You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan fungsi tulang terutama pada pergerakan. Fraktur : Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensens Medical Surgical Nursing.

1.2 TUJUAN 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi lahir dengan trauma lahir dengan masalah Fraktur klavikula dan Fraktur Humerus dan Fraktur Femur

1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mengetahui Defenisi Fraktur 2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian baik secara subyektif maupun obyektif pada bayi baru lahir dengan trauma lahir (fraktur)

3. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan trauma kelahiran (Fraktur) 4. Mahasiswa mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan pada masalah Fraktur

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 TRAUMA PADA BAYI BARU LAHIR Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik (seperti kompresi dan traksi) selama proses persalinan. Umumnya bayi yang lebih besar (BMK) lebih rentan mengalami trauma lahir. Kejadian paling sering dilaporkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 4500 gram. Adapun faktor resiko lainnya adalah persalinan dengan bantuan alat, terutama forseps atau vakum; persalinan sungsang; dan traksi abnormal/berlebihan selama proses persalinan. Proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontraksi, toersi dan traksi. Jika janin besar, adanya kelainan letak, atau imaturitas neorologis, proses kelahiran dapat menimbulkan kerusakan jaringan, edema, perdarahan, atau fraktur pada bayi baru lahir. Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain a) Primigravida b) Disproporsi sefalopelvik (ibu pendek, kelainan rongga panggul) c) Persalinan berlangsung terlalu lama atau cepat d) Oligohidramnion e) Presentasi abnormal f) Ekstraksi forsep atau vakum (midcavity) g) Versi dan ekstraksi h) Bayi berat lahir sangat rendah i) Makrosomia j) Ukuran kepala janin besar k) Anomali janin 2.2 ETIOLOGI a. Persalinan letak sungsang b. Persentasi verteks dengan kesukaran mengeluarkan bahu dan pundak (distosia). (Markum, 1981: 158)

2.3

FRAKTUR (Patah Tulang)

2.3.1

Fraktur Tulang Tengkorak Jarang terjadi karena tulang tengkorak bayi masih cukup lentur dan adanya daya molase pada sutura tulang tengkorak. Trauma ini biasanya ditemukan pada kesukaran melahirkan kepala bayi yang mengakibatkan terjadinya tekanan yang keras pada kepala bayi oleh tulang pervis ibu. Kemungkinan lain terjadinya trauma ini adalah pada kelahiran cunam yang disebabkan oleh jepitan keras umumnya berupa fraktur linier atau fraktur depresi, fraktur basis kranu jarang terjadi. Pada fraktur linier, secara klinis biasanya disertai adanya hematoma sefal didaerah tersebut. Umumnya tingkah laku bayi terlihat normal saja kecuali bila fraktur linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau subarachnoid. Diagnosa fraktur atau fisura linier tanpa komplikasi tidak

memerlukan tindakan khusus, tetapi pemeriksaan ulang radiologik perlu memerlukan 4 6 minggu kemudian untuk meyakinkan telah terjadinya penutupan fraktur linier tersebut, di samping untuk mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya kista leptomeningeal di bawah tempat fraktur. Prognosis fraktur linier baik, biasanya akan sembuh sedini dalam beberapa minggu. Bila terjadi komplikasi seperti kista. Pengobatan oleh bidang bedah syaraf harus dilakukan sedini mungkin. Fraktur depresi secara klini jelas terlihat teraba adanya lekukan pada atap tulang tengkorak bayi. Trauma lahir ini lebih sering ditemukan pada kelahiran dengan cunam. Fraktur depresi yang kecil tanpa komplikasi atau tanpa gejala neurologik biasanya akan sembuh sendiri tanpa tindakan, tetapi memerlukan observasi yang terliti. Pada lekukan yang tidak terlalu lebar tanpa gejala neurologik, beberapa cara sederhana dapat dilakukan untuk mengangkat lekukan tersebut, seperti teknik penekanan pinggir fraktur atau dengan pemakaian pompa susu ibu sebagai alat vakum pada lekukan tersebut. Pada fraktur depresi yang besar, apalagi jika disertai adanya trauma intrakranial dan gejala kelainan neurologik, perlu dilakukan intervensi bedah syaraf untuk mengangkat lekukan tulang guna mencegah kerusakan korteks serebri akibat penekanan lekukan tulang. Prognosis fraktur depresi umumnya baik bila tindakan pengobatan yang perlu dapat segera dilaksanakan.

