You are on page 1of 12

ANALISIS SEMEN MANUSIA

SASARAN PREKTIKUM
Praktikum Sajian Yang harus diperhatikan : Analisis Semen : Semen manusia : Waktu likuifaksi, warna semen, pH, volume, viscositas, aglutinasi spontan, konsentrasi, jumlah sperma total, motilitas sperma, uji HOST, sel leukosit, sel eritrosit, sel epitel

TUJUAN PRAKTIKUM
Menganalisis semen ejakuat untuk mengetahui kemampuan fertilitas spermatozoa seorang pria.

PENDAHULUAN
Analisis semen adalah pemeriksaan terhadap semen (spermatozoa dan bahan-bahan lain yang ada di dalamnya) dari seorang laki-laki. Apakah semennya normal atau tidak untuk dapat membuahi sebuah sel telur oleh spermatozoa, sehingga terjadi fertilisasi. Disebut Azoospermia jika tidak ada spermatozoa sama sekali pada semen yang mungkin disebabkan oleh pretestikuler, testikuler dan post-testikuler. Oligozoospermia jika parameter semen lain normal, kecuali jumlah spermatozoa yang jumlahnya dibawah 40 juta/ejakuat. Astenozoospermia diindikasikan jika motolitasnya kurang dari 50% yang progresif. Jika abnormalitas tunggal, kurang dari 20% baru dianggap tidak normal. Tetratozoospermia jika morfologi abnormal sperma lebih dari 50%. Keadaan ini sering dijumpai sebagai abnormalitas campuran, misalnya Oligoastenotertratozoospermia. Ada bermacam-macam kelainan yang dialami oleh sebuah spermatozoa. Secara umum sebuah spermatozoa terdiri dari kepala, leher (bagian tengah) dan ekor. Apabila terjadi kelainan dari salah satu bagian sperma tersebut, maka tidak akan terjadi pembuahan.

TEORI TENTANG MORFOLOGI Spermatozoa normal


Spermatozoa normal mempunyai kepala berbentuk oval, regular dengan bagian tegah (leher) utuh dan ekor tidak melingkar mempunyai panjang kira-kira 45 mikron (penuntun laboratorium WHO untuk pemeriksaan semen manusia dan interaksi semen geteh serviks). Panjang kepala 3-5 mikron dengan lebar kepala 2-3 mikron. Akrosom kalau Nampak berwarna pink (merah jambu), kepala berwarna bayangan lebih gelap di daerah akrosom dari pada bagian tengah (leher), ekor terlihat abu-abu sampai violet. Kepala membulat pada bagian tengah, pada semua kepala yang masuk kategori oval.

Spermatozoa normal

Gambar 1. Morfologi normal Sperma manusia

Spermatozoa abnormal
Spermatozoa disebut abnormal bilamana terdapat satu atau lebih dari bagian spermatozoa yang tidak mestinya. Jadi meskipun kepala spermatozoa oval, tetapi kalau bagian tengah menebal, maka spermatozoa itu dikatakan abnormal. Abnormalitas kepala Kepala oval besar (bentuk makro), adalah spermatozoa dengan ketentuan spermatozoa normal, tetapi ukuran kepala spermatozoa lebih besar, yaitu kira-kira panjang kepala > 3 mikiron, Kepala oval kecil (bentuk mikron) adalah dengan ketentuan bila ukuran kepala sperma lebih kecil yaitu ; panjang < 3 mikron, lebar < 2 mikron. Kepala pipih ( bentuk lepto). Spermatozoa yang mempunyai kepala dengan perbandingan ukuran lebar lebih pendek dari pada panjangnya. Kepala sperma kelompok ini berbentuk cerutu dengan kedua sisi sejajar yang kemudian dapat bertemu dengan titik. Panjang sperma > 7 mikron dan lebar sperma > 3 mikron. Kepala berbentuk pir. Kepala lebih menyolok berbentuk sebagai tetesan air mata , bagian runcingnya berhubungan dengan bagian tengah sperma, disini ukurannya tidak diperhatikan. Kepala dua. Sperma mempunyai dua kepala yang mungkin dalam berbagai bentuk dan ukuran. Jumlah kepala sperma tanpa memandang bentuk dan ukuran termasuk kedalam kelompok kepala dua. Kepala berbentuk amorfous (bentuk terato). Sperma mempunyai kelainan yang bervariasi, sebagai contoh adalah kepala terpilin, terdapat cekungan konkaf pada sisinya dan juga kepala berbentuk kelereng yang berwarna gelap tanpa adanya akrosom. Abnormalitas pada leher/bagaian tegah Bagian tengah menebal, bila ukuran bagian tengah lebih besar dari 2 mikron Bagian tengah patah Tidak mempunyai bagian tengah Abnormalitas ekor Ekor melintang Ekor patah, yang meninggalkan sisanya setidak-tidaknya separuh dari ekor normal Ekor lebih dari 1 Ekor sebagai tali terpilin

Gambar 2 : kelainan-kelainan pada sperma

Spermatozoa immature
Spermatozoa immature adalah sperma yang masih mengandung sisa-sisa sitoplasma yang mempunyai ukuran separuh dari ukuran kepala dan masih terikat, baik pada kepala, bagian tengah maupun pada ekor sperma.

