang menurunkan resiko infeksi (Doenges, 2000, Hal.881). b). Periksa luka tiap hari, perhatikan/catat perubahan misal berbau pad kontinuitas drain Rasional : Mengidentifikasi adanya penyembuhan (jaringan granulasi) dan memberikan defekasi dini infeksi luka (Doenges, 2000, Hal.882). c). Gunakan tekhnik aseptik atau kebersihan yang ketat sesuai indikasi untuk menguatkan /mengganti balutan, instruksikan pasien untuk menyentuh luka. Rasional : Untuk mencegah kontaminasi dan resiko infeksi luka (Doenges, 2000, Hal.796). d). Perhatikan karakteristik pengeluaran cairan melalui drain Rasional : Darainase porolen, non serosa, berbau, mengidentifikasi adanya infeksi (Doenges, 2000, Hal.797). e). Berikan analgesik sesuai indikasi Rasional : Diberikan untuk mengurangi nyeri (Doenges, 2000, Hal.791). 4). Immobilitas fisik berhubungan dengan terafi pembatasan, penurunan kekuatan dan tahanan post skingraf Tujuan : Klien dapat bergerak sesuai dengan rentang gerak dan mau berinteraksi dalam aktivitas Kriteria hasil : Menyatakan atau menunjukan keinginan berpartisifisai dalam aktifitas. Dapat menunjukan tekhnik /prilaku yang memampukan melakukan aktivitas. Intervensi a). Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif Rasional : Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur, meningkatkan pemeliharaan otot/sendi (Doenges,2000, Hal.818). b). Instruksikan dan bantu dalam mobilitas contoh tongkat, walker, secara tepat Rasional : Meningkatkan keamanan ambulansi (Doenges 2000, Hal.818) c). Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual. (Doenges 2000, Hal.818) Rasional : Meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses perbaikan. (Doenges 2000, Hal.818) d). Masukan aktivitas sehari-hari dalam terafi fisik, hidro terafi dan asuhan keperawatan Rasional : Komunikasi aktifitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan meningkatkan efek masingmaasing. (Doenges 2000, Hal.818) e). Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.

Rasional : Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terafi lebih konstan/konsisten 5). Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Perubahan intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi Kriteria hasil : Klien dapat menghabiskan makanan yang disiapkan Berat badan tidak turun Intervensi a). Pertahankan jumlah kalori ketat. Timbang tiap hari. Rasional : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka (Doenges 2000, Hal.816). b). Berikan makan dan makanan kecil tapi sering Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan (Doenges 2000, Hal.816). c). Auskultasi bising usus Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi. (Doenges 2000, Hal.160). d). Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea (Doenges 2000, Hal.160). e). Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin Rasional : Suhu eksterm dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk (Doenges 2000, Hal.160). 6). Kurang pengetahuan tentang perawatan luka berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan Klien dan keluarga mengetahui cara perawatan luka dirumah Kriteria hasil : - Klien dan keluarga mengetahui alat-alat atau bahan-bahan yang diperlukan untuk perawatan luka dirumah. Klien dan keluarga melaporkan tahu cara perawatan luka dirumah. Intervensi a). Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar dari klien Rasional : Keinginan untuk belajar tergantung kondisi fisik klien dan persiapan mental (Smeltzer & Bare 2001, Hal.1076). b). Ajarkan informasi yang diperlukan, gunakan kata-kat yang sederhana yang dapat dimengerti oleh klien dan keluarga. Rasional : Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran (Smeltzer & bare 2001, Hal. 1076).

c). Berikan penyuluhan kepada klien dan keluarga tentang perawatan luka. Rasional : Sebagai informasi kepada klien dan keluarga supaya dirumah dapat melakukan perawatan luka mandiri. (Smeltzer & bare 2001, Hal. 1076). d). Evaluasi hasil pendidikan kesehatan kesehatan yang diberikan. Rasional : Agar klien dapat bertanya apa yang kurang jelas (Doenges, 2000 Hal. 289).

