You are on page 1of 30

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIS 1. Defenisi a. Trauma Kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. (fransisca. 2008) b. Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdaahan interstinal dalam substansi otak tanpa di ikuti terputus kontinuitas otak. (Tarwoto.2007) c. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansoer, 2000 : 3)

2. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Sistem Persyarafan terdiri dari otak, medula spinalis dan saraf perifer yang bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls elektrik. Otak yang sudah berkembang penuh merupakan sebuah organ besar yang terletak didalam rongga tengkorak. Otak dibagi menjadi 3 bagian besar : serebrum, batang otak dan serebelum

(Gambar Anatomi Fisiologi, Silvia A Prince, 2008)

b. Fisiologi 1) Tulang Tengkorak Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan sereblum). 2) Meningen Adalah selaput yang menutupi otak dan medula spinalis yang berfungsi sebagai pelindung. Pendukung jaringan-jaringan dibawahnya, meningen terdiri dari: 1. Durameter (lapisan sebelah luar) Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak. 2. Arakhnoid (lapisan tengah) Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral. 3. Piameter (lapisan sebelah dalam)

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Serebrum Serebrum terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus, sebagian besar hemisfer serebri (telensepalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP) yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat lobus serebrum adalah : a) L. Frontal (mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri), b) L.Parietal (Menginterpretasikan sensasi), c) L.Temporal (Mengintegrasikan sensasi, kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek) dan d) L.Oksipital (Menginterpretasikan penglihatan) Diensepalon (fossa bagian tengah) berisi : a) Talamus, yang berada pada satu sisi pada sepertiga ventrikel b) dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau dan nyeri,Hipotalamus, terletak pada anterior dan inferior talamus, berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf otonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, vasodilatasi dan vasokontriksi dan mempengaruhi sekresi hormone.

c) Kelenjar hipofisis (master gland) karena mengatur fungsi sejumlah hormon seperti ginjal, pankreas, tiroid, organ reproduksi dan kortex adrenal. 2) Batang Otak Terletak pada fossa anterior yang terdiri dari : a) Otak tengah (mesensefalon) : Yang menghubungkan pons dan sereberum dengan hemisfer serebrum yang berfungsi sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan b) Pons : Terletak di depan serebrum yang berisi jaras sensori dan motorik yang berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan tekanan darah. c) Medula Oblongata : Yang meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medula spinalis. 3) Serebelum

Terletak pada fossa posterior, bertugas merangsang dan menghambat dan bertanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut : a) Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan

dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural. b) Arachnoidea mater ; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labahlabah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis ; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik. c) Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.

3. Etiologi a. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak, misalnya tertembak peluru / benda tajam. b. Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. c. Cedera akselerasi Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan. d. Kontak benturan (Gonjatan langsung) Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek.

e. Kecelakaan lalu lintas f. Jatuh

g. Kecelakaan industry h. i. Serangan yang disebabkan karena olah raga Perkelahian (Smeltzer, 2001) http://samudra-fox.blogspot.com a. Perdarahan intra cranial cerebral 1) Pecahnya suatu anurisma atau stroke hemoragic 2) Malformasi arteri vena 3) Penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi anti koagulan b. Perdarahan sub arachnoid 1) Akibatnya pecah, aneurisma intra kranium 2) Hipertensi berat 3) Malformasi arterio vena 4) Traumatika

4. Patofisiologi Kecelakaan mobil, benturan penyebab trauma/cedera kepala. Akibat adanya benturan/trauma pada kepala akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan otak berupa kontusio serebral, hematoma intra serebral. Dengan adanya kerusakan pada jaringan otak sehingga akan menimbulkan kerusakan sawar darah otak atau Blood Brain Barier (BBB) yaitu penghalang berupa dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak sehingga akan terjadi vasodilatasi dan eksudasi cairan dalam otak dan ini akan mengakibatkan terjadinya oedema pada otak. Penimbunan cairan didalam otak dapat mengkibatkan peningkatan tekanan kranial dan berkurangnya aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) akibat adanya hematoma/hemoragik pada jaringan otak. Sehingga akan

menimbulkan iskemia pada jaringan otak selanjutnya akan terjadi hipoksia karena peningkatan PaCO2 dan penurunan pH dalam darah. Terjadinya hipoksia di dalam jaringan otak dapat juga mengakibatkan kerusakan pada sawar darah otak Blood Brain Barier (BBB) lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi kematian sel

