You are on page 1of 146

PROSIDING

KONFERENSI FISIKA I 2012



Jurusan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung





Bandung, 7- 8 Mei 2012

Mengukir Tinta Emas Bersama Fisika




Tim Editor :

Mada Sanjaya W.S., Ph.D
Bebeh Wahid Nuryadin, M.Si
M. Nurul Subkhi, M.Si
Hasniah Aliah, M.Si
Imamal Muttaqien, M.Si
Yudha Satya Perkasa, M.Si
Ihsan Imaduddin, M.Si




Desain Layout :

Arizal Taufik
Tedi Septiadi





Dipublikasikan oleh:
Jurusan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution No.105 Bandung

ISSN 2301-5284
iii

PROSIDING
KONFERENSI FISIKA I 2012

Jurusan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung






Bandung, 7- 8 Mei 2012

Mengukir Tinta Emas Bersama Fisika























Didukung oleh :


ISSN 2301-5284
iv


TIM EDITOR



Ketua

Mada Sanjaya W.S., Ph.D
(KK Fisika Komputasi dan Instrumentasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)



Anggota

Bebeh Wahid Nuryadin, M.Si (KK Fisika Material UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
M. Nurul Subkhi, M.Si (KK Fisika Nuklir Medis UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Hasniah Aliah, M.Si (KK Fisika Material UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Imamal Muttaqien, M.Si (KK Astrofisika UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Yudha Satya Perkasa, M.Si (KK Fisika Nuklir Medis UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Ihsan Imaduddin, M.Si (KK Fisika Bumi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)






























ISSN 2301-5284
v


KATA PENGANTAR


Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Kegiatan Expo Penelitian Fisika 2012 telah terselenggara
dengan sukses. Kegiatan ini diadakan dalam rangka meningkatkan semangat penelitian
dikalangan civitas akademika Jurusan Fisika khususnya dan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada umumnya. Salah satu dokumen kegiatan Ekspo
Penelitian Fisika 2012 ini terangkum dalam buku prosiding. Prosiding Konferensi Fisika ke I
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini
berisikan makalah-makalah yang disajikan dalam Seminar Ekspo Penelitian Fisika 2011 di
UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada 7-8 Mei 2012. Sesuai dengan temanya yaitu
Mengukir Tinta Emas bersama Fisika telah disajikan seminar umum oleh Mada
Sanjaya W.S., Ph.D dari KK Fisika Komputasi dan Robotika, Bebeh Wahid Nuryadin,
M.Si dan Hasniah Aliah, M.Si dari KK Fisika Material, Imamal Muttaqien, M.Si dari KK
Astrofisika, M. Nurul Subkhi, M.Si dan Yudha Satya Perkasa, M.Si dari KK Nuklir
Medis, Ihsan Imaduddin, M.Si dari KK Fisika Bumi, serta Dian Syah Maulana A.S., S.Si
mewakili Bolabot Techno Robotic School dari CV. Sanjaya Star Group.
Pada pertemuan ini disajikan pula 34 makalah yang terbagi dalam 5 kelompok yaitu:
Fisika Komputasi, Astrofisika, Fisika Nuklir Medis, Fisika Material, Fisika Instrumentasi,
dan Fisika Bumi yang disajikan dalam sidang paralel. Makalah yang disajikan, diterbitkan
dalam Prosiding Konferensi Fisika I tahun 2012. Makalah tersebut telah melewati
penyuntingan kembali dan ditulis berdasarkan format template yang telah disepakati antara
panitia penyelenggara dan tim editor.
Keberhasilan Konferensi Fisika I 2012 ini merupakan hasil kerja keras seluruh
anggota panitia penyelenggara Mahasiswa Fisika angkatan 2010 yang dikordinasikan oleh
Himpunan Mahasiswa Sains Fisika serta para pemateri Expo Penelitian Fisika 2012 yang
terdiri dari Dosen dan Mahasiswa Fisika angkatan 2008 dan 2009 serta para peserta dari
Mahasiswa Fisika 2011, Mahsiswa Fakultas Sains dan Teknologi, Siswa-Siswi MTS dan MA
Al Jawami. Panitia penyelenggara telah berhasil dengan baik mempersiapkan dan
menyelenggarakan pertemuan ilmiah tersebut.
Kepada para penceramah, penyaji makalah, peserta pada umumnya, serta semua pihak
yang telah berperan-serta dalam seluruh acara Konferensi Fisika I 2012 ini, diucapkan
banyak terima kasih. Mudah-mudahan hasil yang diterbitkan dalam prosiding ini semuanya
dapat bermanfaat, meningkatkan motivasi penelitian dan berperan serta menyumbang sumber
daya dan kearifan lokal melalui bidang fisika dan pendidikan fisika.



Bandung, 31 Mei 2012


Editor





ISSN 2301-5284
vi

DAFTAR ISI

Isi Halaman
cover i
Tim Editor iv
Kata Pengantar Editor v
Makalah
KOM. 01 Mada Sanjaya W S Generator Penghasil Sinyal Chaos serta
Aplikasinya dalam Sistem Keamanan
Komunikasi dan Teknologi Navigasi
Robot
1-7
KOM. 02 Aceng Sambas,
Mada Sanjaya W.S,
Halimatussadiyah
Desain dan Analisis Sinkronisasi
Bidirectional pada Sirkuit Rossler dan
Aplikasinya dalam Sistem Keamanan
Komunikasi
8-15
KOM. 03 Irfan Safar Farouk,
Halimatussadiyah,
Mada Sanjaya W. S

Analisis Sistem Dinamik Sirkuit Colpitt
Tiga Tahap Penghasil Sinyal Chaos
Frekuensi Tinggi Sebagai Osilator
Wireless Power Transfer
16-20
KOM. 04 Aceng Sambas,
Vera Sriwahyuni,
Mada Sanjaya WS.
Simulasi Numerik Romantika Cinta Aceng
dan Vera dengan Sudut Pandang Dinamika
Short Message Service Menjelang
Pernikahan

21-24
KOM. 05 Tresna Purnama
Dewi, Mada Sanjaya
W.S.Halimatussadiyah
Simulasi dan Pemodelan Penyebaran
Penyakit Flu Burung di Kecamatan
Godean Yogyakarta
25-29
KOM. 06 Aceng Sambas,
Mada Sanjaya W.S
Analisis Chaos Sistem Dinamik pada
Sirkuit Rossler serta Aplikasinya dalam
Navigasi Mobile Robot
30-34
KOM. 07 Imam Taufik,
Aceng Sambas,
Mada Sanjaya W.S
Pemodelan Matematika dan Analisis
Dinamika Ledakan Populasi Tomcat
(Paederus fuscifes
35-37
KOM. 08 Riad Taufik Lazwardi

Kajian Teoritis Metode Rayleigh-Ritz pada
Masalah Dua Nilai Batas untuk
Menganalisis
Pengaruh SuatuTekanan pada Benda 2-D
38-40
KOM. 09 Tedi Septiadi, & Mada
Sanjaya WS
Simulasi Penjalaran Sinyal pada Sel Syaraf
Terstimulasi Sinyal Kotak Menggunakan
Model Hindmarsh-Rose
41-45
KOM. 10 Habib Jaenudin,
Aceng Sambas
Halimatussadiyah,
Mada Sanjaya WS
Analisis Chaotic Sistem dinamika Tiga
Bandul dan Tiga pegas



46-48
KOM. 11 Habib Jaenudin,
Aceng Sambas,
Mada Sanjaya WS
Analisis Sistem Dinamika Sirkuit
Non-Linier Duffing

49-52
ISSN 2301-5284
vii

KOM. 12

Imam Taufik,
Mada Sanjaya W.S
Simulasi Monte Carlo dalam Memprediksi
Epidemik Demam Berdarah Dengeu di
Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi
53-56
ASTRO.
01
Adam, Imamal
Muttaqien, Zaid
Nasrullah
Menentukan Waktu Shalat Subuh di
Cileunyi Bandung dengan Menggunakan
Sky Quality Meter
57-60
ASTRO.
02
Siti Nurlaila, Zaid
Nasrullah, Imamal
Muttaqien
Prediksi Awal Bulan Ramadhan 1432 H
Menggunakan Software Accurate Times

61-64
ASTRO.
03
Yudi Fadilah, Imamal
Muttaqien
Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Sekitar
UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan
Menggunakan GPS
65-66
MED. 01 Asri Warisma,
M.Nurul Subkhi,
Yudha Satya Perkasa
Penggabungan Citra Menggunakan
Transformasi Wavelet Diskrit Untuk
Menghasilkan Triplemodality Imaging
68-71
MED. 02 Imas Saidah Nabil,
M. Nurul Subkhi,
Yudha Satya Perkasa
Perbandingan Metode Histeq dan
Adaphistek pada Peningkatan Kualitas
Citra Mri
72-75
MED. 03 Eip Siti Septariyah,
M. Nurul Subkhi,
Yudha Satya Perkasa
Pemugaran Citra (Image Restoration) pada
Citra Mammografi dengan Metode
Akuisisi Deblurring dengan Wiener Filter
dan Gaussian Filter
76-79
MED. 04 Dede Hasanah,
Yudha Satya Perkasa,
M. Nurul Subkhi
Rekonstruksi Tiga Dimensi Struktur
Tulang Pada Citra CT Menggunakan
Geodesic Active Contour
80-81
MED. 05 Fuzie Hadianty S
H, M. Nurul Subkhi,
Yudha Satya Perkasa
Segmentasi Citra Mamografi
Menggunakan Transformasi Watershed
Dengan Filter Sobel sebagai Preprocessing
82-84
MAT. 01 Bebeh W.Nuryadin,
Ferry Iskandar

Preliminary Study on Preparation of
BCNO Phosphor Particles Using Citric
Acid as Carbon Source
85-87
MAT. 02 Ade Esa. Nurasiah,
Asti Sawitri,
Hasniah Aliah,
M. Abdullah
Pelapisan TiO
2
Pada Polimer Polipropilena
(PP) Dengan Optimasi Suhu dan
Penerapannya Sebagai Fotokatalis Untuk
Penjernihan Air Limbah
88-91
MAT. 03 Sandra Permana,
Zulfi Rayadi Kurnia,
Mahardika Prasetya A
B. Wahid Nuryadin
Dispersi Partikel SiO
2
dari Bahan TEOS
pada PVA.LiOH sebagai Membran Polimer
Elektrolit

92-95
MAT. 04 Asti Sawitri,
Ade Esa Nurasiah
Hasniah Aliah

Optimasi Lamanya Waktu Pelapisan
Titanium Dioksida (Tio
2
) Pada Polimer
Polipropilena (Pp) Sebagai Fotokatalis
Degradasi Limbah Metilen Biru
96-100
MAT. 05 Nina Y. Hasanah,
Bebeh W. Nuryadin,
Ferry Iskandar
Studi Awal: Fosfor Boron Carbon
Oxynitride (BCNO) Nanopartikel

101-104
INS. 01 Saepurrohman Sidik,
Dian Syah Maulana,
Mada Sanjaya W.S
Alat Ukur Tinggi Badan Digital dengan
Menggunakan Gelombang Ultrasonik
Berbasis Mikrokontroler ATMEGA 8535
105-110
ISSN 2301-5284
viii

INS. 02 Irfan Syafar Farouk,
Mada Sanjaya WS
Otomatisasi Alat Eksperimen Kalorimeter
Menggunakan Mikrokontroler ATmega
8535
111-113
INS. 03 Handi Pandriantama,
Dian Syah Maulana,
Mada Sanjaya W.S
Prototipe Sistem Keamanan Menggunakan
Laser Berbasis Mikrokontroler ATmega
8535

114-115
INS. 04 Irfan Syafar Farouk,
Mada Sanjaya WS
Pengukuran Konstanta Joule
Menggunakan Kalorimeter Digital
116-118
INS. 05 Norman Swarzkop
Rhamdani,
Mada Sanjaya WS
Rancang Bangun Alat Eksperimen
Generator Van de Graff dari Barang Bekas
sebagai Media Pembelajaran Listrik Statis
119-121
INS. 06 Yus Kusaeri,
Nizar Nuril Barjah,
Aceng Sambas,
Dian Syah Maulana
Mada Sanjaya WS
Alat Ukur Ketebalan Plat Tipis Transparan
Otomatis Berbasis Optik Menggunakan
Mikrokontroler ATMega 8535

122-126
BUMI. 01 Anis Pitri Aprilianti,
Susilawati,
Ihsan Imaduddin,
Idin Azharudin,
Fran Permana,
Bebeh W. Nuryadin
Aplikasi Metode Geolistrik dengan
Konfigurasi Schlumberger untuk
Mengukur Resistivitas Bawah Permukaan
Tanah pada Lapangan x


127-130
BUMI. 02 Susilawati, Mukhlis
Setiawan, Bebeh W.
Nuryadin

Perbandingan Metode DFT, CWT, S-
Transform dan TFCWT pada Dekomposisi
Spektral untuk Mengindikasi Hidrokarbon
Gas pada Lapangan X

131-133
BUMI.03 Fran Permana,
Bebeh W. Nuryadin,
Ihsan Imaduddin,
Idin Azharudin,
Anis Pitri A.,
Susilawati

Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi
Wenner Secara Sederhana

134-137

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

1

Generator Penghasil Sinyal Chaos serta Aplikasinya dalam Sistem
Keamanan Komunikasi dan Teknologi Navigasi Robot

Mada Sanjaya WS

Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
madasws@gmail.com

Abstrak Chaos merupakan fenomena unik berperilaku acak yang lahir dari sistem deterministik. Dalam makalah ini, kami
mengkaji dan menganalisis fenomena chaos yang terjadi pada sirkuit elektronik. Sirkuit chaos ini merupakan sirkuit analogi
dari fenomena chaos yang ada di alam, dalam hal ini diambil fenomena chaos dari konveksi cuaca model Lorenz. Kemudian
juga dibahas aplikasi sirkuit chaos dalam sistem keamanan komunikasi dan kontrol navigasi gerak sebuah mobile robot.
Metode numerik berbasis MATLAB dan simulasi MultiSIM digunakan untuk mendesain dan menganalisis sirkuit serta aplikasi
sirkuit tersebut.

Kata kunci: Sirkuit chaos, model Lorenz, sistem keamanan komunikasi, navigasi mobile robot.

Abstract Chaos is a unique phenomenon with the random behavior that was born from deterministic systems. In this paper,
we review and analyze the phenomenon of chaos that occurs in electronic circuits. Chaos circuit is a circuit analogy of chaos
phenomena that exist in nature, in this case taken from the chaos phenomenon Lorenz model of convection weather. Then the
chaos circuit applications are also discussed in the security systems of communication and control the motion of a mobile
robot navigation. MATLAB-based numerical methods and simulation MultiSIM used to design and analyze circuits and its
applications.

Key words: Chaotic circuit, Lorenz model, Communication security systems, mobile robot navigation.

I. PENDAHULUAN
Fisika nonlinier, seperti halnya mekanika kuantum dan
relativitas, membawa sekumpulan ide-ide mendasar dan
hasil-hasil yang mengejutkan. Akan tetapi, tidak seperti
mekanika kuantum dan relativitas, bidang fisika nonlinear
ini mencakup sistem pada seluruh ukuran dan benda-benda
untuk semua kecepatan. Oleh karena itu, fisika nonlinier
memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kehidupan
manusia sehari-hari [1].
Secara sederhana sebuah sistem bersifat nonlinier jika
keluaran dari sistem tidak sebanding dengan masukannya.
Nonlinieritas dalam sistem fisika bertanggung jawab atas
kemunculan gejala chaos, yang secara harfiah dapat
diartikan sebagai kekacauan. Chaos berlainan dengan
random, karena keadaan ini masih memiliki sifat
deterministik. Secara matematika, gejala ini pertama kali
diprediksi oleh matematikawan besar abad 19, Henri
Poincare, disekitar tahun 1880-an ketika mencoba
memecahkan permasalahan stabilitas dari suatu sistem
dinamis, seperti gerak tiga benda langit di bawah pengaruh
gaya gravitasi [1].
Secara lebih visual, gejala chaos pertama kali dipelajari
secara tidak sengaja oleh Edward N. Lorenz, seorang pakar
sains atmosfir dari MIT, di tahun 1963. Kala itu ia tengah
mencoba memodelkan aliran konveksi udara tiga dimensi di
atmosfir. Lorenz menurunkan model ideal persamaan
nonlinier yang terkopel tiga dan berusaha memecahkannya
secara numerik menggunakan pertolongan komputer. Alih-
alih memperoleh pemecahan yang berkelakuan baik, ia
malah menemukan perilaku aneh yang semula ia anggap
sebagai kesalahan numerik. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa lintasan pemecahan dalam ruang tiga
dimensi tersebut memiliki ciri lintasan yang tidak teratur
(strange attractor), dan tidak pernah menempuh lintasan
yang sama. Jika titik awal perhitungan dirubah sedikit saja,
maka akan muncul pola orbit dengan kelakuan serupa tetapi
memiliki pola lintasan yang lain sama sekali [2]. Hingga
kini, gejala chaos juga dapat dijumpai dimana-mana, mulai
dari sistem fisika seperti sirkuit listrik, turbulensi gerak
benda dalam fluida, fenomena superkonduktor, gerak
bandul, sistem jaringan syaraf, atau pada perubahan cuaca.
Pemodelan mengenai perilaku sistem sosial, fluktuasi harga
saham, dan pola hubungan antara mangsa dan pemangsa di
dalam suatu ekosistem pun memprediksikan kemungkinan
munculnya chaos [1].
Dua buah kajian penting dari teori chaos adalah
aplikasinya dalam sistem keamanan komunikasi dan
teknologi robotik. Landasan komunikasi berbasis chaos
adalah teori sinkronisasi antara dua sistem chaos yang dapat
terjadi pada parameter tertentu. Pecora dan Carrol [3],[4]
telah mendemonstrasikan bahwa sistem chaos dapat
disinkronisasi, penelitian ini menjadi awal penelitian lebih
lanjut dalam mempelajari teori sinkronisasi dua sistem
chaos yang identik serta beberapa aplikasinya yang dapat
digunakan sebagai metode baru dalam sistem keamanan
komunikasi [5]-[10]. Sedangkan salah satu aplikasi sinyal
chaos dalam teknologi robotic yaitu sinyal chaos dapat
digunakan dalam mengkontrol arah gerak dari robot. Mobile
robot dengan kontrol sinyal chaos ini dikembangkan dalam
berbagai teknologi robot terapan seperti robot penjinak bom,
robot pencari, robot vaccum-cleaner, robot pencukur
rumput, bahkan dapat digunakan pada robot peluncur gerak
roket tempur yang arah geraknya tak dapat diprediksi.
Kelebihan robot bernavigasi chaos ini adalah karena robot
ini merupakan robot autonomous analog, sehingga tak perlu
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

2

diprogram atau tak perlu menggunakan mikrokontroler
sebagai kendali geraknya [11]-[19].
Fokus kajian dalam makalah ini adalah mempelajari
fenomena chaos yang terjadi pada sirkuit nonlinier
menggunakan model Lorenz. Dalam makalah ini, telah
digunakan sistem sirkuit elektronik yang sederhana dalam
pengembangan skema sistem keamanan komunikasi bebasis
chaos dengan dua sirkuit yang terkopling serta penggunaan
sirkuit chaos dalam mengkontrol navigasi gerak sebuah
mobile robot.

II. MODEL MATEMATIKA SIRKUIT CHAOS
Sistem Lorenz adalah sistem autonomous yang
sederhana dengan tiga persamaan diferensial biasa terkopel
yang bersifat nonlinier. Sistem Lorenz pertama kali
diperkenalkan oleh Edward N. Lorenz (1963) ketika
membuat model matematika dari konveksi tiga dimensi di
atmosfer. Persamaan Lorenz [2] dapat ditulis sebagai


( )
cz xy z
axz abx y
x y a x
=
=
=

(1)

dengan a, b, dan c adalah parameter konstan bernilai positif.
x adalah laju aliran konveksi. y adalah perbedaan
temperature horizontal aliran konveksi dan z perbedaan
temperature horizontal aliran konveksi terhadap titik
equilibrium.
Model matematika Lorenz ini kemudian menjadi acuan
untuk mendesain sirkuit Lorenz berbasis op-amp yang mana
nilai dari setiap komponen dari sirkuit Lorenz tersebut
berhubungan dengan nilai parameter persamaan Lorenz
[20],[21].

III. SIMULASI NUMERIK SIRKUIT CHAOS
Metode Runge Kutta orde empat meruapakan salah satu
metode numerik untuk mencari solusi dari persamaan
diferensial sistem Lorenz (1), solusi numerik yang diperoleh
dapat berupa diagram fasa dan diagram time series. Dengan
menganalisis diagram fasa dan time series dari sistem, dapat
diamati lintasan dari sistem Lorenz tersebut yang kemudian
dapat diklasifikasikan jenis geraknya. Sedangkan untuk
menentukan parameter yang dapat menghasilkan chaos
dapat dianalisis melalui perhitungan numerik Lyapunov
eksponennya. Diagram fasa dan time series dari dari sistem
Lorenz dapat diamati pada Gambar 1.



(a) c = 3


(b) c = 3.4

(c) c = 5

Gambar 1. Simulasi numerik menggunakan MATLAB pada
parameter tetap a = 5, dan b = 4: (a) Chaos attractor, (b) Limit
cycle periodik; (c) Spiral stabil.

