You are on page 1of 2

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Manusia hidup dalan suatu lingkungan, dimana dalam lingkungan itu timbul pengaruh yang
timbal balik. Saling membutuhkan satu sama lain. Perubahan yang terjadi pada lingkungan
sangat ditentukan oleh sikap serta perlindungan manusia kepada lingkungan sekitarnya. Bisa
dikatakan perubahan baik buruknya suatu lingkungan tergantung dari usaha manusia dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Dalam pemanfaatannya manusia harus memperhatikan
tujuan serta dampak yang akan ditimbulkan dari akibat pemakaian sumber daya alam tersebut.
Jika dampak yang akan ditimbulkan tidak diperhatikan, sumber daya alam yang rusak akan sulit
untuk kembali seperti sediakala. Adapun ada kemungkinan untuk kembali akan memerlukan
waktu yang sangat lama serta dengan biaya yang tidak sedikit. Kerugian lain adalah pada
generasi berikutnya tidak dapat merasakannya. Perusakan serta tercemarnya lingkungan ini
terjadi tidak lain adalah karena kurangnya perhatian dalam perencanaan dan maupun
pelaksanaan pembangunan, yang berkaitan dengan pertimbangan ekonomis. Bisa dilihat dari
perkembangan teknologi yang bisa merubah keadaan yang berada di ruang lingkungan hidup
sehingga timbul gangguan dalam sistem lingkungan hidup.
Bagaimana dengan hukum yang mengatur? Masalah lingkungan diatur dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat denan UUPLH), adapun
didalamnya dimuat peraturan-peraturan dari berbagai aspek, yakni aspek hukum administrasi,
aspek hukum perdata, maupun aspek hukum pidana. Dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut masalah pelanggaran lingkungan hidup dilihat dari aspek hukum pidana. Dimana dalam
UUPLH ini yang dimaksud perbuatan pidana adalah perbuatan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 sampai Pasal 46 jo. Pasal 1 angka 12
dan 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997.
Dalam UUPLH sanksi pidana dijatuhkan kepada pencemar/perusak lingkungan hidup berupa
sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda baik itu kepada individu sebagai pengurus badan
hukum atau perusahaan maupun terhadap badan hukum/perusahaan itu sendiri. Namum,
prosedur hukum pidana ini baru digunakan setelah prosedur hukum lain/penjatuhan sanksi-sanksi
lain tidak berlaku efektif. Dikatakan kedudukan sanksi pidana dalam hukum lingkungan hidup
adalah sebagai penggunaan sanksi yang terakhir (ultimum remedium). Dikatakan pidana denda
dijatuhkan terhadap perusahaan dan pidana penjara dijatuhkan bagi pengurusnya yang
betanggung jawab.
Ketentuan pada hukum pidana undang-undang lingkungan hidup dimaksudkan untuk melindungi
lingkungan hidup dengan memberikan ancaman sanksi pidana. Perbuatan pidana (delik)
lingkungan hidup adalah melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup, sebagaimana pada Pasal 41 ayat (1). pengertian delik ini
dihubungkan dengan isi Pasal 41 ayat (2), Pasal 43 dan Pasal 44 melalui metode konstruksi
hukum. Inti dari rumusan delik lingkungan hidup (perbuatan yang dilarang) adalah sama, yakni
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup. Terdapat dua delik dalam UUPLH ini. Pertama
adalah delik materiil, yaitu perbuatan pidana yang perumusannya dititikberatkan pada akibat
yang dilarang. Ketentuan delik materiil ini dalam UUPLH terdapat pada Pasal 41 dan 42. dimana
ketentuannya adalah melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, dan mengakibatkan orang mati atau luka berat, baik dilakukan dengan sengaja
maupun karena kealpaannya. Yang kedua adalah delik formil, yaitu perbuatan pidana yang
perumusannya dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang. Ketentuan dalam UULH terdapat
dalam Pasal 43 dan 44. Ketentuannya adalah melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, baik sengaja maupun kealpaannya.

You might also like