You are on page 1of 19

KONSERVASI TANAH DAN AIR PENDAHULUAN Tanah sebagai medium bagi pertumbuhan tanaman harus dapat menyediakan unsur

hara, air, dan udara yang dapat dimanfaatkan akar untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Untuk menyediakan kondisi yang baik bagi perkembangan akar di dalam tanah, diperlukan sistem pori yang mudah ditembus oleh akar tanaman, mampu meresapkan air dan pertukaran udara ke dalam tanah; tetapi harus juga mampu menahan air yang cukup untuk mengimbangi kebutuhan evapotranspirasi tanah dan tanaman. Pada saat tanah ditumbuhi vegetasi alami keadaan keseimbangan persediaan unsur hara, air dan udara di dalam tanah dapat dipelihara. Vegetasi mengambil unsur hara dan air dari dalam tanah serta CO2 dari atmosfir untuk mensintesa bahan organik melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis sebagian dikeluarkan melalui akar untuk memberikan makanan pada mikroorganisme yang hidup disekitar rhizosphere. Jaringan akar hidup dan senyawa polisakarida yang dikeluarkan oleh mikroorganisme dapat memelihara dan memperbaiki kemantapan agregat. Tajuk tanaman yang berkembang dapat menutupi dan meredam energi tumbukan air hujan yang dapat merusakkan agregat tanah. Serasah tanaman yang jatuh di atas permukaan tanah merupakan sumber energi bagi berbagai jenis organisme tanah termasuk fauna tanah yang dapat mencampur bahan organik dengan bahan mineral membentuk agregat mantap. Biopori (biopore) yang dibentuk oleh fauna tanah dan akar yang melapuk merupakan pori mantap yang berbentuk silindris mampu menyalurkan pergerakan air dan oksigen ke dalam tanah serta mudah dilewati oleh CO2 yang dihasilkan oleh respirasi akar keluar daerah perakaran. Dengan demikian siklus air, energi, dan unsur hara dapat menjamin kelestarian ekosistem. Konversi vegetasi alami dengan tanaman pertanian mengakibatkan keseimbangan ekologik terganggu. Pembukaan lahan membuka permukaan lahan bagi tumbukan air hujan yang dapat merusakkan agregat dan sistem pori yang dapat mengurangi daya resap

air ke dalam tanah (infiltrasi).

Kehilangan bahan organik tanah dipercepat oleh Hal ini akan

meningkatnya dekomposisi akibat peningkatan fluktuasi suhu tanah.

menurunkan kemantapan agregat tanah, kapasitas infiltrasi, kapasitas menahan air, kapasitas tukar kation, daya sangga (buffering capacity) tanah terhadap perubahan reaksi tanah, cadangan unsur hara, dan sumber energi bagi aktivitas biologis yang membantu pemulihan kondisi fisik dan kimiawi tanah. Pada pertanian sederhana seperti sistem perladangan berpindah, keadaan kerusakan lahan tersebut dicerminkan oleh penurunan produksi tanaman yang kemudian ditinggalkan sampai tercapainya pemulihan keseimbangan ekologik baru. Pada pertanian menetap usaha pemulihan kondisi fisik diusahakan dengan pengolahan tanah, serta kehilangan unsur hara melalui hasil yang dipanen diimbangi dengan pemupukan. Cepatnya daya tanggap perbaikan pertumbuhan tanaman terhadap pemberian pupuk buatan telah mengesampingkan pentingnya penambahan bahan organik untuk mengimbangi kehilangan bahan organik tanah yang dipercepat oleh pengolahan tanah yang makin sering dilakukan. Pada pertanian lahan kering cepatnya penurunan kandungan bahan organik tanah mengakibatkan berkurangnya kemantapan agregat yang dicerminkan oleh mudah memadatnya tanah setelah pengolahan tanah, sehingga pengolahan tanah makin sering dilakukan. Selain biaya pengolahan tanah menjadi semakin mahal pengolahan tanah yang makin intensif makin mempercepat kehilangan bahan organik tanah, serta menurunkan kemantapan agregat, biopore, dan pori makro di antara agregat tanah. Laju peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi berkurang dan kelebihan air yang tidak dapat meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan genangan di atas permukaan tanah yang datar memperburuk aerasi; atau kelebihan air tanah tersebut akan mengalir sebagai aliran permukaan mengikuti kemiringan lereng sambil mengangkut partikel liat dan bahan organik serta unsur hara yang terlarut. Keadaan tersebut makin lama dirasakan makin