7). Ansietas berhubungan dengan adanya luka robek atau luka terbuka dan ancaman terhadap status kesehatan. Tujuan : Rasa cemas klien berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa cemas berkurang. Ekspresi wajah klien rileks. Intervensi a). Gunakan pendekatan tenang, memenangkan bila memberi informasi beri dorongan untuk bertanya. Rasional : Pemecahan masalah sulit untuk orang yang cemas karena ansietas merusak belajar dan persepsi. Penjelasan yang jelas. Sederhana paling baik dipahami. (Enggram, 1998 Hal.258). b). Jelaskan tujuan semua tindakan yang dilakukan Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan membantu mengurangi ansietas (Enggram, 1998 Hal.258). c). Konsul dokter jika analgesik yang digunakan tidak mampu mengontrol nyeri yang dialami. Rasional : Dengan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi (Enggram, 1998 Hal.258). d). Catat prilaku menarik diri Rasional : Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi (Doenges, 2000, hal. 489). 4. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah ini inisiatif dari rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan ini merupakan realisasi dari rencana keperawatan yang disusun pada tahap perencanaan, dimana dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ada. Secara garis besar ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu tindakan perawatan mandiri, pendidikan kesehatan, observasi dan tindakan kolaboratif. Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu : Persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian. a. Fase persiapan meliputi 1). Review antisipasi tindakan keperawatan 2). Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan 3). Mengetahui komplikasi yang akan timbul 4). Persiapan alat

5). Persiapan lingkungan yang kondusif 6). Mengidentifikasi hukum dan etik b. Fase intervensi 1). Independen :Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain. 2). Interdependen :Tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan tim kesehatan lain. 3). Dependen : Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana medis dilaksanakan. c. Fase dokumentasi Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Ada 3 system pencatatan yang digunakan pada pendokumentasian yaitu : 1). Source Oriented Record (catatan berorientasi pada sumber). 2). Problem Oriented record (catatan berorientasi pada masalah). 3). Progres Oriented record (catatan berorientasi pada perkembangan/kemajuan). 5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir adri proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evaluasi formatif dan sumatif dengan tujuan untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, meningkatkan mutu asuhan keperawatan. 6. Perencanaan pulang a. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengobservasi tanda-tanda infeksi misalnya bengkak, merah, nyeri, panas dan gangguan fungsi, terjadi berlebihan. Bila timbul seperti ini segera bawa klien pelayanan kesehatan misalnya puskesmas dan rumah sakit terdekat. b. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein misalnya telur, ikan, susu, tahu dan daging untuk mempercepat proses penyembuhan luka c. Dorong keluarga untuk melakukan perawatan luka pada klien dengan teratur misalnya 2 kali sehari pagi dan sore, untuk mempercepat proses penyembuhan luka, dan menghindari terjadinya komplikasi. Read more: http://texbuk.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-post-skingraft_6161.html#ixzz1usxJs7GC

Askep Hernia

A. Definisi - Adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga normal melalui lubang kongenital atau didapat(1). - Adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau lemahnya area dinding abdomen (3). - Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an organ through the structure that normally cotains it (1). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat.

B. Etiologi
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi (2). C. Klasifikasi 1. Menurut/tofografinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan sebagainya. 2. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya. 3. Menurut terlibat/tidaknya : hernia eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya). Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria). 4. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya.

5. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata. 6. Nama penemunya : a. H. Petit (di daerah lumbosakral) b. H. Spigelli (terjadi pada lenea semi sirkularis) di atas penyilangan rasa epigastrika inferior pada muskulus rektus abdominis bagian lateral. c. H. Richter : yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang terjepit. 7. Beberapa hernia lainnya : a. H. Pantrolan adalah hernia inguinalis dan hernia femoralis yang terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh rasa epigastrika inferior. b. H. Skrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke skrotum secara lengkap. c. H. Littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum Meckeli. D. Tanda dan Gejala Umumnya penderita menyatakan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan.bnjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi

F. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diameter anulus inguinalis G. Penatalaksanaan (2)

- Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. - Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi. - Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan dilakukan bassin plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end. H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul (3) 1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan. Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri. Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun. a. Kaji dan catat nyeri b. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat. c. Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan).

d. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri. e. Berikan analgesik sesuai program. 2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 810 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode 24 jam. a. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih. b. Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering <> c. Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat. 3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan. a. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus. b. Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat. c. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.

d. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Core Principle and Practice of Medical Surgical Nursing. Ledmanns. 2. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998. 3. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001. 4. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002. 5. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar UI. FK UI.