Gambar 3 : bentuk morfologi sperma normal dan abnormal pada manusia

I. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
1. Waktu likuifaksi : Sperma yang baru saja dikeluarkan selalu menunjukkan adanya gumpalan diantara lendir putih yang cair. Liquefaction ini terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat antara lain enzim seminin. Untuk sperma yang normal gumpalan ini akan mencair setelah waktu 15-20 menit. Makna Klinis :Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim seminin. 2. Warna semen : warna semen yang normal bervariasi dari translucent (putih mutiara) sampai putih keabu-abuan atau kekuningan. Jika agak lama abstinensia kekuningan. Jika putih atau kuning tandanya banyak leukosit, yang mungkin oleh adanya infeksi pada genitalia. Beberapa macam obat, seperti antibiotika, dapat mewarnai semen. Terkadang terdapat semen berwarna merah biasanyaoleh karena tercemar sel eritrosit (hemospermi). 3. pH : pH diukur dengan kertas lakmus dan penentuan pH dilakukan dengan membandingkan dengan indikator pH. Cairan sperma dengan pH 7,2 hingga 7,8 merupakan kondisi ideal bagi sel sperma untuk mampu bertahan hidup bergerak dengan pergerakan paling optimal. Kondisi keasaman yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bisa membunuh sel sperma. 4. Volume : volume semen ejakuat diukur dengan menggunakan tabung pengukur dan di ukur dalam ml. Dalam satu kali ejakulasi, normalnya penis menyemburkan sperma sekitar 2-6 mililiter. Jika kurang dari angka tersebut, kemungkinan ada masalah dengan kesuburan atau bisa juga disebabkan oleh frekuensi ejakulasi yang terlalu sering (termasuk lewat masturbasi). Aspermi bila tidak keluar sperma saat ejakulasi. Hiperspermi bila volume lebih dari 6 ml. hipospermi bila kurang dari 1 ml. 5. Viskositas : viskositas atau kekentalan diukur apabila semen telah mengalami likuifaksi lengkap. Jika semen terlalu kental, berarti kurang enzim likuifaksi dari prostat. Terlalu ence, karena zat koagulasi yang dihasilkan vesikula seminalis terlalu sedikit atau ductus ejakulatorius. Normal apabila membentuk helaian seperti benang kurang dari dua cm. 6. Aglutinasi spontan : terjadinya penggumpalan sperma pada saat ejakulasi. Kalau langsung encer ketika ditampung berarti ada gangguan pada vesikula seminalis atau ductus ejakulatorius. Normalnya tidak terdapat aqlutinasi sejati. 7. Bau semen : bau semen sangat khas, tajam, tidak busuk. Bau itu berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Jika tidak ada bau khas semen, prostat tidak aktif atau ada gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk disebabkan oleh adanya infeksi.

II. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK


1. Motilitas: Motilitas spermatozoa merupakan salah satu factor yang penting dalam menentukan kesuburan pria. Sebab motilitas spermatozoa erat hubungannya dengan proses fertilisasi. Adanya kegagalan pada proses fertilisasi dapat disebabkan oleh adanya kendala, diantaranya adalah rendahnya kualitas gerak spermatozoa. Beberapa ahli dan WHO mengatakan motilitas dianggap normal apabila 50% atau lebih gerak maju atau 25% atau lebih bergerak maju dengan cepat dalam waktu 60 menit setelah ditampung.

WHO juga mengatakan bahwa motilitas spermatozoa yang rendah dapat menyebabkan berkurangnya terjadinya konsepsi. 2. Konsentrasi spermatozoa Jumlah spermatozoa dihitung dengan menggunakan hemasitometer yang mempunyai bilik hitung danlarutan George sebagai pengencer sekaligus berfungsi mematikan spermatozoa yang terdapat di dalam bilik hitung agar tidak terjadi pengulangan dalam perhitungan spermatozoa. Jumlah spermatozoa dihitung per ml ejakulat dan per volume ejakulat. Jumlah sperma dikatakan Normal Subfertil Steril : jumlah spermatozoa diatas 60 juta/ml : 20 60 juta/ml : 20 juta atau kurang/ml

