1.

THE ROLL-OVER TEST (ROT)

The roll-over test (ROT) was evaluated in normal pregnant patients between
28 and 34 weeks' gestation and found to be an accurate method of screening for
small-for-gestational age (SGA) infants and for preeclampsia. Patients with a positive
ROT had a significant risk of SGA or preeclampsia or both. In patients with a positive
ROT, the development of SGA may be further predicted by an examination of
maternal prepregnancy weight and weight gain. Patients with a prepregnancy weight
of 50 kg or less, total weight gain of 10 kg or less, and/or differential weight gain of
20% or less have a highly significant risk of developing an SGA fetus. In contrast,
patients with a negative ROT have a significantly decreased risk for SGA and/or
preeclampsia.
Roll-over tes (ROT) dievaluasi pada pasien hamil normal antara 28 dan usia
kehamilan 34 minggu dan ditemukan metode akuratskrining untuk kecil-untuk-
kehamilan usia (SGA) untuk bayi dan preeklamsia.
Pasien dengan ROT positif memiliki risiko yang signifikan
dari SGA atau preeklampsia atau keduanya. Pada pasien dengan ROT positif,
pengembangan SGA selanjutnya dapatdiprediksi oleh pemeriksaan berat
badan sebelum hamil ibu dan berat badan. Pasien dengan berat badan sebelum
hamil 50 kg atau kurang, kenaikan berat badan total 10 kg atau kurang, dan / atau
diferensial kenaikan berat badan sebesar 20% atau kurangmemiliki risiko yang
sangat signifikan mengembangkan janin SGA.Sebaliknya, pasien
dengan ROT negatif memiliki risiko menurun secara signifikan untuk SGA dan /
atau preeklamsia.

The roll over test is not of value in predicting pregnancy induced hypertension.

As a predictor of pregnancy induced hypertension (PIH) the roll over test

(ROT) has conflicting predictive values in the literature, possibly as a result of
sample size, composition or methodology. In this study the roll over test was
performed on 600 African women in their first pregnancy and at 26-32 weeks. The
test was positive in 15% of women and had a positive predictive value of only 20%. It
is concluded that the roll over test is of no value in the prediction of PIH.
 Gulungan lebih tes tidak nilai dalam memprediksi hipertensi kehamilan
induksi.

Sebagai prediktor hipertensi kehamilan diinduksi (PIH) gulungan lebih uji (ROT)
telah bertentangan nilai prediktif dalam literatur, mungkin sebagai hasil dari sampel,
komposisi ukuran atau metodologi. Dalam penelitian ini berguling tes dilakukan pada
600 wanita Afrika di kehamilan pertama mereka dan pada 26-32 minggu. Tes positif
pada 15% perempuan dan memiliki nilai prediktif positif hanya 20%. Disimpulkan
bahwa berguling tes adalah tidak ada nilai dalam prediksi PIH.

Roll-over test in primigravidae attending a public primary care service.

OBJECTIVE:
To determine the roll-over test (ROT) performance in predicting pregnancy-
induced hypertension (PIH) in primigravidae aged 15-29 years in a public primary
care service.
METHOD:
Prospective cohort study enrolling 369 consecutive and initially normotensive
primigravidae. The ROT was applied within 28-32 weeks of pregnancy. PIH was
defined as diastolic blood pressure (DBP) 90 mm Hg or systolic blood pressure
(SBP) 140 mm Hg, or a rise in DBP 15 mm Hg or a rise in SBP 30 mm Hg. The ROT
prognostic properties were calculated, and a receiver operating characteristic (ROC)
curve was constructed.
RESULTS:
For the 20 mm Hg cutoff point, sensitivity was 20% and specificity was 93%.
Positive and negative predictive values were, respectively, 23% and 92%, for a PIH
cumulative incidence of 9.5%. With other cutoff points, the ROC curve showed a
poor discriminatory value of the test.
CONCLUSION:
The ROT was not useful for predicting PIH in a primary prenatal care setting.

Roll-over test di primigravida menghadiri layanan publik perawatan primer.

