You are on page 1of 28

ASKEP PENURUNAN KESADARAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN YANG MENGALAMI PENURUNAN KESADARAN

A. PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 ) Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. ( Padmosantjojo, 2000 ) Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu : 1. Kompos mentis

Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam. 2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness

Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. 3. Stupor / Sopor

Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. 4. Soporokoma / Semikoma

Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif. 5. Koma

Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. ( Harsono , 1996 )

B.

ETIOLOGI
1. S : Sirkulasi

Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu :

Meliputi stroke dan penyakit jantung 2. E : Ensefalitis

Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. 3. M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum 4. E : Elektrolit

Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. 5. N : Neoplasma

Tumor otak baik primer maupun metastasis 6. I : Intoksikasi

Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran 7. T : Trauma

Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.

8.

E : Epilepsi

Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran. ( Harsono , 1996 )

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah : 1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif 2. GCS kurang dari 13 3. Sakit kepala hebat 4. Muntah proyektil 5. Papil edema 6. Asimetris pupil 7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif 8. Demam 9. Gelisah 10. Kejang 11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan 12. Retensi atau inkontinensia urin 13. Hipertensi atau hipotensi 14. Takikardi atau bradikardi 15. Takipnu atau dispnea 16. Edema lokal atau anasarka 17. Sianosis, pucat dan sebagainya

D. PATHWAYS ( terlampir ) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu : 1. Laboratorium darah

Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obatobatan dan analisa gas darah ( BGA ). 1. CT Scan Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak 1. PET ( Positron Emission Tomography ) Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak 1. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography ) Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke. 1. MRI Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak. 1. Angiografi serebral Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.

1. Ekoensefalography Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma. 1. EEG ( elektroensefalography ) Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak 1. EMG ( Elektromiography ) Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.

F.

PENGKAJIAN PRIMER
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas Terjadi penurunan kesadaran Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll Penggunaan otot-otot bantu pernafasan Gelisah Sianosis Kejang Retensi lendir / sputum di tenggorokan Suara serak Batuk

1. Airway

1. Breathing a. b. c. d. e. f. 1. Circulation a. b. Hipotensi / hipertensi Takipnu Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll Sianosis Takipnu Dispnea Hipoksia Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi

c. d. e. f. g. h. i.

Hipotermi Pucat Ekstremitas dingin Penurunan capillary refill Produksi urin menurun Nyeri Pembesaran kelenjar getah bening

G. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya Apakah klien pernah menderita : a. b. c. d. e. f. g. h. Penyakit stroke Infeksi otak DM Diare dan muntah yang berlebihan Tumor otak Intoksiaksi insektisida Trauma kepala Epilepsi dll.

1. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif:

kesulitan dalam beraktivitas kelemahan kehilangan sensasi atau paralysis. mudah lelah kesulitan istirahat nyeri atau kejang otot Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum. gangguan penglihatan b. Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit stroke Riwayat penyakit jantung Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , bacterial. Polisitemia. Data obyektif: Hipertensi arterial Disritmia Perubahan EKG Pulsasi : kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal endokarditis

c.

Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia urin / alvi Anuria Data obyektif Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ) Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

d.

Makan/ minum Data Subyektif: Nafsu makan hilang Nausea Vomitus menandakan adanya PTIK Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan Disfagia Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif:

Obesitas ( faktor resiko ) e. Sensori neural Data Subyektif: Syncope Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. Kelemahan Kesemutan/kebas

Penglihatan berkurang Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka Gangguan rasa pengecapan Gangguan penciuman Data obyektif: Status mental Penurunan kesadaran Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) Gangguan fungsi kognitif Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam Wajah: paralisis / parese Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. ) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil Kehilangan kemampuan mendengar Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil f. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil

Gelisah Ketegangan otot g. Respirasi

Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )

h.

Keamanan

Data obyektif: Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap tubuh Kesulitan untuk melihat objek Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan Berkurang kesadaran diri i. Interaksi sosial

Data obyektif: Problem berbicara Ketidakmampuan berkomunikasi

1. Menilai GCS

Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow : Respon motorik Respon bicara Pembukaan mata Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.

Penilaian pada Glasgow Coma Scale


Respon motorik Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan. Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya. Nilai 3 : fleksi abnormal .

Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity ) Nilai 2 : ekstensi abnormal.

Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity ) Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon Catatan : Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat

Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif

Respon verbal atau bicara Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien : Dispasia atau apasia Mengalami trauma mulut Dipasang intubasi trakhea (ETT) Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari. Nilai 4 : pasien confuse atau tidak orientasi penuh

Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (ngrenyem), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri

Respon membukanya mata : Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya Catatan: Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata. Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh

Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mata Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri

Nilai 1 :

Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

1. Menilai reflek-reflek patologis : a. Reflek Babinsky

Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar b. Reflek Kremaster :

Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal

1. Uji syaraf kranial : NI.N. Olfaktorius penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup

N.II. N. Opticus Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan hurufhuruf yang ada N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN

Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi

N.V.

Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,

Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata tertutup Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit

N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)

N.VIII/ Vestibulo - acusticus Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala.

N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien

N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala

N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. Kriteria hasil : Intervensi : Mandiri : Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana Pantau tekanan darah Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK Tanda tanda vital dalam batas normal Tidak adanya penurunan kesadaran

Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur Kolaborasi : Berikan oksigen sesuai indikasi Berikan obat sesuai indikasi Pantau suhu lingkungan Pantau intake, output, turgor Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai Tinggikan kepala 15-45 derajat

2.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret

Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. Kriteria hasil: Intervensi: Mandiri : Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas Ekspansi dada simetris Bunyi napas bersih saat auskultasi Tidak terdapat tanda distress pernapasan GDA dan tanda vital dalam batas normal

Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal Penghisapan sekresi Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam

Kolaborasi : Berikan oksigenasi sesuai advis Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

3.

Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam

Kriteria hasil: RR 16-24 x permenit Ekspansi dada normal Sesak nafas hilang / berkurang Tidak suara nafas abnormal

Intervensi : Mandiri : Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Auskultasi bunyi nafas. Pantau penurunan bunyi nafas. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan Kolaborasi : Berikan oksigenasi sesuai advis Berikan obat sesuai indikasi

4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan : -Bunyi paru bersih -Warna kulit normal -Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi : Mandiri : -Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia -Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. -Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 -Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. -Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam -Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan -Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen. -Pantau irama jantung Kolaboraasi : -Berikan cairan parenteral sesuai pesanan -Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997 2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001 4. Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989) 5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992) 8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993) 9. Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 ) 10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000 11. Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

Share Comment (0) 11 months ago

Ilmu kesehatan ( Chepalgia )

CHEFALGIA

1. PENGERTIAN Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik ( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).

1. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Migren (dengan atau tanpa aura) Sakit kepal tegang Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural. Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.

6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid). 7. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak) 8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat. 9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik. 10. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia). 11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut) 12. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

1. PATOFISIOLOGI Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut). Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis) Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.

1. MANIFESTASI KLINIS 1. Migren Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga. Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

Fase aura. Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing. Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.

Fase sakit kepala Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

Fase pemulihan Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

1. Cluster Headache

Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya. Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.

1. Tension Headache Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai beban berat yang menutupi kepala. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

1. PENGKAJIAN Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.

Data Subyektif 1. Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya. 2. Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress. 3. Langkah langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan. 4. Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala. 5. Awal serangan sakit kepala. 6. Ada gejala prodomal atau tidak 7. .Ada gejala yang menyertai. 8. Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren). 9. Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah. 10. Ada alergi atau tidak.

Data Obyektif a. b. c. d. e. Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri. Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari hari. Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial. Suhu badan Drainase dari sinus.

Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah: 1. Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik. 2. Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 3. Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain. 4. Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur. 5. Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk. 6. Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress. 7. Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis. 8. Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus. 9. Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol. 10. Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala. 11. Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain. 12. Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

1. DIAGNOSTIK 1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.

2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh. 3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial. 2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri. 3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

1. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial. Intervensi: 1. Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan 2. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan. 3. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma. 4. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah. 5. Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang 6. Evaluasi perilaku nyeri 7. Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.

8. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri. 9. Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga 10. Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat 11. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul. 12. Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi. 13. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang. 14. Berikan kompres dingin pada kepala. 15. Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan. 16. Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan. 17. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain. 18. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternalinternal dan katakan berhenti atau tunda jika muncul pikiran yang negatif. 19. Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.

1. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri. Intervensi. 1. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan. 2. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh. 3. Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini. 4. Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual. 5. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan. 6. Kolaborasi Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.

1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif. Intervensi ;

1. Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui. 2. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu. 3. Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi 4. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya. 5. Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal. 6. Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang. 7. Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum. 8. Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan. 9. Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya. 10. Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk 11. Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis

DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung. 2. Brunner & Suddarth, 2002,Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

3. Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta. 4. Priguna Sidharta, 1994,Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta. 5. Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta. 6. Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik proses proses penyakit. EGC, Jakarta

You might also like