You are on page 1of 17

ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Oleh Mukhlis A. Hamid, M.S.

Disampaikan pada Dialog Sastra 1996, Jangka, Bireuen, 21 Desember 1996

Diunduh 8 03 2011 I. Pengantar Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan selama ini sering diaggap kurang penting dan dianaktirikan oleh para guru, apalagi pada guru yang pengetahuan dan apresiasi sastra (dan budayanya) rendah. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati siswa. Padahal, bila kita kaji secara mendalam, tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk menumbuhkan keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan para siswa terhadap bahasa dan sastra Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur. Dengan demikian, tugas guru bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya memberi pengetahuan (aspek kognitif), tetapi juga keterampilan (aspek psikomotorik) dan menanamkan rasa cinta (aspek afektif), baik melalui kegiatan di dalam kelas ataupun di luar kelas. Makalah ini mencoba mengulas beberapa hal yang berkait dengan realitas sastra Indonesia saat ini, dampaknya terhadap pengajaran, serta alternatif jalan keluarnya. Ulasan ini diharapkan dapat menggugah kembali kesadaran kita untuk menempatkan pengajaran sastra Indonesia pada tempat yang layak dan sejajar dengan mata ajar lainnya. II. Realitas Sastra Indonesia dalam Masyarakat Indonesia Kini Sastra dianggap kurang penting dan kurang berperan dalam masyarakat Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri sehingga konsepkonsep yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya perhatian anggota masyarakat terhadap kegiatan kesastraan (dan kebudayaan pada umumnya) merupakan salah satu indikasi adanya kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan (dan kebudayaan) dianggap hanya memberi manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak dan masih dapat ditunda. Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian para murid dan pengelola sekolah terhadap mata pelajaran yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mata pelajaran kemanusiaan (humaniora). Ketiadaan laboratorium bahasa,

