You are on page 1of 33

Abstrak

Perawatan selama persalinan dan kehamilan yang telah diperbaiki dapat mengurangi kematian maternal dan kematian perinatal. Perbaikan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan, dapat membantu mengatasi 64 persen penyebab kematian ibu. Perbaikan penanganan klinis, dapat mengatasi 36 persen kematian ibu. Kesadaran masyarakat akan tandatanda bahaya pada kehamilan dan pengetahuan mengenai kehamilan akan meminimalkan kegawatdaruratan obstetri, namun banyak kepercayaan tradisional dan praktek penundaan pengambilan keputusan untuk mencari perawatan pada fasilitas kesehatan, masih dilakukan masyarakat.1 Kematian ibu terjadi karena faktor medis dan non-medis. Faktor medis adalah kenyataan bahwa suami dan anggota senior keluarga tidak mengenal adanya tanda bahaya selama kehamilan dan terjadinya keterlambatan menggunakan fasilitas medis. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakit yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnya pada kasus-kasus tersebut. Faktor kepercayaan dan tradisi disamping keadaan sosio-ekonomi juga memberi sumbangan kepada terjadinya keadaan fatal bagi ibu. Faktor medis dan non-medis mungkin juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada kedaruratan medis yang menyebabkan kematian pada keempat kasus ini.1

BAB I PENDAHULUAN

Kematian maternal merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena kasusnya cukup banyak namun yang nampak di permukaan hanya sebagian kecil. Diperkirakan 50.000.000 wanita setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang ada kaitannya dengan kehamilan berjumlah sekitar 18 persen dari jumlah global penyakit yang diderita wanita pada usia reproduksi.1 Diperkirakan 40 persen wanita hamil akan mengalami komplikasi sepanjang kehamilannya. Disamping itu 15 persen wanita hamil akan mengalami komplikasi yang bisa mengancam

jiwanya dan memerlukan perawatan obstetri darurat, dan perawatan tersebut biasanya masih belum tersedia.2 World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, 99 persen diantaranya terjadi di negara berkembang. Dari angka tersebut diperkirakan bahwa hampir satu orang ibu setiap menit

meninggal akibat kehamilan dan persalinan.2 Angka kematian maternal di negara berkembangdiperkirakan mencapai 100 sampai 1000 lebih per 100.000 kelahiran hidup, sedang di negara maju berkisar antara tujuh sampai 15 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa di negara berkembang risiko kematian maternal satu diantara 29 persalinan sedangkan di negara maju satu diantara 29.000 persalinan.2 Salah satu ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kesehatan dalam suatu negara atau daerah adalah angka kematian maternal (maternal mortality). Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia menjumpai kematian ibu 450 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 1992 Angka Kematian Ibu (AKI) sekitar 421 per 100.000 kelahiran hidup.3 Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Departemen Kesehatan (SDKI Depkes) menetapkan AKI di Indonesia secara nasional sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup dan merupakan angka tertinggi dibanding dengan negara-negara ASEAN lainnya. Sumber data yang lain pada tahun 1994 dari hasil penelitian di rumah sakit umum di Indonesia terdapat angka kematian ibu sebesar 550 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini tiga sampai enam kali lebih besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih besar 50 kali dibanding dengan negara maju.3

BAB II KETERANGAN

2.1 Definisi 2.1.1 Ovarian pregnancy Kehamilan yang terjadi apabila spermatozoon memasuki folikel de Graaf yg baru saja pecah dan menyatukan dengan ovum yang masih tinggal dalam volikel.1 2.1.2 Interstitial pregnancy Implantasi telur terjadi dalam parsinterstitialis tuba.1 2.1.3 Cervical pregnancy kehamilan dimana hasil pembuahan tumbuh dan berkembang (implantasi) di kanalis servikalis.1 2.1.4 Heterotropic pregnancy Adalah kehamilan intra uterin yang terjadi dalam waktu berdekatan dengan kehamilan ektopik (suatu kehamilan kembar yangterjadi pada tempat berlainan).1 2.1.5 Caesarean Delivery Scar Pregnancy Adalah kehamilan yang berlokasi pada skar(bekas luka) dari operasi caesaria sebelumnya.1