TUJUAN:
Untuk menentukan roll-over test (ROT) kinerja dalam memprediksi kehamilan-
induced hypertension (PIH) di primigravida berusia 15-29 tahun di sebuah layanan
publik perawatan primer.
METODE:
Studi kohort prospektif mendaftar primigravida 369 berturut-turut dan pada awalnya
darah normal. ROT ini diterapkan dalam 28-32 minggu kehamilan. PIH didefinisikan
sebagai tekanan darah diastolik (DBP) 90 mm Hg atau tekanan darah sistolik (SBP)
140 mmHg, atau kenaikan DBP 15 mmHg atau kenaikan SBP 30 mmHg. Sifat ROT
prognostik yang dihitung, dan operasi penerima karakteristik (ROC) kurva itu
dibangun.
HASIL:
Untuk titik cutoff 20 mm Hg, sensitivitas 20% dan spesifisitas 93%.Nilai prediksi
positif dan negatif adalah masing-masing 23% dan 92%, untuk kejadian kumulatif
PIH sebesar 9,5%. Dengan poin cutoff lain, kurva ROC menunjukkan nilai
diskriminatif miskin dari tes.
KESIMPULAN:
ROT itu tidak berguna untuk memprediksi PIH dalam pengaturan perawatan utama
sebelum melahirkan.

The clinical utility of the roll-over test in predicting pregnancy-induced

hypertension in a high-risk Andean population.

Abstract
The utility of the roll-over test (ROT) as a prognostic tool for predicting
pregnancy-induced hypertension (PIH) was examined in primiparas in Quito,
Ecuador. In Study I, 14 of 16 subjects with a +ROT developed PIH (positive
predictive value (PPV) = 88%); only 2 of 27 subjects with a -ROT developed PIH
(negative predictive value (NPV) = 92.5%). In Study II (n = 66), the PPV and NPV
were 71.4% and 78.6%, respectively. Data from these and previous studies indicate
that although the ROT is not a perfect predictor, its advantages recommend usage in
populations with high PIH-associated maternal and perinatal mortality.
 Kegunaan klinis dari uji bergulir dalam memprediksi kehamilan-induced
hipertensi pada populasi berisiko tinggi Andes.

Abstrak
Kegunaan tes roll-over (ROT) sebagai alat prognostik untuk memprediksi kehamilan-
induced hypertension (PIH) diperiksa di primipara di Quito, Ekuador. Dalam Studi I,
14 dari 16 subyek dengan ROT + dikembangkan PIH (nilai prediksi positif (PPV) =
88%), hanya 2 dari 27 subyek dengan ROT-dikembangkan PIH (nilai prediksi negatif
(NPV) = 92,5%). Dalam Studi II (n = 66), yang PPV dan NPV adalah 71,4% dan
78,6% masing-masing. Data dari studi ini dan sebelumnya menunjukkan bahwa
meskipun ROT bukanlah prediktor yang sempurna, keuntungan merekomendasikan
penggunaan pada populasi dengan tinggi PIH terkait kematian ibu dan perinatal.

Hypotension (systole blood pressure < 90 mmHg) is one of outcome predictor

after severe traumatic brain injury. Compare to systole blood pressure (SBP), mean
arterial pressure (MAP) is directly associated with cerebral perfusion. The aim of this
study is to find out whether postresuscitation MAP is a predictor of outcome after
severe traumatic brain injury.
Methods: Datas were searched beetwen July 2006 and May 2010 from
medical record database of Dr. Kariadi Hospital Semarang. This study was
retrospective cohort study with consecutive sampling method (n=44). MAP datas
were taken from the lowest postresuscitation MAP during first 48 hours after onset.
The following variables were obtained regarding MAP, outcome, age, sex, presence
of hypothermia, hypotension after 48 hours, and hypoxia.
Results: Overall the favorable outcome was 65,9% and the unfavorable one
was 34,1%. MAP of favorable outcome was 78,7+7,4 and the unfavorable one was
76,2+10,2 (p=0,6). The age of favorable outcome was 24,7+10,8 and the
unfavorable one was 35,5+15,4 (p=0,004). The sex distribution was 79,5% males
dan 20,5% females (p=0,7). Type 1 difuse injury was 11,4%, type 2 was 65,9%, type
3 was 13,6%, and type 4 was 9,1% (p=0,07). The presence of hypertermia was
21,1% in favorable outcome and 78,8% unfavorable outcome (p<0,001). The
presence of hypotension after 48 hours onset in unfavorable outcome was 100%
(p<0,001). The presence of hypoxia was 100% (p<0,001).
Conclusions: The favorable and unfavorable outcomes of postrescucitation
MAP don’t have significant difference so it can’t be a predictor of outcome after
severe traumatic brain injury with diffuse injury CT image.