sanggar seni, buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain yang diperlukan dalam pengajaran merupakan bukti konkret adanya kepincangan tersebut. Bila kita jujur dan masih tetap menganggap pendidikan merupakan upaya lain untuk memanusiakan manusia, perhatian terhadap semua materi ajar di sekolah haruslah seimbang dan saling sumbang. Tawaran untuk menggunakan pendekatan integral dalam pengajaran berbagai materi ajar di sekolah merupakan jalan keluar awal untuk mengakhiri kepincangan selama ini. Sekarang tinggal lagi bagaimana guru menafsirkan konsep integralistik tersebut dan bagaimana pula mewujudkannya dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran sastra di sekolah sehingga mata pelajaran ini menjadi menarik dan mendapat tempat di hati siswa. Hal-hal yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah meyakinkan siswa bahwa pengajaran sastra tidak hanya menawarkan hiburan sesaat, tetapi juga akan memberi berbagai manfaat lain bagi siswa. Pengajaran sastra secara langsung ataupun tidak akan membantu siswa dalam mengembangkan wawasan terhadap tradisi dalam kehidupan manusia, menambah kepekaan terhadap berbagai problema personal dan masyarakat manusia, dan bahkan sastra pun akan menambah pengetahuan siswa terhadap berbagai konsep teknologi dan sains. Penikmatan yang apresiatif terhadap puisi, prosa fiksi, drama dalam berbagai genre akan membuktikan kemanfaatan tersebut pada siswa. Selanjutnya, guru pun harus berusaha mengubah teknik pembelajaran sastra di sekolah. Selama ini pengajaran sastra (dan juga bahasa) Indonesia lebih diarahkan pada aspek sejarah dan pengetahuan sehingga siswa dipacu untuk menghafal, bukan untuk memproduksi atau mengahayati karya yang diajarkan. Tampaknya guru harus kembali melihat dan memahami tujuan pengajaran sastra di sekolah sehingga konsep pengajaran yang apresiatif benar-benar dapat diwujudkan pada masa yang akan datang. Kita memang menayadari adanya kesukaran dalam mengajarkan apresiasi sastra pada siswa yang tingkat keakraban mereka dengan karya sastra relatif kurang. Kita juga menyadari bahwa tidak semua guru memiliki kemampuan apresiasi sastra yang relatif memadai. Namun demikian, guru harus berusaha secara bertahap untuk melatih kemampuan apresiasinya dan berusaha pula mengajarkan apresiasi kesastraan kepada siswa. Kegiatan apresiasi sastra tidak hanya diajarkan dalam bentuk pembacaan karya sastra oleh siswa. Kegiatan ini dapat juga diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan berbagai teknik pembelajaran. Kegiatan deklamasi, lomba penulisan puisi, musikalisasi puisi, dramatisasi puisi, mendongeng, pembuatan sinopsis, bermain peran, penulisan kritik dan esei, dan berbagai kegiatan lain dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan apresiasi sastra pada siswa. Berbagai kegiatan tersebut dijamin akan menumbuhkan penghayatan, pencintaan, dan penghargaan yang relatif baik pada para siswa terhadap mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Hal lain yang juga perlu dipikirkan saat ini adalah pemanfaatan dan pengadaan buku/ bacaan kesastraan di sekolah. Pemerintah, di satu sisi, telah berusaha melengkapi buku bacaan untuk para siswa melalui Proyek Pengadaan Buku Bacaan. Meskipun bahan yang dikirimkan ke sekolah belum memadai, guru seharusnya dapat memanfaatkan sarana yang ada itu untuk memancing kreativitas membaca dan mencipta pada siswa. Di samping itu, guru dan pihak sekolah harus juga berusaha membeli bacaan lain, seperti surat kabar, kumpulan puisi, dan berbagai media lain yang harganya relatif murah. Untuk kepentingan pengajaran sastra di Aceh, misalnya, guru cukup membeli harian Serambi Indonesia edisi Minggu, atau harian-harian lain yang edisi khususnya memuat/membahas masalah kesastraan/kebudayaan. Alternatif ini diharapkan dapat membantu mengisi ketiadaan sumber belajar yang selama ini menjadi kendala dalam pengajaran sastra. Kendala lain yang tampaknya juga perlu dicarikan pemecahannya adalah sistem evaluasi pengajaran sastra (dan bahasa) yang cenderung ke aspek kognitif/pengetahuan. Selama ini, ulangan caturwulan dan ebtanas memang lebih terfokus pada evalusi pengetahuan para siswa. Guru tidak perlu berkecil hati dengan kondisi ini. Kalau mau, evaluasi yang mengarah ke penumbuhan keterampilan dan apresiasi masih dapat dilaksanakan di berbagai kesempatan lain di luar dua bentuk evaluasi di atas. Evaluasi keterampilan dan apresiasi siswa ini dapat saja dilakukan melalui penugasan di rumah, kegiatan ekstrakurikuler, dan berbagai kegiatan lain. Sekarang tinggal lagi mau atau tidakkah guru bahasa/guru kelas memanfaatkan kesempatan itu untuk evaluasi yang tidak hanya mengagungkan aspek hafalan pada siswa. Terakhir, guru bahasa dan pihak sekolah tampaknya juga perlu mengaktifkan kembali sanggarsanggar siswa di sekolah. Kegiatan sanggar di luar jam belajar secara langsung pasti akan berpengaruh terhadap penumbuhan keterampilan, kecintaan, penghayatan, dan penghargaan yang positif terhadap sastra (dan bahasa) Indonesia pada siswa. Bagaimanapun kita tetap bersepakat bahwa penumbuhan kreativitas, penyaluran bakat/minat, dan pembinaan moral siswa tidak hanya dilaksanakan pada saat-saat belajar secara formal di dalam kelas, tetapi juga melalui kegiatan ekstrakurikuler di luar jam belajar. III. Penutup Itulah gambaran sepintas terhadap kondisi sastra dan pengajaran sastra Indonesia hingga hari ini. Bila guru sastra (dan bahasa) Indonesia masih tetap berdiam diri dan hanya duduk mengurut dada, kondisi tersebut akan terus berlanjut pada hari-hari yang akan datang. Karenanya, kesempatan dialog kali ini diharapkan dapat memberi sugesti kepada kita untuk kembali memperbaharui niat, menumbuhkan tekad, dan bersiap untuk kembali membenahi pengajaran sastra (dan bahasa) Indonesia di sekolah. Memang ada di antara kita yang terlanjur menjadi guru dan terlanjur pula memilih menjadi guru bahasa Indonesia (yang kita anggap sangat mudah itu). Namun, keterlanjuran itu harus kita nikmati