2.2 Etiologi Faktor Uterus :1

Tumor rahim yang menekan tuba

Satu ovarium keluar 2 ovum Satu kali ovulasi keluar serentak 2 ovum dari ovarium kanan dan kiri Faktor tuba :1 Penyempitan lumen tuba Tuba sempit, panjang, dan berlekuk-lekuk Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba Operasi dan sterilitas yang tidak sempurna Endomentriosis tuba Struktur tuba Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya Perlekatan peritubal dan lekukan tuba Tumor yang menekan tuba Lumen kembar dan sempit Faktor ovum :1 Migrasi ekstema dan intema dari ovum Perlekatan membrana granulosa Rapid cell devision

2.3 Patologi 2.3. 1. Patologi Tuba Faktor risiko yang terkuat adalah terdapatnya kelainan (patologi) pada tuba yang disebabkan oleh riwayat operasi pada tuba, infeksi daerah pelvik dan endometriosis. Riwayat operasi tuba merupakan faktor risiko terbesar, sekitar 21 kali sementara riwayat operasi daerah pelvik dan abdomen hanya meningkatkan risiko sedikit.1 Patologi tuba yang diakibatkan oleh proses infeksi (gonorrhea, chlamydia, PID) meningkatkan risiko 2 sampai 4 kali lipat untuk terjadinya kehamilan ektopik. Pada wanita yang terdiagnosis salpingitis dengan laparoskopi memiliki angka terjadinya kehamilan ektopik sebesar 4% dibandingkan 0,7% pada wanita dengan tuba normal. Infeksi pelvik yang berulang

meningkatkan kemungkinan terjadinya oklusi tuba 12,8% setelah terjadi satu kali infeksi, 35,5% setelah dua kali infeksi, dan 75% pada pasien yang mengalami infeksi lebih dari tiga kali.1 2.3.2. Sterilisasi tuba Ligasi tuba yang meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik 9,3 kali dibandingkan wanita hamil. Risiko lebih tinggi dengan elektrokoagulasi dibandingkan prosedur lain dari sterilisasi tuba, hal ini mungkin disebabkan karena terjadi rekanalisasi atau fistula uteroperitoneal. Fistula uteroperitoneal ditemukan terjadi pada 75% spesimen histerektomi.1 2.3.3. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Pasien dengan riwayat kehamilan ektopik memiliki risiko terjadinya kehamilan ektopik sebanyak 6 8 kali. Terjadinya kehamilan ektopik pertama kali meningkatkan risiko berulang sekitar 11,8 kali, sedangkan bila terjadi pada kehamilan kedua dan ketiga tidak berbeda, menurun 1-3 kali. Risiko terjadinya kehamilan ektopik menurun bila pada kehamilan selanjutnya terjadi kehamilan intrauterin. Bila terjadi dua kali kehamilan ektopik, maka pasien perlu ditawarkan dengan ART (Assisted Reproductive Technologies).1 2.3.4. Diethylstilbestrol (DES) Paparan DES inutero menyebabkan gangguan morfologi tuba, mengakibatkan tidak adanya atau minimalnya jaringan fimbriae, penyempitan dan pemendekan tuba. Kelainan anatomi ini meningkatkan kehamilan ektopik 5 kali lipat.1 2.3.5. IUD (Intrauterine devices) Pengguna IUD memiliki peluang lebih tinggi untuk terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan kontrol wanita hamil. Sebagaimana ligasi tuba, IUD efektif mencegah kehamilan, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan IUD terdapat peningkatan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Pada salah studi multicenter didapatkan angka terjadinya kehamilan ovarium pada pengguna IUD 5.5% dibandingkan bukan pengguna IUD.1 2.3.6. Infertilitas