Gambar 1(a) memperlihatkan kepada kita butterfly effect
dari sistem Lorenz yang bertipe double attractor dengan tiga
nilai titik kritis yang mana attractor berputar melintasi titik
kritis tersebut. Ketika nilai parameter c divariasikan maka
bentuk dari attractor nya akan berubah yang pada awalnya
merupakan attractor chaos menjadi attractor yang bertipe
limit cycle yang bersifat periodik dan tidak menunjukan
gejala chaos seperti terlihat pada Gambar 1(b) dan 1(c).
Untuk mengamati kesensitifan sistem terhadap
perubahan parameter dan kondisi awal dapat dilakukan
dengan mengamati diagram Lyapunov eksponen dari sistem
tersebut. Nilai Lyapunov positif bermakna chaos, sedangkan
negatif bermakna sistem tersebut periodik. Nilai Lyapunov
eksponen bervariasi terhadap perubahan parameter. Pada
Gambar 2., Terlihat nilai Lyapunov eksponen berubah
terhadap parameter c.

Gambar 2. Grafik Lyapunov Eksponen Sistem Lorenz

Gambar 2. tersebut menunjukan bahwa nilai lyapunov
eksponen maksimum untuk c < 3.4 akan bernilai positif
sehingga untuk semua parameter c < 3.4 akan menghasilkan
attractor chaos sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1(a),
-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8
-10
0
10
0
1
2
3
4
5
6
7
y
x
Lorenz Circuit
z
0 2 4 6 8 10
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Times
D
y
n
a
m
i c
s
Lorenz Circuit


x
y
z
-10
-5
0
5
10
-10
-5
0
5
10
0
1
2
3
4
5
6
7
x
Lorenz Circuit
y
z
0 2 4 6 8 10
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Times
D
y
n
a
m
i c
s
Lorenz Circuit


x
y
z
0
2
4
6
8
-5
0
5
10
15
0
2
4
6
8
x
Lorenz Circuit
y
z
0 2 4 6 8 10
-2
0
2
4
6
8
10
12
Times
D
y
n
a
m
i c
s
Lorenz Circuit


x
y
z
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

3

untuk c = 3.4 nilai Lyapunov eksponen merupakan transisi
dari positif ke negatif sehingga untuk kondisi ini attractor
yang terbentuk adalah limit cycle periodik sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1(b), sedangkan untuk c > 3.4
maka attractor yang terbentuk adalah stabil asimtotik karena
semua Lyapunov eksponen bernilai negatif sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1(c).

IV. SIMULASI EKSPERIMEN MULTISIM
Dengan menggunakan komponen Op-Amp, sistem
Lorenz (1) yang dapat menghasilkan fenomena chaos dapat
dibuat sirkuit analognya [20],[21]. Dalam makalah ini telah
dibuat sirkuit yang analog dengan sistem Lorenz (1)
sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 3(a).
Sedangkan diagram fase dan diagram time series nya dapat
dilihat pada Gambar 3(b) dan(c).


(a)




(b) (c)
Gambar 3. Sirkuit dan simulasi MultiSIM: (a) sirkuit Lorenz;
(b) Diagram fase XY; (c) Diagram time series XY.

V. SINKRONISASI SIRKUIT CHAOS
Sinkronisasi antar sistem chaos telah banyak menarik
perhatian ilmuwan, dan menjadi metode baru dalam aplikasi
sistem komunikasi. Dengan metode sinkronisasi sistem
chaotic yang identik, sebuah sinyal informasi yang
dikirimkan dari sebuah sistem transmitter dapat dihasilkan
kembali secara lengkap pada sistem receiver meski
dirambatkan dengan modulasi sinyal chaotic. Sinkronisasi
chaos pada sistem dinamika terkopel merupakan
generalisasi dari sinkronisasi sistem linier yang dapat
dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Ide dari metode ini
adalah menghasilkan ulang seluruh sinyal pada receiver dari
sinyal chaotic yang dihasilkan oleh sistem transmitter.
Karena hal itulah, sinkronisasi chaotic berpotensi untuk
diaplikasikan dalam sistem komunikasi maupun pemrosesan
sinyal [3]-[10].



(a)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

4


(b) (c)

(d) (e)
Gambar 4. Sirkuit dan simulasi MultiSIM: (a) sinkronisasi sirkuit Lorenz; (b) time series sebelum sinkronisasi; (c) Diagram fase sistem tak-
sinkron; (d) sistem time series setelah sinkronisasi; (e) Diagram fase sistem sinkron.

VI. KEAMANAN KOMUNIKASI BERBASIS CHAOS
Dengan adanya fakta bahwa sinyal output dapat
menghasilkan kembali sinyal input, hal ini mengindikasikan
bahwa pada sistem tersebut memiliki potensi untuk dapat
diimplementasikan menjadi salah satu metode dalam sistem
keamanan komunikasi berbasis chaos [3]-[10]. Kehadiran
sinyal chaos diantara transmitter dan receiver menunjukkan
bahwa sistem chaotic dapat digunakan dalam sistem
keamanan komunikasi. Desain dari sistem ini sangat
bergantung pada adanya kemampuan untuk terjadinya
sinkronisasi chaotic antara sistem drive transmitter dan
sistem response receiver. Hal yang sangat perlu
diperhatikan dalam sistem komunikasi berbasis chaos
adalah kesamaan antara parameter pada transmitter dan
receiver. Dalam sistem keamanan komunikasi, sinyal
informasi dimodulasikan dengan sinyal chaotic yang
dihasilkan oleh transmitter. Gambar 5(a) menunjukkan
sistem keamanan komunikasi berbasis sirkuit chaos Lorenz
menggunakan MultiSIM.
Kemudian hasil modulasi chaos inilah yang akan
ditransmisikan pada jaringan komunikasi. Karena sinyal
yang ditansmisikan berupa sinyal chaos maka sistem ini
dapat digunakan untuk menjaga keamanan data informasi
yang dikirimkan. Selanjutnya sinyal transmisi akan diterima
oleh receiver yang identik dengan transmitter nya, dan
akhirnya sinyal chaos dipisahkan dari data atau informasi
yang dikirimkan menggunakan substractor.


(a)
R1
10k
R2
10k
R3
10k
R4
10k
R5
50k
R6
1k
C1
1uF
U1
OPAMP_3T_VIRTUAL
U2
OPAMP_3T_VIRTUAL
U3
OPAMP_3T_VIRTUAL
U4
OPAMP_3T_VIRTUAL
U5
OPAMP_3T_VIRTUAL
U6
OPAMP_3T_VIRTUAL
U7
OPAMP_3T_VIRTUAL
U8
OPAMP_3T_VIRTUAL
V2
2 V
R7
10k
R8
200k
R9
10k
R10
10k
R11
10k
R12
10k
R13
1k
C2
1uF
R14
100M
R15
2k
R16
30k
R17
1k
U9
OPAMP_3T_VIRTUAL
U10
OPAMP_3T_VIRTUAL
U11
OPAMP_3T_VIRTUAL
U12
OPAMP_3T_VIRTUAL
R18
3k
R19
6k
R20
1k
R21
30k
R22
10k
R23
10k
R24
10k
R25
1k
C3
1uF
A1
1 V/V 0 V
Y
X
A2
1 V/V 0 V
Y
X
R26
10k
R27
10k
R28
10k
R29
10k
R30
50k
R31
1k
C4
1uF
U13
OPAMP_3T_VIRTUAL
U14
OPAMP_3T_VIRTUAL
U15
OPAMP_3T_VIRTUAL
U16
OPAMP_3T_VIRTUAL
U17
OPAMP_3T_VIRTUAL
U18
OPAMP_3T_VIRTUAL
U19
OPAMP_3T_VIRTUAL
U20
OPAMP_3T_VIRTUAL
V1
2 V
R32
10k
R33
200k
R34
10k
R35
10k
R36
10k
R37
10k
R38
1k
C5
1uF
R39
100M
R40
2k
R41
30k
R42
1k
U21
OPAMP_3T_VIRTUAL
U22
OPAMP_3T_VIRTUAL
U23
OPAMP_3T_VIRTUAL
U24
OPAMP_3T_VIRTUAL
R43
3k
R44
6k
R45
1k
R46
30k
R47
10k
R48
10k
R49
10k
R50
1k
C6
1uF
A3
1 V/V 0 V
Y
X
A4
1 V/V 0 V
Y
X
U25 U26
U27
R51
1k
R52
1k
R53
1k
R54
1k
R55
1k
R56 1k
R57
1k
V6
0mV 100mV
0.5msec 2msec
TRANSMITTER
i(t) S(t)
Adder
U28
U29
R58
1k
R59
1k
R60
1k
R61
1k
i'(t)
Substractor
RECEIVER
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

5


(b)

(c) (d)
Gambar 5. Sistem keamanan komunikasi berbasis sirkuit Lorenz; (a) sirkuit sistem keamanan komunikasi; (b) Sinyal Informasi i(t); (c)
Sinyal Transmisi Chaotic S(t); (d) Sinyal Retrieved i(t).


Gelombang sinyal kotak dijumlahkan dengan sinyal chaotic
x, dan sinyal transmisi S(t) = x + i(t) ditransmisikan menuju
receiver. Sinyal chaotic x
r
yang dihasilkan juga oleh
receiver digunakan sebagai substraktor sehingga dihasilkan
sinyal retrieved sebagai output dari receiver, [x+i(t)]-x
r
=
i(t), jika x = x
r
. Gambar 5(a) memperlihatkan skema sirkuit
sebagai implementasi sirkuit autonomous Lorenz dalam
sistem keamanan komunikasi sedangkan. Gambar 5(b)-5(d)
menunjukkan hasil simulasi MultiSIM

untuk sistem
keamanan komunikasi berbasis sirkuit Lorenz.

VII. NAVIGASI CHAOTIC MOBILE ROBOT
Pergerakan mobile robot dideskripsikan dengan
kecepatan linier v(t) [m/s], dan sudut (t) [rad] yang
menggambarkan orientasi pergerakan robot. Kecepatan
linier menunjukan sebuah gerakan linier dari titik medium
sumbu roda. Sedangkan kecepatan arah menyediakan gerak
rotasi dari robot pada titik yang sama [11]-[19]. Gambar 6
menunjukan gerak robot dalam sebuah bidang.



Gambar 6. Deskripsi pergerakan robot dalam sebuah bidang

Pergerakan kontrol mobile robot didefinisikan oleh
persamaan berikut:

[

]= [



] [

]

dimana, {x (t), y (t)} adalah posisi robot di dalam sebuah
bidang dan (t) adalah orientasi robot. Selain itu, dalam
kasus di mana robot mencapai perbatasan medan, robot akan
berhenti dan menunggu perintah arah berikutnya untuk
bergerak[11]-[19].
Semua variable sinyal chaos p(i) menentukan posisi
sudut . Jadi, kecepatan sudut robot akan menjadi:



Selanjutnya dengan memasukan persamaan (1) maka
diperoleh:


}

dengan p(i) = (x, y, z).
Dalam sistem di atas (X, Y) adalah koordinat posisi robot
di medan dan v adalah kecepatan konstan dari mobile robot.
Selanjutnya, n adalah faktor normalisasi sehingga parameter
p(i) dari setiap sistem memiliki nilai yang sama. Dengan
teknik ini sistem kontrol akan memberikan hasil yang
sebanding.
Dibawah ini merupakan gambar pergerakan pola
dinamika navigasi mobile robot dengan menggunakan
MATLAB. Dengan n = 12, v = 0.628 dengan kondisi awal
sistem (X,Y) adalah [1,1].

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

6



(a)

(b) (c)
Gambar 7. Simulasi numerik pergerakan navigasi Mobile Robot dengan menggunakan Sirkuit Lorenz, (a) kontrol navigasi menggunakan
tegangan x, (b) kontrol navigasi menggunakan tegangan y, (c) kontrol navigasi menggunakan tegangan z.

Simulasi numerik menggunakan MATLAB dari
Gambar diatas menunjukan bahwa kontrol navigasai mobile
robot dengan menggunakan sirkuit Rossler menyebabkan
sebuah pola gerakan robot yang mempunyai sifat chaos.
Dari Gambar 7 terlihat variasi lintasan mobile robot dengan
kontrol navigasi dari tegangan yang dihasilkan oleh sirkuit
chaos. Pada dasarnya navigasi mobile robot menunjukan
prilaku dinamika yang baik jika pada bidang persegi bisa
dilewati secara keseluruhan. Pada penelitian ini, hasil yang
ditunjukan mengunakan sirkuit Lorenz menunjukkan
performa yang cukup baik untuk dijadikan navigasi mobile
robot sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti robot pengontrol arah roket tempur yang
arahnya sulit untuk dimonitoring.

VIII. KESIMPULAN
Dalam makalah ini telah dipelajari dan dilakukan
simulasi numeric Matlab dan MultiSIM sirkuit Lorenz
penghasil sinyal chaos serta dan sinkronisasi chaotic sistem
identik dari sirkuit Lorenz serta aplikasinya dalam sistem
keamanan komunikasi dan kontrol navigasi sebuah mobile
robot. Telah ditunjukkan juga bahwa sinyal chaotic yang
dihasilkan oleh sirkuit nonlinier Lorenz dapat disinkronisasi
secara sempurna sehingga dapat digunakan dalam sistem
keamanan komunikasi. Simulasi sinkronisasi chaotic dua
sirkuit Lorenz dan aplikasinya dalam sistem keamanan
komunikasi dibuat menggunakan program MultiSIM. Pada
makalah ini juga ditunjukkan bahwa sirkuit Lorenz
memiliki performa yang cukup baik untuk digunakan dalam
kontrol navigasi mobile robot.

PUSTAKA
[1] K. T. Alligood, T. D. Sauer, and J. A. Yorke, Chaos: An
Introduction to Dynamical Sistems, Springer-Verlag, New
York, 1996.
[2] E. Lorenz, Deterministic nonperiodic flow. J. Atmos. Sci. vol.
20, 1963, pp. 130-141.
[3] L. Pecora, and T. Carroll, Synchronization in Chaotic Sistems,
Physical Review Letters, vol. 64, 1990, pp. 821-823.
[4] L. Pecora, and T. Carroll, Driving sistems With Chaotic
Signals, Physical Review Letters, vol. 44, 1991, pp. 2374-
2383.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
x
y
Lintasan Mobile Robot Menggunakan Kontrol Lorenz Chaotic Circuit
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
x
y
Lintasan Mobile Robot Menggunakan Kontrol Lorenz Chaotic Circuit
0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
x
y
Lintasan Mobile Robot Menggunakan Kontrol Lorenz Chaotic Circuit
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

7

[5] M. A. Aziz-Alaoui, Complex emergent properties and chaos
(De) synchronization, Emergent Properties in Natural and
Artificial Dynamical Systems, Heidelberg: Springer, pp. 129-
147, 2006.
[6] C. W. Wu, Synchronization in coupled chaotic circuits and
systems, World Scientific Series on Nonlinear Science, Series
A - Vol.42., Singapore, 2002.
[7] T. Kapitaniak, Chaos for engineers. 2nd ed. Springer-Verlag,
Berlin, 2000.
[8] K. M. Cuomo, and A. V. Oppenheim, Circuit implementation
of synchronized chaos with applications to communications,
Physical Review Letters, vol. 71, no. 1, 1993, pp. 6568.
[9] J. C. Feng, and C. K. Tse, Reconstruction of Chaotic Signals
with Applications to Chaos Based Communications, Tsinghua
University Press dan World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd,
2007.
[10] M. Sanjaya, Halimatussadiyah, D. S. Maulana, Bidirectional
Chaotic Synchronization of Non-Autonomous Circuit and its
Application for Secure Communication, World Academy of
Science, Engineering and Technology, vol. 80, 2011, pp.1067-
1072.
[11] C. K. Volos, N. G. Bardis, I. M. Kyprianidis and I. N.
Stouboulus, Implementation of Mobile Robot by Using
Double-Scroll Chaotic Attractors. Recent Researches in
Application of Electrical Computer Enginering, 2011, pp.119-
124.
[12] A. Anwar, and H. Khammari. An Investigation on patrol
Robot Coverage Performance Based on Chaotic and non
Chaotic Guiding Signals. In International Transaction
Journal of Engineering, Management, and Applied Sciences
and Technologies, vol 2, no. 4, 2011, pp. 405-421.
[13] M. Islam and K. Murase, Chaotic dynamics of a behavior-
based miniature mobile robot: effects of environment and
control structure. Neural Networks, vol.18, no. 2, 2005, pp.
123144.
[14] L.S. Martins-Filho and Elbert E. N. Macau, Patrol Mobile
Robots and Chaotic Trajectories. In mathematical problems in
engineering, 2007, Article ID61543, 13 pages.
[15] L.S. Martins-Filho, R. F. Machado, R. Rocha, and V. S. Vale,
Commanding mobile robots with chaos. In ABCM Symposium
Series in Mechatronics, J.C. Adamowski, E. H. Tamai, E.
Villani, and P. E. Miyagi, EdsABCM, Rio de Janeiro, Brazil,
vol. 1, 2004, pp. 4046.
[16] L.S. Martins-Filho, EEN Macau, R Rocha, Kinematic Control
of Mobile Robots to Produce Chaotic Trajectories. ABCM
Symposium Series in Mechatronics, vol. 2, 2006, pp. 258-264.
[17] Y. Nakamura and A. Sekiguchi, Chaotic Mobile Robot. IEEE
Transaction on Robotics and Automation, vol. 17, no.6, 2001.
pp. 898904.
[18] U. Nehmzow, Quantitative Analysis of Robot-Environment
Interaction-Towards Scientific Mobile Robotics. Robotics and
Autonomous Systems, vol. 44, no. 1, 2003, pp.5568.
[19] P. Sooraksa and K. Klomkarn, No-CPU Chaotic Robots From
Classroom To Commerce. In IEEE circuits and systems
magazine, vol.10, no. 1109, 2010, pp. 46-53.
[20] I. Pehlivan, and Y. Uyaroglu, A new chaotic attractor from
general Lorenz system family and its electronic experimental
implementation. Turk J Elec Eng and Comp Sci, vol.18, no.2,
2010, pp. 171-184.
[21] F. L. Xian, Y. D. Chu, G. Z. Jian, and X. C. Ying, Nonlinear
dynamics and circuit implementation for a new Lorenz-like
attractor, Chaos Soliton and Fractal, vol. 41, 2009, pp. 2360
2370.








PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 8

Desain dan Analisis Sinkronisasi Bidirectional pada Sirkuit Rossler dan
Aplikasinya dalam Sistem Keamanan Komunikasi

Aceng Sambas, Mada Sanjaya WS, Halimatussadiyah

Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
acenx.bts@gmail.com, madasws@gmail.com

Abstrak Sinkronisasi chaos pada sistem dinamika terkopel merupakan generalisasi dari sinkronisasi sistem linier yang
dapat dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Ide dari metode ini adalah menghasilkan ulang seluruh sinyal pada receiver
dari sinyal chaotic yang dihasilkan pada sistem driver. Dalam makalah ini, telah dibuat desain dan simulasi untuk
mensinkronisasikan sirkuit Rossler dan mengaplikasikanya dalam sistem keamanan komunikasi. Program Matlab dan
MultiSIM berguna untuk menunjukan terjadinya fenomena chaos dan sinkronisasi bidirectional pada sirkuit Rossler.
Selanjutnya, kami kembangkan salah satu sinyal penghasil chaos ini untuk sistem keamanan komunikasi.

Kata kunci: Chaos, Sinkronisasi chaos, Sirkuit Rossler, Sistem keamanan komunikasi.

Abstract Synchronization of chaos in the dynamics of the coupled system is a generalization of the synchronization of linear
systems that can be used in communication systems. The idea of this method is to produce a reset signal to the receiver of the
whole chaotic signals generated on the system driver. In this paper, has made the design and simulation to synchronize
Rossler circuit and applying it in a secure communication system. Matlab program and MultiSIM useful to indicate the
occurrence of the phenomenon of chaos and bidirectional synchronization in Rossler circuit. Furthermore, we developed a
signal-producing chaos for secure communication systems.

Key words: chaos, Chaotic Synchronization, Rossler circuit, Communication Security Systems.


