You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi semakin hari terus menunjukkan peningkatan.

Salah satu perkembangan dibidang elektronik yaitu pemanfaatan energi cahaya. Komponen komponen elektronik pun diciptakan untuk memanfaatkan energi cahaya tersebut, misal elemenelemen sensitif cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spektrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Salah satu elemen sensitif cahaya adalah sensor cahaya. Sensor cahaya adalah alat yang digunakan untuk merubah besaran cahaya menjadi besaran listrik. Prinsip kerja alat ini adalah mengubah energi dari foton menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat membangkitkan satu elektron. Penggunaan praktis alat sensitif cahaya ditemukan dalam berbagai pemakaian teknik seperti halnya pada sel fotokonduktif. Fotokonduktif adalah alat sensor sinar yang mempengaruhi perubahan tahanan pada sensor tersebut. Energi yang jatuh pada sel fotokonduktif menyebabkan perubahan tahan sel. Apabila permukaan alat ini gelap maka tahanan alat menjadi tinggi. Ketika menyala dengan terang tahanan turun pada tingkat yang rendah. Cadmium Sulphide (CdS) adalah salah satu bahan semikonduktor golongan II VI yang sangat banyak aplikasinya dalam piranti elektronika seperti sel surya, dioda laser, LED, detektor optik, piranti piranti untuk komunikasi optik serta berbagai macam aplikasi lainnya yang terkait dengan sifat semikonduktor. Cadmium Sulphide (CdS) memiliki struktur kubik heksagonal. Cadmium Sulphide (CdS) merupakan bahan semikonduktor yang memiliki celah pita energi sebesar 2,3 2,5 Ev, koefisien absorbsi dan sifat fotokonduksi yang sangat baik karena memiliki sifat fotokonduksi yang baik itulah Cadmium Sulphide (CdS) sangat cocok untuk piranti fotodetektor. Dari nilai celah pita energinya, bahan Cadmium Sulphide (CdS) memiliki serapan optik dalam rentang cahaya tampak. Cadmium Sulphide merupakan semikonduktor sambungan p-n. Semikonduktor sambungan p-n memberikan tanggapan yang relatif terhadap panjang gelombang

yang berbeda dari intensitas cahaya yang diberikan. Dari tanggapan yang relatif tersebut dibuatlah suatu aplikasi regresi dalam menentukan hambatan elektroda sel fotokonduktif CdS (cadmium sulphide).

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu, bagaimana tanggapan fotokonduktor terhadap panjang gelombang yang diberikan secara acak?

1.3 BATASAN MASALAH Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dalam penulisan ini adalah menentukan perkiraan nilai tanggapan fotokonduktor terhadap panjang gelombang yang diberikan dengan metode regresi.

1.4 TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah menentukan hambatan elektroda sel fotokonduktif CdS (cadmium sulphide) dengan motode regresi.

1.5 METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan literatur dari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini. Selain itu, bahan pembuatan makalah ini juga di dapat dari internet berupa artikel dan jurnal-jurnal ilmiah.

BAB II TINJAUAN TEORI

Terdapat dua macam teknik statistik inferensial yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, yaitu statistik parametris dan statistik nonparametris. Statistik parametris lebih banyak digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk interval dan rasio, dengan dilandasi beberapa persyaratan tertentu misalnya data variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Biasanya contoh yang dilakukan beranggotakan n yang cukup besar (n > 30). Analisis statistik yang terdapat pada statistik parametris misalnya analisis regresi (uji hubungan dan pengaruh antar variabel), uji t (uji perbedaan) dua variabel, dan uji perbedaan data lebih dari dua variable. Statistik nonparametris digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk nominal dan ordinal serta tidak dilandasi persyaratan data harus berdistribusi normal. Analisis nonparametris biasanya lebih tepat jika digunakan pada suatu sampling data ukuran kecil. Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan persoalan atau fenomena yang meliputi lebih dari sebuah variabel. Misalnya, berat orang dewasa laki-laki sampai taraf tertentu bergantung pada tingginya, tekanan semacam gas bergantung pada temperature, hasil produksi padi tergantung pada jumlah pupuk yang digunakan, banyak hujan, cuaca, dan sebagainya. Jika dipunyai sebuah data yang terdiri dari dua atau lebih variabel maka dapat diketahui hubungan atau pengaruh antar variabel tersebut. Hubungan dan pengaruh yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Studi yang menyangkut masalah ini dikenal dengan analisis regresi linier. Analisis regresi linier juga digunakan untuk meramalkan suatu variabel (variabel dependen) berdasar satu atau beberapa variabel lain (variabel independen) dalam suatu persamaan linier. Ada dua macam analisis regresi linier yaitu analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier ganda.