Infertilitas meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Sejak tahun 1988 1992 sebanyak 5 5.7% kehamilan dasi ART (assisted reproductive technologies) adalah kehamilan ektopik. Angka ini diperoleh dari kalkulasi dari segala bentuk ART, termasuk IVF (in vitro fertilization), GIFT (gamete intrafallopian transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer). Pada tahun 1995 insidens dari kehamilan ektopik baik IVF maupun prosedur transver tuba sekitar 2.8%.1 Seperti kehamilan secara umumnya, kehamilan ektopik lebih banyak terjadi di tuba 82.2%, Sebanyak 92.7% terjadi di ampulla, 7.3% di insterstisial. Di ekstra tuba 4.6% terjadi di o varium/abdominal, 1.5% terjadi di serviks, 11.7% terjadi kehamilan heterotropik.1 Kejadian kehamilan ektopik 4 kali lebih tinggi pada pasien dengan faktor infertilitas tuba dibandingkan pada pasien dengan tuba normal. Riwayat salpingostomi meningkatkan risiko kehamilan ektopik 10 % dibandingkan pada pasien dengan faktor infertilitas tuba tanpa riwayat pembedahan. Kelainan tuba akibat penyakit radang panggul meningkatkan kejadian kehamilan ektopik setelah IVF enam kali lipat.1 2.3.7. Pola Hidup Multipartner seksual dan usia muda pada saat melakukan hubungan seksual meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Kebiasaan merokok dihubungkan dengan kejadian kehamilan ektopik disebabkan menurunnya imunitas pada perokok, menyebabkan rentannya terjadi infeksi radang panggul, gangguan motilitas tuba.1

2.4 Faktor resiko 2.4.1.Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik, angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.1 2.4. 2.Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil,masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 4%).Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.1 2.4.3.Kerusakan dari saluran tuba Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa factor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :1 Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok.Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan

penundaanmasa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur),gangguan pergerakan sel rambutsilia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh1 Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea1 Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung --> menyebabkan parut pada rahim dansaluran tuba1

2.5 Gambaran klinik Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.1 2.5.1.Gejala a. Nyeri

- Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu ada. - Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar - Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intraabdominal b. Perdarahan -Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadipada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.1 c. Amenorea -Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KEmengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaankehamilan hampir tidak ada.1 d. Sinkope - Pusing,pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3sampai kasus KET.1 e. Desidual cast - 5 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan desidual cast yang sangat menyerupai hasil konsepsi.1

2.5.2. Tanda a. Ketegangan abdomen - Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu.1 -Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik .1 b. Masa adneksa - Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sampai kasus KET. Kadangkadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele).1 c. Perubahan pada uterus -Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi padakehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan muda.

2.6 Diagnosis1 a. Anamnesa, keluhan seperti pada kehamilan biasa1 b. Pada abortus tuba, keluhan tidak berat hanya sakit perut dan perdarahan pervaginam, dapat dikacaukan dengan abortus biasa.1 c. Perasaan nyeri perut secara tiba-tiba disertai muntah dan bisa pingsan

d. Tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat, muntah, gelisah, anemis, pucat, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tak teratur (syok). e. f. g. Nyeri bahu karena perangsangan diafragma Tanda cullen Periksa dalam terdaftar Nyeri ayun (menggerakkan porsio dan servik ibu akan kesakitan) Douglas crise (nyeri yang hebat pada penekanan carum douglasi) Adanya masa pelvis. h. i. j. k. l. Pervaginam adanya desidual cast Palpasi dan perkusi perut, adanya tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness) Pada pemeriksaan laborat Hb seri tiap satu jam adanya penurunan Hb dan leukositosis. Kuldosentesis (Douglas Fungsi) positif. Dengan diagnostik laparaskopik

m. Dengan cara utrasonografi1 o. Pemeriksaan penunjang diagnostik : urine B-hCG (+)

p. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

2.7 Diagnosa banding1 a. b. c. d. Abortus biasa Salpingitis akut Apendisitis akut Ruptur corpus luteum

e. f. g. h.