I. PENDAHULUAN
Salah satu pelopor sinkronisasi dalam sistem
deterministik adalah ilmuwan Belanda Christiaan Huygens.
Pada abad ke-17 ia menggambarkan sebuah pengamatan
dari dua jam bandul, baik yang melekat pada berkas yang
sama yang didukung oleh dua kursi, yang selalu berakhir
berayun ke arah berlawanan independen dari posisi awal
bandul, Bahkan ketika ia diberikan gangguan, dua jam
kemudian menunjukkan anti-fase gerak disinkronkan dalam
waktu setengah jam[1-2].
Selain sinkronisasi jam bandul, sejumlah besar contoh
sinkronisasi osilator dikopling dapat ditemukan di alam,
terutama di antara binatang yang hidup. Contoh besar
adalah simultan kicau jangkrik dan berkedip sinkron
kunang-kunang di tepi sungai di Thailand dan New Guinea.
Dengan berkedip kunang-kunang jantan secara serempak
mencoba menarik perhatian spesies betina di sisi seberang
sungai. Selain itu, sinkronisasi terjadi dalam dinamika otak
dimana neuron individu yang menembak potensial aksi
mereka pada saat yang sama [1]
Sinkronisasi osilator chaos pada sirkuit menjadi populer
ketika Pecora dan Carroll mempublikasikan hasil
pengamatan mereka dari sinkronisasi kopling unidirectional
dalam sistem chaos. Hasilnya adalah chaos dapat dilihat
sebagai bentuk ketidakstabilan dan sinkronisasi
menunjukan stabilitas dinamika eror [1].
Revolusi chaos dimulai pada tahun 1960, ketika Edward
Lorenz dari MIT (Massachusetts Institute of Technology)
mencoba membuat model dari perubahan cuaca dalam
bentuk sistem persamaan diferensial yang diselesaikan
secara numerik. Jika model ini berhasil maka cuaca tentu
mudah diprediksi. Tetapi hasil yang diperoleh Lorenz
menunjukan solusinya masuk ke area chaos dimana
perubahan kecil pada inputnya bisa membawa output yang
jauh berbeda dan sulit diulang kembali. Itu berarti pada
dasarnya cuaca sulit diprediksi. Dengan kondisi awal yang
hampir sama (input berbeda sedikit) karena prediksi untuk
seminggu kemudian tidak bisa dipastikan karena outputnya
berbeda besar dan keadaan fisis yang sama sulit diulangi
kembali. Selanjutnya, solusi dari pemodelan cuaca ini
menghasilkan sebuah kurva yang populer dengan nama
Lorenz Attractor [3].
Fokus kajian paper ini adalah mempelajari fenomena
chaos yang terjadi pada sirkuit Rossler [4-8]. Pertama, kita
meneliti secara terpisah setiap rangkaian osilator untuk
mempelajari perilaku dinamik dari sistem. Selanjutnya,
telah dikembangkan efek sinkronisasi dalam dua sistem
terkopling dengan mengubah parameter terjadinya
sinkronisasi dari sistem chaos. Terakhir, menerapkan teori
sinkronisasi chaos dalam sistem keamanan komunikasi

II. MODEL MATEMATIKA
Salah satu sirkuit nonlinier autonomous adalah sirkuit
Rossler [4-8]. Sebuah system nonlinier dalam sirkuit adalah
fungsi piecewise linier yang disebabkan oleh Op amp U4A,
3 resistor dan sebuah dioda. Sirkuit elektronik Rossler
dideskripsikan oleh persamaan dibawah ini [4]:

[ ]
}


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 9

Fungsi piecewise linier didefinisikan sebagai berikut:
{


}
Dimana faktor waktu adalah

, = 0,05, = 0,5,
= 1, = 15 dan rangkaian ini berisi resistor variabel yang
dapat digunakan untuk mengubah nilai . Hubungan antara
nilai Rc dari resistor variabel dan adalah R/Rc, dengan
R=10 k adalah parameter kontrol yang menunjukkan
bifurkasi dan dinamika chaos.
Implementasi lengkap dari desain sirkuit Rossler
menggunakan software MultiSIM ditunjukkan pada gambar
3. Dengan membandingkan gambar 1 dan gambar 2 dapat
disimpulkan bahwa kesamaan kualitatif sangat baik antara
integrasi numerik (1) dan (2) menggunakan Matlab, dan
simulasi sirkuit menggunakan MultiSIM.


(a) Diagram fasa (X,Y) (b) Time Series (X,Y)

Gambar 1. Hasil simulasi numerik Matlab ketika Rc = 30 k



(a) Diagram fasa (X,Y) (b) Time Series (X,Y)

Gambar 2. Hasil simulasi numerik MultiSIM ketika Rc = 30 k



Gambar 3. Skema sirkuit Rossler
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
Phase space chaotic homoclinic atractor
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
x
y
Time series circuit Rossler
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC3
-15V
U1A
TL082CD
3
2
4
8
1
C1
1nF
IC=0V
R1
2M
U2A
TL082CD
3
2
4
8
1
R2
5M
C2
1nF
IC=0V
R3
200k
VCC2
-9V
R4
100k
U3A
TL082CD
3
2
4
8
1
U4A
TL082CD
3
2
4
8
1
VCC1
9V
R5
10k
R6
54k
R7
10k
R8
10k
D1
1N4937
R9
68k
U5A
TL082CD
3
2
4
8
1
R10
100k
R11
150k R12
100k
C3
1nF
IC=0V
VCC1
9V
XSC1
A B
Ext Trig
+
+
_
_
+
_
VCC
-9V
R13
100k
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 10

III. SINKRONISASI BIDIRECTIONAL DAN
ANALISIS SIRKUIT
Bidirectional merupakan salah satu jenis sinkronisasi
antar dua sirkuit atau lebih secara dua arah. Sehingga
apabila dimisalkan terdapat dua sirkuit yang dihubungkan
secara sinkronisasi bidirectional maka informasi dari sirkuit
pertama akan tersalin ke sirkuit kedua begitu juga
sebaliknya. Jadi dalam bidirectional kedua sirkuit berperan
sebagai pengendali dan akan saling mempengaruhi.
Persamaan sinkronisasi master-slave bidirectional
sirkuit Rossler adalah sebagai berikut:


}
}



Dengan

kekuatan kopling dan Rc adalah


resistor variabel, lihat gambar 4. Keadaan sinkron asimtotik
didefinisikan sebagai:

|

Dinamika sistem eror didefinisikan sebagai berikut:

e
x
= x
1
- x
2
e
y
= y
1
- y
2
(4)

e
z
= z
1
- z
2

Turunan pertama dari sinyal eror adalah sebagai berikut:


x
=
1
-
2


y
=
1
-
2
(5)

z
=
1
-
2

Substitusikan persamaan 3 dan 5, maka kita peroleh:


x
=

)
=

)
=

e
x
e
y
e
z

y
=


= e
x
+ e
y
e
z

z
=


= e
z
+


dimana



Dengan mendiferensialkan persamaan diatas, maka
diperoleh:

= e
x

x
+ e
y

y
+e
z

z

=

e
x
e
y
e
z
) e
x
+( e
x
+ e
y

e
z
) e
y
e
z
+

) e
z

=[




] [

Ae .

Hasil menunjukan bahwa error pada waktu t mendekati
1 bersifat stabil (e = 0) karena nilai fungsi Lyapunov nya
negatif dan hasil sinkronisasinya akan sangat baik.

IV. SIMULASI NUMERIK
A.Simulasi Numerik Matlab
Gambar 4 menunjukkan bifurkasi sinkronisasi chaos
dan dinamika eror pada sirkuit Rossler dengan
menggunakan Matlab. Hasil simulasi numerik Matlab pada
gambar 4 menunjukan sinkronisasi terjadi pada saat
resistansi kopling Rc 1. Untuk kondisi awal yang sedikit
berbeda, jika resistansi kopling Rc> 1, sinkronisasi tidak
terjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4(a)-(c).
Sinkronisasi terjadi ketika Rc 10 dengan nilai eror

0 menunjukan sinkronisasi lengkap seperti


yang ditunjukkan pada gambar 4(d).

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 11


(a) R
c
= 1k

(b) R
c
= 100

(c) R
c
= 10

(d) R
c
=1
Gambar 4. Hasil sinkronisasi bidirectional pada saat Rc 1-1k

B. Simulasi Sirkuit pada MultiSIM
Gambar 5 menunjukkan bifurkasi sinkronisasi chaos
dengan menggunakan MultiSIM, Hasil simulasi
menunjukkan bahwa dua sistem sinkronisasi yang baik akan
terjadi jika Rc 10. Gambar 6 menunjukkan skema
rangkaian untuk melaksanakan sinkronisasi dua arah sistem
Rossler.

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
x1
x
2
Bidirectional Chaotic Synchronization
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
t
e
=
x
1
-
x
2
Eror syncronization
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
x1
x
2
Bidirectional Chaotic Synchronization
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
t
e
=
x
1
-
x
2
Eror syncronization
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
x1
x
2
Bidirectional Chaotic Synchronization
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
t
e
=
x
1
-
x
2
Eror syncronization
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
x1
x
2
Bidirectional Chaotic Synchronization
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
-3
-2
-1
0
1
2
3
x 10
-3
t
e
=
x
1
-
x
2
Eror syncronization
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 12


(a). R
c
=100k (b). R
c
=10k

(c). R
c
=1k (d). R
c
=100

(e). R
c
=10 (f). R
c
=1

Gambar 5. Hasil simulasi sinkronisasi bidirectional dengan MultiSIM



Gambar 6. Skema sinkronisasi bidirectional sirkuit Rossler

U6A
TL082CD
3
2
4
8
1
U7A
TL082CD
3
2
4
8
1
U8A
TL082CD
3
2
4
8
1
U9A
TL082CD
3
2
4
8
1
U10A
TL082CD
3
2
4
8
1
R15
50k
R16
10k
R17
100k
R18
10k
R19
100k
R20
5M
R21
100k
R22
68k
R23
200k
R24
10k
R25
2M
R26
100k
R27
150k
C4
1nF
C5
1nF
C6
1nF
VCC2
-9V
D1
1N4937
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC3
-15V
U1A
TL082CD
3
2
4
8
1
U2A
TL082CD
3
2
4
8
1
U3A
TL082CD
3
2
4
8
1
U4A
TL082CD
3
2
4
8
1
U5A
TL082CD
3
2
4
8
1
R2
100k
R3
100k
R4
68k
R6
2M
R8
5M
R9
100k
R10
100k
R11
50k
R12
10k
R13
10k
R14
10k
R28
150k
C1
1nF
C2
1nF
C3
1nF
D2
1N4937
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC3
-15V
R7
200k
XSC1
A B
Ext Trig
+
+
_
_ + _
R1
1
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 13


Hasil simulasi MultiSIM pada gambar 5 menunjukkan
bahwa sinkronisasi terjadi pada saat resistansi kopling Rc
1. Untuk kondisi awal yang sedikit berbeda, jika resistansi
kopling Rc> 1, sinkronisasi tidak dapat terjadi seperti
yang ditunjukkan pada gambar 5(a)-(e). Sinkronisasi terjadi
ketika Rc 1 dengan eror

menunjukan
sinkronisasi lengkap sebagaimana yang ditunjukan pada
gambar 5(f).
V. APLIKASI UNTUK SISTEM KEAMANAN
KOMUNIKASI
A. Simulasi Numerik Matlab
Transmitter


}
}


Receiver


}
}


Gelombang sinyal kotak tampak seperti gelombang
sinusoidal dengan bagian atas dan bagian bawah terpotong.
Tetapi lebih matematis, gelombang persegi adalah sinyal
yang periodik terdiri dari sejumlah tidak terbatas harmonik
ganjil dari frekuensi dasar [9]. Persamaan umum gelombang
sinyal kotak dapat ditulis sebagai berikut:

i(t) =

[ ]

(8)

Dengan adanya fakta bahwa sinyal output dapat
menghasilkan kembali sinyal input, hal ini mengindikasikan
bahwa pada sistem tersebut memiliki potensi untuk dapat
diimplementasikan menjadi salah satu metode dalam sistem
keamanan komunikasi berbasis chaos. Kehadiran sinyal
chaos diantara transmitter dan receiver menunjukkan bahwa
sistem chaotic dapat digunakan dalam sistem keamanan
komunikasi [10].
Gelombang sinyal kotak sebesar 2 volt dan frekuensi 2
kHz dijumlahkan dengan sinyal chaotic x, dan sinyal
transmisi S(t) = x + i(t) ditransmisikan menuju receiver.
Sinyal chaotic x
r
yang dihasilkan juga oleh receiver
digunakan sebagai substraktor sehingga dihasilkan sinyal
retrieved sebagai output dari receiver sebesar 2 volt dan
frekuensi 2 kHz, [x+i(t)]-x
r
= i(t), jika x = x
r
. Gambar 7 (a)
dan (c) menunjukkan hasil simulasi Matlab untuk Informasi
sinyal i (t), masking chaos ditransmisikan sinyal S (t) dan
sinyal diperoleh i '(t).


(a)

(b) (c)
Gambar 7. Simulasi numerik matlab (a) Sinyal informasi i(t), (b) sinyal transmisi chaos S(t), (c) sinyal retrieved i(t)
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01
-6
-4
-2
0
2
4
6
Time(s)
i (
t
)
Information signal i(t)
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01
-6
-4
-2
0
2
4
6
Time(s)
S
(
t
)
chaotic masking transmitted signal S(t)
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01
-6
-4
-2
0
2
4
6
Time(s)
i (
t
)
retrieved signal i(t)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 14

B. Simulasi MultiSIM
Dalam skema komunikasi chaos yang aman, sinyal
informasi yang dimasking atau dimodulasi (dienkripsi)
dengan sinyal chaos pada pemancar dan sinyal terenkripsi
yang dihasilkan akan dikirim ke penerima yang sesuai di
sebuah saluran publik (saluran yang tidak aman).
Sinkronisasi chaos sempurna biasanya diharapkan untuk
memulihkan sinyal informasi asli. Dengan kata lain, pemuli-


han dari sinyal informasi membutuhkan salinan sendiri
penerima dari sinyal chaos yang disinkronkan dengan
pemancar. Dengan demikian, sinkronisasi chaos adalah
teknik utama di seluruh seluruh proses ini [11] gambar 8
menunjukkan skema rangkaian untuk mengimplementasikan
sirkuit Rossler Komunikasi Masking chaotic dan gambar 9
menunjukkan hasil simulasi MultiSIM pada sistem
keamanankomunikasi




Gambar 8. Sirkuit Rossler masking komunikasi


(a)

(b) (c)
Gambar 9. Simulasi numerik MultiSIM. (a) Sinyal informasi i(t); (b) sinyal transmisi chaos S(t); (c) sinyal retrieved i(t)



U6A
TL082CD
3
2
4
8
1
U7A
TL082CD
3
2
4
8
1
U8A
TL082CD
3
2
4
8
1
U9A
TL082CD
3
2
4
8
1
U10A
TL082CD
3
2
4
8
1
R15
50k
R16
10k
R17
100k
R18
10k
R19
100k
R20
5M
R21
100k
R22
68k
R23
200k
R24
10k
R25
2M
R26
100k
R27
150k
C4
1nF
C5
1nF
C6
1nF
VCC2
-9V
D1
1N4937
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC3
-15V
U1A
TL082CD
3
2
4
8
1
U2A
TL082CD
3
2
4
8
1
U3A
TL082CD
3
2
4
8
1
U4A
TL082CD
3
2
4
8
1
U5A
TL082CD
3
2
4
8
1
R2
100k
R3
100k
R4
68k
R6
2M
R8
5M
R9
100k
R10
100k
R11
50k
R12
10k
R13
10k
R14
10k
R28
150k
C1
1nF
C2
1nF
C3
1nF
D2
1N4937
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC2
-9V
VCC1
9V
VCC3
-15V
R7
200k
R1
10m
U12
OPAMP_3T_VIRTUAL
U13
OPAMP_3T_VIRTUAL
U14
OPAMP_3T_VIRTUAL
R5
1k
R29
125k
R30
1k R31
1k
R32
1k
R33
1k
R35
1k
U15
OPAMP_3T_VIRTUAL
U16
OPAMP_3T_VIRTUAL
R34
1k
R36
1k
R37
1k
R38
1k
V1
1 Vrms
2kHz
0
XSC4
A B C D
G
T
XSC1
A B
Ext Trig
+
+
_
_ + _
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 02: Aceng Sambas, dkk 15


VI. KESIMPULAN
Hasil simulasi numeric Matlab dan MultiSIM pada
sirkuit Rossler penghasil sinyal chaos serta dan sinkronisasi
chaotic sistem identik dari sirkuit nonlinier autonomous
serta aplikasinya dalam sistem keamanan komunikasi. Telah
ditunjukkan juga bahwa sinyal chaotic yang dihasilkan oleh
sirkuit Rossler dapat disinkronisasi secara sempurna
sehingga dapat digunakan dalam sistem keamanan
komunikasi. Simulasi sinkronisasi chaotic dua sirkuit
Rossler dan aplikasinya dalam sistem keamanan komunikasi
dibuat menggunakan program Matlab dan MultiSIM.

PUSTAKA
[1] E. Steur, On Synchronization of Electromechanical
Hindmarsh-Rose Oscillators, PhD thesis, Eindhoven
University of Technology Department of Mechanical
Engineering Dynamics and Control Group, Eindhoven,
2007.
[2] C. Huygens, The pendulum or geometrical demonstrations
concerning the motion of pendula as applied to clocks
(translated by R. Blackwell), Iowa State University Press,
1986.
[3] Suarga, Fisika Komputasi Solusi Problema Fisika dengan
MATLAB, Andi Yogyakarta, 2007.
[4] L. M. Pecora and T. L. Carroll. Synchronizatin in Chaotic
Systems, Physical Review Letters, Vol. 64, 1990, pp. 821
825.
[5] T. L. Caroll, A Simple circuit demonstrating regular and
synchronized chaos. Am J Phys. Vol. 63, no.4, 1955, pp.
377-379.
[6] J. H .G. Lopez, R. J. Reatgui, A. N. Pisarchik, A. M.
Hernandez, C. M. Gutierrez, R. V. Hernandez, R. V. Rauda,
Novel Communication scheme based on chaotic Rossler
circuits, J. Phys. Conf. Ser, Vol. 23, 2005, pp. 276-284.
[7] D. L. Mancilla, V. E. Acero, R. J. Reatgui, J. H. G Lopez, C.
E. C Hernandez, Analysis of Experimental Encryption for a
Chaos-Based Communication System, International
Congress on Instrument and Applied Sciences, 2010.
[8] E. J. P. Van den Hoven, Synchronization of Complex
Networks, PhD thesis, Centro de Investigation Cientficay de
Education Superior de Ensenada (CICESE), Ensenada, Baja
California, Mexico, 2007.
[9] S. X. Wang, Simulation of Chaos Synchronization, PhD
thesis, University of Western Ontario, London, 1998.
[10] M. Sanjaya, Halimatussadiyah, D. S. Maulana, Bidirectional
Chaotic Synchronization of Non-Autonomous Circuit and its
Application for Secure Communication, World Academy of
Science, Engineering and Technology, Vol. 80,2011,
pp.1067-1072.
[11] H. Zhang, Chaos Synchronization and Its Application to
Secure Communication, PhD thesis, University of Waterloo,
Canada, 2010.


















PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 03: Irfan Safar Farouk, dkk 16

Analisis Sistem Dinamik Sirkuit Colpitt Tiga Tahap Penghasil
Sinyal Chaos Frekuensi Tinggi Sebagai Osilator Wireless Power Transfer

Irfan Safar Farouk, Halimatussadiyah, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
female_science@ymail.com & madasws@gmail.com

Abstrak Sirkuit Colpitt merupakan suatu sirkuit yang menghasilkan frekuensi tinggi. Dengan set parameter tertentu sirkuit
colpitt dapat menunjukan suatu perilaku Chaos. Sirkuit ini menggunakan rangkaian RLC yang dihubungkan dengan
transistor dan umpanbalik positif melalui suatu pembagi tegangan kapasitif dari rangkaian RLC. Dalam makalah ini, dibuat
desain sirkuit menggunakan tiga transistor bipolar dengan menggunakan MultiSIM dan simulasi numerik sirkuit colpitt
tingkat tiga dengan menggunakan Matlab. Sebagai faktor pembanding yang lebih akurat dari simulasi numerik dilakukan
eksperimen. Sirkuit colpitt ini diaplikasikan untuk menggambarkan suatu sistem wireless sebagai penghasil frekuensi tinggi
yang dapat mentransmisikan energi dari satu sistem ke sistem lainnya.

Kata kunci: colpitt, frekuensi, chaos, wireless.

Abstract Colpitt Circuit is a circuit that can generate high frequency. With the circuit set certain parameters to show a
behavior colpitt Chaos. This circuit uses RLC circuit associated with the transistor and the positive feedback via a capacitive
voltage divider of the RLC circuit. In this paper, has made circuit design by using three bipolar transistors used MultiSIM and
numerical simulation colpitt three level used Matlab. The experimental results are a barometer for the accuracy of the
numerical simulation results. Colpitt circuit was applied to describe a wireless system as a producer of high frequency which
can transmission power from one system to other system.

Key words: colpitt, frequency, chaotic, wireless.

I. PENDAHULUAN
Osilator Collpit adalah salah satu topologi osilator yang
efektif digunakan untuk pembangkit gelombang sinus pada
rentang frekuensi antara kilo hertz hingga beberapa giga
hertz [1-6]. Osilator colpitt ini mampu menghasilkan suatu
output frekuensi yang sangat tinggi. Osilator ini
menggunakan rangkaian RLC yang dihubungkan dengan
transistor dan umpanbalik positif melalui suatu pembagi
tegangan kapasitif dari rangkaian RLC. Umpanbalik ini bisa
ditopankan deret maupun jajar. Adapun osilator colpitt
nonlinear merupakan osilator colpitt yang dapat
menghasilkan suatu gejala chaos [7].
Hal penting dalam sistem chaos adalah kenyataan bahwa
sepenuhnya sifat identik menghasilkan bentuk gelombang
osilator asynchronous karena mereka sangat sensitif pada
kondisi awal. Dalam simulasi numerik seseorang dapat
mengatur kondisi awal yang sama untuk setiap sistem dan
mendapatkan bentuk gelombang chaos yang sama pada
output. Sementara itu dalam sistem elektronik pada
kenyataannya adalah tidak mungkin. Perilaku yang sinkron
dapat dicapai dengan cara menghubungkan atau
mengkopling osilator. Dalam sistem osilator colpitt, kita
dapat melakukan kopling atau sinkronisasi dengan cara
menambah komponen transistor [8]. Dalam makalah ini
komponen transistor yang ditambahkan adalah tiga buah
sehingga osilator colpitt dinamakan osilator colpitt tingkat
III.