sampai hari-hari yang akan datang. Karenanya, saat ini kita harus memilih: tetap menjadi guru sastra atau beralih ke bidang lain yang mungkin jauh lebih mudah dan menjanjikan masa depan yang jauh lebih cemerlang. Bila kita tetap memilih menjadi guru sastra Indonesia, mulai sekarang kita harus bertekad membuka diri, menambah wawasan, dan berusaha menjadi guru yang ditunggu-tunggu oleh para siswa. Semoga . Biodata Penulis Mukhlis A. Hamid, lahir di Peukan Bada, Aceh Besar, 2 Desember 1962. Pendidikan dasar diselesaikan di Peukan Bada dan Lhoknga, Aceh Besar, pendidikan keguruan diselesaikan di SPG Banda Aceh, 1981, S-1 pada FKIP Univ. Syiah Kuala diselesaikan tahun 1986, S-2 Ilmu Sastra (Humaniora) pada Program Pascasarjana Univ. Padjadjaran, Bandung terselesaikan pada 1993. Saat ini penulis bekerja sebagai dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia, FKIP, Univ. Syiah Kuala, Banda Aceh, pekerja sosial pada Yayasan Janur Kuning Perwakilan Aceh, dan relawan pada Lembaga GN-OTA Prop. DI Aceh.

2007 04/20 KATEGORI Opini

http://gemasastrin.wordpress.com/2007/04/20/pengajaran-sastra-indonesia-disekolah/ http://gemasastrin.wordpress.com/2007/04/20/pengajaran-sastra-indonesia-disekolah/

dalharindo
PENGAJARAN SASTRA PUISI DI SEKOLAH *
30 September 2009 at 06:09 (Tak Berkategori)

Selasa, 2008 Agustus 26


pengajaran sastra puisi

Oleh: M. Amir Tohar** Berbicara soal pengajaran sastra di sekolah maka tujuan yang harus dicapai ada-lah siswa mampu menikmati, menghayati, memamahi, dan memanfaatkan karya sastra; untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkat-kan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Di samping itu, secara khusus, siswa menguasai dan membedakan antara karya sastra berbentuk prosa, naskah drama, dan puisi. (B.Rahmanto, 2000:654). Berangkat dari persoalan ini, maka pengajaran sastra Indonesia bertujuan sangat mulia, dan sangatlah penting bagi para siswa. Persoalannya sekarang bahwa pengajaran sastra Indonesia di sekolah, berada (atau dimasukkan) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga, kemungkinan besar, pelajaran sastra tidak begitu banyak diajarkan kepada siswa, karena lebih menekankan pelajaran tata bahasa. Lebih lagi, apabila gurunya tidak suka akan sastra maka pelajaran sastra akan dilewatinya. Sungguh ironis, tentunya! Padahal tujuan pengajaran sastra sangat mulia seperti yang saya sebutkan di muka. Dalam pengajaran sastra, terbagi atas pengajaran sastra prosa (cerpen, novel, roman dll.), puisi (elegi, dramatik, satirik, kontemplatif, naratif dll.), dan naskah drama (panggung, sinetron, modern dll.). Pada makalah saya ini saya hanya akan membicarakan soal pengajaran sastra puisi yang menyangkut masalah penulisan dan pembacaannya. Ini sesuai dengan profesi yang saya tekuni sebagai penulis puisi selama ini.

Menulis Puisi Pengajaran sastra genre puisi bagi siswa memang tidak mudah. Setidaknya bagi para guru yang mengajar bahasa Indonesia, pastilah agak merasa kesulitan dalam pengajarannya. Karena materi pelajaran puisi tidak bisa diajarkan secara gampang seperti pelajaran matematika. Lebih lagi jika gurunya tidak suka akan puisi. Menulis puisi biasanya berkaitan dengan beberapa hal berikut ini: 1. pencarian ide (ilham); 2. pemilihan tema; 3. penentuan jenis puisi; 4. pemilihan diksi (kata yang padat dan khas); 5. pemilihan permainan bunyi; 6. pembuatan larik yang menarik (tipografi); 7. pemilihan pengucapan; 8. pemanfaatan gaya bahasa; 9. pemilihan judul yang menarik. Sedangkan pengertian puisi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti membuat atau poeisis yang berarti pembuatan. Di dalam bahasa Inggris disebut sebagai poem atau poetry. Puisi berarti pembuatan, karena dengan menulis puisi berarti telah menciptakan sebuah dunia. (Sutedjo dan Kasnadi, 2008:1).