Torsi kista ovarium Moima sun mukosa yang perpelintir Retrofleksi uteri grafida inkarserata Ruptur pebuluh darah mesentrium

2.8 Tatalaksana1 a. b. Tersangka KET harus rawat inap untuk penanggulangannya Bila pasien syok perbaiki KU dengan infus Dektro 5% atau NaCl dan rujuk rumah sakit. Tindakan di rumah sakit meliputi : Diagnosa jelas, KU lumayan, dilakukan laparatomi Sisas darah dibersihkan sedapat mungkin, untuk mempercepat kesembuhan. Memberi antibiotika dan anti inflamasi yang cukup.

2.9 Prognosis1 Bila diagnosa cepat dikerjakan umumnya baik, apalagi penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkosanya.

2.10 Pencaegahan Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang

merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul.1 Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinyakehamilan ektopik. Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan tatalaksana secepat mungkin.1

BAB III TORSI ADNEKSA

3.1 Definisi Memutarnya tuba fallopi atau kedua tuba dan ovarium pada pedikelnya. Hal ini mengakibatkan oklusi vascular, iskemia dan kematian jaringan organ yang terkena.2

3.2 Frekuensi Pada tahun 2011 insiden meningkat dari 5.7/100.000 pada umur 40 tahun menjadi 14.0/100.000 pada umur 75 tahun.2

3.3 Etiologi2 - Kista atau tumor ovarium - Neoplasma tuba - Kista paraovarium

3.4 Gambaran klinik Nyeri abdomen yang dapat muncul tiba tiba ataupun bertahap. Nyeri biasanya paroksismal dan intermitten. Nyeri biasanya cenderung unilateral dan terletak di daerah adneksa yang terkena. Sewaktu iskemia bertambah luas, nyeri semakin meburuk dan menjadi persisten. Gejala yang terkait berupa mual, muntah, dan rasa penuh pada abdomen bagian bawah.2

3.5 Diagnosis 1. Anamnesa 2. Gejala klinis : distress akut 3. Pemeriksaan fisik : takikardia ringan (<100 denyut/menit) dan suhu sedikit meningkat (<38C), nyeri tekan abdomen di fosa iliaka, defans muskuler (+), bising usus 4. Pemeriksaan penunjang : USG, lab (leukosit), kuldosintesis (u/menyingkirkan KET atau infeksi pelvis, tdk ada cairan peritoneum atau sedikit cairan serosanguinosa)2

3.6 Diagnosa banding Apendisitis, diverticulitis, salpingitis, kolik ureter, kehamilan ektopik, kista ovarium yang terpuntir.2

3.7 Penanganan - Laparotomi eksplorasi - Ovarektomi dan tubektomi (jika ovarium dan tuba strangulasi dan infark, maka keduanya harus dibuang tampa mebuka putaran pedikel dalam usaha menghindari kemungkina terlepasnya emboli trombotik, jika putaran tidak lengkap maka tuba dan ovarium dapat dipertahankan). 2

BAB IV TUBO-OVARIAL ABSES

4.1 Definisi Rongga yang terbentuk karena kerusakan jaringan pada tuba ovarium yang disebabkan oleh infeksi.3

4.2 Etiologi Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococus dan streptococ dan bakteri. Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :3

4.3 Gambaran klinis3

Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan.

-kadang ada tanesmi adalah anum karena proses dekat rektum dan sigmoid.

- Nyeri kalau portio digoyangkan.

- Nyeri kiri dan kanan dari uterus. - Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba yang sehat tak teraba. - Nyeri pada ovarium karena meradang.