2.1.2. Fraktur Tulang Klavikula

Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 2 minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus. a. Gejala Klinis Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick adalah : 1) Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama 2) Refleks moro asimotris 3) Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula 4) Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang sukar. b. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula 1) Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.

2) Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan siku 900. 3) Umumnya dalam waktu 7 10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi.

2.1.3 Fraktur Tulang Humerus

Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.

a. Gejala Klinis 1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit 2) Refleks moro asimetris 3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit 4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.

b. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang humerus 1) Imobilisasi selama 2 4 minggu dengan fiksasi bidai 2) Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan dengan deformitas, umumnya akan baik. 3) Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal

2.1.4 Fraktur Tulang Femur a. Anatomi Femur Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah kefemur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior,nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur. Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis danfisis adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletalapendikular. Osifikasi sekunder biasanya dimulai pada kaput femur yaitu pada usia 4 5 bulan post natal (rentang usia 2-10 bulan). Proses ini dimulai pada bagian sentral yang menyebat secara sentrifugal, bahkan penyesuaian bentuk hemisfer dari permukaan articular pada saat anak berusia 6 8 tahun dan membentuk sebuah lempeng subkondral yang berlainan yang mengikuti kontur dari fisis kaput femur. Pusat osifikasi tergantung pada suplai vaskular; dan penurunan aliran darah secara permanen dan sementara, yang mungkin terjadi pada fraktur leher femur (femoral neck fracture), yang berakibat pada kemampuan osifikasi kaputfemur untuk meneruskan proses maturasi normal dan transformasi condro osseus.(15) Secara keseluruhan perkembangan kaput femur dan epifisistrokanter memiliki kartilago yang berkelanjutan sepanjang sisi posterior dan superior pada leher femur. Walaupun region ini secara

umum tipis pada anak anak yang sedang tumbuh, hal ini perlu untuk pertumbuhan lintang normal pada leher femur. Akibat kerusakan pada leher femur, misalnya akibat fraktur leher femur, mungkin secara serius akan mengganggu kapasitas karilago region leher femur untuk berkembang secara normal.

b. Klasifikasi Fraktur Femur Letak fraktur dapat terjadi di daerah epifisis, batang tulang leher tulang femur. Fraktur panggul pada anak anak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan morfologi. Cromwell pertama sekali menjelaskan fraktur pada leher femur pada anak. Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur proksimal pada tahun 1907. Klasifikasi ini tidak dikenal dengan baik hingga Collona (1929) melaporkan 12 kasus dengan menggunakan Klasifikasi Delbet. Tabel 1. Klasifikasi pada fraktur panggul pada anak anak (Delbet) Tipe I Pemisahan transepiphyseal (dengan atau tanpa dislokasikepala femur dari asetabulum) Ti[e II Tipe III Tipe IV Transervikal Servikotrochantrik Intertrokanter

Tabel 2. Tipe dan Karakteristik Fraktur Leher Femur Pediatrik Tipe Delbet Tipe I Insidensi 8% Penyebab Trauma energi tinggi Child abuse Persalinan Karakteristik Penting 50% kasus terjadi dengan dislokasi kaput epifisis letak Risiko tinggi AVN(20 100%) jika dikaitakan dengan dislokasi epifisis Diagnosis banding septik artritis,dislokasi panggul,lepasnya femur epifisis. kaput

sungsangyang sulit

Tipe II

45%

Trauma berat

Variasi yang paling banyak 70 80% terjadi displace Risiko tinggiAVN(sampai 50%) Pada fraktur displace,

hilangnya reduksi, malunionnonunion,deformitas varus, AVN 20 25%tergantung pada penempatan cedera Tipe IV 12% Trauma Nonunion danAVN jarang saatwaktu