Trauma kepala Cedera jaringan otak

Vasodilatasi dan edema otak Rusaknya (BBB) Blood Brain Barier Peningkatan tekanan intrakrania (ICP)

Penurunan aliran darah ke otak (penurunan CBF/cerebral blood flow) Peningkatan PaCO2 Penurunan pH Iskemia jaringan otak hipoksia

Kematian sel

Gambar 2.3. Patofisiologi Pada Cedera Kepala (Sylvia A. Price, 2006)

5. Klasifikasi Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan perdarahan : a. Perdarahan otak 1) Epidural hematom: Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis. Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu. b. Subdural hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri berfikir lambat, kejang dan edema pupil.

c. Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital. Perdarahan subarachnoid: Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk. a. Nilai skala koma Gaslow (SKG) menurut Arif Mansjoer, (2000), yaitu : 1) SKG 13-15 a. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amposia tetapi kurang dari 30 menit b. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio serebral hematoma 2) SKG 9-12 a. Kehilangan kesadaran atau amposia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam b. Dapat mengalami fraktur tengkorak 3) SKG 3-6 a. Kehilangan kesadaran atau terjadi amnosia lebih dari 24 jam

b. Juga

meliputi

kontusio

serebral,

laserasi

atau

hematoma

intrakeanial b. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi duramotor 1) Trauma tumpul a. Kecepatan tinggi (tabrakan otonom) b. Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) 2) Trauma tembus Luka tempur peluru dan cedera tembus lainnya c. Morfologi 1) Fraktur tengkorak a. Kranium : linear/stelatum : depresi/non depresi : terbuka/tertutup b. Basis : dengan/tanpa bocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan norvus VII 2) Lesi intra kranal a. Fokal : epidural, subdural, intra serebral b. Difusi : konbusi ringan, lembusi klasik cedera aksonal difus

c. Manifestasi Klinis

Epidural hematoma Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup

sendiri karena sangat berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis. Gejala gejalanya 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Penurunan tingkat kesadaran Nyeri kepala Muntah Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler ) Penurunan Nadi Peningkatan suhu

b. Subdural hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala gejalanya : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Nyeri kepala Bingung Mengantuk Menarik diri Berfikir lambat Kejang

7) d.

Udem pupil.

Perdarahan intra serebral Berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena. Gejala gejalanya : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Nyeri kepala Penurunan kesadaran Komplikasi pernapasan Hemiplegi kontra lateral Dilatasi pupil Perubahan tanda tanda vital

e.

Perdarahan Subarachnoid Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Gejala gejalanya 1) 2) 3) 4) 5) Nyeri kepala Penurunan kesadaran Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Kaku kuduk.

(Sumber: http://www.scribd.com/) Selain itu trauma kepala akan menimbulkan tanda-tanda sesuai pusat mana yang mengalami kerusakan dan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bagian depan/frontal

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)

Kelumpuhan dalam melakukan gerakan tubuh Ketidakmampuan melakukan gerakan kompleks Kehilangan spontanitas dalam interaksi social Kehilangan fleksibilitas dalam berpikir Ketidakmampuan membuat keputusan Ketidakmampuan focus pada tugas Emosi yang labil Perubahan tingkahlaku social Perubahan kepribadian

10) Kesulitan dalam memecahkan masalah 11) Ketidakmampuan mengungkapkan kata-kata b. Bagian atas kepala/parietal 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Ketidakmampuan mengikuti lebih dari satu objek pada saat yang sama Ketidakmampuan menyebutkan nama benda Kesulitan dalam membaca Kesulitan dalam menggambar benda Kesulitan dalam membedakan kiri dan kanan Kesulitan dalam berhitung Kehilangan kecakapan yang diperoleh sebelumnya untuk melaksanakan pekerjaan 8) 9) Ketidakmampuan memusatkan perhatian Kesulitan pada penglihatan dan koordinasi lengan

c.