2.1

Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi linier sederhana terdiri dari satu variabel dependen (variabel

terikat) dan satu variabel independen (variabel bebas). Analisis regresi linier sederhana dinyatakan dengan hubungan persamaan regresi
Y a bX
a ( Yi )( X i ) ( X i )( X i Yi )
2

n X i X i
2

b
Keterangan : X Y a b

n X i Yi - ( X i )( Yi ) n X i X i
2 2

: Variabel independen : Variabel dependen : Konstanta : Koefisien regresi

Pada analisis regresi linier sederhana ada dua uji pokok, yaitu uji kelinieran dan uji koefisien. (1) Uji Kelinieran

Hipotesis: H0 : Persamaan regresi tidak linier H1 : Persamaan regresi linier Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, jika nilai sig pada output ANOVA lebih dari (5%) atau nilai F hitung pada output ANOVA kurang dari F tabel maka H0 diterima.

(2)

Uji Koefisien

Hipotesis: H0 : Koefisien regresi tidak signifikan H1 : Koefisien regresi signifikan Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, jika nilai sig pada output Coefficients lebih dari (5%) atau nilai T hitung pada output Coefficients kurang dari T tabel maka H0 diterima. Model persamaan regresi linier sederhana dapat dilihat pada output Coefficients. Sedangkan untuk mengetahui besarnya nilai kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat pada output Model Summary. 2.2 Analisis Regresi Linier Ganda Analisis regresi linier ganda terdiri dari satu variabel dependen dan beberapa variabel independen. Analisis regresi linier ganda dinyatakan dengan hubungan persamaan regresi:

Y a0 a1 X 1 a2 X 2 ... ak X k
a0 Y a1 X 1 a2 X 2
a2 ( X 1i )( X 2iYi ) ( X 1i X 2i )( X 1iYi )
2

( X 1i )( X 2i ) ( X 1i X 2i ) 2
2 2
2

a1

( X 2i )( X 1iYi ) ( X 1i X 2i )( X 2iYi ) ( X 1i )( X 2i ) ( X 1i X 2i )
2 2 2

Keterangan : X1, X2, ..., Xk Y ao : Variabel independen : Variabel dependen : Konstanta

a1, a2, a3, an

: Koefisien regresi

Pada analisis regresi linier ganda ada enam uji pokok, yaitu: (1) Uji Kelinieran

Hipotesis: H0 : Persamaan regresi tidak linier H1 : Persamaan regresi linier Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, jika nilai sig pada output ANOVA lebih dari (5%) maka H0 diterima. (2) Uji Koefisien

Hipotesis: H0 : Koefisien regresi tidak signifikan H1 : Koefisien regresi signifikan Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, jika nilai sig pada output Coefficients lebih dari (5%) maka H0 diterima (Trihendradi 2006: 158). (3) Uji Normalitas Data Berdasarkan teori statistika model linier hanya variabel dependen yang mempunyai distribusi diuji normalitasnya, sedangkan variabel independen diasumsikan bukan merupakan fungsi distribusi, jadi tidak perlu diuji normalitasnya. Salah satu cara untuk menguji kenormalan data yaitu dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis: H0 : Variabel adalah normal H1 : Variabel adalah tidak normal Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, jika nilai sig pada output NPar Tests lebih dari (5%) maka H0 diterima. Selain itu kenormalan data dapat juga dideteksi dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau melihat grafik histograf dari residualnya. Jika data

menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis histograf menuju pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

(4)

Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antara variabel bebas. Jadi uji multikolinearitas terjadi hanya pada regresi ganda. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi tinggi diantara variabel bebas. Gejala multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflasi Factor (VIF) dan tolerance pada output Coefficients. Multikolinearitas terjadi jika VIF berada di atas 10 dan nilai tolerance di atas 1. (5) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antar error satu dengan error yang lainnya. Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW) pada output Model Summary. Ketentuan jika -2 < DW < 2 berarti tidak terjadi autokorelasi. (6) Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila error atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varian yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat diagram residual terhadap variabel bebas pada output Scatterplot. Jika nilai error membentuk pola tertentu tidak bersifat acak terhadap nol maka dikatakan terjadi heteroskedasti. Model persamaan regresi linier ganda dapat dilihat pada output Coefficients. Sedangkan untuk mengetahui besarnya nilai kontribusi variabel bebas secara bersamasama terhadap variabel terikat dapat dilihat pada output Model Summary. 2.3. Dioda Foto Dioda foto adalah jenis diode yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda dengan diode biasa, komponen elektronika ini akan mengubah cahaya menjadi arus listrik. Cahaya yang dapat dideteksi oleh dioda foto ini mulai dari cahaya infra merah, cahaya tampak, ultra ungu sampai dengan sinar-X. aplikasi dioda foto mulai dari

penghitung kendaraan di jalan umum secara otomatis, pengukur cahaya pada kamera serta beberapa peralatan di bidang medis. Alat yang mirip dengan dioda foto adalah Transistor Foto (phototransistor). Transistor foto ini pada dasarnya adalah jenis transistor bipolar yang menggunakan kontak (junction) base-collector untuk menerima cahaya. Komponen ini mempunyai sensitivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan diode foto. Hal ini disebabkan karena elektron yang ditimbulkan oleh foton cahaya pada junction ini di-injeksikan di bagian Base dan diperkuat dibagian kolektornya. Namun demikian, waktu respon dari transistor-foto secara umum akan lebih lambat dari pada diode-foto.

BAB III PEMBAHASAN

You might also like