You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sakit kepala adalah salah suatu keluhan yang sering dikemukakan dalam praktek ilmu penyakit saraf. Menurut International Headache Society, sakit kepala dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain. Contohnya adalah sakit kepala tipe tension, migraine, dan cluster. Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang disebabkan oleh penyakit lain seperti akibat infeksi virus, adanya massa tumor, cairan otak, darah, serta stroke. Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia. Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.1 Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.2

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran medis tentang migren ? 2. Bagaimana penatalaksanaan terhadap migren ?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum : Untuk memberikan gambaran medis secara umum kepada pembaca tentang migren dan penatalaksanaan medisnya. 2. Tujuan khusus : Untuk meningkatkan tentang pengetahuan karakteristik mahasiswa dalam

kedokteran

migren

menunjang tindakan medis.

Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai migraine dengan tujuan menambah pengetahuan kita akan gejala yang ditimbulkan, kriteria diagnosis, dan juga penatalaksanaan yang tepat. Bagian yang akan lebih difokuskan adalah penatalakasanaan migraine yang mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif, baik secara medikamentosa dan non-medikamentosa.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI

Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus venosus contohnya sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada basal tengkorak, trigeminal, nervus vagus dan glosofaringeal, arteri carotid interna proksimal dan cabang-cabang dekat sirkulus willisi, periaqueductal gray matter batang otak, nukleus sensori dari thalamus. Thalamus bertindak sebagai pusat sensori yang primitif dimana individu dapat secara samar merasakan nyari, tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat ditentukan tempatnya. Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri. Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri vertebralis. 1. Arteria Karotis Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri karotis interna juga mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke dalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan

lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis dan postsentralis. Korteks audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. 2. Arteri vertebralis Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya akan bersatu membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak tengah dan bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasiliaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabangcabangnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular. Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi.

BAB III PEMBAHASAN MIGRAINE

A. DEFINISI Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1

B. EPIDEMIOLOGI Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.2 Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3

C. ETIOLOGI Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura.1,3 Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy,

encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.

D. KLASIFIKASI Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Migraine dengan aura Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit. 2. Migraine tanpa aura Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi

kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam. E. PATOFISIOLOGI 3,4 1. Teori vaskular Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala. 2. Teori Neurovaskular dan Neurokimia Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika

CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine. Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut. 3. Teori cortical spreading depression (CSD) Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk

irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. F. MANIFESTASI KLINIS2,3 1. Migraine tanpa aura Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. 2. Migraine dengan aura Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebirubiruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu

yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun. Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu: a. Fase I Prodromal Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara. b. Fase II Aura. Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing. Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2. c. Fase III sakit kepala Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

d.

Fase IV pemulihan Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG5 1. Pemeriksaan Laboratorium Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya. 2. Pencitraan CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral. 3. Pungsi Lumbal Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum

dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.

H. DIAGNOSIS 1. Migraine tanpa aura a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D. b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati). c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1) Lokasi unilateral 2) Kualitas berdenyut 3) Intensitas nyeri sedang atau berat 4) Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga). d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini: 1) Mual dan/atau muntah 2) Fotofobia dan fonofobia e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain. 2. Migraine dengan aura Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa aura.

Kriteria diagnostik: a. b. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik: 1) Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan). 2) Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal). 3) Gangguan bicara disfasia yang reversibel c. Paling sedikit dua dari dibawah ini: 1) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17 2) paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang lainnya > 5 menit. 3) masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit. d. e. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

I. 1.

TATALAKSANA4,6,7 Terapi Abortif dilakukan antara lain dengan pemberian farmasi sebagai berikut : a. b. c. d. Sumatriptan Zolmitriptan Eletriptan Rizatriptan

e. f. g. h. i.

Naratriptan Almotriptan Frovatriptan Analgesik opioid seperti meperidin Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg. Pada terapi abortif para penderita migraine pada umumnya mencari tempat

yang tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.

2.

Terapi Profilaktif Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya,

pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.

J.

PROGNOSIS Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.8

BAB IV KESIMPULAN

1.

Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia. Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik.1

2.

Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun.3,9

3.

Migraine biasanya disebabkan oleh faktor genetik dimana 70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga inti dengan riwayat migraine.3 Migraine dapat dipicu oleh keadaan kurang tidur, stress, perubahan pola makan, setelah makan makanan tertentu, akibat perubahan suhu, dan sebagainya.

4.

Penatalakasanaan migraine mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif, baik secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Tujuan dari tatalaksana migraine adalah untuk meredakan serangan migraine serta mencegah serangan yang berikutnya atau menurunkan frekuensi kekambuhan. Obat pilihan dalam terapi abortif untuk saat ini adalah golongan triptan, seperti sumatriptan. Sedangkan untuk terapi profilaktif dapat digunakan golongan beta-blocker, calcium channel blocker, antidepresan, dan antikonvulsan.4,7

DAFTAR PUSTAKA Adams and Victors Neurology. Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. [Internet]; 2010 Mar 29 [cited 2010 Sept 15]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview 4. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill. 2007. p 289 5. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept 15]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis 6. 7. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine. Brunton, LL. Goodman and Gilmans Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006. 8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept 15]. Available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm

1. 2. 3.

You might also like