Belakang kepala/oksipital 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Penurunan penglihatan Kesulitan menentukan letak benda disekitarnya Kesulitan dalam mengidentifikasi warna Halusinasi Ilusi Buta huruf Kesulitan dalam mengenali gambarn benda Kesulitan dalam membaca dan menulis

d.

Disamping kepala di atas telinga/temporal 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Kesulitan dalam mengenal orang Kesulitan dalam mengartikan kata-kata Gangguan dalam membedakan apa yang dilihat dan didengar Kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan benda Kehilangan memori jangka pendek Gangguan memori jangka panjang Gangguan tingkahlaku seksual Ketidakmampuan mengelompokkan benda Kerusakan lobus kanan dapat menyebabkan bicara terus-menerus

10) Peningkatan perilaku agresif e. Otak bagian dalam 1) Penurunan kemampuan pernafasan

2) 3) 4) 5) 6) f. 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Disfagia Disorientasi lingkungan Gangguan keseimbangan dan pergerakan Pusing dan mual Sulit tidur Dasar tengkorak Gangguan dalam koordinasi gerakan Ketidakmampuan mencapai dan menggenggam benda Tremor Pusing Gangguan bicara Ketidakmampuan melakukan pergerakan yang tepat (Sumber: Cholik Harun Rosidi, 2007:47)

i. Pemeriksaan diagnostik menurut Marlyn Doengoes, (2001) yaitu : 1. CT-Scan Scanner) Dengan CT-Scan lesi kepala secara otomatis dan menyeluruh (luardalam) akan tampak dengan jelas pada trauma capitis, fraktur, perdarahan dan odema, tampak jelas baik bentuk maupun ukurannya. 2. MRI (Magnetik Rosonance Imaging) (Canputorized Hemografy

MRI men tekenologi yang lebih maju dari CT-Scan Hasil foto akan tampak dalam bentuk bayangan 3 dimensi sehingga foto setiap penampangan dapat ditampilkan 3. Angiografi serebral Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral

4. EEG Memperlihatkan patologis 5. Sinar X Untuk melihat bayangan tulang tengkorak untuk melihat fraktur secara keseluruhan 6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) (menentukan fungsi korteks dan batang otak) 7. PET (Position Emission Tomografy) Menunjukkan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid 8. GDA (Gas Darah Arteri) Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan dapat meningkatkan TIK 9. Kimia/elektrolit darah Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental keberadaan atau berkembangnya gelombang

10. Pemeriksaan toksikologi Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran 11. Kadar antokonyulsan darah Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup relatif untuk mengetasi kejang b. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan dengan cedera kepala menurut Wahyu widagdo,(2008): i. Non pembedahan 1. Glukokortikoid (dexamothazone) untuk

mengurangi odema 2. Diuretik melalui osmotik jarum (manitol) dengan diberikan untuk

filter

mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis 3. Diuretik loop (misalnya furosomide) untuk mengatasi peningkatan intrakranial 4. Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk

mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko kegelisahan

tekanan intra kranial. ii. Pembedahan

Kraniotomi di indikasikan untuk : 1. Mengatasi subdural atau epidural hematoma 2. Mengatasi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol 3. Mengatasi /mengobati hidrosefalus

c. Komplikasi i. Kebocoran cairan serobrospinal karena rusaknya leptomenigen ii. Fistol karotis kavernasus ditandai dnegan gejala eksolftalmus, kemosis dan bruitarbital iii. Diabetes insipidus karena kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis menyebabkan penghentian sebresi hormon anti dueretik iv. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (Arif, Mansjoer, 2001)

d. KONSEP KEPERAWATAN

PRE OPERASI Pengkajian

a. b. c. d. e. f.