Definisi Hernia adalah menonjolnya suatu organ struktur dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Barbara, C. Long, 1996). Macam-macam Hernia :

Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi karena kelemahan dinding abdomen yaitu pada sperma cord (laki-laki) dan ligamentum (perempuan). o Indirect : usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis masuk ke scrotum atau labia. o Batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior ke kanal inguinalis menonjol difascia tranversalis dan keluar pada cincin kanal.

2. Anatomi Fisiologi

Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.

3. Etiologi 1. Kelemahan otot dinding abdomen.

Kelemahan jaringan Adanya daerah yang luas di ligamen inguinal Trauma


1. Peningkatan tekanan intra abdominal.

Obesitas Mengangkat benda berat Konstipasi mengejan Kehamilan Batuk kronik Hipertropi prostat

1. Faktor resiko: kelainan congenital

4. Patofisiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis merupakan kanal yang normal pada fetus. Pada usia 8 bulan masa kehamilan akan terjadi tonjolan desensus vestikulorum melalui kanal tersebut penurunan testis itu akan menarik peritonium ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritonium yang disebut prosesus vaginalis peritoni. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini akan mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Jika menutupnya tidak tepat akan menyebabkan usus terjepit. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen. Hernia yang dapat dikembalikan ke tempat asal disebut reducible, usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi bila berbaring, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen disebut ireducible/inkorserata, karena isi kantong hernia mengalami perlekatan dengan kantong hernia/bisa isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Bila isi hernia mengalami nekrosis biasa disebut strangulata. Isi hernia yang terperangkap akan mengalami gangguan vaskularisasi. Pada awalnya terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema organ/struktur di dalam hernia. Timbulnya edema akan menyebabkan jepitan pada cincin hernia menjadi nekrosis dan gangren sehingga kantong hernia berisi eksudat berupa cairan serosanguinus. Hernia inguinalis ada 2 macam direk dan indirek. Hernia inguinalis indirek keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrikal inferior, masuk ke kanalis inguinalis. Jika cukup panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum atau labia. Hernia ini tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki pada semua tingkat usia. Sedangkan hernia inguinalis direk terjadi karena kelemahan kanalis inguinalis masuk melalui cincin internal,

melewati posterior dinding inguinal langsung ke segitiga Hesselbaeh dan keluar melalui cincin eksternal.

Click here to Download Pathway

5. Tanda dan Gejala

Benjolan dilipat paha yang muncul saat berdiri, batuk, berisi, mengejan, nyeri pada benjolan, mual, muntah, terdengar bising usus pada benjolan.

6. Test Diagnostik

Foto thorax WBC meningkat jika gangren

7. Penanganan

Penanganan konservatif dengan reposisi, mendorong hernia ke tempat semula. Istirahat baring Antibiotika Kompres es Celana penyangga Operatif
Herniaplasty: memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. Herniatomy: pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.

Herniorraphy: mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinale.

8. Komplikasi

Pre Operasi

1)

Pengkajian 1. Pola persepsi kesehatan pemeliharaan kesehatan

Kadang ada keluhan nyeri pada daerah benjolan. Klien mengeluh adanya benjolan (pada lokasi hernia)
1. Pola nutrisi metabolik

Pola makan rendah serta Keluhan mual, muntah dan abdomen distension obesitas
1. Pola eliminasi

Kebiasaan mengejan saat bab, bak Konstipasi


1. Pola aktivitas dan latihan

Pekerjaan klien Sering mengangkat benda berat


1. Pola tidur dan istirahat

Sering terbangun/sulit tidur karena nyeri


1. Pola reproduksi dan seksualitas

Kehamilan

2)

Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. Nyeri pada daerah benjolan b.d proses penyakit. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi. Kecemasan b.d tindakan medik yang akan dilakukan. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah.

3)

Rencana Keperawatan 1. Nyeri pada daerah benjolan b.d proses penyakit.

HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang secara bertahap. Intervensi:


1. Kaji lokasi nyeri, karakteristik dan intensitas.

R/ - Untuk melanjutkan intervensi secara tepat. Untuk memonitor efektifitas pengobatan dan kemajuan penyembuhan.
1. Observasi TTV (S, N, TD).