mempersulit petani yang harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah dan pemupukan yang makin mahal. Makin mahalnya ongkos tenaga kerja dan harga pupuk makin memperkecil tingkat keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi tanaman yang dihasilkan. Hal ini sangat dirasakan oleh petani miskin dengan luas garapan sempit. Makin berkurangnya pendapatan petani akan mengurangi kemampuan petani untuk membiayai usaha pemeliharaan tingkat kesuburan tanah sehingga makin memerosotkan produktivitas lahan. Kerusakan lahan pertanian berlereng curam akan lebih dipercepat oleh terjadinya erosi yang mengakibatkan kerugian baik pada lahan itu sendiri (on site) dan lingkungan sekitarnya (off site). Perluasan lahan pertanian pada lahan yang tidak sesuai untuk pertanian tersebut seringkali dilakukan pada kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment) untuk pengisian air bawah tanah. Rusaknya fungsi hidrologik kawasan ini akan mengurangi sumber air untuk pengairan, pembangkit tenaga listrik, air minum, dan penyangga intrusi air laut. Kerusakan lahan dilaporkan terus terjadi dan mengakibatkan meluasnya lahan kritis baik di daerah berpenduduk padat seperti pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa yang berpenduduk jarang. Berbagai usaha rehabilitasi lahan telah diusahakan dengan berbagai proyek konservasi tanah dan air yang dilakukan pada lahan kritis maupun lahan yang masih digarap untuk pertanian. Tingkat keberhasilan usaha tersebut sangat

ditentukan oleh partisipasi para penggarap lahan untuk mulai dan meneruskan penerapan tindakan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Mengingat keterbatasan tingkat pendidikan, keterampilan, peralatan, dan sumber dana yang dimiliki oleh petani, maka teknik konservasi tanah dan air yang perlu diperkenalkan untuk diterapkan sebaiknya teknik yang bersifat tepat guna dalam arti mudah dan murah namun cukup efektif.

I. PEMBUATAN DAN PEMAKAIAN RANGKA-A (A-FRAME) UNTUK PEMBUATAN KONTUR DI LAPANGAN Pendahuluan Rangka-A (A-Frame) adalah alat berbentuk huruf A kapital yang digunakan untuk menentukan titik-titik yang mempunyai ketinggian (elevasi) yang sama pada permukaan lahan yang miring, sehingga dapat ditarik garis kontur di lapangan. Pembuatan garis kontur pada lahan miring sangat penting untuk menentukan arah bangunan konservasi seperti saluran, guludan, teras, strip-strip dan barisan tanaman memotong lereng; sehingga dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi yang mungkin terjadi. Dibandingkan alat bantu pembuatan kontur di lapangan lainnya seperti T0, Abney Level, dan selang air; Rangka-A lebih mudah dibuat dengan menggunakan bahan yang mudah dijumpai di lapang serta dapat digunakan seorang diri tanpa bantuan orang lain.

Prinsip dan Cara Pembuatan Rangka-A Bentuk huruf A kapital baik yang simetris maupun tidak merupakan bentuk segitiga. Garis tinggi yang ditarik dari titik puncak segitiga adalah garis tegak lurus terhadap garis alas segitiga (garis yang menghubungkan kedua titik kaki rangka-A. Apabila garis tinggi ini berimpit dengan garis vertikal, berarti garis alas segitiga merupakan garis horizontal, yang berarti titik kaki rangka-A mempunyai elevasi yang sama. Garis vertikal dapat dibentuk dengan seutas tali dipasang pada titik puncak huruf A yang diregangkan oleh pemberat karena tarikan gaya gravitasi seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Berbagai Bentuk Rangka-A

Sembarang bentuk Rangka-A dapat dibuat dari 3 potong batang kayu atau bambu kecil menyerupai huruf A kapital dengan memakukan atau mengikatkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga setiap sudutnya tidak dapat berubah. Setiap titik silang potongan dibuat bidang singgung yang rata dan dipaku dengan 2 buah paku. Bila kayu tidak dapat dipaku dilakukan pengikatan, sebagai siku penguat dapat digunakan potongan cabang ranting kayu. Seutas benang dengan pemberat diikatkan pada titik silang puncak Rangka-A. Untuk memberi tanda titik singgung garis tinggi dengan garis datar, Rangka-A diberdirikan pada permukaan horizontal, misalnya kedua kakinya disentuhkan pada lantai atau permukaan air yang tenang. Tunggu sampai pemberat setimbang (berhenti berayun), titik singgung benang dengan garis datar (titik A) diberi tanda yang jelas dan tidak mudah hilang.

