You are on page 1of 18

BAB 2 Asuhan Keperawatan Pada BAyi Dengan Tetanus Neonatorum A.

PENGERTIAN Tetanus neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani. Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.

B. ETIOLOGI Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.C.Epidemiologi Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.

C. GAMBARAN KLINIK Masa inkubasi biasanya 3 10 hari. Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.

D. MANIFESTASI Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang

primitifpun mampu mengenalinya. Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejangkejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah

Patologi Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.

E . PATOFISIOLOGI spora/kuman gram positif

anaerob

menjadi vegetatif

potensial oksidasi reduksi

penurunan tekanan oksigen

nekrosis jaringan

toxin disalurkan ke sel syaraf

toksin menjarap ke syaraf transmitter menyebabkan kekakuan.

toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory

Tanda tanda: 1. Bayi yang semula dapat disusui dengan baik, tiba tiba tidak mau menyusu. 2. Mulut mencucu, seperti mulut ikan. 3. Mudah sekali dan sering kejang, terutama jika disentuh, terkena sinar, Atau mendengar suara keras. 4. Wajahnya kebiruan. 5. Kadang kadang demam. Tanda tanda tersebut mulai timbul antara 3 14 hari sesudah lahir, tetapi kadang kadang lebih lambat. Tetanus neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat bayi dengan menggunakan alat yang tidak bersih, luka tali pusat kotor atau tidak bersih karena diberi bermacam macam ramuan, atau ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap sehingga bayi yang dikandungnya tidak kebal terhadap penyakit tetanus neonatorum.

F. FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN 1. Faktor resiko Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada saat luka puntung tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak menjadi kuman vegetatif. Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) terdapat 5 faktor resiko pokok tetanus neonatorum yaitu : (a) faktor resiko pencemaran lingkungan fisik dan biologik, (b) faktor cara pemotongan tali pusat, (c) faktor cara perawatan tali pusat, (d) faktor kebersihan pelayanan persalinan dan (e) faktor kekebalan ibu hamil.

* Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik Merupakan faktor yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan

peternakan diubah penggunaannya

* Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada kelahiran plasenta dan perdarahan ibu.

* Faktor Cara Perawatan Tali Pusat Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daundaun, ramuan, serbuk abu dan kopi untuk pengobatan luika puntung tali pusat. Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan pendidikan dukun bayi saja.

* Faktor Kebersihan Pelayanan Persalinan Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum. Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.

* Faktor Kekebalan Ibu Hamil Merupakan faktor yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik infeksi

dengan kuman C. tetani (Suri, dkk,1964). Suntikan tetanus toksoid 1 kalipun dapat mengurangi kematian tetanus neonatorum dari 70-78 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup (Newell, 1966, Black, 1980, Rahman, 1982).

Pencegahan: Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat. 1. Bersih tangan Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 30 . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi. 2. Bersih alas Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran. 3. Bersih alat Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2,yaiti: Pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 jika dibungkus, dan 20 jika alat tidak dibungkus.

Perawatan tali pusat yang baik Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.

Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum. Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya. TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi

Interval Imunisasi TT

Antigen interval

Lama perlindun gan

% perlindungan gen -

TT1

Pada kunjungan ANC pertama

TT2

4 minggu setelah TT1

3 tahun

80%

TT3

6 bulan setelah TT2

5 tahun

90%

TT4

1 tahun setelah TT3

10 tahun

99%

TT5

1tahun setelah TT4

25 tahun

99%

Penatalaksanaan Medik 1. Mengatasi kejang Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum. 2. Pemberian antitoksin Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari . 3. Pemberian antibiotika Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun. 4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %. 5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

Diagnosis Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia,meningitis,trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian II. Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT. III. Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan. IV. Riwayat postnatal. Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset). V. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir VI. Riwayat psiko sosial. a) Kebiasaan anak bermain di mana b) Hygiene sanitasi

VII. Pemeriksaan fisik. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut mecucu seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis. Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus). Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.

Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle. Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius. Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.

VIII. Tata laksana pasien tetanus pasien umum: 1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump). 2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy. 3. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup. 4. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB). pasien khusus: 1. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB. 2. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT) 3. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka (debridement). 4. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter

IX. Diagnosa Keperawatan Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. 2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring). 4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak 5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter) 6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak. 7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring).

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal. Kriteria hasil : Tidak terjadi dehidrasi Tidak terjadi penurunan BB Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi Intervensi : 1. Catat intake dan output secara akurat. 2. Berikan makan minum personde tepat waktu. 3. Berikan perawatan kebersihan mulut. 4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas. 5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan sesuaikan dengan kebutuhan.

6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari. 7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.

2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)

Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal. Kriteria hasil : Tidak terjadi aspirasi Bunyi napas terdengar bersih Rongga mulut bebas dari sumbatan

Intervensi : 1. Berikan O2 nebulizer 2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar. 3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk. 4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut. 5. Berikan perawatan kebersihan mulut. 6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah berkenan memberikan petunjuk dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judulTETANUS NEONATORUM PADA BAYIdalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bantuan,dukungan moril maupun materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibuK D ,selaku dosen pembingbing dan pada teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan ini,penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik,namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.oleh sebab itu,penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersipat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

BAB 1 Pendahuluan Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari.kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlikan penyesuaian pisiologi agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik baik nya.peralihan kehidupan dari kehidupan intrauterin ke estrauterin memerlikan berbagai perubahan biokimia dan faali.namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau ke gagalan penyesuaian biokimia dan faali. Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang sepesifik terjadi ada masa perinatal.tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga ke cacatan .masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu,perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak dan tidak bersih,serta kurangnya perawatan baru lahir. Hal ini dapat di lihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi di masa neonatus.salah satu kasus yang banyak di jumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masi memiliki kesehatan rendah adalah kasus tetanus.data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukan,kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi di banding negara maju.mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat.penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas.intinya angka kematian sangat berpareasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dinilai serta pasilitas dan tenaga perawatan yang ada. Di indinesia seketar angka 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian,pada tahun 80an tetanus menjadi penyebab apertama kematian bayi dibawah usia 1 bulan.namun,pada tahun 1995 kasus terangan tetanus sudah menurun,akan tetapi ancam itu tetap ada sehingga perlu diasatasi secara terus menerus.tetanus juga terjadi pada bayi,dikenal dengan istilah tetanus neonatorum.

BAB 4 PENUTUP 1.kesempulan Tetanus Neonatorum adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani. Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik

2.saran Diharapkan sepanjang kehamilan ibu memeriksa kehamilannya terutama apabila ibu merasakan sesuatu yang tidak sewajarnya,dianjurkan juga USG guna mengetahui janin beserta tali pusatnya.

DAFTAR PUSAKA

Bagian ilmu kesehatan anak pakultas kedokteran unipersitas indonesia edisi 1985. Wiknjosas, hanifa, 2007, ilmu keperawatan dan kebidanan, yayasan bina pustaka sarwono prawiroharjo; jakarta http ://www.suaramerdeka.com/harian/0308/11/ragam5.htm

You might also like