R/ Sebagai tanda adanya penambahan nyeri dan infeksi.


1. Beri posisi nyaman menurut klien, semi fowler.

R/ Mengurangi ketegangan abdomen.


1. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitasnya.

R/ Aktivitas yang berlebihan akan menambah tekanan pada abdomen sehingga menambah nyeri.
1. Ajarkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi: nafas dalam.

R/ Tehnik relaksasi dapat mengurangi ketegangan abdomen.


1. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi yang sesuai: analgetik.

R/ Pemberian analgetik mengurangi nyeri.

1. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi.

HYD: -

Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan pengobatan

Berpartisipasi dalam pengobatan.

Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan tentang proses penyakit.

R/ Mempermudah dalam pemberian informasi sesuai dengan tingkat pengetahuan.


1. Jelaskan proses penyakit.

R/ Klien perlu mengerti tentang kondisi dengan cara untuk mengontrol timbulnya nyeri.
1. Motivasi klien untuk menghindari faktor/situasi yang dapat menyebabkan timbul nyeri.

R/ Menurunkan insiden.
1. Kaji klien untuk mengidentifikasikan sumber nyeri dan benjolan, serta diskusikan jalan keluar untuk menghindarinya.

R/ Merupakan langkah untuk mencegah terjadinya nyeri.


1. Anjurkan klien untuk menggunakan tehnik yang benar dalam mengangkat beban.

R/ Mengurangi faktor resiko komplikasi.


1. Beri informasi/penyuluhan tentang program medik dan keperawatan.

R/ Menambah pengetahuan klien dan klien dapat kooperatif.

1. Kecemasan b.d tindakan medik yang akan dilakukan.

HYD: -

Klien dapat mengungkapkan perasaan, kecemasannya.

Cemas berkurang, tampak rileks, dapat kooperatif.

Intervensi:

1. Kaji tingkat kecemasan klien.

R/ Mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.


1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.

R/ Kehadiran orang terdekat memberi dukungan dan mengurangi kecemasan.


1. Libatkan keluarga atau orang terdekat dengan klien.

R/ Kehadiran orang terdekat memberi dukungan dan mengurangi kecemasan.


1. Beri informasi yang jelas pada setiap prosedur yang akan diberikan.

R/ Mengurangi kecemasan klien.


1. Bantu klien untuk mengidentifikasi penggunaan koping yang efektif.

R/ Mengurangi kecemasan klien.

1. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah.

HYD: Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Intervensi:


1. Kaji intake output.

R/ Sebagai dasar dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


1. Beri makan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ Merangsang nafsu makan dan mengurangi mual, muntah.


1. Ajarkan tehnik relaksasi: tarik napas dalam.

R/ Untuk mengurangi mual.


1. Timbang berat badan 1 minggu sekali.

R/ Mengetahui status nutrisi klien.


1. Kolaborasi dengan ahli gizi.

R/ Menentukan rencana pemberian nutrisi agar kebutuhan nutrisi terpenuhi


1. Kolaborasi dengan tim medik untuk therapi yang sesuai : antiemetik.

R/ Antiemetik untuk mengurangi mual.

Post Operasi

1)

Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan

Keluhan nyeri pada luka insisi. Keadaan balutan apa ada rembesan.
1. Pola nutrisi metabolik

Keluhan nyeri, mual, muntah. Abdomen distensi/kembung. Keadaan bising usus. Pemberian diit luka/saring. Puasa, selaput mukosa kering.
1. Pola eliminasi

Keluhan Bak dengan pemasangan kateter. Konstipasi, retensi.


1. Pola tidur dan istirahat

Tirah baring Lemas Penggunaan celana penyokong

2)
1. 2. 3. 4. 5.

Diagnosa Keperawatan
Nyeri b.d insisi luka operasi. Potensial injuri insisi luka operasi b.d masih lemahnya area operasi. Kurang pengetahuan b.d perawatan di rumah. Resti kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah setelah pembedahan. Resti hipertermi b.d infeksi pada luka operasi.

3)

Perencanaan
1. Nyeri b.d insisi luka operasi.

HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang. Intervensi:


1. Kaji intensitas, lokasi, karakteristik nyeri.

R/ Mempermudah menentukan tindakan yang akan dilakukan.


1. Observasi TTV (S, N, TD).

R/ Sebagai tanda adanya penambahan nyeri.


1. Beri posisi yang nyaman: semi fowler.

R/ Mengurangi ketegangan abdomen.


1. Anjurkan klien untuk membatasi aktifitas.

R/ Mengurangi ketegangan abdomen.


1. Ajarkan pada klien untuk tehnik relaksasi: nafas dalam.

R/ Relaksasi dapat mengurangi ketegangan abdomen.


1. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi yang sesuai: analgetik.

R/ Therapi analgetik dapat mengurangi nyeri.

1. Potensial injuri insisi luka operasi b.d masih lemahnya area operasi.

HYD: Penyembuhan luka tanpa komplikasi.

Intervensi:
1. Anjurkan klien untuk menekan insisi luka operasi bila batuk atau bersin.

R/ Batuk atau bersin meningkatkan tekanan intra abdomen, stressing pada insisi.
1. Bantu klien untuk menggunakan tehnik yang tepat dalam Bak.

R/ Dampak operasi kadang-kadang menimbulkan kesulitan Bak.


1. Observasi TTV.

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya.


1. Beri cairan peroral yang adekuat 2-3 liter/hari dan makanan yang cukup serat.

R/ Mencegah terjadinya konstipasi.

1. Kurang pengetahuan b.d perawatan di rumah.

HYD:

Pengetahuan klien meningkat tentang perawatan di rumah.

Intervensi:
1. Hindari kerja yang berat dan aktifitas secara bertahap.

R/ Mencegah komplikasi setelah post operasi.


1. Beri diit tinggi serta dan minum 2-3 liter/hari.

R/ Mencegah konstipasi.
1. Lakukan follow up secara teratur.

R/
1. Anjurkan penggunaan celana penyokong.

R/ Menyokong daerah operasi yang memungkinkan akan kembali lagi bila tidak ada sokongan dikarenakan masih lemahnya daerah operasi.

1. Resti kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah setelah pembedahan.

HYD: - Turgor kulit elastis dan tidak kering. - Mual dan muntah tidak terjadi. Intervensi:
1. Observasi TTV (S, N, TD).

R/ Kekurangan volume cairan dapat meningkatkan suhu tubuh.


1. Beri minum dan makan secara bertahap.

R/ Mengurangi rangsangan muntah.


1. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.

R/ Mengetahui keseimbangan cairan.


1. Ajarkan tehnik relaksasi: nafas dalam jika mual, muntah.

R/ Mengurangi rasa mual.

1. Resti hipertermi b.d infeksi pada luka operasi.

HYD: - Suhu tubuh dalam batas normal. - Balutan luka bersih, tidak ada rembesan cairan, luka tidak bengkak. Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh.

R/ Peningkatan suhu tubuh sebagai indikasi adanya infeksi.


1. Beri kompres hangat.

R/ Menurunkan suhu tubuh secara reduksi.


1. Rawat luka dengan tehnik konduksi.

R/ Mencegah terjadinya infeksi.

1. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan luka operasi.

R/ Mencegah terjadinya infeksi.


1. Kolaborasi/memberi therapi sesuai instruksi dokter: antipiretika.

R/ Antipiretika dapat menurunkan panas/suhu.

Discharge Planning 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tidak boleh mengangkat beban berat selama 4-6 minggu setelah operasi. Diit tinggi serat. Minum 2-3 liter/hari. Melakukan aktivitas secara bertahap. Dianjurkan untuk menjaga balutan tetap bersih dan kering. Minum obat teratur sesuai dosis. Kontrol sesuai jadwal.

DAFTAR PUSTAKA Black, Joyce M. and Esther Matassarin, 1997. Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B Saunders. Brunner dan Suddarth, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC. Ignatavicus, Donna D. and Marylin Varber Bayne, 1991. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B. Saunders. Lewis, Sharon Martik, 2000. Medical Surgical Nursing, Missouri: Mosby. Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan Pajajaran. Martini. H. Frederic. 2001. Anatomi and Physiologi, Fifth edition. Philadelphia.