Cara Pembuatan Kontur Dengan Rangka-A 1. Pasang patok 1 sebagai titik awal. 2. Letakkan salah satu kaki Rangka-A pada titik awal (patok 1), geserkan kaki yang lainnya pada permukaan lahan sehingga benang berimpit pada titik A, tancapkan Patok 2. Patok 1 mempunyai elevasi yang sama dengan Patok 2 (Gambar 2). 3. Teruskan seperti langkah 2 untuk memasang Patok 3, 4 dan seterusnya yang mempunyai elevasi yang sama, sehingga dapat dihubung-kan sebagai garis kontur.

Gambar 2. Membuat Garis Kontur dengan Rangka-A

II. PEMBUATAN TERAS GULUD Pendahuluan Teras gulud adalah teras yang dibuat dengan menggali saluran dan membuat guludan menurut kontur. Saluran dan guludan berfungsi untuk menampung dan

menghambat aliran permukaan, sehingga dapat mengurangi erosi pada pertanian lahan kering bertopografi miring. Teras gulud pada umumnya dibangun pada lahan dengan kemiringan lereng < 15 %. Dengan waktu, saluran akan terisi sedimen, sehingga

efektivitas untuk menampung dan menghambat aliran permukaan berkurang. Bila aliran permukaan melimpah di atas guludan (overtopping), guludan akan rusak. Namun pemeliharaan saluran teras gulud cukup sulit dilakukan karena saluran cepat penuh terisi oleh longsornya dinding saluran dan sedimen halus yang terangkut oleh aliran permukaan.

Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal untuk mengisi saluran teras gulud dapat mempunyai manfaat ganda, antara lain: 1. mencegah longsornya dinding saluran serta melindungi permukaan resapan dari tumbukan air hujan dan penyumbatan pori oleh sedimen halus, 2. dapat menghindari kemungkinan penularan hama dan penyakit tanaman yang ada pada sisa tanaman, 3. aktivitas organisme yang membantu proses pelapukan sisa tanaman bahkan dapat memperbaiki kondisi fisik tanah sekitar saluran dan meningkatkan laju peresapan air dalam saluran melalui biopori yang dibentuk oleh fauna tanah (terutama cacing tanah), 4. campuran kompos dan sedimen yang tertampung dalam saluran cukup gembur sehingga mudah diangkat dari saluran untuk dikembalikan ke bidang pertanaman setelah panen, dan

5. saluran yang sudah dikosongkan dapat digunakan untuk mengumpulkan dan mengomposkan sisa tanaman, sehingga dapat memudahkan persiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Dibandingkan cara pengomposan konvensional, pengomposan melalui mulsa vertikal lebih mudah dilakukan karena pengumpulan sisa tanaman dan pengembalian kompos yang dihasilkan cukup dekat dengan bidang pertanaman. Kelembaban dan suhu selama pengomposan dapat diatur secara alami oleh perubahan kelembaban tanah di sekitar saluran. Unsur hara dan mikroba yang terangkut dari bidang pertanaman dapat memperkaya unsur hara dan inokula mikroba yang diperlukan untuk mempercepat proses pengomposan.

Cara pembuatan Setelah lahan dibersihkan dengan menebas gulma dan sisa tanaman, dilakukan: 1. pemasangan ajir/patok kontur dengan menggunakan alat Rangka A (A frame), 2. membuat batas saluran selebar 30 cm mengikuti ajir/patok kontur, 3. menggali saluran sedalam 30 cm, tanah galian ditumpukkan membentuk guludan di sisi bawah/hilir saluran, dan 4. mengumpulkan sisa tanaman dan gulma ke dalam saluran sebagai mulsa vertikal (Gambar 3).