Pengertian puisi, maka menyiratkan beberapa hal yang penting, antara lain: 1. Puisi merupakan ungkapan pemikiran, gagasan ide, dan ekspresi penyair; 2. Bahasa puisi bersifat konotatif, simbolis, dan lambang; oleh karena itu puisi penuh dengan imaji, metafora, kias, dengan bahasa figuratif yang estetis; 3. Susunan larik-larik puisi memanfaatkan pertimbangan bunyi dan rima yang maksimal; 4. Dalam penulisan puisi terjadi pemadatan kata dengan berbagai bentuk kekuatan bahasa yang ada; 5. Unsur pembangun puisi mencakup unsur batin dan lahir, sehingga menjadi padu; 6. Bahasa puisi tidak terikat oleh kaidah kebahasaan umumnya, karena itu, ia memiliki kebebasan untuk menyimpang dari kaidah kebahasaan yang ada, bernama licentia poetica. Sebelum kita mengajarkan bagaimana menulis puisi, seorang guru sebaiknya harus memandang semua para siswanya mepunyai kemampuan yang sama dalam hal penulisan, sehingga para siswa tidak menjadi malas untuk menulis. Harus kita sadari bahwa semua siswa adalah: kreatif, imajinatif, ilusif, jenius, dan komunikatif. Untuk itulah, tantangan yang kita hadapi di depan siswa, bahwa mereka haruslah diajak bersama-sama untuk terlibat dalam mata pelajaran sastra yang kita ajarkan. Mengawali untuk pelajaran menulis puisi, sebaiknya setiap siswa disuruh untuk membacakan sebuah puisi di depan kelas, secara bergiliran. Dari hasil pembacaan puisi secara bergiliran ini, maka kita akan mendapatkan hasil, bahwa mereka para siswa akan berani tampil didepan kelas, di samping akan mendapatkan vocabulary diksi yang baik dari isi puisi yang ditulis penyair. Seiring para siswa yang telah mendapatkan banyak vocabulary diksi yang baik tersebut, baru kemudian kita mengajak mereka untuk menuliskan puisi. Untuk memudahkan dalam penulisan puisi, maka banyak cara yang dapat digunakan dalam konsep pembuatannya: 1. Niteni, nirokne, dan nambahi: Dalam cara ini, seseorang siswa pada mulanya diajak untuk mengingat-ingat sebuah karya puisi, lantas disuruh untuk mencoba mencontoh naskah puisi tersebut, dan kemudian diajak untuk menambahi (mengubah) kata-kata lain yang sesuai dengan kreativitas pikirannnya. 2. Epigonal, aforisme, outbond, dan cinta a. epigonal: cara epigonal ini, seorang disuruh menirukan naskah-naskah puisi yang sudah ada dengan menambahi sesuai kreativitasnya; b. aforisme: pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran umum. contoh seperti peribahasa: alah bisa karena biasa. Para siswa diajak menulis puisi, berangkat dari peribahasaperibahasa yang telah diajarkan guru sebelumnya. Tentunya dalam hal ini, perlu kreativitas tersendiri bagi siswa; c. outbond: para siswa diajak di luar sekolah guna mengamati apa saja yang ada di luar sekolah tersebut. Mereka bisa menulis tentang: daun, pohonan, pengemis, petani, gunung, panas cuaca, hujan atau apa saja yang mereka temuai di kegiatan outbond tersebut; d. cinta: cara yang terakhir ini adalah konsep yang barangkali paling mudah bagi para siswa, karena

