You are on page 1of 2

Nama : Ahsanul Intishor NIM :11650054 Paper Filsafat Ilmu Intergrasi Islam dan sains Interaksi antara sains

dan Islam memberikan tiga pola hubungan antara keduanya yaitu islamisasi sains, saintifikasi Islam dan sains Islam. Sains telah tumbuh dan berkembang sedemikian rupa, ibarat manusia ia telah lahir dan tumbuh menjadi besar dan dewasa. Sains modern lahir dari rahim peradaban Barat yang menyangkal eksistensi dan peran Tuhan di dalam tatanan penyelanggaraan jagat raya. Sebagai anak kandung dari ibu peradaban yang anti Tuhan maka sains juga ditengarai bersifat anti Tuhan. Ketika sang anak ini bertemu dan berinteraksi dengan Islam maka kewajiban Islam untuk mengajaknya kembali memahami dan berkhidmat kepada Tuhan. Inilah ilustrasi bagi islamisasi sains. Pada saat yang sama, ketika sains bertemu dan berinteraksi dengan Islam ternyata keduanya berpenampilan sangat kontras. Sains sangat trendi dan memenuhi cita rasa kemoderenan karena ia memang produk dan anak kandung peradaban modern. Sebaliknya, Islam tampil dengan wajah kumuh dan seolah anti kemajuan. Upaya menanmpilkan Islam yang selaras dengan cita rasa dan pola pikir modern merupakan gambaran dari saintifikasi Islam. Selain kedua upaya yang tampak artifisial tersebut juga terdapat upaya serius yakni membangun sains Islam, sains dengan paradigma baru, sains non-positivistik, atau sains holistik yang sejak awal dibangun di atas pondasi wahyu. Seperti telah disinggung di depan Barat dengan sains-nya tumbuh dan berkembang dengan spirit memberontak doktrin-doktrin agama dan menolak wahyu sebagai pondasi bangunannya. Rekonstruksi atas ketiga pola dan upaya memadukan sains dan Islam memerlukan pengetahuan minimum atas pokok-pokok ajaran Islam, bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya, filsafat ilmu. Pokokpokok ajaran Islam terkandung dalam doktrin tauhid laa ilaaha illallah yang terjabarkan dalam arkanul islam dan arkanul iman. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan tidak boleh menyimpang dari prinsip ini. Filsafat ilmu diperlukan untuk memahami seluk beluk dan detil bukan sekedar sisi praktis dan pragmatisnya melainkan juga pondasi filosofis ilmu pengetahuan. Pokok-pokok ajaran Islam dan filsafat ilmu dibutuhkan untuk memahami upaya ketiga relasional sains dan Islam. Ketiga upaya di depan khsususnya upaya terakhir, membangun sains Islam selain memerlukan dua pengetahuan minimum di depan juga memerlukan pengetahuan yang memadai tentang al-Quran dan bahasa Arabnya khsususnya nahwu-sharaf. Aspek ontologi dan aksiologi telah inheren di dalam diri muslim, karena itu secara efektif bangunan sains Islam berbeda pada tataran epistelogi dari sains yang berkembang saat ini. Aspek epistemologi bangunan sains Islam juga menerima wahyu sebagai sumber informasi. Karena wahyu terkandung di dalam kitab suci al-Quran yang berbahasa Arab maka pemahaman bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya tidak dapat dihindari.

Selain harus mengandung subyek filosofis muatan bahan ajar juga harus mengandung subyek praktis-pragmatis yang sesuai dengan peribadatan dan hidup keseharian muslim. Subyek tersebut adalah ilmu falak yang di dalamnya terdiri dari pengetahuan dan penentuan arah kiblat, awal waktu shalat dan awal bulan qamariyah. Ilmu falak juga dapat dikembangkan sebagai laboratorium alternatif yang unik karena berbeda dari laboratrium konvensional, laboratorium falak dapat memadukan intelektualitas dan spiritualitas. Secara jelas, Al-Quran memberikan dorongan untuk mengadakan observasi, berfikir, meneliti dan memperoleh ilmu tersebut. Pada surat Al-Ankabut [29]: 20 disebutkan: Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu Al-Quran telah memberikan kontribusi yang besar bagi manusia untuk belajar dan menimba ilmu pengetahuan. Wahyu Al-Quran yang paling tegas menunjukan hal itu adalah ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan. Al-Quran juga mengungkapkan pujian atas keutamaan ilmu, kemuliaan ulama dan keluhuran derajat. Al-Quran menempatkan ilmuwan pada kedudukan yang luhur seperti halnya kedudukan ilmu. Pendahuluan ini secara ringkas menunjukan sisi pandang manusia dalam ketergantungnnya terhadap agama serta urgensi peranan agama bagi manusia dalam setiap perkembangan zaman. Disisi lain juga tidak melupakan urgensi Al-Quran dalam memotivasi perkembangan sains. Hadirnya tipologitipologi yang beragam dalam konteks agama yang berbeda-beda mengenai hubungan sains dan agama menunjukan perkembangan baru dalam kajian keduanya (Zainal Abidin Bagir, 2006: 3). ehubungan dengan konsep agama dan sains, tidak sedikit sumbangsi para ilmuwan terhadap keduanya dengan perspektif yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang sosialnya masing-masing. Adapun dalam karya ini akan menguraikan:

You might also like