Gambar 3. Membuat Teras Gulud

Bidang olah dapat segera dipersiapkan untuk pertanaman, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah konservasi yaitu pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (TOT). Pengolahan tanah minimum dilakukan untuk mencampiurkan pupuk/kapur yang ditaburkan pada baris tanaman yang direncanakan; sedangkan TOT dilakukan dengan hanya membersihkan alur baris tanaman (Gambar 4).

Gambar 4. Pengaturan Baris Tanaman Menurut Kontur

Pemeliharaan Pemeliharaan saluran dan guludan dilakukan setelah tanaman dipanen. Campuran kompos dan sedimen dikeluarkan dari dalam saluran dengan cangkul untuk dikembalikan pada bidang pertanaman di bagian hulu/atas saluran dari mana sisa tanaman dan sedimen berasal. Pemeliharaan saluran lebih mudah dilakukan karena campuran kompos dan sedimen cukup gembur, sehingga sangat mudah diangkat untuk dikembalikan pada bidang pertanaman. Guludan yang rusak diperbaiki, rumput penguat guludan dipangkas (tidak perlu dimatikan). Saluran yang telah dikosongkan siap diisi dengan sisa tanaman dan gulma yang telah ditebas dari bidang pertanaman dan guludan. Dengan demikian pengumpulan dan pengomposan sisa tanaman dipermudah dan tidak perlu diangkut terlalu jauh keluar lahan; serta persiapan pertanaman berikutnya tidak terganggu oleh adanya sisa tanaman.

Kemiringan lahan dapat dipelihara dengan pengembalian kompos dan sedimen, sehingga memungkinkan berlangsungnya proses drainase secara alami mengikuti kemiringan lereng. Luas bidang pertanaman tidak berkurang serta sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara berangsur diperbaiki dengan pengembalian kompos yang berkesinambungan.

III. PEMBUATAN TERAS KREDIT Pendahuluan Teras kredit adalah teras yang dibangun dengan membuat guludan menurut kontur dari tanah galian saluran di sisi bawahnya (hilir). Guludan berfungsi untuk menghambat aliran permukaan dan menampung sedimen yang terangkut dari bidang pertanaman. Aliran permukaan yang melimpah di atas guludan (overtopping), akan tertampung dan diresapkan pada saluran di bawahnya, sehingga tidak meningkatkan erosi pada petakan di bawahnya. Setiap akhir musim pertanaman guludan diperbaiki dan ditinggikan dengan mengangkat tanah dari saluran, sehingga akan terjadi teras bangku secara berangangsur karena pengikisan dan pengendapan oleh aliran permukaan. Teras bangku yang terbentuk akan lebih mantap dan pengurangan luas bidang pertanaman terjadi secara bertahap. Teras kredit dapat dibangun pada lahan dengan kemiringan lereng >15%. Untuk mempermudah pemeliharaan dan meningkatkan laju peresapan air saluran teras kredit, saluran dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal. Dengan demikian saluran akan dapat meresapkan limpahan aliran permukaan dari petakan di atasnya, sehingga dapat mengurangi resiko erosi pada petakan di bawahnya. Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal untuk mengisi saluran teras kredit juga dapat mempermudah pengumpulan dan pengomposan sisa tanaman, meningkatkan laju peresapan air ke dalam tanah, serta memudahkan pengembalian campuran kompos dan sedimen untuk memperbaiki kondisi petakan yang tererosi.

Cara pembuatan Setelah lahan dibersihkan dengan menebas gulma dan sisa tanaman, dilakukan pengukuran sudut kemiringan lereng, untuk menetapkan jarak antar saluran/guludan yang akan dibuat sesuai dengan tinggi tampingan teras (vertical interval) yang diinginkan. Tinggi tampingan teras tidak boleh melebihi kedalaman lapisan tanah yang tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman seperti lapisan padas, batu, atau bahan induk tanah. Pembuatan kontur dengan alat Rangka A (A frame) dan batas saluran, dilakukan seperti pada pembuatan teras gulud. Tetapi tanah galian hasil penggalian saluran,

ditumpukkan ke atas untuk membentuk guludan di sisi sebelah atas/hulu saluran (Gambar 5).