mereka disuruh menulis puisi berdasarkan cinta. Boleh cinta kepada orang tua, kekasih, alam, tanah air, dan banyak lagi. Selain beberapa cara tersebut di atas, maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam penulisan puisi adalah bagaimana para siswa bisa menulis puisi dengan menggunakan katakata dasar dalam penulisannya. Mengapa demikian? Karena puisi yang baik adalah puisi yang mempunyai sedikit kata, tapi punya banyak makna. Nah sekarang mari kita coba bersama-sama menulis puisi dengan berbagai cara tersebut di atas. Semoga ada hasilnya! Membaca Puisi Dunia baca puisi atau poetry reading, sekarang ini sedang banyak digemari oleh kalangan masyrakat. Dari kalangan pelajar yang suka belajar baca puisi untuk kegiatan lomba-lomba, atau untuk kegiatan pentas tujuhbelasan, hingga untuk kegiatan perpisahan di sekolah. Acara baca puisi tidak pernah ketinggalan ikut tampil dalam acara-acara tersebut. Tapi ternyata, baca puisi, yang termasuk juga dalam kategori membaca indah itu, tidak semudah dilakukan oleh seseorang. Apalagi bagi orang yang awam, dan tak pernah naik panggung. Bagi mereka mungkin sulit, tapi tidak bagi mereka yang sudah terbiasa membacanya. Sementara itu membaca puisi, selain sebagai jenis membaca indah, juga merupa-kan salah satu kegiatan apresiasi sastra. Apresiasi sastra dapat diartikan sebagai usaha pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap karya sastra, sehingga menimbulkan kegairahan terhadap sastra tersebut. Apresiasi sastra juga dapat menciptakan kenikmatan yang timbul sebagai akibat pengenalan dan pemahaman terhadap sastra. Sedangkan salah satu bentuk apresiasi sastra adalah dengan cara membaca puisi. Karena dengan membaca puisi seseorang akan dapat kenal dan paham, serta menimbulkan gairah, serta kenikmatan terhadap perilaku kehidupan seseorang. Mengapa demikian? Karena pembaca akan menangkap keindahan, kemerduan bunyi, serta mungkin pesan-pesan moral yang terdapat dalam sastra, sehingga nurani-nya tersentuh, yang pada akhirnya perilaku kehidupan sehari-hari seseorang tersebut akan juga berubah ke arah yang lebih baik. Sedangkan untuk menghasilkan pembacaan puisi yang baik dalam suatu performance art ada beberapa syarat, di antaranya adalah: pertama yang harus dilakukan seorang pembaca puisi adalah mengetahui lebih dulu interpretasi: penafsiran dari isi puisi tersebut, baru kemudian membacanya. artikulasi: tekanan kata, yaitu mengucapkan kata secara tepat dan jelas atau pelafalan harus benar; volume : lemah dan kerasnya suara (usahakan suara asli pembaca dan suara tidak dibuat-buat); tempo : pengucapan cepat dan lambatnya suara disesuaikan dengan isi puisi; modulasi : mengubah suara dalam baca puisi; intonasi : tekanan dan lagu kalimat; teks puisi: dalam baca puisi, seharusnya teks puisi yang dibaca tidak menutup wajah pembaca, dan bahkan jika bisa teks tersebut bisa dijadikan alat/sarana akting. akting : usahakan dalam baca puisi tidak terlalu banyak gerak, sehingga tidak over-acting. Agar memudahkan anak berlatih bergerak (moving) maka pada bait pertama, anak berada di posisi tengah stage (panggung), maka pada bait berikutnya ke posisi kanan atau kiri stage. Bisa juga di posisi belakang atau

di depan stage (panggung). Selain aspek yang telah saya kemukakan di atas, perlu pula seorang pembaca puisi mempunyai penampilan seni atau nyeni (performance-art), artinya seorang pembaca puisi tidak harus bersikap sempurna seperti tentara akan baris, tapi usahakan juga berakting dengan indah, melalui gerak tangan dan kaki, ekspresi muka, dan lain sebagainya. Lantas mau memanfaatkan stage atau panggung yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini biasanya disebut sebagai teknik menghidupkan suasana atau mood, agar bacanya menjadi intelligible (yang dapat dimengerti, mantap dan meyakin-kan bagi pendengar/audiens), dan audible (dapat didengar dengan jelas pelafalan bacanya) , dan kemudian isi puisi yang disampaibacakan tersebut bisa ditangkap oleh penonton.. Dari uraian di atas, tampaknya membaca puisi memang gampang. Tapi sebenarnya tak semudah yang kita omong-bicarakan. Ayo kita coba baca puisi Ayo kita coba baca puisi, berikut ini naskah puisi **bagi anak-anak SD dan SMP: aming aminoedhin DI MANA MEREKA SEKOLAH desa temanku tenggelam sudah tak ada lagi tanaman hijau tinggal kini terlihat atap-atap rumah tampak seperti mengigau igauan suaranya perih atap-atap rumah seakan merintih dari lumpur yang membuat hancur hingga beribu penghuninya kabur desa temanku tenggelam sudah aku tak tahu ke mana mereka pindah di mana mereka kini sekolah Sidoarjo, 12/2/2008 aming aminoedhin AKU LUPA MENGAJI Pada musim kemarau rumput-rumput di tanah lapang mengering. Daun di pepohonan kering Angin terlalu kencang menerbangkan debu dan layang-layang layang-layangku nan gagah terbang diulur panjangnya benang Hati ini jadi riang bermain layang-layang hingga aku lupa belajar mengaji di mushola