4.4 Diagnosis3 a) Berdasarkan gejala klinis dan anamnesis pernah infeksi daerah panggul dengan umur antara 30-40 tahun, dimana 25-50 % nya adalah nulipara b) Pemeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80 % dari kasus), peningkatan LED c) Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda ileus, dan atau curiga adanya masa di aneksa d) Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan adanya ATO atau adanya masa diadneksa melihat ada tidaknya pembentukan kantung-kantung pus, dapat untuk evaluasi kemajuan terapi. e) Pinki Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas teraba menonjol. Pada ATO yang utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan. Pada ATO yang pecah atau pada abses yang mengisi cavum Douglas, didapat pus pada lebih 70 % kasus

4.5 Diagnosa banding3 a) ATO utuh dan belum memberikan keluhan

- Kistoma ovarii, tumor ovarii - Kehamilan ektopik yang utuh - Abses peri, apendikuler - Mioma uteri - Hidrosalping b) ATO utuh dengan keluhan : - Perforasi apendik - Perforasi divertikel / abses divertikel - Perforasi ulkus peptikum - Kelainan sistematis yang memberi ditres akut abdominal - Kista ovarii terinfeksi atau terpuhtir

4. 6 Penanganan3 a. Curiga ATO utuh tanpa gejala - Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan : doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg / hari, selama 1 minggu. - Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan kemungkinan untuk laparatomi b. ATO utuh dengan gejala :

- Masuk rumah sakit, tirah baring posisi semi fowler, observasi ketat tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7 hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau kloramfinekol 50 mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporin generasi III 2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari - Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi - Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan seluruh organ genetalia interna c. ATO yang pecah, merupakan kasus darurat : dilakukan laporatomi pasang drain kultur nanah - Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu)

BAB V HEMORAGIC OVARIAN CYST

5.1 Definisi Kista hemoragik merupakan jenis kista ovarium fungsional yang terjadi jika ada perdarahan yang muncul pada kista. Gejala yang mungkin muncul adalah adanya sakit pada perut di salah satu sisi tubuh.4

5.2 Etiologi Penyebab terjadinya kista ovarium yaitu terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofise, atau indung telur itu sendiri. Kista indung telur timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi. Dapat juga dari bahan bahan yang bersifat karsinogenik, bisa zat kimia, polutan, hormonal dan lain lain.4

5.3 Gambaran klinik Kebayakan tumor ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala. Sebagian besar gejala yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas hormone atau komplikasi tumor tersebut. Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain :4 1. Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri 2. Perasaan penuh dan dtertekan diperut bagian bawah 3. Nyeri saat bersenggama 4. Perdarahan

5.4 Diagnosis5 Pemeriksaan penunjang 1. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker / kista. 2. Ultrasound / scan CT : membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa. 3. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial.

4. Hitung darah lengkap : penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi

5.5 Penanaganan5 1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi. 2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. 3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. 4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.

BAB VI GYNAECOLOGIC HEMORRHAGE (abnormal uterine bleeding)

6.1 Definisi Perdarahan yang terjadi selama kehamilan yang dianggap tidak wajar.6

6.2 Etiologi 1. Komplikasi kehamilan 6 1. Perdarahan implantasi 2. Abortus 3. Kehamilan ektopik 4. Kehamilan mola, penyakit trofoblastik 5. Komplikasi plasenta 6. Vasa previa 7. Hasil konsepsi yang tertahan 8. Subinvolusi uterus setelah kehamilan 2. Infeksi dan Inflamasi 6 1. Vulvitis 2. Vaginitis 3. Servitis 4. Endometritis 5. Salpingo-oophoritis 3. Hiperplasia dan Neoplasia 6 1. Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic, sarcoma botryoides. 2. Serviks: polip, papiloma, karsinoma. 3. Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma, penyakit trofoblastik.