Gambar 5. Pembuatan Saluran dan Guludan Teras Kredit

Guludan perlu diperkuat dengan tanaman pagar atau rerumputan yang berperakaran kuat serta dapat bertahan bila ditimbun tanah pada saat guludan ditinggikan. Sisa tanaman dan gulma dikumpulkan ke dalam saluran sebagai mulsa vertikal untuk menahan longsornya dinding saluran dan guludan, serta meningkatkan laju peresapan air. Bila laju peresapan air di saluran lambat, perlu dibuat lubang resapan biopori (LRB) di dasar saluran setiap jarak 1 2 m (Bab ). Pemeliharaan

Setiap akhir musim pertanaman, kompos dalam saluran diangkat dan disebarkan ke bidang olah (Gambar 6).

! Gambar 6. Teras Kredit dengan Pengurangan Kemiringan Lereng Secara Berangsur.

Guludan ditinggikan dengan mengangkat tanah dari saluran, sehingga akan terjadi teras bangku secara berangangsur karena pengikisan dan pengendapan oleh aliran permukaan (Gambar 7). Teras bangku yang terbentuk secara berangsur lebih mantap dibandingkan dengan teras bangku yang dibangun melalui penggalian dan penimbunan sekaligus.

Gambar 7. Teras Bangku yang Terbentuk Secara Berangsung

IV. BUDIDAYA LORONG Pendahuluan Budidaya lorong (alley cropping) merupakan salah satu bentuk wana tani (agroforestry) yang memadukan budidaya tanaman pangan (tanaman semusim) dengan budidaya tanaman pepohonan (tanaman tahunan). Pada sistem budidaya lorong, tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar (hedge rows). Efektivitas budidaya lorong pada lahan pertanian berlereng miring untuk pengendalian aliran permukaan dan erosi ditentukan oleh perkembangan barisan tanaman pagar, serta jarak antar barisan tanaman pagar. Pada awal penerapan budidaya lorong aliran permukaan dan erosi dapat menerobos di antara tanaman pagar yang baru mulai ditanam dan belum tumbuh merapat, meskipun ditanam lebih dari satu baris tanaman. Aliran permukaan dan erosi yang terjadi dapat menghambat pertumbuhan tanaman pagar yang belum kuat menahan aliran permukaan. Setelah tanaman pagar sudah tumbuh besarpun aliran permukaan masih dapat lolos menerobos barisan tanaman pagar. Tanpa adanya pembatas, akar tanaman pagar yang telah berkembang dapat menimbulkan persaingan penyerapan air dan unsur hara antara tanaman pagar dengan tanaman budidaya yang dapat mengurangi produksi tanaman pangan yang dibudidayakan. Untuk meningkatkan efektivitas budidaya lorong dalam pengendalian aliran permukaan dan erosi serta mengurangi dampak negatif persaingan air, hara dan sinar matahari; diperlukan usaha penyempurnaan dengan membuat saluran dan guludan mengikuti kontur seperti pada teras gulud atau teras kredit. Kemudian saluran diisi sisa tanaman sebagai mulsa vertikal. Saluran bermulsa sangat penting untuk menangkap, menampung dan meresapkan air aliran permukaan, sekaligus dapat membatasi persaingan penyerapan air dan unsur hara oleh perkembangan akar tanaman pagar ke bidang pertanaman budidaya (Gambar 8).

Gambar 8. Mulsa Vertikal pada Budidaya Lorong

Saluran juga berfungsi untuk mengumpulkan sisa tanaman dan pangkasan tanaman pagar untuk mempermudah pengelolaan sisa tanaman melalui proses pengomposan setempat (in situ). Tanaman pagar yang ditanam pada guludan berfungsi untuk

memperkuat guludan sebagai penghambat aliran permukaan. Untuk peningkatan pendapatan petani, dapat ditanam tanaman pagar berupa strip tanaman buah-buahan tahunan (pepohonan/perdu). Diantara tanaman pepohonan dapat ditumpang-sarikan dengan tanaman obat-obatan atau tanaman umbi-umbian tahan naungan. Penanaman strip tanaman pohonan merupakan upaya penting untuk menjaga kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Strip tanaman pepohonan dapat berfungsi

sebagai penghambat kecepatan angin (wind break) yang dapat mengurangi kehilangan air melalui penguapan. Tanaman pepohonan mempunyai sistem perakaran yang dalam sehingga dapat mengambil air dan unsur hara yang meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam; sehingga tidak dapat diambil oleh perakaran tanaman pangan yang relatif lebih dangkal. Air dan unsur hara yang diserap perakaran tanaman pagar kemudian dapat dikembalikan ke lapisan atas melalui pengembalian hasil pangkasan tanaman pagar ke dalam tanah. Perakaran tanaman pagar juga dapat menangkap unsur hara yang tercuci ke bawah