Keywords: mean arterial pressure, outcome, traumatic brain injury, predictor

Hipotensi (tekanan darah sistole <90 mmHg) adalah salah satu prediktor hasil
setelah cedera otak traumatik yang parah.Bandingkan dengan tekanan sistol darah
(SBP), mean arterial pressure (MAP) secara langsung berhubungan dengan perfusi
serebral. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah MAP
postresuscitation adalah prediktor outcome setelah cedera otak traumatik yang
parah.
Metode: Data-data digeledah terhambat sehingga terjadi persistesi Juli 2006 dan
Mei 2010 dari database rekam medis Kariadi Semarang Dr. Penelitian ini merupakan
studi kohort retrospektif dengan metode consecutive sampling (n = 44). PETA data
diambil dari MAP postresuscitation terendah selama 48 jam pertama setelah
onset. Variabel berikut diperoleh mengenai MAP, hasil, umur, jenis kelamin, adanya
hipotermia, hipotensi setelah 48 jam, dan hipoksia.
Hasil: Secara keseluruhan hasil yang menguntungkan adalah 65,9% dan
yang tidak menguntungkan adalah 34,1%. PETA hasil yang menguntungkan adalah
78,7 +7,4 dan yang tidak menguntungkan adalah 76,2 +10,2 (p = 0,6). Usia hasil
yang menguntungkan adalah 24,7 +10,8 dan yang tidak menguntungkan adalah
35,5 +15,4 (p = 0,004). Distribusi seks adalah 79,5% laki-laki Dan perempuan 20,5%
(p = 0,7). Tipe 1 cedera difuse adalah 11,4%, tipe 2 adalah 65,9%, tipe 3 adalah
13,6%, dan tipe 4 adalah 9,1% (p = 0,07). Kehadiran hypertermia adalah 21,1%
pada hasil yang menguntungkan dan 78,8% hasil yang tidak menguntungkan (p
<0,001). Kehadiran hipotensi setelah 48 jam onset dalam hasil yang tidak
menguntungkan adalah 100% (p <0,001). Kehadiran hipoksia adalah 100% (p
<0,001).
Kesimpulan: Hasil menguntungkan dan tidak menguntungkan MAP
postrescucitation tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga tidak dapat
menjadi prediktor outcome setelah cedera otak traumatik yang parah dengan
gambar cedera difus CT.
Keywords: berarti tekanan arteri, hasil, cedera otak traumatis, prediktor

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.3109/00016348409157118/abstract
The influence of the patient's posture on the measurement of arterial blood
pressure has been studied during pregnancy. The blood pressure (BP) measured on
the right arm in the left lateral recumbent position is significantly lower than in the
supine, sitting, or erect positions. This difference is assumed to be due to hydrostatic
factors. The diastolic BP should be read off at Korotkoff IV because the hyperkinetic
circulation during pregnancy causes a pronounced variation in BP values when
measurements are performed at Korotkoff sound V. The roll-over test seems
inappropriate as a screening test to predict pre-eclampsia, because of the numerous
false-positive tests. The importance of measuring the BP under standardized
conditions during pregnancy in order to detect minimal changes in BP as indicative
of pathophysiology in pre-eclampsia is emphasized.
Pengaruh postur pasien pada pengukuran tekanan darah arteritelah
dipelajari selama kehamilan. Tekanan darah (BP) diukur di lengan kanan dalam
posisi telentang kiri lateral adalah lebih rendahdaripada di terlentang, duduk, atau
posisi tegak. Perbedaan inidianggap karena faktor hidrostatik. Tekanan darah
diastolik harus dibaca turun di Korotkoff IV karena sirkulasi hiperkinetik selama
kehamilan menyebabkan variasi diucapkan nilai BP saatpengukuran dilakukan
pada suara Korotkoff V. tes roll-overtampaknya tidak tepat sebagai tes
skrining untuk memprediksi pre-eklampsia, karena dari positif palsu berbagai
tes. Pentingnyamengukur BP dalam kondisi standar selama kehamilan untuk
mendeteksi perubahan minimal di BP sebagai indikasipatofisiologi dalam pra-
eklampsia ditekankan.