Barangkali aku berdosa lantas aku berjanji dalam hati tak mengulangnya di esok hari Mojokerto, 1999 aming aminoedhin JENDELA DUNIA Almari Bapakku dipenuhi buku kata Ibu, semua buku-buku itu adalah jendela dunia jika aku mau baca segala ilmu akan kusua Ternyata benar, kata Ibu selepas buku-buku kubaca dunia tampak ada di sana ada yang hitam dan putih ada yang senang dan sedih Jadi kawan! bacalah buku agar kau bertemu segala ilmu Baca dan bacalah buku karena buku adalah jendela dunia sejuta ilmu pasti kau sua Mojokerto, 19/10/1999 aming aminoedhin BERJAMAAH DI PLAZA kata seorang kyai, belajar ngaji adalah amalan yang patut dipuji dan sholat berjamaah dapat pahala berkah berlipat-lipat jumlah tapi kenapa banyak orang belajar nyanyi, belajar tari dan baca puisi? tapi kenapa banyak orang berjamaah hanya di plaza-plaza hamburkan uang berjuta-juta?

adakah ini dapat dipuji, dan adakah plaza menyimpan pahala berlipat ganda? ah barangkali saja, plaza-plaza telah jadi berhala baru yang dipoles gincu begitu indah dan banyak orang ikut berjamaah Surabaya, 1992 aming aminoedhin TENTANG BUNGA
* mira aulia alamanda

bunga-bunga tumbuh di halaman boleh mekar setiap hari. dan mimpi-mimpi segar yang terurai seakan bergetar menabuh hati dentang suaranya membuka jendela dunia mendendangkan lagu cinta menyejuta jumlahnya, merdu terdengar melebihi suara rebana melebihi suara biola melebihi suara vina1
melebihi suara salena2 bunga-bunga melati kau suka akan tetap ada. dan kau boleh tak percaya ia seperti menagih janji kelak kau dewasa bisa bernyanyi seperti mimpi orang tua tak hanya melebihi vina dan salena tapi juga bisa mengaji dan tahu agama melebihi kyai yang ada di ujung desa

mira, itulah bunga-bunga yang kau suka. memutih putih suci mengingatkan kita akan surga yang kelak kita bersua bersama keluarga Desaku Canggu, 18/2/2005 aming aminoedhin TELEVISI kotak kaca ajaib itulah yang telah menyulap tingkah anakku pandai berulah

kotak kaca ajaib itu pula yang jadi guru bagi anak-anakku bertingkah laku melangkahkan sopan santun jadi tak beruntun barangkali kotak kaca ajaib itu pula, yang akan jadi orang tua bagi anak-anak yang ditinggal ibu-bapak dan kotak kaca ajaib menyudutkan kita sholat dalam lima waktu tak tertib Surabaya, 1995 NYANYIAN TANAH GARAM karya: aming aminoedhin masih seperti tahun-tahun pertama dulu aku sempat menjamah tanahmu angin laut demikian keras mendera dari pantai kamal madura lelangit sumilak terbuka biru sebiru rinduku padamu nelayan terguncang gelombang bersama ikan-ikan tangkapan dalam perahu sementara layang-layang terbang dari tangan anak-anak yang riang aku termangu berdiri di pantai itu kemudian ada kenangan lintas di mataku ternyata kenangan itu telah lama berlalu namun kukira telah membatu dalam diriku sebab dera angin laut kebiruan langit keterguncangan nelayan layang-layang yang terbang seakan baru seminggu berlalu Surabaya, 1987 Membaca puisi, yang merupakan cabang seni membaca indah, memang tidak mudah. Tapi yang pasti diperlukan latihan-latihan yang lebih intens lagi. Pembaca yang baik, adalah yang sudah terbiasa di atas pentas, sehingga tidak ada lagi kata demam panggung.

Terakhir, bahwa membaca puisi itu ternyata gampang, lantas mengapa kita tak mencoba menulis puisi, kemudian membacakannya sendiri? Terakhir, selamat mencoba menulis dan membaca puisi! Semoga berhasil! aming aminoedhin Desaku Canggu, 11 Maret 2008
* materi ceramah sastra di depan para guru se-kabupaten bangkalan, 3-4 juni 2008 ** lebih dikenal dengan nama: aming aminoedhin, penyair ** akan termuat di kumpulan Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya aming aminoedhin 1 Vina Panduwinata, penyanyi si burung Camar 2 Salena Jones, penyanyi jazz si negro hitam DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk. 2000. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi, Jakarta: Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa (Depdiknas) Aminoedhin, Aming. 2000. Apresiasi Sastra Lewat Baca Puisi, Surabaya: Jurnal Gentengkali Endraswara, Suwardi,. 2002. Metode Pengajaran Apresiasi Sastra, Yogyakarta:CV Radhita Buana Mohamad, Goenawan. 2007. Sudamala, Seni, dan Beda: Ke Arah Tafsir Lain Tentang Keindahan(Orasi Budaya) , Surabaya: Fakultas sastra Unair Nadeak, Wilson. 1985. Pengajaran Apresiasi Puisi, Bandung: CV Sinar Baru Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra, Jakarta: PT Gramedia Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Yuk Rame-rame Nulis Puisi (Makalah Ceramah), Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya Sutedjo dkk. 2008. Kajian Puisi, Ponorogo: STKIP PGRI Ponorogo Tjahjono, Tengsoe. 2000. Membidik Bumi Puisi, Surabaya: Penerbit Sanggar Kalima