Dengan demikian pendaurulangan unsur hara yang efisien dari lapisan tanah yang dalam ke lapisan atas melalui bantuan tanaman pepohonan (Gambar 9).

Gambar 9. Strip Tanaman Budidaya di Lorong Strip Tanaman Pagar.

Strip permanen tanaman pepohonan juga dapat merupakan habitat burung yang menjadi predator berbagai macam serangga hama tanaman. Untuk supaya strip tanaman pepohonan ini dapat dipelihara dengan baik oleh petani, perlu dipilih tanaman yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai sumber tambahan pendapatan petani. Selain tanaman pagar legum penghasil kayu bakar dan bahan organik seperti Turi (Sesbania sp.), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Lamtoro (Leucaena leucocephala) dan Gamal (Gliricidia sepium); penanaman pohon buah-buahan yang bernilai ekonomis dapat dilakukan dalam strip tanaman pagar yang lebih luas.

V. PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI Pendahuluan Masalah utama yang sering dijumpai pada pertanian lahan kering adalah penurunan kandungan bahan organik tanah yang cepat dan ketersediaan air yang tergantung pada curah hujan (tadah hujan). Karena suhu dan kelembaban yang tinggi, secara alami laju penurunan kandungan bahan organik di daerah tropika diperkirakan 4 kali lebih cepat

dibandingkan dengan yang terjadi di daerah beriklim sedang. Laju penurunan bahan organik tanah lebih dipercepat lagi oleh pengolahan tanah yang intensif, adanya pengangkutan dan pembakaran sisa tanaman, dan pengangkutan oleh erosi pada pertanian lahan kering berlereng. Pada pertanian lahan kering cepatnya penurunan kandungan bahan organik tanah mengakibatkan berkurangnya kemantapan agregat tanah yang dicerminkan oleh mudah memadatnya tanah setelah pengolahan tanah, sehingga pengolahan tanah makin sering dilakukan. Selain biaya pengolahan tanah menjadi semakin mahal pengolahan tanah yang makin intensif dapat mempercepat kehilangan bahan organik tanah, menurunkan kemantapan agregat, merusak biopori (lubang yang dibuat oleh cacing dan akar) dan pori makro di antara agregat tanah, membunuh fauna tanah serta mengurangi populasi dan aktivitas mikroba. Peresapan air hujan ke dalam tanah berkurang dan kelebihan air yang tidak dapat meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan aliran permukaan mengikuti kemiringan lereng sambil mengangkut partikel liat dan bahan organik serta unsur hara yang terlarut. Keadaan tersebut mendorong terjadinya proses pemiskinan tanah yang makin lama makin memperberat petani petani miskin untuk mengeluarkan tambahan biaya pengolahan tanah dan pemupukan. Pengolahan tanah konvensional merupakan aktivitas budidaya pertanian yang memerlukan korbanan waktu, tenaga dan biaya yang cukup tinggi. Dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang terbatas kegiatan pengolahan tanah konvensional mengakibatkan tertundanya waktu tanam, sehingga kesempatan untuk memanfaatkan ketersediaan air menjadi berkurang. Untuk mengurangi resiko dampak negatif pengolahan tanah konvensional, perlu dilakukan pengolahan tanah konservasi, yaitu dengan pengolahan tanah minimum (minimum tillage) atau tanpa olah tanah (zero/no tillage). Pada pengolahan tanah

minimum, pengolahan tanah hanya dilakukan dengan mengolah tanah pada calon barisan

tanaman.

Pada lahan miring, barisan tanaman dibuat mengikuti kontur.