Hemasitometer 3. Morfologi spermatozoa Tujuanya adalah untuk melihat bentuk spermatozoa dan dihitung jumlah spermatozoa yang bentuknya normal dan abnormal. Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh bentuk kepala, leher, tanpa adanya sitoplasmik droplets dan bentuk ekor. Semen yang normal mengandung setidaknya 48% - 50% spermatozoa normal. 4. Hipoosmotic swelling test (HOST) Digunakan untuk melihat kebocoran membran sel dan dihitung dalam % 5. Viabilitas Keadaan sperma hidup atau mati. Sperma yang tidak bergerak belum tentu mati, sehingga perlu dibedakan antara spermatozoa yang hidup atau mati. Dengan cara ini dapat dipastikan apakah spermatozoa yang tidak motil tersebut hidup atau mati. 6. Autoaglutinasi Yaitu spermatozoa yang saling melekat satu sama lain. Oerlekatan dapat terjadi di bagian kepala, leher, dan ekor spermatozoa. 7. Kecepatan sperma Untuk mengukur kecepatan spermatozoa dipakai kaca obyek hemocytometer neuauer, dan dilihat dengan mikroskop perbesaran 400 x.

III. ALAT DAN BAHAN


1. ALAT : - Mikroskop - Objeck glass - Deck glass - Kertas lakmus - Counter - Neubauer - Pipet mikro - Pipet tetes - Tabung reaksi - Batang kaca - Sentrifuse 2. BAHAN - Semen ejakulat - Larutan eosin Y - Alkohol 96% - Larutan giemsa - Larutan George - Larutan HOST - Emersi oil - Aquadestilata

IV. CARA KERJA


A. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK 1. Likuifaksi Semen dianalisis setelah mengalami likuifaksi, yaitu biarkan semen sekitar 20 menit atau maksimal 1 jam setelah ejakulasi. 2. Warna semen Warna semen diamati dengan mata telanjang 3. pH setetes sperma disebarkan secara merata diatas kertas pH 9kisaran pH 6,4 sampai 8,0). Setelah 30 detik warna daerah yang dibasahi akan merata kemudian dibandingkan dengan kertas kalibrasi untuk dibaca pHnya. Patokan yang telah diketahui sebelumnya dipakai secara rutin dalam analisis semen. pH semen normal berada dalam kisaran 7,2 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka harus dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya jika pH kurang dari 7 pada siapan azoospermia perlu dipikirkan kemungkinan disgenesis vas deferens, vesika seminal atau epididimis. 4. Volume semen Volume siapan harus diukur dengan satu gelas ukur atau dengan cara menyedot seluruh siapan ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Jika akan dilakukan assay

biologi (bioassay) atau pembiakan semen, maka harus dipakai bahan-bahan yang steril pada pengolahan siapan semen tersebut. 5. Viskositas dan konsistensi Konsistensi ditaksir dengan cara memasukan tangkai kaca ke dalam siapan dan kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat batang tersebut dikeluarkan. Panjang benang tidak boleh lebih dari pada 2 cm jika terjadi gangguan konsistensi, maka benang yang terbentuk panjangnya dapat lebih daripada 2 cm. 6. Aglutinasi spontan Melihat secara langsung keadaan semen setelah diejakulasi, apakah terjadi penggumpalan atau tidak. 7. Bau semen Dengan mengamati secara langsung. B. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK 1. Motilitas sperma Motilitas atau pergerakan spermatozoa dihitung dalam presentase. Suatu volume semen tertentu diteteskan diatas kaca objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan kaca tutup. Siapan kemudian diperiksa dengan perbesaran 400x. Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motilitas setiap sperma yang dijumpai dicatat. Biasanya diamati pada beberapa lapang pandang terhadap 100 ekor spermatozoa ( jumlah total presentase adalah 100%). Motilitas digolongkan menjadi beberapa kriteria sebagai berikut: a. Progresif lurus : bergerak lurus kedepan lincah dan cepat b. Progresif lambat : bergerak ke depan tetapi labat c. Gerak ditempat : gerakan tidak menunjukan perpindahan tempat, biasanya bergerak di tempat, berputar atau melompat d. Tidak bergerak : tidak ada gerakan sama sekali atau diam ditempat Biasanya empat sampai enam lapang pandang yang harus diperiksa untuk mendapat seratus sperma secara berurutan yang kemudian diklasifikasikan sehingga menghasilkan presentase setiap kategori motilitas. 2. Konsentrasi sperma Siapan yang telah diencerkan harus diaduk dengan baik dan kemudian satu tetes deletakkan di atas hemositometer neubauer setra ditutup dengan kaca tutup (deck galss). Tata cara pencacahan sperma dalam kamar hemositometer ialah sebagai berikut : segi empat untama dari kisi-kisi hemositometer neubauer yang terdiri atas 25 segi empat besar yang masing-masing terdiri dari 16 segi empat yang lebih kecil

