You are on page 1of 3

BAHAYA TAFSIR PLURALIS

Salah satu ayat pembenar yang sering dijadikan kaum pluralis memproklamirkan hukum syari semua agama adalah benar adalah Surat Al Baqarah ayat 62, yang artinya berbunyi, Sesungguhnya orang-orang yang beriman ,orang Yahudi, orang Nashrani dan orang-orang Shobiin, siapa saja yang beriman kepada Allah dan Rasulnya dan melakukan kebaikan (menurut Islam) mereka mendapat pahala disisi Nya dan tidak takut atas mereka dan tidak merasa sedih. Ayat inilah sering diekspolitasi kaum pluralis untuk mengkampanyekan keharusan pluralisme agama di negeri-negeri Islam dengan tujuan agar ummat Islam tidak lagi fanatisme terhadap agamanya. Sebagaimana diketahui bersama, semenjak bergulirnya ide demokrasi dan kebebasan HAM oleh Barat, maka sejak itu pulalah lahir paham, di mana, seseorang tidak boleh mengklaim bahwa agamanya yang paling benar. Untuk melanjutkan diskusi ini, marilah kita dudukkan makna ayat di atas kalimat demi kalimat sebagai berikut: Pertama, orang yang beriman yaitu orang orang yang membenarkan kepada syariat yang dibawa oleh RasulNya serta beriman kepada allah dan hari akhir. Kedua, orang Yahudi yakni; mereka beriman dan berpegang teguh kepada kitab Taurat serta sunnah Nabi Musa alaihis salam dan tidak mau tunduk kepada Nabi Isa alaihis salam. Maka, mereka adalah kaum yang rusak. Ketiga, orang Nashrani yaitu, mereka beriman dan berpegang teguh kepada kitab injil serta serta mengikuti syariat Nabi Isa alaihis salam tetapi setelah kedatangan Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam. Namun, mereka tidak mau beriman padanya. Golongan ini juga rusak. Keempat, orang Shobiin yaitu mereka kaum penyembah Malaikat, memegang kepada kitab Zabur dan mereka mempunyai aturan (agama) yang tetap untuk diikutinya, dan sebagian ulamaberkata mereka adalah orang-orang yang tidak bisa sampai dawahnya Nabi (Ibnu Katsir Juz.I halaman 105; Ath-Thabari Juz I halaman 361). Karenanya, untuk menetapkan hukum kepada masing-masing golongan itu Yahudi, Nashrani dan Shobiin dan disebut orang beriman, mereka harus mengaku iman kepada Allah dan hari akhir. Oleh sebab itu, mereka wajib tunduk dan patuh serta mengikuti Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam. Tinjauan Bahasa Al-Quran adalah merupakan sebuah kitab suci yang sangat istimewa. Telah beratus-ratus tahun orang mengkaji dan bahkan menelitinya. Salah satu keistimewaannya adalah, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah melalui kajian bahasa melalui ilmu balaghah. Huruf INNA dalam surat Al-Baqarah ayat 62 di atas adalah berfungsi menashobkan isim dan merafakan khobar. Namun huruf di depannya tidak langsung nashob harakatnya. Melainkan terdiri dari isim mausul dan shilahnya begitu juga khobarnya INNA tidak langsung rafa irabnya. Karena terdiri dari jumlah mubtada dan khobar atau musnad ilaih dan musnad dalam ilmu balaghah. Yang mana mubtadanya terdiri dari fiil syarat dan khobarnya tersusun dari jumlah ismiyah dengan jar majrur muqoddam sebagai jawabnya syarat. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Arab setiap kalimah itu mempunyai kedudukan irab sendiri, sehingga kedudukan isim maushul dan shilahnya itu mahal nashob (menempati) sebagai isim INNA.Sedang khobar INNA berupa jumlah mubtada dan khobar yang terdiri syarat dan jawab. Ayat diatas sangat indah gaya bahasanya, agar mukhotob benar-benar tertegun