Suka Be the first to like this post.

http://dalharindo.wordpress.com/2009/09/30/pengajaran-sastra-puisi-di-sekolah/

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/jiw/article/viewFile/17060/17023

PENGAJARAN APRESIASI PUISI DI SEKOLAH


2 September 2009 bektipatria kesastraan apresiasi, pengajaran, puisi 2 Komentar Puisi bukanlah sesuatu yang baru bagi kita semua. Namun, bukan rahasia lagi bahwa bagi sebagian siswa seperti yang dialami penulis baru mendengar kata puisi langsung terbayang sesuatu yang sulit, sesuatu yang tidak terjangkau. Mereka sepertinya ingin sedapat mungkin menghindar, atau tidak usah bertemu dengan yang namanya puisi. Hal ini bahkan tidak saja terjadi pada siswa, tetapi juga pada guru bahasa Indonesia. Terlebih jika dikaitkan dengan kegiatan apresiasi. Padahal, kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dihindari dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia karena memang ada dalam kurikulum sekolah. Lalu apa yang harus diketahui dan dilakukan guru agar pengajaran apresiasi puisi di sekolah dapat berjalan dengan baik sesuai harapan? Apresiasi puisi pada dasarnya merupakan sikap jiwa pembaca terhadap puisi yang dibaca. Apresiasi puisi menyiratkan suatu kualitas rohaniah menghadapi objek yang disikapi, yakni puisi. Pembelajaran apresiasi puisi pada hakikatnya merupakan pembelajaran menggali nilai yang terdapat dalam puisi tersebut. Hal yang termasuk kegiatan apresiasi puisi antara lain 1) Membaca puisi, 2) Menganalisis puisi, 3) Membuat ulasan mengenai suatu puisi, 4) Menampilkan puisi melalui deklamasi atau musikalisasi puisi, 5) Menulis puisi Tujuan yang harus dicapai dalam pengajaran apresiasi puisi adalah 1) Siswa memperoleh kesadaran yang lebih baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan kehidupan di sekitarnya, 2) Siswa memperoleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi, 3) Siswa memperoleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi. Agar tujuan tersebut tercapai, maka tugas guru dalam pengajaran apresiasi puisi adalah 1) Mendidik dan membimbing siswa agar mampu mencintai sastra (puisi) agar dapat mengapresiasi secara benar, 2) Membekali dirinya agar mampu mengapresiasi sastra (puisi) sebelum mendidik siswanya. Di samping itu, guru juga harus mampu menempatkan diri sebagai 1) apresiator yang menjembatani antara siswa dengan puisi, 2) motivator yang mampu menumbuhkan rasa apresiasi pada diri siswa, 3) perunding yang mampu dengan penuh kearifan untuk mengakomodasikan berbagai tanggapan dari siswa sebagai bentuk apresiasi terhadap puisi yang tengah dinikmati. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan puisi 1. Pemilihan bahan