4. Miometrium:

leiomoima,

leiomiosarkoma,

miosis

stroma

endolimfatik

(hemangioperisitoma). 5. Ovarium : tumor-tumor sel teka granulose yang menghasilkan estrogen; tumortumor lain atau kista dapat merangsang hormone stromaovarium. 6. Tuba falopii: karsinoma. 4. Trauma 6 1. Perdarahan post operatif 2. Laserasi Obstetrik 3. Benda asing dalam vagina 4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) 5. Endometriosis6 6. Adenomiosis6 7. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa6 8. Kelainan hematologik atau sistemik 6 1. Trombositopenia 2. Penyakit Von Willebrand 3. Terapi antikoagulan 4. Koagulasi intravascular diseminata 5. Hipertensi 6. Hipotiroidi (lebih banyak terjadi pada hipotiroidi daripada hipertiroidi) 7. Leukemia 8. Penyakit hepar

6.3 Gambaran klinik7

6. 4 Diagnosis7

Dalam melakukan evaluasi perhatikan USIA PASIEN Prioritas : singkirkan KEMUNGKINAN KEHAMILAN Anamnesa daftar obat yang di konsumsi pasien Temuan fisik non-ginekologi :
o o o o

Tiromegali Hepatomegali Hemoroid Perdarahan saluran urogenital

Pemeriksaan pelvik :
o

Pemeriksaan ginekolgi

Pemeriksaan laboratorium :
o o o o o

Kadar hemoglobin serum Kadar zat besi Kadar ferittin TSH thyroid stimulating hormone Profil pembekuan darah

Kalender menstruasi Ovulasi : dengan LH kit Histeroskopi Ultrasonografi pelvis Biopsi endometrium

6.5 Penanganan8 Pengobatan harus diarahkan kepada diagnosis yang spesifik. Keperluan untuk segera dirawat di rumah sakit tergantung pada kuantitas kehilangan darah dan adanya anemia atau hipivolemia. Apabila perdarahan pervaginam hebat, penanganan daruratnya meliputi cairan intravena, transfuse darah, dan diagnosis etiologik segera. 6.5.1 Perdarahan massif : 25 mg estrogen conjugated intravena 6.5.2 Penatalaksanaan lanjutan pasca pengendalian perdarahan masif :

Conjugated estrogen 2.5 mg peroral / hari selama 25 hari Bila perdarahan masih berulang atau meningkat , dosis dapat ditingkatkan 2 kali lipat Tambahkan 10 mg medroxyprogesteron acetat (MPA) pada 10 hari terakhir terapi. Perdarahan lucut terjadi 5 7 hari setelah terapi berhenti

6.5.3. Penatalaksanaan Menometroragia moderat dengan kombinasi estrogen progestin : 8

Estrogen conjugated 1.25 mg peroral selama 25 hari disertai dengan MPA 10 mg untuk 10 hari terakhir (hari ke 15 25 )

Kontrasepsi oral selama 21 hari (perdarahan lucut 7 hari kemudian ) PROGESTIN SIKLIS : 10 mg MPA 10 15 hari setiap bulan selama 3 bulan berturutturut , perdarahan lucut terjadi 5 7 hari pasca penghentian obat

6.5.4 Tindakan spesifik yang dapat diindikasikan meliputi :9 1. Kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yang tertahan. 2. Antibiotika untuk infeksi pelvis. 3. Penamponan vagina atau serviks unutk lesi-lesi serviks maligna. 4. Laparotomi untuk kehamilan ektopik. 5. Penjahitan laserasi vagina. 6. Radiasi untuk lesi-lesi keganasan. 7. Pengeluaran AKDR. 8. Histerektomi untuk leiomiomata.

BAB VII VULVAR DAN VAGINA TRAUMA

7.1 Definisi Perlukaan pada jalan lahir (vulva maupun vagina) dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa persalinan berlangsung akibat kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstasi cunam, ekstrasi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai.10

7.2 Etiologi10 a. Melahirkan janin dengan cunam. b. Ekstraksi bokong c. Ekstraksi vakum d. Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior. e. Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.