Tipe III

35%

Trauma Berat

Ada juga pembagian secara umum; a) Fraktur Collum Femur Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (dapat terjadi pada partus presupitatus) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam : 1) Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala femur (capital fraktur). Hanya di bawah kepala femur dan melalui leher dari femur. 2) Fraktur Ekstrakapsuler; Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil. b) Fraktur Subtrochanter Femur Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu: tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor c) Fraktur Batang Femur d) Fraktur Supracondyler Femur Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. e) Fraktur Intercondylair Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. f) Fraktur Condyler Femur Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

2.4

PENATALAKSAAN 1. Prinsip penanganan Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. a. Reduksi fraktur Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Reduksi fraktur harus segera dilakukan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. 1. Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. 2. Traksi

Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. 3. Reduksi terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragment tulang direduksi. Alat fiksassi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahankan fragment tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragment atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut

menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragment tulang.

b. Immobilisasi ftraktur Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi segera dapat dilakukan setelah fiksasi interna dan eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai, traksi kontinyu, pin, dan teknik gyps, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi (rehabilitasi) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi dilakukan untuk penyembuhan

tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imoblisasi harus dipertahankan sesuai dengan kebutuhan. Status neurovaskuler dipantau. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atropi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian secara bertahap pada aktivitas semula diusakan sesuai dengan batasan therapeutic. 2. Penatalaksanaan kedaruratan Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilasai bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disanga di atas dan di bawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragment jaringan lunak. Dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri pada fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragment tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragment tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Immobilisaasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digaantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan ferifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragment tulang yang keluar melalui luka. Esktremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. 3. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan jenis fraktur. Cara penatalaksanaannya mencakup reduksi, traksi, pemasangan gips, dan remodeling. Analgesik diberikan untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis dan jenisnya tergantung pada intensitas nyeri anak.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pengkajian data fokus: a. Kaji riwayat fraktur b. Kaji tempat cedera untuk nyeri, pembengkakan, warna kulit, status neurovaskuler c. Muskuloskeletasl; deformitas skeletal, spasme otot, nyeri atau tenderness, krepitasi d. Neurologi; hilangnya fungsi, perubahan sensasi, parethesis, paralisis e. Neuormuskuler; ekstremitas dingin, pucat, hilangnya fungsi, bengkak, mati ras, geli f. Integumen; bengkak, memar, laserasi g. Kaji nadi bagian distal

B. Asuhan Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah: 1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan bengkak 2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pendarahan, pembengkakan, pemasangan gips dan atau traksi 3. Esiko injuri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler 4. Resiko gangguan fisik kulit berhubungan dengan immobilisasi 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri untuk mobilisasi, dan pemasangan gips atau traksi 6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi 7. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan adanya fraktur 8. Kurangnnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi fraktur dan kebutuhan perawatan 9. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi dan immobilisasi 10. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka 11. Resiko konstipasi berhubungan immobilisasi

C. Intervensi Keperawatan 1. Rencana tindakan keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan bengkak Tujuan: Anak akan menunjukkan rasa nyeri berkurang yang ditandai dengan ekspresi wajah relaks atau tidak menyeringai dan merasa nyaman, dapat tidur, dan tidak gelisah. Rencana tindakan: Kaji tuingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri Berikan support daerah fraktur atau terpasang gips/traksi dengan bantal Atur posisi dengan kesegarisan Merubah posisi anak secara hati-hati Hindari tempat tidur yang ada getaran-getaran Gunakan terapi distraksi dan sentuhan terapeutik Pemberian obat analgesik sesuai program