Gambar 1. Skema Sirkuit Osilator Colpitt Tingkat III

II. OSILATOR COLPITT TINGKAT III
Sirkuit osilator colpitt tingkat III seperti di tunjukan pada
Gambar 1, terdiri dari tiga transistor bipolar. Sirkuit tersebut
dapat menunjukan perilaku chaos dalam rentang nilai
komponen tertentu. Pada osilator colpitts tingkat III,
digunakan empat kapasitor sebagai tangki energi. Balikan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 03: Irfan Safar Farouk, dkk 17

dikembangkan dengan menggunakan "medan elektrostatik"
yang dihasilkan dari proses pelucutan energi kapasitor
melewati induktor. Frekuensi ditentukan oleh empat
kapasitor yang terhubung paralel dengan induktor. Kolektor
diberi panjar mundur dengan menghubungkan ke bagian
positif dari V
CC
. Resistor (R
1
) berfungsi sebagai beban
kolektor. Transistor dihubungkan secara seri dengan
konfigurasi basis-bersama. Analisis hukum khirchoff dari
rangkaian tersebut menghasilkan lima persamaan diferensial
dari sirkuit yaitu:

=
=
=
=
=
0
4
4
3
3
3
2
2
2
1
1
1
4 3 2 1 0
i i
dt
dV
C
i i
dt
dV
C
i i
dt
dV
C
i i
dt
dV
C
R i V V V V V
dt
di
L
L
C
CK L
C
CK L
C
CK L
C
L C C C C
L
(1)

Dimana:
i
L
= arus yang melalui inductor,
V
C1
= tegangan pada kapasitor C
1
,
V
C2
= ,tegangan pada kapasitor C
2
,
V
C3
= ,tegangan pada kapasitor C
3
,
V
C4
= ,tegangan pada kapasitor C
4
,
C = kapasitansi kapasitor,
L= induktansi induktor,
i
o
= arus bias emitor,
V
0
= tegangan Vcc, dan
R = resistansi resistor R.



Gambar 2. Skema Model Transistor

Skema model transistor ini menjelaskan tentang
krakteristik dari transistor. Arus emitor sebagai fungsi dari
tegangan emitor-basis [7]:

[(

) ] (2)

Setelah mendapatkan persamaan matematis dari sirkuit,
persamaan tersebut harus dikomputasikan secara numerik,
untuk menganalisis gejala Chaos dari sirkuit. Parameter -
parameter yang digunakan adalah:

(3)


Persamaan sirkuit osilator colpitt menjadi:

=
=
=
=
=
) 1 (
1
)) , ( (
1
)) , , ( (
1
) , , , (
4
3
3
2
2
1
y
dt
ds
z a F y
dt
dv
v z a F y
dt
dz
by s v z x
dt
dy
s v z a F y
dt
dx
c
c
c
(4)
Dengan fungsi nonlinear F(z):

>
<


=
> +
< +

+
=
> + +
< + +

+ +
=
) 1 ) ( (
) 1 ) ( (
0
) ( 1
) , (
) 1 ) ( (
) 1 ) ( (
0
) ( 1
) , , (
) 1 ) ( (
) 1 ) ( (
0
) ( 1
) , , , (
3
2
1
z a if
z a if z a
z a F
z v a if
z v a if z v a
v z a F
s z v a if
s z v a if s z v a
s v z a F

(5)


Gambar 3. Kurva Lyapunov Eksponen

Berdasarkan gambar kurva lyapunov eksponen dengan
nilai parameter a = 81.41 dan b = 0.82 . Nilai parameter ini
telah digunakan sebelumnya oleh A. Tamasevicius (2006)
dalam penelitiannya terhadap sirkuit osilator Colpitt tingkat
I dan oleh S.Bumeliene (2006) dalam sirkuit osilaator
Colpitt tingkat II. Terlihat bahwa nilai lyapunov eksponen
untuk osilator colpitt tingkat III terdiri dari nilai real positif
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Dynamics of Lyapunov exponents
Time
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 03: Irfan Safar Farouk, dkk 18

dan nilai real negatif. Hal ini berarti bahwa sirkuit osilator
colpitt tingkat III termasuk Chaos [9][10].

III. HASIL SIMULASI
Dalam makalah ini telah dibuat simulasi numeric untuk
menggambarkan fenomena dinamika dari sirkuit Colpitt.
Simulasi numeric dari solusi persamaan diferensial sirkuit
colpitt dibuat menggunakan MATLAB, dengan metode
Runge-Kutta berorde empat. Pada sirkuit Colpitt tingkat III
terdapat lima variabel utama, x, y, z, v, dan s. Parameter
yang cendrung berpengaruh pada perubahan variabel
tersebut yaitu parameter a. Sensitivitas sirkuit tersebut
terletak pada parameter a. Hasil simulasi numeric yang
dibuat memperlihatkan perubahan dinamika sistem. Dengan
memvariasikan nilai parameter a sirkuit colpitt
menghasilkan fenomena chaotic.


(a)




(b)

Gambar 4. Simulasi numeric: sirkuit Colpitt dengan
parameter control a (a) a = 81.41; attraktor bertipe Rossler;
(b) a = 4, spiral tak stabil.

Dengan memvariasikan nilai parameter a = 81.41 dan a
= 4, sirkuit Colpitt menghasilkan fenomena attraktor bertipe
Rossler yang berubah menjadi spiral tak stabil sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 4. Ditunjukkan bahwa parameter
a mejadi parameter kontrol yang dapat menghasilkan
fenomena perubahan attraktor dari periodik stabil menjadi
chaos, dan dari chaos menjadi periodik tak stabil sebelum
akhirnya attraktor menghilang.


IV. EKSPERIMEN
Eksperimen dilakukan sebagai tolak ukur keberhasilan
simulasi numerik dengan merangkai sirkuit pada Gambar 1
pada papan rangkaian elektronik kemudian menyesuaikan
nilai komponen dari sirkuit untuk memperoleh perilaku
chaos dari sirkuit.

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
i
L
V
c
1
Three-Stage Colpitts Oscillator
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
times
V
c
Three-Stage Colpitts Oscillator


V
c1
V
c2
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
-2
-1
0
1
2
3
4
i
L
V
c
1
Three-Stage Colpitts Oscillator
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
times
V
c
Three-Stage Colpitts Oscillator


V
c1
V
c2
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 03: Irfan Safar Farouk, dkk 19


(a)

(b)
Gambar 5. Set alat Eksperimen Sirkuit Colpitt (a).Diagram
Fasa, (b). Diagram Time Series


(a)

(b)
Gambar 6. Hasil Eksperimen Sirkuit Colpitt Tingkat Tiga
Menggunakan Osiloskop (a). Diagram Fasa, (b). Diagram
Time Series.

Eksperimen dilakukan dengan menggunakan nilai
parameter R
2
yang besarnya 1 kilo ohm. Hasil eksperimen
menunjukan bahwa sirkuit colpitt menghasilkan bentuk fasa
yang bertipe rossler dan diagram time series yang tidak
periodik sehingga dapat disimpulkan bahwa sinyal output
dari sirkuit bersifat chaos dengan frekuensi yang dihasilkan
sebesar 0,1 - 0,2 MHz. Frekuensi tersebut termasuk kedalam
rentang frekuensi ultrasonik yang dapat diaplikasikan dalam
sistem wireless power transfer.

V. APLIKASI
Sirkuit colpitt dapat digunakan untuk menggambarkan
sistem wireless sederhana sebagai media penghasil frekuensi
yang akan dihubungkan dengan transformator nonlinear
tanpa inti. Secara skematisnya, transformator tanpa inti sama
dengan dua piranti yang terpisahkan oleh suatu jarak
tertentu, jika lilitan primer dianggap sebagai piranti pertama
maka lilitan sekunder sebagai piranti kedua. Lilitan primer
terhubung langsung ke rangkaian Colpitt sehingga menjadi
sumber frekuensi tinggi yang kemudian ditransmisikan ke
lilitan sekunder. Konsep dasar wireless digunakan dalam
sistem ini yang mana ada piranti transmitter dan receiver.



Gambar 7. Sirkuit Colpitt penghasil frekuensi tinggi yang
dihubungkan dengan transformator nonlinear


Lilitan primer transformator dihubungkan dengan
osilator colpitt sebagai pembangkit frekuensi, lilitan primer
tersebut akan mentransmisikan frekunsi ke lilitan sekunder
yang mana frekuensi tersebut berfungsi untuk menciptakan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 03: Irfan Safar Farouk, dkk 20

suatu getaran yang dapat mempengaruhi perangkat
sekitarnya. Jika frekuensi tinggi dari lilitan primer dapat
meresonansi lilitan sekunder, maka secara teoritis frekuensi
atau sinyal getar yang diterima oleh lilitan sekunder pasti
sama dengan frekuensi sumber yang mempengaruhinya.
Pengecekan dapat dilakukan dengan menggunakan
osiloskop, dengan mengukur output dari lilitan sekunder.












(a)










(b)

Gambar 8. Hasil eksperimen aplikasi sirkuit colpitt
menggunakan osiloskop (a). Diagram Time Series (b).
Diagram Fasa.

Berdasarkan Gambar 8. didapatkan output dari rangkaian
wireless berupa sinyal Chaos. Hal tersebut berarti bahwa
input sinyal frekuensi tinggi yang berasal dari lilitan primer
sama dengan output sinyal lilitan sekunder. Dari hasil
eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa osilator
colpitt dapat diaplikasikan sebagai pembangkit sinyal
frekuensi tinggi dalam sistem wireless [11][12].

VI. KESIMPULAN
Fenomena chaos pada sirkuit nonlinear tidak hanya
terjadi dengan komponen nonlinear op-amp seperti sirkuit
Chua atau Lorenz, akan tetapi pada sirkuit Colpitt gejala
nonlinearitas timbul karena adanya transistor sebagai
pembangkit sinyal sinusoidal yang berasal dari sumber DC.
Selain itu, eksperimen ini membuktikan bahwa chaos juga
dapat terjadi pada sirkuit yang memiliki output frekuensi
tinggi yang mana dalam aplikasinya sirkuit Colpitt dapat
mentransferkan energi sebagai gambaran sederhana sistem
wireless.


UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-
rekan Sanjaya Star Group yang telah membantu dalam
eksperimen sirkuit ini.

PUSTAKA
[1] Jiang, T. dkk., (2008), Ambiguity Function of Chaotic
Radar with Colpitts Oscillator. PIERS Proceedings,
Hangzhou, China.
[2] Jiang, T. dkk., (2009), Simulation and Experimental
Evaluation of The Radar Signal Performance of Chaotic
Signals Generated from a Microwave Colpitt Oscillator,
Progress In Electromagnetics Research, PIER, 90,
pp.1530.
[3] Qiao, S. dkk., (2007), Ultra-wide Band Noise-signal
Radar Utilizing Microwave Chaotic Signals and Chaos
Synchronization, PIERS ONLINE, vol. 3, no. 8, pp.1326-
1329.
[4] Qiao, S. dkk., (2007), A New Architecture of UWB
Radar Utilizing Microwave Chaotic Signals and Chaotic
Synchronization, Progress In Electromagnetics
Research, PIER , 75, pp. 225237.
[5] Bumeliene, S. dkk., (2006), Numerical Investigation and
Experimental Demonstration of Chaos from Two-Stage
Colpitts Oscillator in the Ultrahigh Frequency Range,
Nonlinear Dynamics, 44, pp.167172.
[6] Tamasevicius, A. dkk., (2006), Chaotic Colpitts
Oscillator for the Ultrahigh Frequency Range, Nonlinear
Dynamics, 46, pp.159165.
[7] De Feo, O., & Maggio, G. M., (2003), Bifurcation in the
Colpitts Oscillator: From Theory to Practice,
International Journal of Bifurcation and Chaos, vol. 13,
no. 10, pp. 2917-2934.
[8] Tamasevicius, A. dkk., (2001), Two-stage chaotic
Colpitts oscillator, Electronic Letters, vol. 37, no. 9.
pp.549-551.
[9] Ginoux, J. M.. (2009). Differential geometry appied to
dynamical systems. Singapore: World Scientific Series
on Nonlinear Science, Series A- Vol. 66.
[10] Hirsch MW, Smale S, Devaney RL., (2004), Differential
Equations, Dynamical Systems and An Introduction to
Chaos. USA: Elsevier Academic Press.
[11] Kurs, A., dkk., (2007), Wireless Power Transfer via
Strongly Coupled Magnetic Resonances, Science, 317,
83.
[12] Karalis, A., (2008), Efficient wireless non-radiative mid-
range energy transfer, Annals of Physics, 323, pp. 3448.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 04: Aceng Sambas, dkk 21


Simulasi Numerik Romantika Cinta Aceng dan Vera dengan Sudut
Pandang Dinamika Short Message Service Menjelang Pernikahan


1,2
Aceng Sambas,
1
Vera Sriwahyuni, &
1,2
Mada Sanjaya WS.

1
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
2
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
acenx.bts@gmail.com, madasws@gmail.com

Abstrak Model matematika dari tiga buah persamaan differensial yang secara kualitatif menggambarkan romantika cinta
antara dua pasang individu yang sedang di mabuk cinta dengan sudut pandang dinamika banyaknya Short Message Service.
Dalam makalah ini, akan diteliti fenomena kompleksitas persamaan nonlinier untuk menggambarkan kekuatan dinamika cinta
perasaan Aceng dan Vera dengan analisis titik kestabilan, Romantika cinta ini bersifat fluktuatif kadang meningkat dan
kadang menurun karena dipengaruhi parameter perilaku individu seperti tingkat kebosanan, pertemuan dan penerimaan Short
Message Service. Program MATLAB berguna untuk menggambarkan perasaan romantika cinta Aceng dan Vera selama 9 hari
dengan menganalisis diagram fasa dan time series. Program Maple berguna untuk mengetahui tingkat kestabilan perasaan
cinta antara Aceng dan Vera ketika salah satu parameter tingkat kebosanan, pertemuan dan penerimaan Short Message
Service di variasikan.

Kata kunci: Romantika cinta, model matematika, persamaan diferensial nonlinier, Short Message Service

Abstract Mathematical model of three differential equations which qualitatively describes the romance of love between two
pairs of individuals who are in deeply in love with the viewpoint of the dynamics of the many Short Message Service. In this
paper, we will study the complexity of the phenomenon of nonlinear equations to describe the dynamics of the power of love
feelings Aceng and Vera with a point of stability analysis, this love romance fluctuated sometimes increased and sometimes
decreased because individual behavior is influenced parameters such as the level of boredom, meeting and reception of Short
Message Service. MATLAB program is useful to describe the feeling of romance and love Aceng Vera for 9 days by analyzing
the phase diagram and time series. Maple program is useful to know the level of stability and a feeling of love between Aceng
Vera when one of the parameters of the boredom, meeting and reception at varying Short Message Service.

Key words: Romance love, mathematical model, nonlinear differerential equations, Short Message Service

I. PENDAHULUAN

Subjek mengenai sistem dinamika ini dimulai pada
pertengahan 1600 M, ketika Newton menemukan suatu
persamaan diferensial, menemukan hukum tentang gerak
dan teori tentang gravitasi, dan menggabungkan keduanya
dalam hukum Kepler tentang gerak planet [1].
Sistem dinamika merupakan gambaran matematika dari
dinamika fisika, mekanika, elektronika, dan sistem ekonomi
dari sudut pandang proses deterministik yang dinyatakan
dalam suatu variabel sehingga memungkinkan untuk
mendefinisikan keadaan sesaat dari sistem, dan persamaan
dari perubahan variabel antara awal dan akhir [1].
Kekuatan matematika jarang sekali diterapkan dalam
menggambarkan perasaan cinta seseorang terhadap lawan
jenis. Sedangkan salah satu hal yang paling penting masalah
tentang hidup kita adalah dinamika cinta, baik cinta terhadap
orang tua , teman maupun lawan jenis. Salah satu pelopor
yang berkontribusi untuk memodelkan romantika cinta
dengan menurunkan sistem persamaan differensial adalah
Prof. Strogatz [2] yang menjelaskan (dalam kertas satu
halaman yang berjudul Love Affair and Differensial
Equations) keberhasilannya dalam mengajar osilator
harmonik dengan membuat referensi untuk Romeo dan
Juliet[2-4]. Model Strogatz ini awalnya lebih ditujukan
untuk memotivasi siswa dari pada sebagai deskripsi serius
urusan cinta, itu membuat prediksi yang menarik dan masuk
akal dan menunjukkan beberapa eksistensi yang
menghasilkan berbagai ide-ide yang menarik.
Sebuah kesulitan yang jelas dalam setiap model cinta
adalah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan cinta dan
mengukur kedalaman arti cinta [5]. Ada banyak jenis cinta,
termasuk gairah keintiman dan komitmen. Setiap jenis cinta
terdiri dari kompleksitas perasaan. Selain mencintai orang
lain, ada cinta dari diri sendiri, cinta kehidupan, cinta
kemanusiaan, dan sebagainya. Selanjutnya, lawan dari cinta
adalah benci, sejak dua perasaan dapat hidup berdampingan,
dan satu dapat mencintai beberapa hal tentang pasangannya
dan orang lain benci pada waktu yang sama. Hal ini jelas
tidak realistis untuk menganggap bahwa cinta seseorang
hanya dipengaruhi oleh perasaan sendiri dan perasaan orang
lain.
Cerita cinta merupakan hal yang menarik untuk
dijadikan sebuah sistem persamaan differensial. Para
peneliti sebelumnya telah membuat sistem persamaan
differensial yang mengisahkan emosi cinta Petrarch dan
Laura [6-8]. Francis Petrarch (1304-1374), dapat dibilang
penyair paling mabuk cinta sepanjang masa, adalah penulis
dari Canzoniere, koleksi 366 puisi (soneta, lagu, sestinas,
balada, dan madrigals). Di Avignon, pada usia 23, ia
bertemu dengan Laura, seorang wanita cantik tapi sudah
menikah. Dia langsung jatuh cinta padanya dan, meskipun
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 04: Aceng Sambas, dkk 22


cintanya tidak berbalas, ia berbicara lebih dari 200 puisi
untuknya selama 21 tahun ke depan. Puisi-puisi
mengekspresikan butir semangat dan putus asa.
Dalam makalah ini, pertama, akan diteliti fenomena
kompleksitas persamaan nonlinier untuk menggambarkan
kekuatan dinamika romantika cinta Aceng dan Vera dengan
analisis titik kestabilan. Kedua, dikembangkan simulasi
numerik MATLAB untuk menggambarkan perasaan
romantika cinta Aceng dan Vera selama 9 hari dengan
menganalisis diagram fasa dan time series.Terakhir
mengolah data validasi Short Message Service romantika
perasaan cinta Aceng dan Vera selama 9 hari.

II. MODEL MATEMATIKA
Terinspirasi dari sebuah paper yang membahas tentang
dinamika cinta Romeo and Juliet[2,4,9], Cinta yang tidak
terbalas Petrarch dan Laura [6-8] dan Model dinamik diskrit
interaksi verbal dari pasangan suami istri [10]. Pada tahun
2007 seorang peneliti bidang komputasi nonlinier yang
bernama Mada Sanjaya WS., P.hD telah membuat model
romantika cinta menuju pernikahan dalam sebuah
persamaan differensial. Awalnya persamaan differensial
romantika cinta ini ditunjukan untuk memotivasi mahasiswa
bimbingannya bahwa kejadian dinamika nonlinier bukan
hanya terjadi pada sebuah sirkuit [11], mangsa-pemangsa
[12] dan sistem keuangan [123] melainkan terjadi pula pada
interaksi dua buah individu yang sedang merasakan manis
dan pahitnya dalam romantika percintaan.
Persamaan differensial yang dideskripsikan oleh Bpk.
Mada Sanjaya Ws dalam menggambarkan romantika cinta
Aceng dan Vera adalah sebagai berikut:



Tiga buah macam differensial yang menggambarkan
dinamika fluktuatif cinta Aceng terhadap Vera terjadi dalam
kejadian dinamika non linier. Persamaan differensial yang
pertama dapat diasumsikan bahwa dinamika cinta Aceng
akan berkurang karena dirinya sendiri (tingkat kebosanan),
akan bertambah cintanya jika adanya pertemuan atau
interaksi dengan Vera dan akan bertambah cintanya jika
berkomunikasi dengan Vera lewat Sms. Persamaan kedua
diasumsikan sebagai dinamika Cinta Vera akan berkurang
karena dirinya sendiri (tingkat kebosanan) dan kadang
berkurang cintanya ketika adanya pertemuan dan kadang
pula cintanya naik 2x lipat ketika adanya pertemuan
(fluktuatif). Cinta Vera akan bertambah jika terjadi interaksi
komunikasi lewat Sms. Dinamika rata2 penerimaan Sms
akan berkurang karena dirinya sendiri (tingkat habis pulsa)
akan betambah 2x lipat dari pengiriman sms Aceng dan
akan betambah juga dari pengiriman Vera.

adalah dinamika cinta Aceng,

adalah dinamika
cinta Vera dan

adalah dinamika rata-rata penerimaan


Sms. Dimana kondisi awal masing-masing persamaan
differensial adalah

)= (0.1 0.1 0.1).


Parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:
a
1
=0.2 b
1
=5.79 b
4
=0.09
a
2
=0.1 b
2
=5.79 c
1
=0.3
a
3
=7.3 b
3
=0.9 c
2
=0.4
Dimana a1 adalah konstanta rata-rata tingkat kebosanan
Aceng, a
2
adalah konstanta rata-rata tingkat kebosanan
Vera, a
3
adalah konstanta rata-rata tingkat habisnya pulsa, b
1
adalah konstanta rata-rata tingkat pertemuan Aceng dan
Vera, b
2
adalah konstanta rata-rata tingkat pertemuan Vera
dan Aceng, b
3
adalah konstanta rata-rata tingkat pengiriman
sms Aceng, b
4
adalah konstanta rata-rata tingkat pengiriman
sms Vera, c
1
adalah konstanta rata-rata banyaknya sms, c
2
adalah konstanta rata-rata banyaknya sms.

III. ANALISIS TITIK KRITIS
Perilaku dinamika cinta Aceng dan Vera dengan
analisis kestabilan titik kritis akan disajikan dalam makalah
ini. Untuk memperoleh titik kritis dan solusi nilai eigen,
pertama kita deskripsikan dulu persamaan matriks Jacobi
dibawah ini:



Maka persamaan matriks Jacobinya adalah


[



Matriks Jacobi untuk persamaan (1) adalah sebagai
berikut:

[

]

1. Matriks Jacobi (3) titik kritisnya adalah



[

]
Nilai eigen untuk persamaan (4) dengan parameter b
1,
b
2
5.79 adalah

= 5.642661740,

= -5.937034322,

= -
7.305627422, maka kestabilanya adalah saddle point.
2. Matriks Jacobi persamaan (3) titik kritisnya adalah
A=, V=0.02831270400, S=0.125648384,
maka persamaanya menjadi

. Dari persamaan
titik kritis diperoleh nilai eigennya adalah

= -0.1492237525+5.787668361i

= -0.1492237525 -5.787668361i

= -7.301552496
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 04: Aceng Sambas, dkk 23


Berdasarkan nilai eigen di atas maka diperoleh kestabilanya
adalah spiral stabil.
Tabel di atas memperlihatkan variasi konstanta
pertemuan Aceng dan Vera maupun sebaliknya.(b
1
,b
2
),
Pada tabel diatas terlihat jelas bahwa pada saat titik kritis
pertama solusi nilai eigenya diperoleh kestabilan saddle
point dan pada solusi nilai eigen kedua terlihat kestabilanya
spiral stabil.Pada solusi nilai eigen yang kedua spiral stabil
karena terdiri dari dua buah nilai yang berlainan yaitu
bilangan imaginer dan real, dimana bagian realnya
negatif.Secara kualitatif dengan teori analisis kestabilan ini
bisa ditarik sebuah asumsi bahwa Romantika cinta Aceng
dan Vera pada mulanya mengalami perasaan yang fluktuatif
seperti perasaan galau, cinta, benci, bosan, rindu dan seiring
waktu menuju kestabilan.Pada tahap kestabilan romantika
sebuah pasangan tidak akan terjadi kenaikan lagi secara
drastis karena apapun yang terjadi cinta antara dua orang
individu itu sudah mengalami tingkat klimaks yang nilai
cintanya konstan dan tidak berubah(True Love).




Tabel 1. Nilai titik kritis dan nilai eigen dengan memvariasikan b
1
dan b
2.

b1,b2 Titik Kritis Nilai Eigen I Nilai Eigen II


(pertama)

(kedua)


5,79 (0, 0, 0) A=
V=0.02831270400
S=0.125648384


.
5.6426 -5.9370 -7.3056 -0.1492+5.7876i

-0.1492-5.7876i -7.301552496
7,79 (0, 0, 0) A=
V=0.02101478400
S=0.125059018


.
7.6423 -7.9469 -7.2953 -0.1556+7.7951i -0.1556+7.7951i -7.288705211
9,79 (0, 0, 0) A=
V=0.01670772367
S=0.124704965


.
9.6419 -9.9417 -7.3002 -0.1590+9.8017i -0.1590+9.8017i -7.281955387

IV. SIMULASI NUMERIK MATLAB
Untuk mengetahui grafik ataupun diagram fasa yang
bisa menggambarkan emosi sebuah perasaan individu dalam
perspektif waktu bisa dideskripsikan secara detail dalam
dunia komputasi non linier dengan menggunakan sebuah
metode dalam menyelesaikan sebuah solusi persamaan
differensial yaitu metode Runge Kutta orde 4.
Simulasi numerik dengan menggunakan metode Runge
Kutta orde 4 akan disajikan dalam makalah ini,dengan
memvariasikan tingkat pertemuan antara Aceng dan Vera
maupun sebaliknya dengan kondisi awal (0.1 0.1 0.1) dan
parameter b
1
dan b
2
dimulai dari nilai 5.79, maka diperoleh
grafik pada gambar 1 yang menggambarkan hubungan
tingkat romantika cinta antara Kedua buah individu ini.
Hasil simulasi numerik MATLAB menunjukan bahwa
dinamika cinta Aceng berosilasi selama 9 hari dengan
tingkat osilasi cintanya mengalami kenaikan pada hari
pertama kemudian turun lagi, tetapi seiring waktu osilasi
cintanya tiap hari semakin kecil dan menuju
kestabilani.berbeda dengan dinamika Vera naiknya tidak
begitu tinggi pada hari pertama tetapi seiring waktu tingkat
osilasi cinta Vera mengalami penurunan dan menuju
kestabilan. Untuk grafik penerimaan Sms menunjukan
Osilasi pengiriman SMS seiring waktu menuju kestabilan.


(a) Time Series dan diagram fasa pada saat b
1
=b
2
= 5.79

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
1
2
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-1
0
1
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
V
e
r
a Hubungan Dinamika Cinta Vera Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
0.2
0.4
Waktu(s)
D
i n
a
m
i k
a
S
m
s
Gelombang kedua
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6
0
0.5
1
1.5
Dinamika Cinta Vera
D
i n
a
m
i k
a

C
i n
t
a

A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Vera
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 04: Aceng Sambas, dkk 24



(b) Time Series dan diagram fasa pada saat b
1
=b
2
= 7.79

(c) Time Series dan diagram fasa pada saat b
1
=b
2
= 9.79
Gambar 1. (a)-(c) Hubungan dinamika pertemuan Aceng dengan Vera

V. KESIMPULAN
Hubungan Romantika antara sepasang kasih telah
dipelajari dalam makalah ini, Perasaan dimodelkan dalam
bentuk dua buah persamaan diferensial dan faktor internal
Short Message Service dibuat menjadi sebuah persamaan
differensial. Sifat perasaan yang fluktuatif mengakibatkan
sebuah dinamika prilaku harmonik yang menuju kestabilan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pertemuan
antara Aceng dan Vera akan mengakibatkan perasaan
menjadi fluktuatif, kadang sayang, benci, rindu, bosan dan
keinginan untuk selalu melindungi pasanganya. Berdasarkan
anlisis kestabilan bahwa waktu mempunyai peranan penting
dalam tahapan saling menyayangi dan saling
mencintai.Karena hasil analisisi kestabilan menunjukan
bahwa bentuk kestabilanya adalah spiral stabil dimana
awalnya mengalami osilasi harmonik tetapi dengan
berjalanya waktu osilasi harmonik menuju dalam percintaan
yang stabil.
Simulasi numerik MATLAB menjadi pendukung kuat
hasil analisis analitik Romantika cinta Aceng dan Vera.
Hasil simulasi numerik bahwa tingkat komunikasi baik
pertemuan maupun komunikasi lewat sms akan menjadikan
romantika cinta lebih kuat dan stabil.
PUSTAKA
[1] Halimatussadiyah: Analisis Chaotic Sistem Dinamik Siskuit
Osilator Colpitt serta Apli kasinya dalam Menggambarkan
Transfer Energi Sistem Wireless, Skripsi, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2012.
[2] S.H. Strogatz, Love Affairs and Differential equations.
Mathematics Magazine, Vol.61, 1988, pp. 35.
[3] M.J. Radzicki, Dyadic processes, tempestuous relationship
and systern dynamics, System Dynamics Review, Vol.
9,1993, pp. 79-94.
[4] S.H. Strogatz, Nonlinear Dynamics and Chaos with
App1ications to physics, Biology, Chemistry and
Engineering. Addison-Wesley, Reading, MA, 1994
[5] R. J. Sternberg and M. L. Baines, Psychology of Love ,Yale
U, P, 1998
[6] S. Rinaldi Laura and Petrarch: an intriguing case of cyclical
love dynamics," Working Paper, International Institute for
Applied Systems Analysis, Laxenbug, Austria, 1996b. pp. 67-
96.
[7] S.Rinaldi. Laura and petrarch: An intriguing case of cyclical
love dynamics," SIAM Journal on Applied Mathematics,
1998a. pp. 1205-1221.
[8] S. Rinaldi, A. Gragnani, Love dynamics between secure
individuals: a modeling approach, Nonlinear Dyn. Psych.
Life Sci. Vol. 2, 1998, pp. 283301.
[9] J.C. Sprott, Dynamical models of love, Nonlinear Dyn.
Psych. Life Sci. Vol. 8, 2004, pp. 303314
[10] J.M. Gottman, J.D. Murray, C.C. Swanson, R. Tyson, K.R.
Swanson, The Mathematics of Marriage, MIT Press, MA,
2002.
[11] M.Sanjaya, D. S. Maulana, M. Mamat, Z, Salleh. Nonlinear
Dynamics of Chua Circuit and Its Application For Secure
Communication. J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst). Vol. 3,
no. 1, 2011.
[12] M. Sanjaya, M. Mamat, Z. Salleh, I. Mohd, and M. N. Noor
Maizura . Numerical simulation dynamical model of three
species food chain with Holling Type-II functional response.
Malaysian Journal of Mathematical Sciences. Vol. 5, 2011,
pp. 1-12.
[13] Basalto, N. and R. Bellotti, F. De Carlo, P. Facchi, S.
Pascazio.Clustering stock market companies via chaotic map
synchronization. Physica A: Statistical Mechanics and its
Applications, Volume 345, Issues 1-2. 2005, pp. 196-206.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
1
2
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-1
0
1
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
V
e
r
a Hubungan Dinamika Cinta Vera Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
0.2
0.4
Waktu(s)
D
i n
a
m
i k
a
S
m
s
Gelombang kedua
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6
0
0.5
1
1.5
Dinamika Cinta Vera
D
i n
a
m
i k
a

C
i n
t
a

A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Vera
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
1
2
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-1
0
1
Hari
D
i n
a
m
i k
a
C
i n
t a
V
e
r
a Hubungan Dinamika Cinta Vera Terhadap Waktu
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0
0.1
0.2
Waktu(s)
D
i n
a
m
i k
a
S
m
s
Gelombang kedua
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6
0
0.5
1
1.5
Dinamika Cinta Vera
D
i n
a
m
i k
a

C
i n
t
a

A
c
e
n
g
Hubungan Dinamika Cinta Aceng Terhadap Vera
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 05: Tresna Purnama Dewi, dkk 25

Simulasi dan Pemodelan Penyebaran Penyakit Flu Burung di Kecamatan
Godean Yogyakarta

Tresna Purnama Dewi, Mada Sanjaya W.S., Halimatussadiyah
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
tresna.pede@yahoo.com, madasws@gmail.com


Abstrak Dalam paper ini dibahas mengenai penyebaran virus flu burung di daerah Kec. Godean, Yogyakarta. Dengan
melakukan simulasi pemodelan matematika akan penyebaran virus flu burung baik antar ayam (unggas) maupun ayam
dengan manusia. Dari hasil simulasi diperoleh nilai basic reproduction number yang sangat besar sehingga harus
meningkatkan nilai produksi ayam agar penyebarannya tidak terjadi secara terus menerus (endemik).

Kata kunci: Influenza tipe A (flu burung) H5N1, pandemi atau endemik, model SIR (Susceptible Infected Recovered).

Abstract This paper discussed the spread of bird flu virus in the district Godean, Yogyakarta. With mathematical
modeling will simulate the spread of bird flu virus, both among the chicken (poultry) and chickens to humans. From the
simulation results obtained by the basic reproduction number is so great that it should increase the value of poultry
production in order to spread does not occur continuously (endemic).

Key words: Influenza A (bird flu) H5N1, pandemic or endemic, model SIR (Susceptible Infected Recovered)

I. PENDAHULUAN
Flu burung merupakan penyakit menular pada unggas
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Wabah flu
burung ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1878
sebagai wabah yang menjangkiti ayam dan burung di Italia
(Perroncito, 1878). Pada waktu itu, influenza merupakan
penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian,
gangguan sosial, dan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Misalnya pada tahun 1918, pada waktu itu influenza
Spanyol merupakan penyakit menular yang sangat
berbahaya, mematikan dan mengakibatkan efek global
yang besar. Pandemik ini disebabkan oleh virus influenza
H1N1 dan membunuh kurang lebih 40 juta jiwa dalam
kurun waktu kurang dari satu tahun.
Virus influenza tipe A yang telah diakui saat ini
memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya
Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 subtipe H
dan 14 subtipe N dan hanya beberapa virus dalam dua
subtipe (H5 dan H7) yang ditemukan dapat menyebabkan
penyakit parah (kebanyakan menyebabkan kematian) pada
unggas. Ini dikenal sebagai flu burung patogenik tinggi
(High Pathogenic Avian Influenza,HPAI) dan subtipe lain
biasanya disebut flu burung patogenik rendah (Low
Pathogenic Avian Influenza, LPAI) [1][2].
Sebagian besar HPAIdisebabkan dari unggasliar yang
dianggap sebagai pembawa alamiah penyakitnya. Bukti
sirkum tantial menyarankan bahwa beberapa virus LPAI
(dalam subtipe H5 dan H7) pada unggas domestik
(misalnya peternakan ayam) yang telah tertular oleh
burung yang bermigran dapat bermutasi dalam bentuk
HPAI, yang bisa menyebabkan wabah flu burung (di
peternakan itu). Peternakan unggas lainnya, dapat
terinfeksi flu burung pada jalur transportasi atau
peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak
melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Virus flu
burung bisa hidup jauh lebih dari 30 hari pada suhu kamar.
Bahkan flu burung yang sedang berjangkit saat ini yakni
berupa subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi
selama 3-5 hari. Angka kematian karena HPAI bisa
mendekati 100% dalam waktu 48 jam[3].
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang
menyebar antar unggas. Selain menginfeksi burung virus
ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies
lain misalnya pada manusia.Meskipun orang tidak
terinfeksi dengan memakan daging ataupun telurbila
keduanya dimasak dengan benar, tetapi kontak langsung,
misalnya dengan darah dan kotoran dapat menginfeksi
manusia terjangkit virus flu burung. Selain HPAI juga
menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada manusia.
Infeksi manusia pertama dengan HPAI dilaporkan di
Hong Kong pada tahun 1997, menghasilkan 6 kematian
dalam 18 kasus. Sejak itu, jumlah kasus infeksi manusia
telah meningkat di banyak negara di dunia. Khusunya di
Indonesia. Untungnya, virus ini tidak menular dari
manusia ke manusia, namun para ilmuwan percaya bahwa
itu hanya masalah waktu bagi virus untuk bermutasi
sehingga memungkin terjadi lagi.
Pandemi influenza adalah epidemi di seluruh dunia dari
virus influenza yang menginfeksi sejumlah besar populasi
manusia. Tidak seperti influenza musiman biasanya,
pandemi ini menyebabkan kematian yang sangat tinggi.
Pandemi avian flu pertama kali ditemukan pada zaman
Yunani kuno tahun 430 sebelum Masehi. Berikutnya
ditemukan di zaman Romawi pada abad kedua Masehi
kasus ini menelan korban kurang lebih 5 juta jiwa dalam
rentan waktu 15 tahun.
Memasuki abad 20 terjadi pandemi Influenza yang
paling berbahaya adalah pandemi flu Spanyol pada tahun
1918. Pada tahun 1989 pandemi flu Spanyol yang
dianggap sebagai pandemi paling serius dalam sejarah,
menewaskan lebih dari 50 juta orang dalam dua tahun[4].
Simulasi pemodelan mengenai penyebaran virus flu
burung ini sebelumnya sudah pernah di lakukan dan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 05: Tresna Purnama Dewi, dkk 26

dikembangkan. Salah satunya Hendra Mairides[1] yang
meneliti penyebaran flu burung yang terjadi pada ayam-
ayam, ayam dengan manusia.
Dalam paper ini, penulis membatasi kajian masalah
mengenai virus flu burung ini. Dengan melakukan simulasi
pemodelan penyebaran virus flu burung dari sesama
spesies unggas (ayam) itu sendiri, dari ayam ke manusia
di daerah Kec. Godean, Yogyakarta Kemudian
membandingkan hasil numerik dan analitis, dan
menentukan apakah virus influenza tipe A (flu burung) ini
bersifat endemik atau tidak.

II. MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN AVIAN
FLU
Penelitian dilakukan di daerah Kec. Godean,
Yogyakarta, pada tahun 2012 ini virus influenza tipe A (flu
burung telah banyak menyerang ayam (unggas) di daerah
tersebut. Tidak hanya menyerang ayam virus influenza tipe
A (flu burung) ini juga menyerang manusia, kebanyakan
virus influenza tipe A (flu burung) ditularkan oleh ayam
yang terinfeksi virus flu burung pada ayam maupun
manusia dengan adanya kontak langsung antara keduanya.
Model sederhana yang digunakan dalam simulasi ini
adalah dengan menggunakan model Susceptible Infected
Recovered (SIR). Model SIR digunakan dalam pemodelan
penyakit menular dengan menghitung jumlah orang dalam
populasi tertutup yang rentan, terinfeksi, atau pulih
kembali pada diberikan periode waktu tertentu. Model ini
juga digunakan oleh para peneliti dan ahli kesehatan untuk
menjelaskan peningkatan dan penurunan infeksi penyakit
pada diri mereka yang memerlukan perawatan medis untuk
penyakit tertentu selama epidemi.
Model Epidemik adalah cara sederhana untuk
menggambarkan penularan penyakit menular melalui
individu.


Gambar 1. Model endemik SIR

Adapun model penyebaran virus flu burung pada ayam
maupun manusia adalah sebagai berikut[1]:

Model flu burung pada ayam:

=
=
a t I
t N
t I
P t I
t N
t S
c
dt
t dI
t S
t N
t S
P t I
t N
t S
c
dt
t dS
a
a
a
a
a
a a
a
a
a
a
a
a a
) (
) (
) (
) (
) (
) ( ) (
) (
) (
) (
) (
) (
) ( ) (

q
(1)

Model flu burung pada manusia:

=
=
) ( ) ( ) (
) (
) ( ) (
) (
) (
) (
) (
) (
) ( ) (
t fI t I t I
t N
t S
q
dt
t dI
t fS
t N
t S
t I
t N
t S
c
dt
t dS
h h a
a
h h
h
h
h
a
h
h h

|
(2)

)
`

+ =
+ =
) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
t I t S t N
t I t S t N
h h h
a a a
(3)

Parameter-parameter yang digunakan pada persamaan (1)
dan persamaan (2) dapat dijelaskan oleh Tabel di bawah
ini:

Tabel 1. Parameter model penyebarn flu burung
Nama parameter Notasi
Recruitment rate
ayam setiap satuan waktu

Kontribusi ayam c
Produksi P
Kematian normal ayam
Kematian ayam karena Avian flu
Recruitment rate manusia setiap
satuan waktu

Kontibusi manusia q
Kematian normal manusia
Manusia yang sembuh setelah
terinfeksi
F
Kematian normal manusia yang
terinfeksi


III. ANALISIS DAN SIMULASI
3.1 Bilangan Reproduksi Dasar (R
0
)
Bilangan Reproduksi Dasar (R
0
) adalah rata-rata
banyaknya individu rentan yang terinfeksi secara
langsung oleh individu lain yang sudah terinfeksi bila
individu sudah terinfeksi tersebut masuk kedalam
populasi yang seluruhnya rentan[6].
Dengan menggunakan persamaan (1) dan (2),
maka akan dapat ditentukan nilai stasionernya.
Sehingga dari solusi tersebut dapat diperoleh
Bilangan reproduksi dasarnya (R
0
). Dengan
mengetahui R
0
ini dapat ditentukan pula apakah kasus
ini di Kec.Godean, Yogyakarta berpotensi terjadinya
epidemik atau tidak.
Dari kasus penyebaran virus flu burung di
Kec.godean ada beberapa kondisi yang akan timbul,
adapun salah satu di antara kemungkinan tersebut
diantaranya:
1. Jika R
0
> 1, maka penyakit akan menghilang.
2. Jika R
0
= 1, maka penyakit akan menetap
(endemis).
3. Jika R
0
< 1, maka penyakit akan meningkat
menjadi wabah[6].