sewaktu ayat-ayat Al-Quran dibacakan oleh Muhammad, sehingga sebagian dari mereka langsung percaya bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Itulah hebatnya bahasa Arab. Tidak hanya manusia yang tertegun bahkan jin pun penuh keheranan sewaktu Al-Quran dibacakan (lihat surat jin ayat 1). Musnad ilaih atau isim INNA harus marifat sedang jumlah isim marifat itu ada 7 (Tujuh) yakni; masuknya al, isim, dhomir, alam, isyaroh, istifham, mudhof, dan isim maushul. Dari masing-masing isim ini mempunyai nuktah (faidah) sendiri-sendiri. Adapun marifatnya ayat diatas berupa isim maushul, hal ini menunjukkan suatu ketetapan yang tidak bisa lagi diragukan maknanya, karena bersambungnya antara kalimat yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan khobar INNA yang terdiri dari jumlah mubtada dan khobar. Mubtadanya fiil syarat yaitu man amana dan khobarnya jumlah dari fa lahum aj ruhum, sebagai jawab syarat kalimat tersebut juga terdiri dari mubtada dan khobar yang susunan kalimatnya khobar didahulukan terdiri dari jar dan majrur yang semestinya tidak boleh mendahului. Ini menunjukkan makna tersendiri yakni untuk memperkuat suatu makna. (Syarah uqudul juman fi ilmi maani wal bayan bab musnad ilaih hal ;16 oleh Jalalluddin As-suyuthi). Itulah hebatnya bahasa Arab dibanding bahasa lain, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 103 yang artinya: Dan bahwa Al-Quran ini adalah bahasa arab yang jelas. Karenanya, huruf FA dalam ayat itu merupakan jawaban fiil syarat. Perlu diingat jawab ada kalanya memakai huruf FA atau WAWU, dan atau dari kedua huruf tadi. Huruf Fa memperjelas suatu jawaban yang pasti, karena jumlah sesudahnya berupa tarkib mubtada dan khobar juga, dengan muqoddamnya khobar Fa Lahum memberi faidahnya tersendiri. Menurut perundang-undangan bahasa Arab, disusunnya dari beberapa jumlah baik musnad ilaih dan maupun musnadnya ini mempunyai rahasia atau faidah tersendiri. Menurut kitab, Balaghoh Uquduljuman, bab ahwalul musnad halaman 31, ada beberapa rahasia mubtada (musnad ilaih) dari isim maushul; Pertama, merupakan ketetapan sebuah hukum. Kedua, untuk pengagungan. Ketiga, supaya mukhotob mengerti dengan jelas. Keempat, tidak baik jika disebutkan namanya secara langsung. Kelima, untuk mengingatkan mukhotob dari kesalahan. (Balaghoh Uquduljuman, bab ahwalul musnad ilaih halaman 16). Jadi sebenarnya, makna ayat Al-Quran itu sudah jelas gamblang. Bahwa, diperintahkan setelah datangnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam semua orang wajib mengikutinya dan menerima ajarannya. Karenanya, ayat di atas menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, sebab jika dipisahkan akan menimbulkan perbedaan makna yang jauh sekali dari makna yang dimaksud. Otoritas Di dunia ini, disepakati otoritas dalam ilmu. Bahkan dalam ilmu studi Al-Quran pun demikian. Karenanya, ada syarat-syarat bagi seseorang yang ingin menafsirkan ayat-ayat dalam Al-Quran. Dalam kitab, Mannaulqothon fi ulumil Quran (bab syurutul mufassir halaman 329) disebutkan, bahkan, seharusnya, ayat Al-Quran ditafsiri dengan Al-Quran. Kemudian dengan Al-hadits (Nabi), shahabat, tabiin dan harus pula mengerti tentang qaidahqaidah bahasa Arab dan cabang-cabangnya. Juga bersihnya keyakinan, tidak emosional dan teliti dalam memahami permasalahan. Maka dakwaan bagi kaum pluralis bahwa ayat 62 AlBaqoroh tadi sebagai dalil tentang semua agama benar adalah tidak berhujjah sama sekali dan mereka sengaja untuk mengkaburkan makna ayat dengan tujuan agar ummat Islam mau membenarkan agama-agama selain Islam. Para pluralis, mereka lupa atau memang tidak tau bahwa kalam itu ada washol dan fashol dalam ayat ini adalah kalam washol buktinya kalimat berikutnya disambung dengan huruf athof WAWU yang maknanya masih berhubungan

dengan kalimat yang di depan. Jadi tidak bisa dipisah begitu saja maknanya (Balaghoh uquduljuman bab washol dan fashol halaman 58). Alasan bahwa semua agama sama-sama memerintah suatu kebaikan adalah sema-mata menuruti hawa nafsunya saja, alias tidak berdasar sama sekali. Bahkan Nabi mengatakan, Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang tidak ada atasnya perintahku, maka amal perbuatan itu ditolak. Oleh karenanya, bisa dipahami jika ada tudujan bahwa kaum pluralis sengaja membuat makna-makna dalam Quran dengan kemasan yang bagus dan indah untuk mendakwahkan ide-idenya agar laku dipasaran. Masuk akal jika orang yang tidak jeli dalam memahami ayat Al-Quran berakibat terseret olehnya. Seperti halnya orang yang memaknai agama Islam dengan makna menyerahkan diri. (Hidayatullah.com)

You might also like