b. Perubahan perfusi

jaringan

perifer

berhubungan

dengan

perdarahan,

pembengkakan, pemasangan gips dan atau traksi Tujuan: Perfusi jaringan perifer adekuat yang ditandai dengan nyeri berkurang, nadimkuat, warna kulit pink dan hangat, pengisian kembali kapiler normal, dan sensasi normal Tindakan Keperawatan: Kaji nadi distal area fraktur setiap 2 4 jam Kaji warna kulit, suhu8, capillary refill0 bandingkan tekanan nadi pada area yang tidak terlibat, tekanan, dan sensasi setiap 15menit untuk jam pertama kemudian setiap 2 4 jam Kaji pergerakan daerah distal pada area fraktur Support sirkulasi dengan mobilisasi daerah yang tidak terlibat seperti melakukan pijatan derah yang tertekan c. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler Tujuan: Anak akan terbebas dari injuri dan integritas neuromuskuler dapat dipertahankan yang ditandai dengan warna kulit dan temperatur norma, nadi perifer dapat teraba dan kuat, dan tidak ada keluhan nyeri. Tindakan keperawatan: Kaji kebutuhan untuk pemasangan gips sesuai protokol

Bersihkan daerah kulit untuk pemasangan gips atau traksi dan berikan pelapis gips (cotton wool, padiding dan lainnya) Kaji status neuromuskuler setiap 2 jam setelah pemasnagan gips atau traksi, warna kulit, temperatur, pergerakan, nadi distal, pembengkakan, capillary reffil dan sensasi Pertahankan integritas gips dengan memberikan sokongan bantal dan perubahan posisi integritas setiap 2 4 jam Kaji t5raksi sesuia dengan gaya yang dibutuhkan, yakinkan bahwa beban terikan sesuai Pertahankan kesegarisan tubuh Tinggikan sedikit daerah ekstremitas di atas level jantung untuk meningakatkan venous return dan menurunkan edema Kaji adanya komplikasi kompartemen sindrom, kerusakan saraf, osteomielitis, injuri epipheseal Hindari pemakaian bantal plasitik Kaji adanya tekanan-tekanan pada area tubuh dan pemasangan gips atau traksi Pertahanklan gips tetap kering

d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi Tujuan: Integritas kulit dapat dipertahankan dan tidak terjadi infeksi Tindakan Keperawatan: Kaji integritas kulit khususnya bagian menonjol dan tertekan Kaji area terpasang kawat pada traksi setiap 4 8 jam Reposisi setiap 2 jam Lakukan pemijatan untuk meningkatkan sirkulasi Bersihkan dan keringkan kulit setiap 2 kali sehari Berikan pengalas yang lembut di bawah punggung atau kaki Lindungi kelembaban kulit Berikan terapi bermain sesuai fisik

e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri untuk mobilisasi, dan pemasangan gips atau traksi Tujuan: Anak dapat melakukan mobilisasi pada ekstermitas yang tidak mengalami sakit Tindakan keperawatan:

Kaji kemampuan sendi dan kekuatan otot setiap 8 jam Pertahankan ketepatan kesegarisan pada area yang fraktur atau tubuh Lakukan R OM Monitor serum BUN dan creatinin phosphokinase (CPK) Gunakan stoking elastis untuk mencegah trombo emboli Berikan makanan tinggi protein dan kalsium Pertahankan hidrasi yang adekuat, juga monitor intake dan out put Monitor status pernafasan dan auskultasi bunyi nafas

f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi Tujuan: kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi Tindakan keperawatan: Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari, makan-minum, kebersihan perorangan, eliminasi, aktivitas bermain, mengenakan pakaian, merubah posisi Tingkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada anak dengan disimulasikan Menghindari kerusakan gips, basah dan garukan

g. Kecemasan berhubungan dengan kondis fraktur dan kebutuhan perawatan Tujuan: Anak dan keluarga menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan mengekspresikan perasaan secara verbal Tindakan keperawatan: Jelaskan tentang kondisi yang dialami anak Ajarkan anak dan orang tua/keluarga untuk mengekspresikan perasaan secara verbal Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan Ajarkan orang tua/keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan Berikan terapi bermain yang disukai dan sesuia dengan usia

h. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi fraktur dan kebutuhan perawatan Tujuan: secara verbal keluarga memahami perawatan yang dibutuhkan oleh anak yang ditandai dengan aktif berpartisipasi dalam perawatan anak

