You are on page 1of 7

Para ilmuwan politik dan para ilmuwan sosial pada umumnya telah banyak mengemban gkan model, pendekatan,

konsep dan rancangan untuk menganalisis pembuatan kebija ksanaan negara dan komponennya, yaitu pengambilan/pembuatan keputusan. Sekalipun demikian, pada umumnya ahli-ahli ilmu politik lebih sering menunjukkan hasrat y ang tebih besar dalam mengembangkan teori mengenai kebijaksanaan negara daripada mempelajari praktek kebijaksanaan negara itu sendiri. Walaupun begitu, haruslah diakui bahwa konsep-konsep dan model-model tersebut amat penting dan bermanfaat guna dijadikan pedoman dalam analisis kebijaksanaan, karena konsep-tonsep dan m odel-model tersebut dapat memperjelas dan mengarahan pemahaman kila tcrhadap pem buatan kebijaksanaan negara mempermudah arus komunikasi dan memberikan penjelasan yang memadai bagi tindakan kebijaksanaan. Jelasnya, jika kita bermaksud mempela jari atau meneliti kebijaksanaan tertentu maka kita membutuhkan suatu pedoman da n kriteria yang relevan dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian kita. Seb ab, apa yang kita temukan dalam realita sebetulnya bergantung pada apa yang kita cari, dan dalam hubungan ini konsep-konsep dan teori-teori kebijaksanaan yang a da dapat memberikan arah pada penelitian yang sedang kita lakukan. Pembuatan Kebijaksanaan Negara menurut seorang pakar kebijaksanaan negara dari A frika, chief J.o. Udoji (1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebijaksan aan negara sebagai keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pende finisiaan masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam ben tuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam si stem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tind akan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan /implementasi, monitoring dan peni njauan kembali (umpan balik). Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari sejumlan Atematif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Kebijaksanaa, sebagai tel ah kita rumuskan di muka, adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan terten tu yang dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan suat u masalah atau persoalan tertentu. Secara tipikal pembuatan kebijaksanaan merupakan tindakan yang berpola, yang dil akukan sepanjang waktu dan melibatkan banyak keputusan yang di antaranya ada yan g merupakan keputusan rutin, ada yang tidak rutin. Dalam praktek pembuat kebijak sanaan sehari-hari amat jarang kita jumpai suatu kebijaksanaan yang hanya terdir i dari keputusan tunggal. Dalam tulisan ini akan dibahas 3 (tiga) teori pengambi lan keputusan yang dianggap paling sering dibicarakan dalam pelbagai kepustakaan kebijaksanaan negara. Teori-teori yang dimaksud ialah : teori Rasional komprehensif, teori Inkremental dan teori Pengamatan terpadu. Teori Rasional Komprehensif Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak dit erima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama da ri teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Pembuat keputusan dihadapkan pada.suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain. 2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan a mat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kePentingannya. 3. Pelbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama. 4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif Yang diPilih diteliti. 5. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya. 6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat memak simasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan. Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling taj

am berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 196 4 1959) Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenary a tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas. Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secar a tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyaraka t. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapa t dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataa n sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah yang disebut ,,sunk_cost,,. Keputusan_ -keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusa n untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada. Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut Rs. Milne (1972), mode ira sionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah: infor masi/datastatistik tidak memadai ; tidak memadainya perangkat teori yang siap pa kai untuk kondisi- kondisi negara sedang berkembang ; ekologi budaya di mana sis tem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-uns ur rasionar dalam pengambilan keputusan. Teori Inkremental Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambil an keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori ya ng lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari. Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan u ntuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada seba gai sesuatu hal yang saling terpisah. b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang lan gsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya dipand ang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksan aan yang ada sekarang. c. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yan g akan dievaluasi. d. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara tera rur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk mempertimbangkan dan m enyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi. e. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. B atu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati b ahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan . f. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perba ikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari u paya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada seba gai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa y ang akan datang. Kepurtusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan p roduk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pih ak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang struktur nya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih ga mpang untuk mencapai kesepakatan apabila masalatr-masalah yang diperdebatkan ole h pelbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi ter

hadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-i su kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat a mbil semua atau tidak sama sekali. Karena para pembuat keputusan itu berada dala m keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari ti ndakan-tindakan mereka di masa datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidak pastian itu Paham inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sum ber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terha dap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory) Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni set uju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misatnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau menc erminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan sert a kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat , sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan ya ng secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan tera baikan. Iebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangk a pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebi jaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung meng abaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar. Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan k eputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehing ga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori ra sional yang terkemuka model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strateg i yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai g una tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran. Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat kep utusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemam puan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplemen tasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan s canning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputus an tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupak an pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensi f dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan. Kriteria pengambilan Keputusan Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yait u: Nilai-nilai Politik. Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. K eputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini buk an mustahil dibuat demi keuntungan politik dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok k epentingan yang bersangkutan. Nilai-nilai organisasi.

Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam m engambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat d i dalamnya Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai ben tuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, d an bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. S epanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambi l keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-p ertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasin ya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan ke giatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati. Nilai-nitai Pribadi. Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau keb utuhan finansial reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakanoleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan. Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang men guntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan at au penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentin gan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para warta wan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas ju ga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinyamisalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasi onalis. Nilai-nilai Kebijaksanaan. Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mem punyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimba ngan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keput usan mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya s ecara moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-unda ng hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipi l itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa memped ulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal. Nilai-nilai Ideologis. Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang se cara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di be rbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasiona lisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan un tuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berke mbang melawan kekuatan kolonial. Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku pol itik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial da n ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pen gukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pemban gunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solic hin, 1987). Aktor-aktor Yang Berperan Dalam Proses Kebijaksanaan Dalam proses kebijaksanaan, menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 (empat) g

olongan atau ripe aktor (pelaku) yang terlibat, yakni : golongan rasionalis, gol ongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis. Sungguhpun demikia n, patut hendaknya diingat bahwa pada kesempatan tertentu dan untuk suatu jenis isu tertentu kemungkinan hanya satu atau dua golonga aktor tertentu yang berpeng aruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan oleh keempat golongan aktor terseb ut dalam proses kebijaksanaan, nilai-nilai dan tujuan yang mereka kejar serta ga ya kerja mereka berbeda satu sama lain. Uraian berikut akan menguraikan bagaiman a perilaku masingmasing golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan. Golongan Rasionalis. Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan aktor rasionalis i alatl batrwa dalam melakukan pilihan altematif kebijaksanaan mereka selalu menem puh metode dan langkah-langkah berikut : 1) mengidentifikasikan masalah; 2) merumuskan tujuan dan menysunnya dalam jenjang tertentu; 3) mengidentifikasikan semua altematif kebijaksanaan; 4) meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap altematif; 5) membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu mengacu pada tujuan; 6) dan memilih alternatif terbaik. Berdasarkan pada ciri-ciri tersebut, maka perilaku golongan aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijaksanaa n yang profesional yang amat terlatih dalam menggunakan metode-metode rasional a pabila menghadapi masalah-masalah publik. Oleh golongan rasionalis ini metode-metode seperti itu kerapkali merupakan nilai -nilai yang amat dipuja-puja, sehingga tidak heran apabila metode-metode itulah yang selalu mereka anjurkan untuk dipergunakan. Dengan metode rasional ini diasu msikan bahwa segala tujuan dapat ditetapkan sebelumnya dan bahwa informasi/data yang serba lengkap dapat disediakan. Oleh sebab itu gaya kerja golongan rasional is cenderung seperti gaya kerja seoriang perencana yang komprehensif, yakni seor ang yang berusaha untuk menganalisis semua aspek dari setiap isu yang mucul dan menguji setiap altematif yang mungkin berikut semul akibat dan dukungannya terha dap tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Golongan Teknisi. Seorang teknisi pada dasamya tidak lebih dari rasionalis, sebab ia adalah seoran g yang karena bidang keahliannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijaksanaan. Golongan teknisi dalam melaksanakan fugasnya boleh jadi memiliki kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya. Biasanya mereka beke{a di proyet-proyek yang membufuhkan keatrlian nya, namun apa yang harus mereka kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain. P eran yang mereka mainkan dalam hubungan ini ialah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk menangani tugas-tugas tertentu. Nilai_nilai yang mereka yakini adalah nilai-nilai yang berkaitan erat dengan lat ar belakang keahlian profesional mereka, misalnya sebagai insinyur elektro, ahli informatika dan ilmu komputer, ahli fisika, ahli statistika dan lain sebagainya . Tujuan yang ingin dicapai biasanya ditetapkan oleh pihak lain, mungkin oleh sa lah satu di antara golongan aktor yang telah kita sebutkan di atas, atau boleh j adi gabungan dari golongan-golongan aktor tersebu. Gaya kerja dari golongan tekn isi ini agak berlainan jika dibandingkan dengan golongan rasionalis (yang cender ung bersifat komprehensif). Golongan teknisi umumya menunjukkan rasa antusiasrne dan rasa percaya diri yang tinggi apabila mereka diminta untuk bekerja dalam ba tas-batas pendidikan dan keahliannya, namun cenderung enggan untuk melakukan per timbangan-pertimbangan yang amat luas melampaui batas-batas keahliannya tersebut . Golongan inkrementalis. Golongan aktor inkrementalis ini dapat kita identikkan dengan para politisi. par a politisi, sebagaimana kita ketahui, cenderung memiliki sikap kritis namun acap