Askep SC A. Latar Belakang Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Istilah Sectio Sesarea Sektio sesare primer (efektif) Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesare tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (cv keaedr 8 cm) Seksio sesare sekunder Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran (post partum) bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal baru dilakukan seksio sesare. Seksio sesare ulang (report caesarean section) Ibu pada hamil yang lalu mengalami seksio sesare (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesare ulang. Sektio sesare histerektomi (caesarean section hysterektomi) Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesare langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. Operasi passo (passo operation) Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati dan langsung histerektomi misal pada keadaan infeksi rahim yang berat)

B. Rumusan Masalah
Karena meningginya tingkat angka kematian pada ibu yang melahirkan pada masa nifas. Dan mengkatnya tingkat kecemasan pada ibu yang primipara.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya faktor kecemasan pada ibu yang melahirkan. 2. Tujuan Khusus A. Untuk mengetahui tanda dan gejala terjadinya seksio sesarea B. Untuk memberikan informasi tentang perawatan seksio sesarea. meningkatnya

BAB II LANDASAN TEORITIS


A. Defenisi Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding usus (histerektomi). (Obstetri William, Ceunningham, Mac Donald, Gent, EGC, Hal 511) Seksio sesare adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. (Sinopsis Obstetri, Jilid 2, Prof. Dr. Rustam Mochtar, EGC, Hal 117)

Istilah Sectio Sesarea Sektio sesare primer (efektif)

Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesare tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (cv keaedr 8 cm) Seksio sesare sekunder

Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran (post partum) bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal baru dilakukan seksio sesare. Seksio sesare ulang (report caesarean section)

Ibu pada hamil yang lalu mengalami seksio sesare (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesare ulang. Sektio sesare histerektomi (caesarean section hysterektomi)

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesare langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. Operasi passo (passo operation)

Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati dan langsung histerektomi misal pada keadaan infeksi rahim yang berat)

B. Anatomi Fisiologi Panggul adalah organ yang khusus dan memegang peranan penting pada saat persalinan. Adapun ukuran panggul normal : Conjung Vera ; 11cm, Diameter transversa 12cm, diameter obligu 13cm, dikatakan sempit

bila antara tubura Ossis / Sechili 8 cm. Distanasi : Spinarum : 23 -26 cm, distansia cristurum / Sechili 8 cm Cunjung vera externa : 10 -20 cm, dilingkar panggul : 80 90 cm

C. Pathofiologi Dahulu Secsiao Caesrae dilakukan atas indikasi yang terbatas yaitu pada panggul sempit dan plasenta previa. ( Rustam Muchtar, 1992, hal 119)

D. Indikasi Plasenta previa sentralis dan lateralis (pasterior) Panggul sempit Disproporsi sefalo pelvia yaitu ketidak seimbangan antara kepala dan panggul Ruptera uteri Partus lama Partus tidak majupre eklamsi dan hipertensi Distoria serviks

E. Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesare Abdomen (seksio sesare abdominalis) Seksio sesare transperitorealis

Seksio sesare klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri

Seksio sesare ismika atau profunda atau low cervical dengan insii pada segmen bawah

rahim Seksio sesare ekstraperitonealis

Tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. Vagina (seksio sesare vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim seksio sesare dapat dilakukan sebagai berikut: Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning Sayatan melintang (transversal) menurut kerr Sayatan huruf T (T.Ingision)

F. Komplikasi Infeksi puerperal (nifas) Ringan Sedang : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut

sedikit kembang Berat : dengan peritonitis, sepris dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai

pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intra (artal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama) Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat. Perdarahan disebabkan karena: Banyak perdarahan yang terputus dan terbuka Atonia uteri Perdarahan pada plasenta bed

Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang

G. Nasihat Pasca Operasi Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang dari satu tahun dengan memakai kontrasepsi Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik Dianjurkan yang bersalin di rumah sakit yang besar