Tindakan keperawatan: Jelaskan tentang kondisi anak Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan alasannya Ajarkan pada orang tua bagaimana mencegah infeksi Ajarkan untuk meningkatkan kesembuhan tulang; intake nutrisi tinggi, protein dan kalsium

i. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi dan immobilisasi Tujuan: anak akan memperlihatkan perkembangan tumbuh kembang yang sesuia dengan usia yang ditandai dengan tidak menangis, meningkatnya kemandirian dalam perawatan diri, kebutuhan tidur terpenuhi, dan orang tua melakukan support serta berpartisipasi aktif

Tindakan keperawat: Kaji tumbuh kembang anak Berikan aktivitas yang sesuai dan ajarkan pada orang tua untuk partisipasi Intruksikan agar keluarga menemani anak Berikan terapi bermain Pertahankan lingkungan yang tenang Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak

j. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka Tujuan: anak tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi yang ditandai dengan tandatanda vital dalam batas normal, luka kering, tidak terdapat purulent atau pus Tindakan keperawatan: Kaji tanda-tanda infeksi; suhu tubuh, demam, pada luka; drinage, pus atau purulent Lakukan perawatan luka dengan teknik steril Berikan obat antibiotik bila diindikasikan sesuai program Pertahankan balutan luka tetap bersih dan kering

k. Resiko konstipasi berhubungan dengan immobilisasi Tujuan: anak tidak mengalami konstipasi yang ditandai dengan bising usus normal dan buang air beras dengan konsistensi tinja lembek

Tindakan keperawatan: Auskultasi bising usus tiap 4 8 jam Berikan makan yang tinggi serat Lakukan mobilisasi Tingkatkan intake cairan yang sesuia

2. Rencana Pemulangan Kaji tingkat pemahaman orang tua dan anak tentang kondisi Berikan informasi secara lisan atau tulisan untuk melakukan perawatan pada pemasangan gips; menghindari kerusakan gips; basah, bahan-bahan lain yang dapat merusak gips, hindari penggarukan pada gips, jangan menggunakan lampu panas untuk mengeringkan gips Jelaskan untuk mengkaji status neuromuskuler Diskusikan tentang perawatan kulit dan mengidentifikasi tanda dan gejala kerusakan kulit atau infeksi Diskusikan untuk aktivitas perawatan mandiri Jelaskan pentingnya melakukan ROM, dan simulasikan pada orang tua dan anak Jelaskan pada orang tua untuk tetap menstimulasikan tumbuh kembang anak; bermain dan mendukung kreativitas anak.

BAB IV KESIMPULAN

Trauma yang mengakibatkan fraktur dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur, mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ-organ penting lainnya. Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi: fraktur terbuka, fraktur tertutup, dan fraktur komplit serta fraktur tidak komplit. Penatalaksanaan pada fraktur bervariasi sesuai dengan jenis fraktur. Cara penatalaksanaannya mencakup reduksi terbuka, traksi, pemasangan gips, dan remodeling. Analgesik diberikan untuk menghilangkan ras sakit, jenis dan dosisnya bergantung pada intensitas nyeri anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta : PT Faja Interpratama; 2001. 2. Cecily, Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

DAFTAR PUSTAKA Sarwono Prawirohardjo, 2009, Ilmu Kebidanan, PT.Bina Pustaka, Jakarta Jha, Ram Kinkar & Trikha, Vivek; Journal of Indian Association of Pediatric Surgeons; JanMar2011, Vol. 16 Issue 1, p35-36, 2p; Department of Orthopedics, Jai Prakash Narayan Apex Trauma Centre, All India Institute of Medical Sciences Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3, 2007, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta David G, 1987, The newborn child, Churchill Livingstone, New York http://ayurai.wordpress.com/2009/04/10/askeb-neo-trauma-kelahiran-pada-bayi-baru-lahir/ http://maqalah.blogspot.com/2011/09/trauma-pada-bayi-dan-balita-baru-lahir.html http://drzulfadli.my-webs.org/?p=108 http://www.scribd.com/doc/55400802/Referat-Fraktur-Femur-Pada-Anak-Complete

You might also like