3.2 Simulasi Model
Setelah mengumpulkan data dari berbagai sumber,
maka diperoleh nilai parameter-parameter
penyebaran virus flu burung di Kec, Godean,
Yogyakarta adalah sebagai berikut:

1. Total jumlah ayam di Kec. Godean, Yogyakarta
Kec. Godean, Yogyakarta memiliki jumlah
penduduknya sekitar 75.252 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak kurang lebih 15.985 KK[4][5].
Susceptible Infectious Recovered
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 05: Tresna Purnama Dewi, dkk 27

Dari sekian banyak KK di Kec. Godean,
Yogyakarta memiliki ayam (unggas) rata-rata 10-25
ekor ayam. Jadi dari jumlah banyaknya KK dengan
jumlah ayam (unggas) yang dimiliki adalah sekitar
399.625. Namun pada simulasi penulis memilih
jumlah total ayam yang terdapat di Kec. Godean,
Yogyakarta adalah sebanyak 400.000 ekor.
2. Recruitment rate ayam Kec. Godean, Yogyakarta
Rata-rata ayam mengerami telurnya dalam satu
tahun maksimal dua kali, dengan telur yang bisa
menetas kurang lebih 10 ekor anak ayam. Dari
banyak banyaknya anak ayam tersebut yang dapat
bertahan sampai tumbuh dewasa rata-rata sekitar 3-
5 ekor saja.
Dengan mengasumsikan bahwa setiap ayam yang
terdapat di Kec. Godean, Yogyakarta dapat
memproduksi ayam baru setiap tahunnya 6-10
ekor. Setiap KK diperkirakan memiliki ayam betina
sebanyak 10 ekor. Jadi jika dikalkulasikan dalam
satuan tahun jumlah ayam di Kec. Godean,
Yogyakarta tiap tahunnya bertambah sebanyak
4.515.120 ekor atau kurang lebih 1254.2 sekor.
Namun pada simulasi penulis memilih banyaknya
recruitment rate tiap satuan waktu adalah 1254
ekor.
3. Laju kematian normal ayam di Kec. Godean,
Yogyakarta
Laju kematian normal ayam setiap satuan waktu
(per hari) adalah:
365 2
1
-
= q
dengan mengali jumlah hari dalam satu tahun
dengan 2, karena nilai 2 di sana menunjukan daya
tahan ayam terhadap perubahan suhu dan
lingkungannya, dimana ayam (khususnya ayam
negeri) bisa hidup sampai 2 tahun.
4. Produksi ayam di Kec. Godean, Yogyakarta
Untuk mengetahui besar produksi ayam di Kec.
Godean, Yogyakarta, untuk solusi titik stasioner
bebas penyakit, persamaan tersebut dapat ditulis
menjadi:

q
0 a
N P =

sehingga jumlah produksi ayam di Kec. Godean,
Yogyakarta dalam satuan waktu adalah 706.0548
ekor.
5. Laju kematian ayam karena terinfeksi virs flu
burung
Ayam yang terinfeksi avian flu akan mati dalam
waktu empat hari, karena masa inkubasi virus flu
burung pada ayam bertahan selama empat hari.
Dalam fakta ini peluang ayam yang terjangkit virus
flu burung sekitar 0.25 per harinya.
6. Pada simulasi penulis menentukan banyaknya
kontak yang terjadi antara ayam susceptible dengan
ayam yang terinfeksi virus flu burung dan berhasil
menularkan virus flu burung sebesar 0.25 setiap
satuan waktu.
7. Jumlah penduduk Kec.Godean, Yogyakarta
Jumlah penduduk Kec.Godean, Yogyakarta Maret
2012 sekitar 75.252 jiwa dengan 15.985 kepala
keluarga.
8. Laju kematian normal manusia yang terinfeksi virus
avian flu
Laju kematian manusia setiap satuan waktu atau
perharinya adalah sebesar:

365 65
1
-
= |

Laju kematian tersebut dapat merujuk pada usia
rata-rata masyarakat indonesia yang mampu hidup
selama kurang lebih 65 tahun.
9. Recruitment rate
Recruitment rate/kelahiran setiap satuan waktu
dapat ditentukan dari solusi titik stasioner bebas
penyakit, dengan jumlah manusia yang susceptible
diperoleh sebesar:

|

= =
0 h h
N S

maka jumlah total manusia di Kec. Godean,
Yogyakarta adalah 75.252 jiwa.
10. Pada simulasi penulis menetapkan banyaknya
kontak ayam yang terinfeksi dengan manusia
susceptible dan manusia tersebut tertular virus flu
burung (q) sebesar 0.005 perhari.
11. Peluang sembuh manusia yang sudah teinfeksi virus
flu burung
Manusia yang sudah terinfeksi virus flu burung
mempunyai peluang untuk sembuh seperti
sediakala ataupun meninggal. Peluang dapat
sembuh terjadi setelah manusia yang terinfeksi
melakukan perawatan secara medis. Peluang
meninggal karena manusia tersebut masih terinfeksi
virus virus flu burung (namun hal ini tidak di
bahas).
Dari data yang diperoleh sebelumnya dari
berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa peluang
sembuhnya setiap satuan waktu (f) sebesar 0.56.
12. Laju kematian manusia
Dari beberapa kasus yang terjadi di Kec.Godean,
Yogyakarta manusia yang terinfeksi virus flu
burung meninggal. Maka dengan menanggapi hal
itu penulis dapat menyimpulkan seberapa besar laju
kematian manuia karena virus flu burung yakni
sebesar 0,3 persatuan waktu.
Dari persamaan dapat diketahui basic
reproduction number untuk kasus penyebaran avian
flu pada ayam adalah sebagai berikut:
0
0
a
N
P
c
R
+
=


dengan data yang didapatkan adalah: c = 0.25; P =
706.0548; = 0.025; N
a0
= 400000 ekor.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 05: Tresna Purnama Dewi, dkk 28

Dari data tersebut diperoleh R
0
= 9.3405088 (R
0
>1).

Kontak ayam yang terinfeksi virus flu burung
baik antara ayam dengan ayam maupun kontak
ayam dengan manusia, melihat dari nilai R
0
atau
basic reproduction number ternyata bersifat
endemik dengan nilai yang sangat besar.
Endemik adalah suatu keadaan di mana penyakit
secara menetap berada dalam masyarakat pada
suatu tempat atau populasi tertentu.
Pandemi atau endemik avian flu memiliki
beberapa periode, piode pertama interpandemik,
kedua periode kewaspadaan, dan diakhiri dengan
periode pandemik. Periode interpandemik terbagi
menjadi beberpa fase. Fase 1 tidak ada tanda-tanda
subtipe virus influenza baru yang terdeteksi pada
manusia. Pada fase 2, virus subtipe H
5
N
1
terdeteksi
pada unggas. Namun, tidak ada subtipe virus
influenza baru terdeteksi pada manusia. Pada
periode kewaspadaan, ada fase ketika terjadi infeksi
pada manusia karena subtipe baru, tetapi tidak ada
penyebaran dari manusia ke manusia. Fase terjadi
penularan terbatas dari manusia ke manusia.
Penyebaran sangat teralokasi dan memberi isyarat
virus tidak beradaptasi baik dengan manusia.
Adapun untuk mengurangi bahkan
menanggulangi penyebaran yang bersifat endemik
maka ayam yang sudah terjangkit virus di
musnahkann dan meningkatkan jumlah produksi
ayam di daerah Kec. Godean, Yogyakarta agar
mendapatkan nilai basic reproduction number kecil
atau memungkinkan bisa kurang dari 1.
Dari hasil simulasi model penyebaran avian flu
pada ayam dan manusia ditunjukan oleh grafik di
bawah ini:



Gambar 2. Simulasi model penyebaran virus flu burung
pada ayam



Gambar 3. Simulasi model penyebaran virus flu burung
pada manusia

Gambar 2 menujukan hasil simulasi model penyebaran
virus flu burung pada ayam. Pada Gambar 1 di atas dapat
dilihat bahwa titik out break ayam yang terinfeksi pada
hari ke -80 dengan jumlah ayam yang terinfeksi sekitar 16
ekor.
Sedangkan pada Gambar 3, menunjukan hasil simulasi
model penyebaran virus flu burung pada manusia, dimana
pada Gambar 2 diatas dapat dilihat pada hari ke-100
merupakan titik out break penyebaran virusnya dengan
jumlah manusia yang terkena virus sebanyak 14000.
Adapun untuk mengurangi bahkan menanggulangi
penyebaran yang bersifat endemik maka ayam yang sudah
terjangkit virus di musnahkan dan meningkatkan jumlah
produksi ayam di daerah Kec. Godean, Yogyakarta agar
mendapatkan nilai basic reproduction number kecil atau
memungkinkan bisa kurang dari 1.
Peningkatan produksi ayam agar di daerah Kec.
Godean, Yogyakarta harus lebih atau sama dengan dari
1000 ekor per harinya sehingga nilai Recruitment rate nya
kecil dan di daerah Kec. Godean Yoyakarta tidak akan
terjangkit flu burung lagi. Hal ini bisa dilihat dari grafik
dibawah ini:



Gambar 4. Simulasi model penyebaran virus avian flu
pada ayam
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 05: Tresna Purnama Dewi, dkk 29



Gambar 5. Simulasi model penyebaran virus avian flu
pada manusia
Dari Gambar 4 dan 5, meski perubahannya tidak
terlalu signifikan namun dengan menentukan nilai
recruitment rate ayamnya 1000 maka nilai R
0
nya sebesar
0.99. Ini artinya nilai R
0
< 1, dan di daerah Kec. Godean
Yogyakarta tidak akan terjadi lagi penyebaran flu burung.

V. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
penyebaran flu burung di daerah Kec. Godean, Yogyakarta
berpotensi penyebarannya terus menerus. Hal ini karena
melihat hasil dari nilai basic reproduction number yang
sangat besar. Hasil simulasi untuk penyebaran ayam-ayam
out breaknya terjadi pada hari ke 80 dengan jumlah ayam
yang terinfeksi sekitar 16 ekor. Sedangkan penyebaran
antara ayam-manusia out breaknya terjadi pada hari ke 100
dengan jumlah manusia yang terinfeksi sebanyak 14.000
orang. Namun dengan menambah produksi ayam maka di
daerah Kec. Godean,Yogyakarta tidak akan terinfeksi lagi.

PUSTAKA
[1] Mairides, H., Model Penyebaran Virus Avian Flu Di Cikelet
Jawa Barat, Skripsi, Institut Teknologi Bandung, Bandung,
2008.
[2] Pratiwi, N., dan Kartono, 2008, Strategi Model
Pengendalian Penyebaran Virus Influenza, Jurnal
Matematika, vol. 11, no.3, 2008, pp. 141-145.
[3] Inaba, H., 2006, Mathematical Analysis Of An Age-
structured SIR Epidemic Model With Vertical Transmission,
DISCRETE AND CONTINUOUS DYNAMICAL SYSTEMS-
SERIES B, vol. 6, no. 1, 2006, pp. 69-96.
[4] http://www.slemankab.go.id/?s=jumlah+KK+di+kec.godean
+tahun+2012 diakses 15 April 2012.
[5] www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-
sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah, diakses tanggal 15
April 2012.
[6] Yaya, S., Model SIS (Susceptible Infected Susceptible) Pada
Penularan Dua Penyakit Endemik, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 2009.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA 2012 ISSN 2301-5284

KOM 06: Aceng Sambas, dkk 30

Analisis Chaos Sistem Dinamik pada Sirkuit Rossler serta Aplikasinya
dalam Navigasi Mobile Robot

Aceng Sambas, & Mada Sanjaya WS

Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
acenx.bts@gmail.com, madasws@gmail.com

Abstrak Chaos adalah sistem dinamika yang dapat diprediksi untuk selang waktu pendek dan tidak dapat diprediksi untuk
selang waktu panjang, terkesan tidak teratur tetapi memiliki pola keteraturan dan bergeometri fractal. Di dalam makalah ini.
telah dibuat desain dan simulasi numerik berdasarkan sirkuit Rossler. Simulasi numerik menggunakan program MATLAB dan
MultiSIM berguna untuk mensimulasikan secara numerik implementasi sirkuit Rossler serta menunjukan adanya gejala chaos
pada sirkuit tersebut. Program Maple digunakan untuk mencari nilai eigen, titik kritis dan mengetahui kestabilan sebuah
sistem. Selanjutnya telah dikembangkan program MATLAB untuk menggambarkan pola dinamika kontrol navigasi chaos dari
pergerakan sebuah mobile robot dalam bidang persegi.

Kata kunci: chaos, Sirkuit Rossler, nilai eigen, titik kritis dan navigasi mobile robot.

Abstract Chaos is a dynamic sistem that can be predicted for a short time interval and can not be predicted for a long time
interval, but have irregular patterns of regularity and have a fractal geometry. In this paper, it has been made the design and
numerical simulations based on Rossler sirkuit. Numerical simulation using MATLAB and MultiSIM program is useful to sim-
ulate the numerical implementation of the Rossler sirkuit and show the existence of chaotic phenomena in such sirkuit. Maple
program used to find eigenvalues,the critical point and find out the stability of the sistem. Furthermore MATLAB program has
been developed to describe the pattern of chaotic dynamics of the movement of a mobile robot in a square field.

Key words: chaos, Rossler sirkuit, eigen value, critical point, and mobile robot navigation.

I. PENDAHULUAN
Chaos telah ditemukan di dalam sistem biologi,
meteorologi, kosmologi, ekonomi, dinamika populasi,
kimia, fisika, teknik mesin dan listrik, dan bidang lainnya.
Arah penelitian telah menunjukan bukti adanya chaos ke
dalam aplikasi dan studi teori yang mendalam [1].
Secara Matematik chaos di temukan oleh matematikawan
terkenal pada abad 19, Henri Poincare menemukan apa yang
sekarang dikenal sebagai lintasan homoclinic dalam ruang
fase. Pada tahun 1892, telah diterbitkan dalam tiga jilid
karyanya yang berjudul Celestial Mechanics [1]. Pada tahun
1927, chaos pertama kali diteliti dalam sirkuit elektronik
oleh Van der Pol dan Van der Mark. Mereka mempelajari
perilaku dari osilator RC bohlam neon yang dikendalikan
oleh sumber tegangan sinusoidal. Hasilnya, mereka
menemukan bahwa proses demultiplication frekuensi
akhirnya menyebabkan kebisingan yang tidak teratur.
Bahkan, apa yang mereka amati, dalam bahasa sekarang ini,
ternyata disebabkan oleh bifurkasi dan chaos [1].
Secara lebih visual, gejala chaos pertama kali dipelajari
secara tidak sengaja oleh Edward N. Lorenz, seorang pakar
sains atmosfir dari MIT, di tahun 1963. Kala itu ia tengah
mencoba memodelkan aliran konveksi udara tiga dimensi di
atmosfir. Lorenz dengan menurunkan model ideal
persamaan nonlinier yang terkopel tiga dan berusaha
memecahkannya secara numerik menggunakan pertolongan
komputer. Alih-alih memperoleh pemecahan yang
berkelakuan baik, ia malah menemukan perilaku aneh yang
semula ia anggap sebagai kesalahan numerik. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa lintasan pemecahan dalam
ruang tiga dimensi tersebut memiliki ciri lintasan yang tidak
teratur (strange attractor), dan tidak pernah menempuh
lintasan yang sama. Jika titik awal perhitungan dirubah
sedikit saja, maka akan muncul pola orbit dengan kelakuan
serupa tetapi memiliki pola lintasan yang lain sama sekali
[2].
Fokus kajian paper ini adalah mempelajari fenomena
chaos yang terjadi pada sirkuit Rossler [3-7]. Selain itu,
telah dikembangkan metode Lyapunov untuk mencari
keacakan dari sistem tersebut. Selanjutnya mencari nilai
eigen dan titik kritis untuk mengetahui kestabilan dari
sirkuit Rossler. Dalam artikel ini, hasil dari fenomena chaos
yang terjadi pada sirkuit Rossler akan dikembangkan sebuah
model navigasi mobile robot. Program MATLAB berguna
untuk menggambarkan pola dinamika pergerakan chaos
pada navigasi mobile robot.

II. MODEL MATEMATIKA
Otto Rossler pada tahun 1976 menemukan inspirasi
dalam mesin penggiling gula yang memperoleh sistem
persamaan differensial dengan attractor aneh yang lebih
sederhana dari pada Lorenz [8].
Sirkuit Rossler ditunjukan pada Gambar 1. Persamaan
tersebut tidak menunjukan adanya perkalian antara sistem
yang dijelaskan oleh persamaan O.E. Rossler [7]. Sebuah
sistem nonlinier dalam sirkuit adalah fungsi piecewise linier
yang disebabkan oleh dioda op amp U4A, 3 resistor dan
sebuah dioda. Dioda berfungsi sebagai switch, sehingga op
Amp U4A hanya berubah pada saat X tegangan melebihi 3V
[3].
Sirkuit Rossler elektronik diGambarkan dalam
persamaan dibawah ini :

PROSIDING KONFERENSI FISIKA 2012 ISSN 2301-5284

KOM 06: Aceng Sambas, dkk 31


(1)

[ ]
Fungsi piecewice linier didefinisikan sebagai berikut:
{


} (2)
Dimana faktor waktu adalah

, = 0.05,
= 0.5, = 1, = 15 dan sirkuit ini berisi resistor variabel
yang dapat digunakan untuk mengubah nilai . Hubungan
antara nilai Rc dari resistor variabel dan adalah R/Rc,
dengan R=10 k adalah parameter kontrol yang
menunjukkan bifurkasi dan dinamika chaos.

III. SIMULASI NUMERIK MATLAB
Simulasi numerik MATLAB berguna untuk
menGambarkan fenomena dinamika dari sirkuit Rossler
dengan menyelesaikan persamaan (1) dan (2). Metode untuk
menyelesaikan persamaan differeensial (1) dan (2) dengan
menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Dengan kondisi
awal disini adalah (

0.1, 0.1, 0.1).



Tabel 1. Parameter sirkuit Rossler

Simbol Komponen Nilai Toleransi
R1 Resistor 2 M 0 %
R2 Resistor 5 M 0 %
R4,R10,R12, R13 Resistor 100 k 0 %
R3 Resistor 200 k 0 %
R5,R7,R8 Resistor 10 k 0 %
R9 Resistor 68 k 0 %
R11 Resistor 150 k 0 %
R6 = Rc Resistor 25 k -
120 k
0 %
C1,C2,C3 Capasitor 1 nF
D1 1N4937 Dioda -
U1A ,U2A, U3A,
U4A, U5A.
TL082CD
VCC 1 Voltage 9 V
VCC 2 Voltage -9 V
VCC 3 Voltage -15 V


(a) Homoclinic attractor (p,q) (b) Time series (p,q)

Gambar 1. Diagram fase dan time series pada saat 30 k

Berdasarkan hasil simulasi numerik diatas diperoleh
prilaku dinamik dari sirkuit Rossler tersebut. Gambar 1(a)
menunjukan pergerakan chaos dengan orbit homoclinic yang
mempunyai karakteristik chaos yang ditandai dengan
adanya fluktuasi sensitivitas tinggi dari lintasan ketika
lintasan chaos mendekati titik kritis [4]. Gambar 1(b)
menunjukan time series yang mempunyai karakteristik
chaos.

(a) Rc=30 k (b) Rc=40 k (c)Rc=50k

(d) Rc=60 k (e) Rc=70 k (f)Rc= 80 k

(g) Rc=100 k (h) Rc=120 k

Gambar 2. Hasil simulasi numerik parameter bifurkasi untuk Rc
30k-120 k

Untuk Rc < 30 k tidak ada atrractor yang terbentuk
pada nilai ini. Sistem menunjukan sebuah prilaku attractor
homoclinic pada nilai 30 k Rc 39 k.Untuk 30 k
Rc 100 k menunjukan dinamika Rossler chaotic dan
untuk Rc > 100 k menunjukan dinamika sirkuit yang
periodik.
Jika suatu sistem adalah sistem tiga dimensi, maka
sistem tersebut memiliki tiga nilai Lyapunov eksponen
seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Nilai Lyapunov
eksponen yang positif dan nol menunjukkan chaos, dua nol
Lyapunov eksponen menunjukkan bifurkasi, dan nol dan
negatif Lyapunov eksponen menunjukkan periodisitas,
namun jumlah dari eksponen Lyapunov harus negatif.
Sebuah Lyapunov yang positif eksponen mencerminkan
"arah" dari peregangan dan melipat dan karenanya
menentukan chaos dalam sistem, disipatif terus menerus 3D
(1,2,3) ,(+,0,) A strange attractor; (0,0,) A two-torus;
(0,,) A limit cycle; (,,) A fixed point [9].