kali tidak sabaran terhadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mere ka sebenarnya amat tergantung pada apa yang dikerjakan oleh para perencana dan p ara teknisi. Golongan inkrementalis pada umumnya meragukan bahwa sifat yang komp rehensif dan serba rasional itu merupakan sesuatu yang mungkin dalam dunia yang amat penuh dengan ketidaksempurnaan ini. Golongan inkrementalis memandang tahap-tahap perkembangan kebijaksanaan dan impl ementasinya sebagai suatu rangkaian proses penyesuaian yang terus menerus terhad ap hasil akhir (yang berjangka dekat maupun yang berjangka panjang) dari suatu t indakan. Bagi golongan inkrementalis, informasi dan pengetahuan yang kita miliki tidak akan pemah mencukupi untuk menghasilkan suatu program kebijaksanaan yang lengkap. Oleh sebab itu pada umumnya mereka sudah cukup puas dengan melakukan pe rubahan-perubahan kecil. Nilai-nilai yang terkait dengan metode pendekatan ini i alah hal-hal yang berhubungan dengan masa lampau atau hal-hal yang berhubungan d engan terpeliharutya status quo kestabilan dari sistem dan terpeliharanya status quo. Kebijaksanaan apapun bagr golongan inkrementaris akan cenderung dilihat sebagai suatu perubahan yang terjadi secara sedikit demi sedikit (gradual changes). Dalam hubungan ini rujuan kebijaksanaan dianggap sebagai konsekuensi dari adanya tuntutan-tuntutan, baik karena didorong kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang baru atau karena kebutuhan untuk menyesuaikan dengan apa yang sudah dikembangkan dalam teori. Gaya kerja golongan inkrementalis ini dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu melakukan tawar-menawar atau bargaining yakni dengan secara teratur mendengarkan tuntutan, menguji seberapa jauh intensitas tuntutan terseb ut dan menawarkan kompromi. Golongan Reformis (Pembaharu). Seperti halnya golongan inkrementalis, golongan aktor reformis pada dasamya juga mengakui akan terbatasnya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijaks anaan, sekalipun berbeda dalam cara menarik kesimpulan. Golongan inkrementalis b erpendirian bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itulah yang mendikte ge rak dan langkah dalam proses pembuatan kebijaksanaan. Dalam kaitan ini Braybrook e dan Lindblom mengatakan, bahwa hanyalah kebijaksanaan-kebij aksanaan yang sebe lumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertimbangkan pendekatan seperti ini bagi golong an reformis (yang notabene menghendaki perubahan sosial), dianggap terlampau kon servatif. Golongan reformis ini sependapat dengan pandangan David Easton yang menyebutkan bahwa kita harus menerima sebagai kebenaran akan perlunya mengarahkan diri kita langsung pada persoalan-persoalan yang berlangsung hari ini untuk memperoleh jaw aban singkat dan cepat dengan memanfaatkan perangkat analisis serta teori-teori mutakhir yang tersedia, betapapun tidak memadainya perangkat analisis dan teoriteori tersebut. Dengan dcmikian, tekanan perhatiannya adalah pada tindakan sekar ang, karena urgensi dari persoalan yang dihadapi. Pendekatan semacam itu umumnya ditempuh oleh para Lobbyist (orang-orang yang ber peran selaku juru kasak-kasuk/Frerunding di parlemen). Nilai-nilai yang mereka j unjung tinggi ialah yang berkaitan dengan upaya untuk melakukan perubahan sosial , kadang kala demi perubatran sosial ini sendiri, namun lebih sering bersangkut paut dengan Lepentingan kelompok-kelompok tertentu. Tujuan kebijaksanaan biasany a ditetapkan dalam lingkungan kelompok-kelompok tersebut, melalui berbagai macam proses, termasuk di antanmya atas dasar keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dar i tindakan pemerintah sekarang telah melenceng arahnya atau batrkan gagal. Karen a itu gaya kerja golongan aktor reformis ini umumnya sangat radikal, kerapkali d isertai dengan tindakan-tindkan demonstrasi dan konfrontasi dengan pihak pemerin tah.