Sebelum

dilakukan pengolahan tanah minimum, sisa tanaman ditebas, gulma dimatikan dengan penebasan atau penyemprotan dengan herbisida. Sisa tanaman sebaiknya dimanfaatkan sebagai mulsa vertikal. Kontur saluran mulsa vertikal dapat dipakai sebagai pedoman untuk penaburan pupuk dan kapur pada barisan tanaman yang direncanakan. Pengolahan tanah dilakukan sambil mencampurkan masukan kapur dan pupuk ke dalam tanah sehingga tidak mudah dihanyutkan oleh aliran permukaan. Pencampuran pupuk dan kapur ke dalam tanah pada calon barisan tanaman juga penting dalam usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian pupuk dan kapur dekat daerah perakaran tanaman. Dengan cara ini diharapkan kebutuhan pupuk dan kapur dapat ditekan (Gambar 10).

Gambar 10. Pengolahan Tanah Minimum Mengikuti Kontur.

Untuk menanam tanaman dengan jarak tanam yang rapat, perlu dilakukan modifikasi pengturan jarak tanam; yaitu dengan sistem baris tanam ganda (double/tripple rows = tandur jajar legowo), dimana jarak antar baris di dalam baris ganda hampir sama dengan jarak dalam barisan, sehingga untuk memperoleh populasi (jumlah) tanaman persatuan luas didapatkan jarak antar baris ganda (gawangan) yang cukup lebar. Pengolahan tanah dilakukan untuk menggemburkan tanah pada calon baris ganda,

sedangkan gawangannya dibiarkan tidak diolah, dan dapat leluasa dilewati untuk melakukan penanaman, pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Untuk meningkatkan intensitas penanaman, gawangan dapat dipersiapkan untuk penanaman tanaman kedua sebelum tanaman pertama dipanen (relay intercropping). Pada tanpa olah tanah, sisa tanaman dan gulma dimatikan dengan herbisida. Sisa tanaman dan gulma yang sudah mati dan mengering dirobohkan, disisihkan dari calon barisan tanaman. Benih tanaman langsung ditugalkan pada barisan tanaman yang

direncanakan. Pupuk/kapur diberikan dalam alur yang dibuat di samping barisan tanaman atau ditugalkan di samping tanam-an. Penggemburan tanah baru dilakukan setelah

tanaman tumbuh, sambil melakukan penyiangan gulma dan pembumbunan pada masa pemeliharaan tanaman. Dengan demikian pengolahan tanah konservasi dapat

menghindari tertundanya penanaman untuk dapat memanfaatkan ketersediaan air seefisien mungkin, mengurangi pemborosan tenaga dan biaya pengolahan tanah, serta menyebarkan ketersediaan tenaga secara merata sepanjang musim pertanaman.

VI. PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Pendahuluan Lubang resapan biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman. LRB adalah teknologi tepat guna ramah lingkungan untuk meningkatkan laju peresapan air hujan dan memanfaatkan sampah organik ke dalam tanah. Manfaat LRB: (1) memelihara cadangan air tanah, (2) mencegah terjadinya keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah, (3) menghambat intrusi air laut, (4 )mengubah sampah organik menjadi

kompos, (5) meningkatkan kesuburan tanah, (6) menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah, (7) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah dsb., (8) mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran udara dan perairan (9) mengurang emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan), (10) mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan

Cara pembuatan 1. Lokasi Pembuatan LRB: LRB dapat dibuat di dasar saluran yang semula dibuat untuk membuang air hujan (Gambar 11), di dasar alur yang dibuat sekeliling batang pohon (Gambar 12) atau batas taman (Gambar 13).

1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat. Jarak antar lubang 50-100 cm. 2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang. 3. Segera isi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman yang dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur. 4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang menyusut karena proses pelapukan. 5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.

3. Jumlah LRB yang Perlu Dibuat: Banyaknya lubang yang perlu dibuat dapat dihitung menggunakan persamaan: Jumlah LRB: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2)

Laju peresapan air perlubang (liter/jam) Sebagai contoh untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100): 180 = 28 lubang. Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm kedalaman 100 cm, setiap lubang dapat menampung 7,8 liter sampah organik, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik dapur 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organik yang dihasilkan selama 56 84 hari, dimana dalam kurun waktu tersebut lubang perlu diisi kembali.

You might also like