7.3 Gambaran klinik10 7.3.1 Perlukaan vulva 7.3.1.1. Robekan Vulva Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan

cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan keci; pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Pada gambar di bawah terlihat lokasi robekan yang paling sering ditemui pada vulva.10 Pada gambar di samping tampak perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva. 10

7.3.1.2. Hematoma Vulva Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina. 10 Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome.10

7.3.2 Perlukaan vagina10

7.4 Diagnosis10

7.5 Penanganan10

BAB VIII ASITES

8.1 Definisi Asites adalah terkumpulnya cairan patologis dalam rongga peritoneal.11

8.2 Etiologi11 - Kista lutein - Budd Chiari Sindrom - Tumor ovarium

8.3 Gambaran klinik11 8.3.1 Gejala-gejala (symptoms) asites antara lain: 1.Kehilangan selera/nafsu makan (anorexia). 2.Merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety). 3.Mual (nausea). 4.Nafas pendek/sesak (shortness of breath). 5.Nyeri perut (abdominal pain). 6.Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada, pyrosis (heartburn). 7.Pembengkakan kaki (leg swelling). 8.Peningkatan berat badan (weight gain). 9.Sesak nafas saat berbaring (orthopnea). 10.Ukuran perut membesar (increased abdominal girth). 8.3.2 Tanda-tanda (signs) asites:11 1. Shifting dullness atau flank dullness. 2. Fluid thrill. 3. Fluid wave (sedikit bermakna klinis). 4. Puddle sign (sedikit bermakna klinis). 8.3.3 Penemuan Fisik (Physical Findings)11 Hal-hal yang seringkali ditemukan pada penderita asites: 1.Demam (fever) 2.Distensi perut (abdominal distention) 3.Distensi vena jugularis (jugular venous distention) 4.Ensefalopati (encephalopathy) 5.Hernia umbilikalis (umbilical hernia) 6.Kulit kekuningan, ikterus (jaundice) 7.Pembengkakan penis dan skrotum (penile and scrotal edema) 8.Pembesaran hati/hepar (hepatomegaly) 9.Pembesaran limpa/lien (splenomegaly)

10.Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding) 11.Perut membesar (bulging flanks)

8.4 Diagnosis12 8.4.1 Pemeriksaan fisik :


Distensi abdomen Bulging flanks Timpani pada puncak asites Fluid wave Shifting dullness Puddle sign

8.4.2 Pemeriksaan penunjang :12 8.4.2.1 Foto thorax dan foto polos abdomen (BOF) Elevasi diaphragma, pada 80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar terdorong ke sisi medial dinding abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan dalam rongga rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan densitas yang sama pada kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut dogs ear atau Mickey Mouse appearance. Caecum dan colon ascenden tampak terletak lebih ke medial dan properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral merupakan gambaran yang tampak pada lebih dari 90% pasien dengan asites. 8.4.2.2 Ultrasonografi12 -Volume cairan asites kurang dari 5-10 mL dapat terdeteksi. -Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau keganasan.

8.4.2.3 CT scan12 Asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT scan. Cairan asites dalam jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian posterior (kantung Morison), dan kantung Douglas

8.5 Penanganan12 8.5.1Monitoring Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan. Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari. 8.5.2 Diet Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88 mmol/hari). Retriksi cairan tidak 8.5.3 Invasif Parasentesis (paracentesis) : untuk keperluan kultur, diperlukan peritoneal fluid sebanyak 10-20 cc.12

BAB IX DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000. 2. Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998. 3. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Ida Bagus Gede Manuaba, Jakarta : EGC, 1998. 4. Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1997. 5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. 6. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran. Obstetri Patologi.Bandung:1984 7. Hidayat, Alimul Aziz. A. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika 8. Hasnah. Proses Pengambilan Keputusan Suami atau Anggota Keluarga dalam Menangani Kasus Kegawatdaruratan Obstetri yang Berakibat Kematian Maternal. Tesis. Minat Kesehatan Ibu dan Anak-Kesehatan Reproduksi Program Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia, 2003. 9. Lawn J, Rrian J, McCarthy, Susan Rae Ross, The Healthy Newborn, CDC, CCHI, The Health Unit Care, 2002. 10. World Health Organization, Manual of International Classification of Disease, Injuries and cause of death, 10th, rev., Geneva, 1992. 11. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518520. 12. World Health Organization, Estimates of Maternal Mortality: A New Approach by WHO and Unicep,Geneva, 1996.

You might also like