Apabila persalinan yang berikut dengan seksio sesare bergantung dari indikasi seksio Hampir di seluruh intitut tidak dianut dictum once a caserean always a caserean Yang dianut adalah once a caserean not always a caserean kecuali pada panggul sempit

sesare dan keadaan pada kehamilan berikutnya

atau disproporsi sefalo pelvic

H. Penataksanaan Dianjukan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai kontrasepsi Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar Apakah persalinan yang berikut harus dengan Secsiao Caesrae bergantung dari indikasi Secsiao Caesrae dan keadaan pada kehamilan berikutnya Pemberian therapy lain: infus RL inj ampicilin 1gr / 8 jam inj gentamicin 80 mg / 8 jam inj metronidazole 500 mg / 8 jam inj transimin 1 amp / 6 jam inj tramadol 1 amp / 8 jam inj ulsikur 1 amp / 8 jam

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Pre Operatif Pengkajian dasar data klien Aktivitas / istirahat Tekanan darah lebih rendah dari pada normal (8 12 minggu) kembali pada tingkat pra kehamilan selama setengah kehamilan terakhir. Denyut nadi dapat meningkat 10 15 kali / menit Murmar sistolik pendek dapat etrjadi sehubungan dengan peningkatan volume

Episode sinkope Varises Sedikit edema ekstremitas bawah / tangan mungkin ada Integritas ego Eliminasi

Perubahan pada konsistensi / perubahan defekasi Peningkatan frekuensi perkemihan Urinalis: peningkatan berat jenis Hemoroid Makanan / cairan

Mual dan muntah, terutama trimester I, nyeri ulu hati umum terjadi Penambahan berat badan: 2 4 kg trimester I, trimester II dan III masing-masing 11 12 kg Membran mukosa kering: hipertropi jaringan gusi terjadi, mudah berdarah Hb dan Ht rendah mungkin ditemui (anemia fisiologis) Sedikit edema dependen

Sedikit glikusuria mungkin ada Draspusis tekti (deparasi otot ruktus) dapat terjadi pada akhir kehamilan Nyeri / ketidaknyamanan

Kram kaki, nyeri tekan dan bengkak pada payudara. Kontraksi brakton hioks terlihat setelah 28 minggu nyeri punggung Pernapasan

Hidung tersumbat, mukosa lebih merah daripada normal Frekuensi pernafasan dapat meningkat relatif terhadap ukuran / tinggi uterus, pernafasan torakea Seksualitas

Perubahan respon / aktivitas seksual Leukea mungkin ada Peningkatan progresif pada ukuran uterus misaal: fungdus ada di atas simfisis pubis (pada 10 12 minggu) Pada umbilieus (20 23 minggu) agak di bawah kartilago ersiform (36 minggu) Perubahan payudara: pembesaran jaringan adipose, peningkatan vaskularitus, lunak bila dipalpasi, peningkatan diameter dan ragmentasi jaringan aseolar, hipertropi tuberkal ment gonery Sensasi kesemutan (trimester I dan III), kemungkinan striase gran darum

Kolostum dapat tampak setelah 12 minggu Perubahan pigmentasi: kloasma, linea nigra, eritema, spider nevi, strial gravidarum

Dx I

Kurangnya pengetahuan b/d alasan prosedur besar, istirahat, rasa sakit berkurang Intervensi: Beri penjelasan kepada ibu tentang kelahiran caesar, merupakan kelahiran yang normal untuk menghindari rasa cemas Evaluasi: Ibu sudah merasa siap menghadapi kelahiran caesar

Dx II

Ketakutan b/d kondisi diri dan bayinya, rasa nyeri prosedurnya Intervensi: Beri informasi dan penjelasan tentang alasan untuk caesar siap untuk pembedahan dan proses untuk mengantisipasi penambahan pemahaman Evaluasi: Orang tua mengerti dan menerima dan dapat bekerja sama dalam prosesnya

Dx III

Resiko tinggi terjadi luka pada bayi Intervensi: Kaji orang tua untuk memperjelas rasa ketakutannya, sehingga kurangnya kekuatan Memindahkan perlengkapan yang berbahaya untuk menghindari infeksi Memasang kateter pada ibu untuk urin selama operasi Melakukan pencukuran di bawah perut dan di daerah kemaluan selama insisi untuk

menghindari infeksi

2. Pengkajian Post Operatif a. Data dasar Data yang menyangkut semua aspek dari px yang meliputi biodata identifikasi px, penanggung jawab pasien data biofisik, riwayat kesehatan sekarang.