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pemakaian alat pengaman/pelindung diri pada saat bekerja. Riwayat trauma. Sakit kepala, kaku leher. Pola nutrisi metabolik Mual, muntah, anoreksia Gangguan menelan Kehilangan penyerapan Hipertermi Pola eliminasi Mengejan saat BAB Konsistensi BAB Kebiasaan berkemih Pola aktivitas dan latihan Kelemahan fisik Mudah lelah Sesak nafas. Pola tidur dan istirahat Gelisah Sulit tidur, sering terbangun Cenderung tidur. Pola persepsi sensori dan kognitif

g. -

Perubahan status mental (orientasi, perhatian, emosi, tingkah laku, memori). Gangguan penglihatan Kehilangan refleks tendon. Pola persepsi dan konsep diri Kecemasan, bingung, lekas marah Perubahan tingkah laku.

Diagnosa Keperawatan a. b. c. d. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan intra serebral. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia. Perubahan pola eliminasi : urine b.d kerusakan saraf organ perkemihan. Intoleransi beraktivitas b.d peningkatan TIK.

Rencana Keperawatan DP1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan intraserebral.

HYD : Perfusi jaringan serebral membaik dalam masa perawatan ditandai dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, pusing berkurang, tingkat kesadaran tidak menurun. Intervensi : 1) Observasi tanda-tanda vital (P, N, TD, HR) tiap 4 jam. Indikator masalah yang terjadi sehingga dapat segera diatasi.

Rasional :

2)

Kaji tingkat kesadaran tiap 4 jam, respon membuka mata, respon verbal dan

kemampuan mengikuti perintah sederhana. Rasional : 3) Tingkat kesadaran adalah indikator penting dalam perubahan neurologi.

Berikan posisi anti tredelenburg atau meninggikan kepala + 30 oC. Meningkatkan aliran darah vena.

Rasional : 4)

Kaji keluhan pasien tentang sakit kepala. Sebagai tanda-tanda peningkatan TIK.

Rasional : 5)

Beri therapi O2 sesuai instruksi dokter. Memenuhi kebutuhan O2 pasien.

Rasional :

DP2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia.

HYD : Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi ditandai dengan BB ideal, IMT : 20,5-22. Intervensi : 1) Kaji kemampuan menelan klien. Membantu menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya

Rasional : aspirasi. 2)

Sajikan makanan dalam keadaan hangat. Meningkatkan nafsu makan.

Rasional : 3)

Beri support pada pasien untuk makan. Menambah semangat pasien.

Rasional : 4)

Sajikan makanan dalam bentuk yang menarik.

Rasional : 5)

Menambah nafsu makan pasien.

Kolaborasi medik untuk pemberian Antasida.

DP3.

Perubahan pola eliminasi urine b.d kerusakan saraf organ perkemihan.

HYD : Pasien dapat berkemih seperti biasanya. Intervensi : 1) Kaji dan catat pole berkemih pasien. Untuk mengetahui bila ada perubahan.

Rasional : 2)

Observasi warna, jumlah dan konsistensi urine. Sebagai indikator tindakan selanjutnya.

Rasional : 3)

Beri intake cairan 2-2,5 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi. Merangsang produksi urine.

Rasional : 4)

Kolaborasi medik untuk pemasangan kateter. Memantau pengeluaran urine.

Rasional :

DP4.

Intoleransi beraktivitas b.d peningkatan TIK.

HYD : Pasien mampu memenuhi kebutuhannya secara bertahap. Intervensi : 1) Kaji dan catat kemampuan pasien dalam beraktivitas. Mengetahui kemampuan pasien.

Rasional : 2)

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti : mandi, eliminasi,

makan, minum.

Rasional : 3)

Agar kebutuhan dasar pasien terpenuhi.

Dekatkan alat-alat yang sering digunakan, seperti : gelas, sendok. Memudahkan pasien.

Rasional : 4)

Dekatkan bel di sisi pasien. Agar pasien dapat segera meminta bantuan pada perawat.

Rasional :

POST OPERASI Pengkajian a. b. c. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Keluhan nyeri pada luka operasi. Perdarahan pada luka operasi. Pola nutrisi metabolik Mual Muntah, anoreksia Penurunan BB Kemampuan menelan. Pola aktivitas dan latihan Keterbatasan aktivitas Masalah keseimbangan Perubahan kesadaran Sesak Kelemahan koordinasi otot

d. e. -

Pola persepsi kognitif Rasa tidak nyaman Gangguan penglihatan Kehilangan refleks tendon Perubahan status mental (orientasi, perhatian, emosi, tingkah laku, memori) Perubahan respon terhadap cahaya (pupil). Pola persepsi dan konsep diri Kecemasan Gelisah Bingung.