Melihat perbedaan-perbedaan perilaku keempat golongan aktor yang terlibat datam proses kebijaksanaan tersebut, tidak heran jika masing-masing golongan aktor itu saling mengecam. Golongan rasionalis sering aitecam/dikritik tidak memahami kod rat manusia. Braybrooke dan Lindblom, sebagai penganjur teori inkrementalis, mal ahan menyatakan bahwa lolongan aktor rasionalis itu terlalu idealistis sehingga tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi masalah. Sementara itu golongan aktor teknisi kerapkali dituduh memiliki pandangan yang p icik karena hanya peduli terhadap masalah-masalah sempit sebatas pada bidang kea hliannya semata dan kurang peduli terhadap masalah-masalah publik yang luas, yan g kemungkinan melampaui bidang keahlian yang dikuasainya. Golongan aktor inkreme ntalis di lain pihak, seringkali dianggap memiliki sikap konservatif sebab merek a tidak terlalu tanggap terhadap perubahan sosial atau bentuk-bentuk inovdsi yan g lain. Akhirnya golongan aktor reformis seringkali dituduh mau menangnya sendir i, tidak sabaran, tidak kenal kompromi dan karena itu tidak realistis. KESIMPULAN 1. Definisi Pembuatan Kebijaksanaan Negara sebagai keseluruhan proses yang menya ngkut pengartikulasian dan pendefinisiaan masalah, perumusan kemungkinan-kemungk inan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntut an-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanks i atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan /i mplementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik). 2. Terdapadat beberapa teori pengambilan keputusan yang dianggap paling sering d ibicarakan dalam pelbagai kepustakaan kebijakan negara diantaranya ; Teori Rasio nal Komprehensif, Teori Inkremental, Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Th eory). 3. Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman peril aku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, y aitu : Nilai-nilai Politik, Nilai-nilai organisasi, Nilai-nitai Pribadi, Nilai-n ilai Kebijaksanaan, Nilai-nilai Ideologis. 4. Dalam proses kebijaksanaan, menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 (empat ) golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat, yakni : golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis

You might also like