Gambar 3. Dinamika Lyapunov eksponen untuk Rc 40 k

Nilai eigen merupakan nilai yang didapatkan sebagai
solusi dari persamaan karakteristik. Nilai eigen menentukan
tingkat kestabilan sistem. sistem akan stabil jika kedua nilai
eigen matriks Jacobian berupa bilangan real negatif atau
bilangan kompleks dengan bagian real bernilai negatif. Jika
salah satu atau kedua nilai eigen berupa bilangan real positif
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
Phase space chaotic homoclinic atractor
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
x
y
Time series circuit Rossler
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-6
-4
-2
0
2
4
6
x
y
-3 -2 -1 0 1 2 3 4
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
x
y
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
x
y
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
Dynamics of Lyapunov exponents
Time
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
PROSIDING KONFERENSI FISIKA 2012 ISSN 2301-5284

KOM 06: Aceng Sambas, dkk 32

atau bilangan kompleks dengan bagian real bernilai positif
maka sistem tidak stabil. Nilai Eigen yang terdapat pada
Tabel 2 menunjukan bahwa sistem tidak stabil dan jenis
kestabilanya adalah saddle point.

Tabel 2. Nilai eigen dengan variasi parameter Rc
Rc


30 k -5046.076147+
39039.40518 i
-5046.076147-
39039.40518 i
2892.152293
40 k -5057.165952+
39045.61598 i
-5057.165952-
39045.61598 i
2114.331903
50 k -5064.256401+
39049.29858 i
-5064.256401-
39049.29858 i
1628.512802
60 k -5069.144866+
39051.71197 i
-5069.144866-
39051.71197 i
1298.28973
80 k -5075.109228+
39054.52189 i
-5075.109228-
39054.52189 i
900.2184556
90 k -5077.162741+
39055.45581 i
-5077.162741-
39055.45581 i
764.3254811
100 k -5078.782118+
39056.18035 i
-5078.782118-
39056.18035 i
657.5642366
120 k -5081.294862+
39057.28395 i
-5081.294862-
39057.28395 i
492.5897245


Titik Kritis merupakan gambaran kestabilan gerak
aliran konveksi dari sistem dinamika. Titik kritis dari sebuah
sistem dapat dicari dari persamaan diferensialnya dengan
cara membuat persamaan diferensial dari sistem tersebut
bernilai nol. Tabel 3 menunjukan titik kritis pada parameter
Rc 30 k - 120 k.


Tabel 3.Nilai titik kritis dengan variasi parameter Rc

Rc p q r
30 k 3.323663952 -10.04228495 4.854459277
40 k 3.446224256 -13.73135011 6.693363844
50 k 3.582178218 -17.82356436 8.732673267
60 k 3.732677693 -22.35359857 10.99016540
80 k 4.060877350 -32.23240824 15.9131602510
90 k 4.251191430 -37.96086205 18.76787145
100 k 4.455882353 -44.12205882 21.83823529
120 k 4.946672774 -58.89485049 29.20009161

IV. SIMULASI EKSPERIMEN MULTISIM
Sebuah sirkuit elektronik sederhana dirancang sehingga
dapat digunakan untuk mempelajari fenomena chaos. Skema
sirkuit untuk mengimplementasikan sirkuit Rossler pada
Gambar 4. D1 merupakan dioda nonlinier dimana sirkuit
yang melibatkan masukan noninverting dari penguat
operasional (TL082CD), yang berfungsi sebagai saklar
ketika melebihi 3V, yang menentukan fungsi g (p).



Gambar 4. Rangkaiaan sirkuit Rossler

Hasil simulasi MultiSIM menunjukkan diagram fase
dari sinyal pada Gambar 5 dan 6.



(a) Time series (p,q) (b) Homoclinic attractor (p,q)

Gambar 5. Simulasi numerik MultiSIM dengan Rc= 24 k


(a).Rc= 24 k (b). Rc= 28k (c). Rc=40 k

(d). Rc= 45 k (e).Rc= 50 k (f). Rc= 60k
PROSIDING KONFERENSI FISIKA 2012 ISSN 2301-5284

KOM 06: Aceng Sambas, dkk 33


(g). Rc=100 k (h). Rc=125 k

Gambar 6. Bifurkasi diagram fase sirkuit Rossler

Lintasan dalam ruang fase ditunjukkan pada Gambar 6.
Untuk Rc < 24 k tidak ada atrractor yang terbentuk pada
nilai ini. Untuk Rc dari 24 k - 27 k, Solusi menunjukan
prilaku orbit homoclinic. Untuk Rc 28 k - 90 k model
attractors Rssler dan untuk Rc > 90 k solusi menuju
periodik

V. NAVIGASI MOBILE ROBOT
Pergerakan mobile robot dideskripsikan dengan
kecepatan linier v(t) [m/s], sudut (t) [rad] menggambarkan
orientasi pergerakan robot. Kecepatan linier menunjukan
sebuah gerakan linier dari titik medium sumbu roda.
Sedangkan kecepatan arah menyediakan gerak rotasi dari
robot pada titik yang sama[10]. Gambar 7 menunjukan
gerak robot dalam sebuah bidang.


Gambar 7. Deskripsi pergerakan robot dalam sebuah bidang

Pergerakan kontrol mobile robot didefinisikan oleh
persamaan berikut:

[

]= [



] [

]

Dimana, {x (t), y (t)} adalah posisi robot di dalam
sebuah bidang dan (t) adalah orientasi robot. Selain itu,
harus dijelaskan bahwa dalam kasus di mana robot
mencapai perbatasan medan, robot akan berhenti dan
menunggu perintah arah berikutnya untuk bergerak[10].
Dalam semua sistem parameter z(i) akan menjadi posisi
sudut . Jadi, kecepatan sudut robot akan menjadi:



Selanjutnya dengan memasukan persamaan (1) maka
diperoleh:


}

Dengan z(i) = (p,q,r)
Dalam sistem di atas (X, Y) adalah koordinat posisi robot
di medan dan v adalah kecepatan konstan dari mobile robot.
Selanjutnya, n adalah faktor normalisasi sehingga parameter
z(i) dari setiap sistem memiliki nilai yang sama. Dengan
teknik ini sistem kontrol akan memberikan hasil yang
sebanding.
Dibawah ini merupakan gambar pergerakan pola
dinamika navigasi mobile robot dengan menggunakan
MATLAB. Dengan n =14, v =0.628 dengan kondisi awal
sistem (X,Y) adalah [1,1].








(a)
0.9997 0.9998 0.9998 0.9999 0.9999 1 1 1.0001 1.0001
0.9995
0.9996
0.9996
0.9997
0.9997
0.9998
0.9998
0.9999
0.9999
1
1
x
y
Gerak Pola dinamika Chaos Navigasi Mobile Robot
PROSIDING KONFERENSI FISIKA 2012 ISSN 2301-5284

KOM 06: Aceng Sambas, dkk 34


(b) (c)
Gambar 8. Simulasi numerik pergerakan navigasi mobile robot dengan menggunakan Sirkuit Rossler, (a) kontrol navigasi menggunakan
tegangan p, (b) kontrol navigasi menggunakan tegangan q, (c) kontrol navigasi menggunakan tegangan r


Simulasi numerik menggunakan MATLAB dari
Gambar diatas menunjukan bahwa kontrol navigasai mobile
robot dengan menggunakan sirkuit Rossler menyebabkan
sebuah pola gerakan robot yang mempunyai sifat chaos.
Kontrol mobile robot dengan menggunakan tegangan q lebih
baik bila dibandingkan dengan kontrol navigasi
menggunakan tegangan p dan r. Pada dasarnya navigasi
mobile robot menunjukan prilaku dinamika yang baik jika
pada bidang persegi bisa dilewati secara keseluruhan. Tetapi
pada penelitian ini, hasil yang ditunjukan mengunakan
sirkuit Rossler masih belum menunjukkan performa yang
baik untuk dijadikan navigasi mobile robot.

VI.KESIMPULAN
Dalam makalah ini, telah diteliti prilaku dinamik dari
sistem sirkuit Rossler dengan memvariasikan nilai Rc. Hasil
yang diperoleh adalah adanya kesesuaiaan antara simulasi
numerik menggunakan MATLAB dan simulasi
implementasi sirkuit menggunakan MultiSIM. Sistem
sirkuit Rossler chaos mungkin memiliki nilai aplikasi yang
baik di bidang teknologi informasi seperti sistem keamanan
komunikasi [5]. Hasil analisis dari nilai eigen menunjukan
bahwa sistem tidak stabil dan jenis kestabilanya adalah
saddle point.
Dalam makalah ini, telah dikembangkan simulasi
numerik navigasi mobile robot menggunakan sirkuit
Rossler. Pola dinamika pergerakan mobile robot
menunjukan adanya prilaku chaos yang mengakibatkan
pergerakanya tidak teratur mengelilingi sebuah bidang.
Kontrol navigasi menggunakan tegangan q lebih baik bila di
bandingkan dengan kontrol navigasi menggunakan tegangan
p dan r. Kekurangan kontrol navigasi menggunakan sirkuit
Rossler ini adalah pergerakan robot pada sebuah bidang
tidak bisa menjangkau bidang secara keseluruhan melainkan
hanya bagian bidang kecil saja yang bisa di lewati oleh
navigasi mobile robot ini. Aplikasi yang paling penting
dalam navigasi mobile robot karena sifatnya yang acak ini
maka dapat digunakan sebagai mobile robot pemotong
rumput otomatis.

PUSTAKA
[1] J. C. Feng and C. K. Tse, Reconstruction of Chaotic Signals
with Applications to Chaos-Based Communications. Tsinghua
University Press and World Scientific Publishing Co. Pte.
Ltd., 2007.
[2] K. T. Alligood, T. D. Sauer and J. A. Yorke, Chaos: An
Introduction to Dynamical Systems. Springer-Verlag, New
York,1996.
[3] L. M. Pecora and T. L. Carroll. Synchronizatin in Chaotic
Systems, Physical Review Letters, vol. 64, 1990, pp. 821
825.
[4] T. L. Caroll, A Simple circuit demonstrating regular and
synchronized chaos, Am J Phys., vol. 63, no.4, 1995, pp. 377-
379.
[5] J. H .G. Lopez, R. J. Reatgui, A. N. Pisarchik, A. M.
Hernandez, C. M. Gutierrez, R. V. Hernandez, R. V. Rauda,
Novel Communication scheme based on chaotic Rossler
circuits, J. Phys. Conf. Ser, vol. 23, 2005, pp. 276-284.
[6] D. L. Mancilla, V. E. Acero, R. J. Reatgui, J. H. G Lopez, C.
E. C Hernandez, Analysis of Experimental Encryption for a
Chaos-Based Communication System, International Congress
on Instrument and Applied Sciences, 2010
[7] E. J. P. Van den Hoven, Synchronization of Complex
Networks, Ph.D. Thesis, Centro de Investigation Cientficay
de Education Superior de Ensenada (CICESE), Ensenada,
Baja California, Mexico, 2007.
[8] S. H. Strogatz, Non linier Dynamics and chaos. Perseus
Books Publishing, 1994.
[9] Q. H. Alsafasfeh, M. S. Al-Arni, A New Chaotic Behavior
from Lorenz and Rossler Sistems and Its Electronic Circuit
Implementation, Circuits and Systems, no.2, 2011, pp. 101-
105.
[10] C. K. Volos, N. G. Bardis, I. M. Kyprianidis and I. N.
Stouboulus, Implementation of Mobile Robot by Using
Double-Scroll Chaotic Attractors. Recent Researches in
Application of Electrical Computer Enginering, 2011, pp.119-
124.

0.9998 0.9998 0.9999 0.9999 1 1
1
1
1.0001
1.0001
1.0002
1.0002
x
y
Gerak Pola dinamika Chaos Navigasi Mobile Robot
1 1.0005 1.001 1.0015 1.002 1.0025 1.003 1.0035 1.004
1
1.0001
1.0002
1.0003
1.0004
1.0005
1.0006
x
y
Gerak Pola dinamika Chaos Navigasi Mobile Robot
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 07: Imam Taufik, dkk 36


Pemodelan Matematika dan Analisis Dinamika Ledakan Populasi
Tomcat (Paederus fuscifes)

Imam Taufik, Aceng Sambas, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
imamtaufik88@ymail.com, madasws@gmail.com

Abstrak Ledakan populasi adalah peningkatan jumlah spesies pada waktu tertentu yang diakibatkan oleh berbagai faktor.
Dalam makalah ini, dijelaskan analisis dinamika dan pemodelan matematis outbreaks atau ledakan populasi Paederus
fuscipes (tomcat). Software Matlab digunakan untuk menganalisis sitem dinamika ledakan populasi tomcat, Lyapunov
eksponen dikembangkan untuk mengetahui perilaku chaotik populasi tomcat.

Kata kunci: Ledakan populasi, Paederus fuscipes , Pemodelan matematika.

Abstract Population explosion is the increasing number of species at any given time caused by various factors. In this
paper, described the dynamic analysis and mathematical modeling of outbreaks or population explosion Faederus fuscipes
(tomcat). Matlab software is used to analyze the dynamics of a population explosion of tomcat systems, Lyapunov developed to
determine the behavior of the chaotic population of tomcat.

Key words: Population explosion, Paederus fuscipes, Mathematical modeling.

I. PENDAHULUAN
Dalarn beberapa bulan terakhir ini, salah satu kumbang
dengan nama biologi Paederus fuscifes atau yang lebih
dikenal dengan nama tomcat menyerang warga diberbagai
daerah di Indonesia, sehingga dengan meningkatnya
populasi tomcat ini menimbulkan keresahan diseluruh
lapisan masyarakat Indonesia.
Model matematika adalah suatu usaha untuk
menguraikan beberapa bagian yang berhubungan dengan
dunia nyata kedalam bentuk matematik. Model
matematika bisa digunakan untuk meramalkan atau
mengontrol suatu kejadian dari permasalahan yang
sudah dimodelkan. Model matematika menjadi sangat
penting penggunaanya karena kemampuan dari model
matematika itu sendiri tidak hanya mampu
mendeskripsikan namun juga memberikan penjelasan
(explanatory)[1].
Pada tahun 1925 dan 1926, Lokta-Volterra menjelaskan
persaingan makhluk hidup mengacu pada persaingan antara
dua atau lebih spesies untuk beberapa sumber daya yang
membatasi. Sumber daya dapat membatasi makanan atau
nutrisi, ruang, pasangan, lokasi sarang apa pun yang
permintaan lebih besar dari pasokan. Bila satu spesies
merupakan pesaing lebih baik, kompetisi mempengaruhi
spesies lain dengan mengurangi ukuran populasi dan atau
tingkat pertumbuhan, yang pada gilirannya mempengaruhi
dinamika populasi dari pesaing.
Akhirnya Lotka-Volterra membuat model matematika
interaksi predator-mangsa. Model ini dikembangkan secara
mandiri oleh Lotka-Volterra sehingga memperoleh system
yang lebih realistis[2-5].

Lotka-Volterra adalah model
matematika sederhana yang dapat digunakan untuk
memahami bagaimana faktor-faktor berbeda mempengaruhi
hasil dari interaksi.
Persamaan sederhana yang dimodelkan oleh Lotka-
Volterra adalah sebagai berikut:
xy b y a
dt
dy
xy b x a
dt
dx
2 2
1 1
+ =
=
(1)
Dimana x adalah mangsa dan y adalah pemangsa[5].
II. MODEL MATEMATIKA
Dari asusmsi yang didapat, ledakan populasi pada tomcat
terjadi karena ketidakstabilan dari rantai makanan tomcat.
Dalam rantai makanan, tomcat sebagai konsumen tingkat 2
memangsa hama wereng kemudian dimangsa oleh burung.
Jadi apabila populasi burung berkurang, maka populasi
Tomcat akan meningkat. Populasi burung mulai berkurang
karena sering diburu oleh manusia baik untuk dimakan
ataupun untuk komersial.
Padi Wereng Tomcat Burung
Dari skema dan asumsi diatas, dimodelkan persamaan
matematis sebagai berikut:
r z c a
dt
dr
z r c y b a
dt
dz
y z c x b a
dt
dy
x y b a
dt
dx
) (
) (
) (
) (
3 4
2 3 3
1 2 2
1 1
+ =
+ =
+ =
=
(2)
Dengan x, y, z dan r masing-masing adalah padi, wereng,
tomcat dan burung, sedangkan koefisien a
1
, a
2
, a
3
, a
4
, b
1
, b
2
,
b
3
, c
1
, c
2
dan c
3
adalah tingkat pertumbuhan padi, tingkat
kematian wereng, tingkat kematian tomcat, tingkat kematian
burung, tingkat pemangsaan wereng, tingkat pemangsaan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 07: Imam Taufik, dkk 37


wereng, tingkat konversi terhadap pertumbuhan tomcat,
tingkat pemangsaan tomcat, tingkat pemangsaan burung dan
tingkat konversi terhadap pertumbuhan burung.

III. ANALISIS NUMERIK
Analisis numerik dilakukan dengan menggunakan
software Matlab dengan hasil sebagai berikut:

Gambar 1. Dinamika chaotic ledakan populasi Tomcat pada saat
t = 50



Gambar 2. Grafik dinamika ledakan populasi pada Paederus
fuscifes pada saat t = 50


Gambar 3. Dinamika chaotic ledakan populasi tomcat pada saat
t = 100

Gambar 4. Grafik dinamika ledakan populasi pada Paederus
fuscifes pada saat t = 100


Gambar 5. Dinamika chaotic ledakan populasi tomcat pada saat
t = 150


Gambar 6. Grafik dinamika ledakan populasi pada Paederus
fuscifes pada saat t = 150

Keterangan gambar:
Garis Biru : Padi
Garis merah : Tomcat
Garis hijau tua : wereng
Garis Hijau muda : Burung
0
1
2
3
0
2
4
6
0
1
2
3
4
Gambar dinamika chaotik ledakan populasi tomcat
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu/tahun
t
i
n
g
k
a
t

p
o
p
u
l
a
s
i
Grafik Dinamika Populasi Rantai Makanan


padi
wereng
tomcat
burung
0
1
2
3
0
2
4
6
0
1
2
3
4
Gambar dinamika chaotik ledakan populasi tomcat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu/tahun
t
i
n
g
k
a
t

p
o
p
u
l
a
s
i
Grafik Dinamika Populasi Rantai Makanan
0
1
2
3
0
2
4
6
0
1
2
3
4
Gambar dinamika chaotik ledakan populasi tomcat
0 50 100 150
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu/tahun
t
i
n
g
k
a
t

p
o
p
u
l
a
s
i
Grafik Dinamika Populasi Rantai Makanan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 07: Imam Taufik, dkk 38


Hasil dari simulasi numerik dengan menggunakan
software Matlab diperoleh hasil prilaku dinamik dari sistem
tersebut. Prilaku dari sistem tersebut menunjukan Chaos
yaitu sistem dinamika yang dapat diprediksi untuk selang
waktu pendek dan tidak dapat diprediksi untuk selang waktu
panjang, tidak teratur tetapi memiliki pola keteraturan dan
bergeometri fractal [6].
Ciri-ciri dari chaos pada hasil diatas adalah bisa dilihat
di time series gelombang yang tidak periodik atau
karaketristiknya bersifat acak dan sensitif terhadap kondisi
awal.
Pada diagram fasa juga menunjukan prilaku dinamik
chaos. Citra yang dihasilkan pada lintasan geometri yang
tidak pernah menempuh lintasan yang sama. Pencitraan
berubah ketika b
3
parameter divariasikan.
Analisis dari grafik dinamika ledakan populasi tomcat di
Indonesia pada saat t = 50, t = 100 dan t = 150 sesuai
dengan pemodelan matematika dan asumsi kualitatif yang
diberikan, yakni pada saat spesies wereng banyak, maka
species tomcat bertambah, seiring dengan hal itu terjadi
pengurangan jumlah burung karena pengaruh pemburuan
masal. Burung yang seharusnya memakan tomcat, kini
dijadikan buruan dan barang komersil untuk
diperjualbelikan, akibatnya terasa sekarang ini, ledakan
tomcat terjadi. karena sebagai konsumen tingkat II, tomcat
tidak dimangsa oleh burung. Jika t diperkecil, maka akan
terlihat grafik senagai berikut:


Gambar 7. Grafik ledakan populasi dilihat pada saat t = 15

Jelas terlihat dari grafik yang didapat, disaat keberadaan
burung tidak ada, populasi tomcat melambung tinggi
menjadi populasi nomor satu diantara padi, wereng dan
burung. Dengan prediksi pemodelan matematis (2), dapat
dilihat pasti terjadi peledakan populasi kembali per-tahun
jika kondisinya tidak diperbaiki.
Pada makalah ini parameter yang divariasikan adalah b
3
.
Dibawah ini hasil grafik Lyapunov timeseries ketika b
3
di
variasikan. Fungsinya untuk melihat perubahan dari gejala
Chaos yang terjadi.
Hasil yang diperoleh dari grafik time series Lyapunov
eksponen mempunyai karakteritik chaos, karena ada salah
satu nilai pada grafik yang bernilai positif. Bila dianalisis
syarat dari chaos dengan metode Lyapunov eksponen
adalah harus ada salah satu nilainya bernilai positif, jika
semuanya nilainya negatif maka tidak termasuk chaos.