Pemilihan bahan merupakan hal yang menentukan keberhasilan pengajaran apresiasi puisi. Bila tidak tepat dalam memilih puisi, akibatnya akan berkepanjangan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan a. Aspek bahasa Hal ini menyangkut pada pilihan kata atau ungkapan yang digunakan dalam sebuah puisi. Puisi dengan ungkapan dan pilihan kata yang indah, bahasa yang tinggi belum tentu cocok dengan siswa. Sebab bahasa, ungkapan, dan pilihan kata yang indah kadang justru sulit dipahami oleh siswa. Hal ini akan membuat siswa takut dan akhirnya menjauhi puisi b. Aspek kematangan jiwa (psikologis), usia Dalam memilih puisi bahan pengajaran hendaknya memerhatikan usia siswa. Tema-tema apa saja yang menarik bagi siswa usia tertentu. Mungkinkah siswa diajak menganalisis keadaan sekitar melalui puisi yang akan diberikan. Hal ini menyangkut pada jenis puisi serta isi puisi yang akan diajarkan. c. Aspek latar belakang sosial budaya (lingkungan) siswa Pengajaran apresiasi puisi akan lebih efektif kalau diawali dengan penyajian puisi yang memiliki suasana lingkungan yang akrab dengan anak didik. Misalnya puisi yang menggambarkan pedesaan lebih cocok untuk siswa di desa, sementara puisi tentang polusi atau penggusuran lebih cocok untuk siswa di kota. 2. Penyajian Penyajian yang tepat akan menarik minat siswa terhadap puisi. Untuk itu, dalam penyajian diperlukan a. Pelacakan pendahuluan Pelacakan pendahuluan ini perlu dilakukan agar guru memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan diajarkan. b. Penentuan sikap pada tahap ini yang harus dipertimbangkan adalah tingkat kesukaran dan bobot permasalahan yang ditampilkan dalam puisi yang akan diajarkan. c. Introduksi/ pengantar memberikan pengantar di depan siswa dengan memperhatikan keadaan siswa dan karakteristik puisi yang akan diajarkan. Kemampuan guru dalam memberikan pengantar akan sangat menentukan keberhasilan pengajaran apresiasi puisi. d. Penyajian

Dalam menyajikan, usahakan dalam suasana santai dan siswa tidak merasa terpaksa dalam mengikuti pelajaran. Dalam kondisi demikian pengajaran apresiasi puisi akan lebih berhasil. e. Diskusi dalam kegiatan ini sepenuhnya tergantung pada daya imajinasi guru, karakteristik atau kekhususan puisi, dan keaktifan siswa. f. Pengukuhan Melalui pengukuhan siswa dapat lebih memahami hal yang baru saja dipelajari Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan kegiatan pegajaran apresiasi puisi di sekolah dapat terlaksana sesuai dengan tujuan. Berikut ini contoh-contoh puisi yang dapat digunakan dalam pembelajaran apresiasi puisi di sekolah AKHIRNYA (A. Mustofa Bisri) Akhirnya api keserakahan kalian membakar hutan belukar dan dendam asapnya menyesakkan nafas berjuta-juta manusia memedihkan mata mereka. Akhirnya kalian harus memetik hasil dari apa yang kalian ajarkan. Ribuan orang kini telah pandai meniru kalian menjarah apa saja yang tersisa dari sehabis jarahan kalian Beberapa tokoh sudah pandai meniru kalian Menyembunyikan gombal kepentingan dalam retorika yang dimanis-maniskan. Akhirnya kalian harus membayar kemerdekaan dan kedamaian

yang selama ini kalian curi dari kami. Kepercayaan yang selama ini kalian lecehkan. Candi Muara Jambi Aku dengar keluh batu-batu runtuh berpeluh Tak ada arca atau stupa hanya ilalang bergoyang terpanggang matahari Sebuah situs tak terurus menggerus hati perjalanan sunyi, sendiri memikul luka diri mengaca pada bayang Batanghari yang tiada henti merangkum tragedi Aku sendiri membangun candi dalam mimpi yang sulit diurai di kedalaman hati: Kau tegar abadi Jambi, 1994 (Dimas Arika Miharja) IMPROVISASI DALAM HUJAN (Soni Farid Maulana) Pecahan air yang melenting dari atas genting saat hujan turun memainkan komposisi dingin bersambung dingin. Angin bolak-balik menyisir pepohonan, membaca jengkal deni jengkal jejak hujan yang hilang di titik pandang Dengarlah suara yang bergemuruh itu; menyapu halaman permukaan bumi. Suara itu adalah

suara hujan yang nyaring berteriak mencari pepohonan juga rerumputan yang lenyap dari pedalaman negeri berudara tropika. Dingin selalu bersambung dengan dingin bertumpuk-tumpuk bagai mentega, melapisi kulit, daging, tulang, dan sumsum kau dan aku yang basah dalam hujan bergemuruh mencari pepohonan Juga rerumputan di setiap sudut perkotaan, celah-celah bangunan tua, halaman-halaman buku, juga lembaran saham. Esoknya keheningan bermekaran di kuburan Sumber bacaan: Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam. Pradopo, Rachmat Djoko. 1989. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. Sumardi dan Abdul Rozak Zaidan. 1997. Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP dan SLTA untuk Guru dan Siswa. Jakarta: Balai Pustaka. Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. (ditulis oleh bekti patria, sept 2009) Suka Be the first to like this post.
http://bektipatria.wordpress.com/2009/09/02/pengajaran-apresiasi-puisi-disekolah/

You might also like