Alat hemositometer

kisi-kisi pada hemositometer neubauer

Jika siapan mengandung kurang daripada 10 sperma setiap segi empat, maka seluruh kisi-kisi yaitu seluruh segi empat harus dipecah. Jika siapan mengandung 10 sampai 40 sperma setiap segi empat, maka harus dicacah 10 segi empat. Jika siapan mengandung 40 sperma setiap segi empat, maka 5 segi empat dicacah. Sperma yang terletak diatas garis pemisah dua segi empat dicacah jika terletak pada sisi atas atau kiri segi empat yang sedang diamati. Untuk menentukan jumlah sperma dalam semen dalam juta/ml, bagaikan jumlah sperma yang ditentukan dengan factor konversi yang tertera dalam table di bawah ini. Sebagai contoh jika siapan telah diencerkan 1 + 9 dan tercacah 2 sperma dalam 25 segi empat, maka jumlah sperma dalam setiap siapan adalah 0,2 juta/ml. Tabel 1. faktor koreksi untuk hemositometer Pengenceran Jumlah segi empat besar yang dicacah ( semen + pengencer) 25 10 5 1+9 10 4 2 1 + 19 5 2 1 1 + 49 2 0,8 0,4 3. Morfologi spermatozoa a. Pewarnaan: dapat menggunakan pewarnaan giemsa, hematoksilin, dan papanicolou. Tahap-tahap oewarnaan sebagai berikut : - Teteskan semen pada objek glass dan dibuat apusan setipis mungkin dan dibiarkan kering di udara - Fiksasi dengan alcohol 96 % selama 15 menit - Teteskan giemsa dan biarkan selama 20 menit - Cuci dengan aquades mengalir dan biarkan kering - Periksa dibawah mikroskop dengan emersi oil b. Menentukan prosentase morfologispermatozoa: dengan membedakan bentuk spermatozoa normal dan abnormal dan hitung prosentasenya. Di bawah ini diberikan petunjuk praktis untuk pekerjaan laboratorium tersebut. Sebelum dicantumkan dalam prosentase, macar-macam bentuk sperma dikelompokan dalam satu tabel.

Tabel 2. pemeriksaan morfologi spermatozoa No 1 2 3 3.1 3.2 3.3 3.3 3.5 3.6 4 5 6 Macam sperma Normal Abnormal Macam kepala Makro Mikro Lepto Piri Dobel Terato Abnormalitas leher Abnormalitas ekor Spermatozoa immature Banyaknya Presentase macam spermatozoa

4. Hipoosmotic swelling test (HOST) pada uji HOST digunakan larutan HOST dengan cara sebagai berikut - 100 mikroliter semen dicampur dalam 1 ml larutan HOST dan di diamkan selama 1 jam. - lalu ambil setetes dan teteskan pada objeck glass lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 x - hitung 100 spermatozoa, spermatozoa yang ekornya lurus berarti tidak ada kebocoran membran sedangkan soermatozoa yang ekornya tidak lurus berarti ada kebocoran. 5. Viabilitas untuk mengetahiu viabilitas sperma adalah sebagai berikut: a. teteskan semen pada objek glass lalu tambahkan satu tetes larutan eosin Y 0,5 %, kemudian diaduk rata dan diamati dengan perbesaran 400 x b. dihitung sebanyak 100 spermatozoa yang hidup tidak terwarnai dan yang mati tampak berwarna merah karena menyerap eosin. 6. Kecepatan rata-rata sperma untuk menghitung kecepatan rata-rata sperma dihitung 25 spermatozoa yang bergerak maju dengan memakai stopwatch dan counter. di ambil nilai rata-rata kecepatan normal 2, detik per kotak ukuran dalam objek (50 um). kalau kecepatan kurang dari itu berarti spermatozoa kurang mampu berfertilisasi. 7. Jumlah total sperma untuk menambahkan jumlah total spermatozoa yaitu dengan menggunakan rumus N (konsentrasi sperma) X volume sperma

V. INTERPRETASI HASIL ANALISIS SEMEN


Untuk mengetahui hasil dari analisis semen diperlukan 3 parameter pokok: 1. jumlah spermatozoa / ml 2. persentase motilitas spermatozoa yang geraknya baik 3. persentase morfologi spermatozoa normal Tabel 3. interpretasi hasil analisis semen Nomenklatur Jumlah sperma % motilitas (juta/ml) sperma Normozoospermia >20 >50 Oligozoospermia <20 >50 Astenozoospermia >20 <50 Teratozoospermia >20 >50 Oligoastenozoospermia <20 <50 O.A.T <20 <50 Oligoteratozoospermia <20 >50 Polizoospermia >250 >50

% morfologi sperma >50 >50 >50 <50 >50 <50 <50 >50

You might also like