Diagnosa Keperawatan a. b. c. d. e. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK. Perubahan persepsi sensori b.d gangguan pada lobus frontal dan temporal. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia. Resiko tinggi terhadap injury b.d gangguan keseimbangan. Intoleransi beraktivitas b.d peningkatan TIK.

Rencana Keperawatan DP1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK.

HYD : Tidak terjadi peningkatan TIK, ditandai dengan TTV dalam batas normal selama masa perawatan.

Intervensi : 1) Observasi tanda-tanda vital (P, N, TD, HR) tiap 4 jam. Indikator masalah yang terjadi sehingga dapat segera diatasi.

Rasional : 2)

Kaji tingkat kesadaran tiap 4 jam, respon membuka mata, respon verbal dan

kemampuan mengikuti perintah sederhana. Rasional : 3) Tingkat kesadaran adalah indikator penting dalam perubahan neurologi.

Berikan posisi anti tredelenburg atau meninggikan kepala + 30o Meningkatkan aliran darah vena.

Rasional : 4)

Kaji keluhan pasien tentang sakit kepala. Sebagai tanda-tanda peningkatan TIK.

Rasional : 5)

Beri therapi O2 sesuai instruksi dokter. Memenuhi kebutuhan O2 pasien.

Rasional :

DP2.

Perubahan persepsi sensori b.d gangguan pada lobus frontal dan temporal.

HYD : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran. Intervensi : 1) Kaji dan catat perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan dan

proses pikir. Rasional : Perubahan motorik, persepsi, kognitif dan kepribadian mungkin

berkembang dan menetap. 2) Ciptakan lingkungan yang tenang. Menurunkan kecemasan pasien.

Rasional :

3)

Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan

sederhana. Rasional : baik. 4) Orientasikan kembali pasien pada lingkungan, waktu, staf rumah sakit. Membantu mengembalikan pasien pada realitas. Memudahkan pasien untuk mengerti dan menciptakan komunikasi yang

Rasional : 5)

Buat jadwal tidur pasien yang adekuat. Mengurangi kelelahan pada pasien.

Rasional :

DP3.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.

HYD : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi ditandai dengan BB dalam batas normal, IMT : 20-22. Intervensi : 1) Kaji kemampuan menelan klien. Membantu menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya

Rasional : aspirasi. 2)

Sajikan makanan dalam keadaan hangat. Meningkatkan nafsu makan.

Rasional : 3)

Beri support pada pasien untuk makan. Menambah semangat pasien.

Rasional :

4)

Sajikan makanan dalam bentuk yang menarik. Menambah nafsu makan pasien.

Rasional : 5) DP4.

Kolaborasi medik untuk pemberian antasida. Intoleransi beraktivitas b.d peningkatan TIK.

HYD : Pasien dapat kembali bermobilisasi secara bertahap. Intervensi : 1) Kaji tanda-tanda vital pasien (TD, N, HR, P). Memonitor tanda-tanda peningkatan TIK.

Rasional : 2)

Beri penjelasan pada pasien pentingnya melakukan mobilisasi secara bertahap. Meningkatkan partisipasi pasien dalam bermobilisasi.

Rasional : 3)

Berikan latihan secara bertahap, sesuai kemampuan pasien. Melatih pasien dalam bermobilisasi.

Rasional : 4)

Libatkan keluarga dalam memberikan penyuluhan tentang mobilisasi bertahap.

DP5.

Resiko terhadap injury b.d gangguan keseimbangan.

HYD : Injury tidak terjadi selama masa perawatan. Intervensi : 1) Pantau keadaan pasien. Mengetahui keadaan pasien.

Rasional : 2)

Pasang hek tempat tidur. Menjaga keamanan pasien.

Rasional : 3)

Dampingi pasien tiap ada perubahan aktivitas.

Rasional : 4)

Menghindari terjadinya injury.

Berikan pencahayaan ruang yang cukup.

You might also like