b. Data fokus Data subjektif Keluhan penderita setelah melahirkan Nyeri pada insisi abdomen Nyeri pada payudara Perasaan tidak menentu, tegang, gugup dan kelelahan Penurunan mobilitas

Data objektif Keadaan umum ibu Pada kulit apakah dijumpai masker kehamilan atau striace Pada buah dada apakah dijumpai pengeluaran kolostrum dan air susu Pada abdomen bagaimana ekadaan iavolusi, konsistensinya tinggi fundus uteri Lokea bagaimana waranya, lokea rubra 1 2 hari post partum, lost sangudeolenta hari 3 7

post partum, lochea serosa 7 14 hari post partum, lochea alba hari 14 post partum Keadaan peritoneum dan episiotonu apakah bersih dan utuh Respon emosi pada post operatif Status neurologic System kardiovaskuler: TD, pols, temperatur, RR Status respirasi: kelancaran jalan nafas, frekuensi dan bunyi pernafasan Keseimbangan cairan dan elektrolit Balutan bagaimana keadaannya dan pemakaian gurita Rasa nyaman: rasa nyeri, mual, muntah, haus dan posisi yang nyaman bagi px Pemeriksaan laboratorium: Hb / Ht, saluran darah, keadaan obat dalam darah

c. Diagnosa keperawatan Dx I

Potensial terjadi komplikasi b/d hemoragi shock fungsi pernafasan terganggu Intervensi: Pantau kemajuan post operatif Laporkan segera tanda-tanda gejala, tindakan emergensi untuk dibutuhkan menghindari

komplikasi

Dx II

Gangguan rasa nyaman b/d insisi Intervensi: Berikan analgetik Berikan posisi yang nyaman Mengatur tempat tidur menambah kenyamanan

Evaluasi: Ibu mengatakan ia merasa nyaman selama tidur dan istirahat

Dx III

Resiko terhadap kecemasan orang tua b/d komplikasi, anastesi, kekecewaan terhadap kelahiran Intervensi: Berikan kesempatan orang tua untuk melihat dan memberi kekuatan dan menjelaskan

bayinya akan lahir dengan sehat dan memberi tahu kondisi anaknya (jenis kelamin, BB) Evaluasi: Orang tua merasa puas telah memberikan informasi yang baik tentang bayinya.

d. Pengkajian post partum Pengkajian dasar data klien Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesaris Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 800 ml Integritas ego

Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri Klien / pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima dalam pengalaman kelahiran Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru Eliminasi

Kateter urinarius indwelling mungkin kepasang, urine jernih pucatobservasi penyembuhan insisi Nyeri Cairan dan nutrisi

Fungsi BAB dan BAK Fungsi pernafasan

Diagnosa keperawatan Dx I

Resiko terjadi komplikasi infeksi perdarahan pada insisi Intervensi: Identifikasi tanda-tanda komplikasi laporkan dan ambil tindakan untuk mengurangi komplikasi Evaluasi: Ibu merasa nyaman

Dx II

Gangguan rasa cemas b/d insisi, nyeri kra perut Intervensi: Berikan analgesik Evaluasi: Ibu mengatakan merasa nyaman sudah terpenuhi, perawatan bayi sudah baik dan interaksi dengan lingkungan dan orang sekitar

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dikumpulkan penulis menyimpulkan bahwa seksio sesarea dapat menimbulkan komplikasi baik itu ringan, sedang, maupun berat yang dapat mengakibatkan kematian. Sehingga masyarakat perlu diberi informasi seperti penyuluhan tentang seksio sesarea. B. Saran Dengan adanya informasi yang telah diberikan tentang seksio sesarea beserta cara perawatannya kami berharap agar makalah yang telah kami buat dapat memberi manfaat kepada pembaca. Dengan harapan masyarakat dapat memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan seksio sesarea dan komplikasi yang dapat terjadi pada seksio sesarea.

DAFTAR PUSTAKA
Mochtar Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC, Jakarta. Marilynn Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Maternal, EGC, Jakarta. Arief Mansjoer, dkk, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, media Aesculapius, Jakarta. Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. EGC : Jakarta. Bobak, Laudermik, Jensen, Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Wikjono Sastro Hanifan, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka Prawihardjo, Jakarta, 1999. http://www.ilmu/bedah/kebidanaan.com

You might also like