Gambar 3. Grafik Lyapunov eksponen dengan variasi b
3


V. KESIMPULAN
Dalam makalah ini telah dipelajari dan dilakukan
simulasi numeric menggunakan Matlab. Dari hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan adanya kesesuaian kualitatif
antara asumsi yang diberikan dengan pemodelan dan hasil
analisisnya. Fokus kajian dari makalah ini adalah
menganalisis outbreaks atau ledakan populasi tomcat dan
prilaku chaos pada kasus mangsa memangsa sebuah rantai
makanan ketika parameter b
3
divariasikan. Hasilnya analisis
tersebut menunjukan prilaku chaos karena perilaku dari
kasus mangsa memangsa tidak bisa diprediksi. Interpretasi
biologis dari makalah ini disimpulkan disaat keberadaan
burung tidak ada, populasi tomcat melambung tinggi
sehingga menjadi populasi nomor satu diantara yang
lainnya, ini yang membuat ledakan populasi atau outbreaks
tomcat terjadi.
PUSTAKA
[1] A. Syaroni, Model matematika pada Kelimpahan
Fotoplankton (Analisis Terhadapa Hasil Penelitian Joice
Rimper di Teluk Manado). Skripsi, Universitas Islam Negeri
Malang, 2007.
[2] M. Mamat, M. Sanjaya, Z.Shaleh, and M.F. Ahmad,
Numerical Simulation Dynamical Model of Three-Species
Food Chain with Lotka-Volterra Linear Functional
Response, Juornal of Sustainability Science and
Management, Vol. 5, no. 1, 2011, pp. 44-50.
[3] M. Mamat, M. Sanjaya, Z.Shaleh, and M. F. Ahmad,
Mathematical Model of Three Species Food Chain
Interaction with Mixed Functional Responces, Internasional
Journal of Modern Physics: Conference Series, vol 9, 2012,
pp. 334-340.
[4] M. Sanjaya, M. Mamat, Z. Salleh, I. Mohd, and M. M. Noor,
Numerical Simulation Dynamical of Three Species Food
Chain with Holling Type-II Functional Response, Malaysian
Journal of Mathematical Sciences, Vol. 5, no 1, 2011, pp. 1-
12.
[5] Z. Salleh, M. Sanjaya, M. Mamat, and N. Maizura, The
Dynamics of a Three-Species Food Chain Interaction Model
with Michelis-Menten Type Functional Response, Journal of
Sustainability Science and Management, Vol. 6, n0. 2, 2011,
pp. 215-223
[6] Halimatussadiyah, Analisis Chaotic Sistem dinamik Sirkuit
Osilator Colpit serta Aplikasinya Dalam Menggambarkan
Transfer Energi Sistem wireless., skripsi., Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2011.
0 5 10 15
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu/tahun
t
i
n
g
k
a
t

p
o
p
u
l
a
s
i
Grafik Dinamika Populasi Rantai Makanan
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-0.4
-0.35
-0.3
-0.25
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
Dynamics of Lyapunov exponents
Time
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
PROSIDING KONFERENSI I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 08: Riad Taufik Lazwardi 38

Kajian Teoritis Metode Rayleigh-Ritz pada Masalah
Dua Nilai Batas untuk Menganalisis
Pengaruh SuatuTekanan pada Benda 2-D

Riad Taufik Lazwardi
Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
aireyriadbonnet@yahoo.co.id

Abstrak Masalah nilai batas pada persamaan diferensial untuk menganalisis tekanan merupakan salah satu masalah yang
menarik untuk dikaji terutama pada permasalahan yang kompleks sehingga dibutuhkan solusi aproksimasi.Terdapat berbagai
metode untuk menyelesaikannya.Salah satunya adalah metode Rayleigh-Ritz.Makalah ini menjelaskan teorema-teorema
pendukung dan bagaimana metode Rayleigh-Ritz menyelesaikan masalah nilai batas berikut langkah-langkahnya ,khususnya
pada analisis tekanan benda 2-D dengan persamaan

)
dengan fungsi

dengan panjang partisi dan fungsi basis PWL(Piecewise Linear)


dipilih.Mencari solusi pada persamaan ini sama dengan mencari y yang menggambarkan defleksi.Hasilnya akan
menghasilkan sistem persamaan linier yang jika dibentuk persamaan matriks akan menghasilkan matriks A
tridiagonal simetri yang definit positif sehingga nonsingular (solusi spl unik) dan diperoleh komputasi (penyelesaian spl) yang
stabil dan solusi persamaan di atas unik.Solusi yang diperoleh akan dibandingkan dengan solusi analitik.

Kata kunci: Metode Rayleigh-Ritz,masalah nilai batas,kalkulus variasi,analisis tekanan.

Abstract Boundary value problems in beam-stress analysis is one of the interesting topic to solve.There are many methods to
solve these problems.This paper show theorems which is included and how Rayleigh-Rit method solve two boundary value
problem in

) where ,


with partition and basis function is chosen.Finaly it gives Ac=b equation .Ac=b is positive definite and A is symmetric
tridiagonal matrix.Then the solution is unique.In the end of this paper, we compare this solution with analytic solution.

Key words: Rayleigh-Ritz Method,boundary value problem,variational principle,beam stress analysis
PROSIDING KONFERENSI I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 08: Riad Taufik Lazwardi 39

I. PENDAHULUAN
Masalah nilai batas pada persamaan diferensial untuk
menganalisis tekanan merupakan salah satu masalah yang
menarik untuk dikaji terutama pada permasalahan yang
kompleks sehingga dibutuhkan solusi aproksimasi.Terdapat
berbagai metode untuk menyelesaikannya,misal metode
Shooting, Finite Difference, Galerkin, Collocation,
Rayleigh-Ritz. Makalah ini menjelaskan bagaimana metode
Rayleigh-Ritz menyelesaikan masalah nilai batas pada
analisis tekanan berikut teorema-teorema yang
mendukung,khususnya pada persamaan

)
dengan fungsi

.

Gambar 1. Contoh gambar benda 2-D yang diberikan tekanan f(x)





Akan dipilih 10 subinterval ,panjang partisi 0,1 untuk
mengaproksimasi solusi y dan fungsi basis PWL(Piecewise
Linear)yang digunakan adalah



Metode Rayleigh Ritz dengan penggunaan fungsi basis di
atas akan menghasilkan sistem persamaan linier yang jika
dibentuk matriks akan menghasilkan matriks A
tridiagonal simetri yang definit positif sehingga nonsingular
(solusi spl unik) dan diperoleh komputasi (penyelesaian spl)
yang stabil, solusi persamaan di atas unik.Akhirnya solusi
yang diperoleh akan dibandingkan dengan solusi analitik.


Gambar 2. Gambar PWL persamaan (2)


II. LANDASAN TEORI
Secara analitik persamaan (1) dapat diselesaikan dengan
metode koefisien tak tentu atau metode variasi
parameter.Pada makalah ini digunakan metode variasi
parameter untuk perbandingan.Solusi menurut metode
variasi parameter adalah :


dimana


dan

[4].
Secara numerik untuk menyelesaikan persamaan (1)
terdapat teorema[7] yaitu:
Misal

[] dan dimana
.fungsi

[] adalah solusi unik pada


persamaan (1) jika dan hanya jika y adalah fungsi unik di

[] yang meminimasi integral


[] [

[]


Mencari fungsi agar nilai suatu integral optimal berkaitan
dengan variational principle (Kalkulus variasi) karena fokus
utamanya yaitu mencari fungsi yang memaksimasi atau
meminimasi nilai suatu integral.Yang paling sederhana
adalah mencari y(x) pada interval a x b yang
memaksimasi atau meminimasi nilai integral tentu.
[] (


Pada umumnya digunakan pendekatan numerik terhadap
solusi karena solusi eksak untuk masalah variational
principle hanya ada untuk masalah yang simpel[2].
Solusi I[y] diaproksimasi dengan fungsi tertentu ,biasanya
menggunakan polinomial.Berikut beberapa teorema yang
berkaitan dengan polinomial.
Teorema Weistrass.Jika terdefinisi dan kontinyu di
[ ] dan sebarang,maka polinomial ,yang
terdefinisi di [ ] yang memenuhi
| | [ ]
Misal [ ] adalah interval.Maka fungsi
dikatakan pieciwise linier pada I jika I adalah union pada
sejumlah interval

dimana fungsi g pada setiap


adalah fungsi linier .
Teorema Piecewise Linier.Misal I interval terbatas dan
tertutup dan misal kontinyu di .Jika
maka terdapat fungsi piecewise linier yang kontinyu

dimana|

|
Bukti teorema-teorema ini dapat dilihat di buku[6].Fungsi
polinomial yang dipilih untuk mengaproksimasi disebut
fungsi basis yaitu fungsi yang bebas linier dan memenuhi
syarat batas.
Teorema lain yang mendukung adalah teorema yang
berkaitan dengan penyelesaian persamaan .
Jika A adalah matriks n x n yang definit positif, maka A
nonsingular.Selanjutnya Eliminasi Gauss dapat digunakan
pada sembarang sistem linier Ax=B untuk memperoleh
solusi unik tanpa perubahan baris atau kolom, dan
komputasi(perhitungan spl) stabil.
Definit positif adalah jika

n dimensi.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Kajian teoritis ini dilakukan dengan studi literatur-
literatur yang berkaitan dengan BVP(Boundary Value
Problem), metode Rayleigh-Ritz,PolynomialApproximation,
Differential Equation, Variational Principle, dan Beam-
Stress Analysis.
Setelah dirasa teorema-teorema pendukung
cukup,selanjutnya langkah-langkah metode Rayleigh-Ritz
PROSIDING KONFERENSI I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 08: Riad Taufik Lazwardi 40

untuk menyelesaikan persamaan (1) dibandingkan dengan
solusi analitik yang diperoleh dari metode variasi parameter.
Langkah-Langkah Metode Rayleigh-Ritz untuk
menyelesaikan persamaan (1):
1. Partisi interval [0,1] .Dipilih menjadi 10 interval(

).
2. Tentukan fungsi basis.Fungsi basis yang dipilih adalah
persamaan PWL (2).
3. Masukan persamaan PWL (2) ke persamaan (4) dan
bentuk sistem persamaan linier Ac=b.
4. Cari konstanta
5. Masukan ke persamaan

(5)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara analitik ,metode variasi parameter menghasilkan
solusi


Dengan memasukan syarat batas
diperoleh:

Secara numerik diperoleh




Gambar 3. Solusi Analitik









Gambar 4. Solusi numerik dengan menggunakan Metode
Rayleigh-Ritz


Gambar 5. Gambar solusi analitik dan numerik


Gambar 6. Tabel error dari solusi analitik dan numerik

V. KESIMPULAN
Teorema-teorema pendukung adalah teorema yang
berkaitan dengan polynomial approximation yaitu weistrass
dan piecewise linear,penyelesaian sistem persamaan linier
(eliminasi Gauss)dan teorema masalah nilai batas pada
persamaan (2) [7].
Penggunaan PWL (2) sebagai fungsi basis dalam
pendekatan solusi persamaan (1) dengan partisi menjadi 10
subinterval dan panjang subintervalnya 0,1 menghasilkan:
PROSIDING KONFERENSI I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 08: Riad Taufik Lazwardi 41

1. Sistem persamaan linier yang jika dibentuk ke dalam
matriks Ac=b maka akan menghasilkan matriks A
yang berbentuk tridiagonal simetri dan definit positif
sehingga komputasi (penyelesaian spl) stabil.
2. Solusi persamaan (1) unik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya ucapkan terimakasih kepada guru-guru saya atas
ilmu yang telah diberikan. Jazakumulloh khoiron katsiro.

PUSTAKA
[1] Francis Scheild, 2000 Solved Problems In Numerical
Analysis, Boston University, McGraw-Hill Publishing
Company.
[2] Frederick Y.M.Wan, Introduction to the calculus of variations
and its application, Chapman Hall Mathematics..
[3] O.C Zienkiewicz and K.Morgan, Finite Elements And
Approximation, University of Wales, Swansea, United
Kingdom, John Wiley and Sons.
[4] Richard E. Williamson, Introduction Differental equation and
Dynamic System.
[5] Richard L. Burden and J.Douglas Faires ,Numerical Analysis
third edition, Priadle Weber and Schmidt, Boston.
[6] Robert G.Bartle and Donald R.Sherbert , Introduction to Real
Analysis, Third Edition, John Wiley and Sons,Inc.
[7] Schultz, M. H, Spline Analysis, Prentice Hall, Englewood
Cliffs,N.J.
[8] Sri Redjeki P, Metoda Matematika, Fakultas MIPA Institut
Teknologi Bandung, 2009.
[9] Steven Chapra, Numerical Method, McGraw-Hill.
[10] William E Boyce and Richard C Diprima, Elementary
Differential Equations and Boundary Value Problem, John
Wiley and Sons.Inc.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 09: Tedi Septiadi, dkk 41


Simulasi Penjalaran Sinyal pada Sel Syaraf Terstimulasi Sinyal Kotak
Menggunakan Model Hindmarsh-Rose

Tedi Septiadi, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
t3dhy_19@rocketmail.com

Abstrak Dalam makalah ini, akan dikaji proses penjalaran impuls sel syaraf ketika diberi stimulus berupa sinyal kotak.
Model matematika yang digunakan dalam makalah ini adalah sistem persamaan diferensial terkopel model sel syaraf
Hindmarsh-Rose. Solusi numerik dari sistem syaraf tersebut dipecahkan menggunakan software MATLAB dengan metode
Runge-Kutta. Selain model sel syaraf tunggal, dalam makalah ini juga dibahas penjalaran sistem jaringan sel syaraf. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar konstanta kopling maka akan semakin mudah terjadi sinkronisasi pada sel
syaraf.

Kata kunci: Sel syaraf, persamaan Hindmarsh-Rose, Metode Runge-Kutta.

Abstract . In this paper, we will study the propagation of nerve cell impulses when given a stimulus in the form of the signal
box. Mathematical model used in this paper is a system of coupled differential equation model of Hindmarsh-Rose neural cells.
Numerical solutions of the nervous system is solved using MATLAB software with Runge-Kutta method. In addition to a single
nerve cell model, the paper also discussed the propagation of nerve cell network system. The results obtained show that the
greater coupling strength of nerve cells, it could easily happen synchronization in nerve cells.

Key words: Neural cells, Hindmarsh-Rose equations, Runge-Kutta method.


I. PENDAHULUAN
Sistem syaraf merupakan salah satu sitem yang penting
dalam mengatur fungsi kerja biologis. Sistem syaraf
didefinisikan sebagain suatu sistem koordinasi yang
bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk
dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem syaraf
memungkinkan makhluk hidup tanggap terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.
Pada hewan banyak ditemukan klasifikasi sistem syaraf.
Umumnya sistem syaraf yang cukup terkenal adalah sistem
syaraf pusat dan syaraf tepi. Setelah menerima rangsangan
atau stimulus baik yang berasal dari dalam maupun luar
tubuh, rangsangan tersebut diteruskan ke sistem syaraf pusat
dan syaraf tepi kemudian di integrasikan dalam bentuk
informasi guna menentukan respon yang akan diberikan
oleh tubuh.
Didalam sistem syaraf terdapat sel syaraf (neuron) yang
merupakan bagian terkecil dalam suatu skema syaraf dan
berfungsi untuk menghantarkan informasi. Hampir seluruh
jaringan makhluk hidup disusun oleh sel-sel syaraf sebagai
fungsi koordinasi dan pembawa neurontransmiter. Dalam
memahami proses penjalaran impuls pada suatu sel syaraf
dibutuhkan pengetahuan mendasar tentang sifat
konduktivitas membran dan mekanisme transportasi dalam
membran sel syaraf.
Pada makalah ini akan diteliti mengenai simulasi
penjalaran impuls pada sel syaraf dengan menggunakan
model Hindmarsh-Rose. Model Hindmarsh-Rose mengacu
pada model analitik dan eksperimen yang telah dilakukan
oleh A. L. Hodgkin dan A.F. Huxley (Hodgkin-Huxley),
kemudian Hindmarsh-Rose mempelajari bagaimana
penyederhanaan model matematika yang dilakukan
FitHugh-Nagumo. Penyederhanaan tersebut mengambil
persamaan gelombang Van der Pol dengan melakukan
transpormasi leinard menjadi persamaan differensial dua
variabel yang autonomos sehingga potensial aksi yang
terbentuk.

II. MODEL MATEMATIKA
Dasar permodelan matematika dari sel syaraf mengacu
pada eksperimen yang telah dilakukan oleh Hodgkin-Huxley
(H-H) menyatakan bahwa terdapat K
-
, Na
+
, dan ion lainnyua
yang mengalir melintasi membran serta perubahan nilai
konduktivitas listrik membran terhadap ion-ion tersebut
terhadap waktu sebagi fungsi dari potensial membran.
Fisiologi tersebut dibuat dalam persamaan matematika
dengan memgformulasikan sebuah sistem persamaan
differensial dengan empat variabel yang mempresentasikan
potensial aksi.
Pada kenyataannya persamaan tersebut terdiri dari empat
persamaan terkopel nonlinear dengan enam fungsi dan tujuh
konstanta, hal ini tersebut merupakan persamaan yang
cukup kompleks untuk menemukan solusi numeriknya dan
sangat sulit digunakan untuk simulasi dalam skala yang
lebih kecil maka persamaan perlu disederhanakan. Pada
tahun 1960 FitzHugh-Nagumo (FH-N) menyederhanakan
model (H-H). (FH-N) megubah sistem persamaan
differensial empat variabel yang ada pada H-H menjadi dua
persamaan differensial melalui dua persamaan gelombang
Van der Pol dan transformasi Leinard.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 09: Tedi Septiadi, dkk 42


( ) ( ) ( )
( ) ( ) y x g b y
t I x f y a x
=
+ =

(1)

Kemudian pada tahun 1982 Hindmars-Rose
menyederhanakan model H-H dengan mengambil konsep
penyederhanaan yang telah dikenalkan oleh FitHugh-
Nagumo sehingga bisa menjadi (slow-fast system).
Hindmars-Rose mempelajari kelemahan dari model
FitHugh-Nagumo yang tidak dapat secara rinci menjelaskan
fenomena (rafid firing).
Hindmars-Rose merubah fungsi linear g(x) menjadi
fungsi kuadratik.
( )
2 3
bx ax x f = (2a)
( )
2
dx c x g = (2b)

Dua tahun kemudian Hindmars-Rose menambah
persamaan ketiga dalam modelnya yang lebih mendekati
kondisi nyata. Persamaan yang mereka tambahkan dapat
mengontrol jeda waktu diantara dua potensial aksi

=
=
+ + =
) ) ( (
1
2
3 2
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
I z x ax y
dt
dx
e



III. SIMULASI NUMERIK
A. Model Neuron Hindmarsh-Rose Tunggal
Persamaan dari Hindmars-Rose (1984) [1] yaitu:

=
=
+ + =
) ) ( (
1
2
3 2
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
I z x ax y
dt
dx
e


Dimana x merupakan potensial membran, y dan z yang
menjelaskan dinamika yang terkait dengan fast varying
(misanya natrium) dan slow varying (misanya kalium). I
atau I(t) adalah arus eksternal yang disuplai ke sel, a, b, d,
dan x
e
adalah parameter yang menjelaskan tentang pengaruh
dari potensial membran saat (slow dynamic). adalah
recovery variable..Untuk sistem ini peneliti memilih a = 3, b
= 4, d = 5,

=0.005.
Modifikasi paling sederhana dari Model Hindmash-Rose
untuk neuron tunggal dapat dilakukan dengan memasukan
stimulus yang di tunjukan :

( ) ( ) | | t n
n
t i
n
1 2 sin
1 2
1 4
1

=
t
(5)

fungsi ini merupakan solusi dari persamaan
gelombang persegi.
Jika t = t maka sistem dari persamaan (4) dan (5) dapat
di tulis sebagai sistem autonomous [2,3,4] :

( ) | |

=
=

+ + =

=
) ) ( (
1
1 2 sin
1 2
1 4
2
1
3 2
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
t n
n
z x ax y
dt
dx
e
n

t
(6)


Frekuensi dari stimulus divariasikan dengan amplitudo
tetap. Hasil simulasi pada frekuensi stimulus ditunjukan
pada gambar 1. Hal ini dapat diamati bahwa dengan
mevariasikan frekuensi dari stimulus, hasilnya neuron
memperlihatkan perilakunya yang chaos. Oleh karena itu
frekuensi stimulus dianggap sebagai parameter penting yang
mempengaruhi perilaku dari sebuah neuron.



(a) e = 0.09 Hz (b) e = 0.075 Hz (c) e = 0.045 Hz
(3)

(4)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 09: Tedi Septiadi, dkk 43



(d) e = 0.09 Hz (e) e = 0.075 Hz (f) e = 0.045 Hz

Gambar 1. Hasil simulasi numerik diagram fasa (a-c) dan time series (d-f) model nueron tunggal dengan A = 0.1.

B. Sinkronisasi Bidirectional Chaos dari Dua Neuron
Sekarang kita lihat jaringan neuron yang disusun oleh
Hindmarsh-Rose. Pertama neuron yang dikopling dengan
variabel x [5,4].
( ) | |

=
=
=

+ + =

=
1
) ) ( (
1
1 2 sin
1 2
1 4
2
1
3 2
dt
d
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
n
n
z x ax y
dt
dx
e
n
t

t
t
(7)


( j i = , i = 1,, n, j =2,, n) dimana fungsi dari kopling
h adalah sebagai berikut :

=
I =
n
j
j ij s s i j i
x c g V x x x h
1
) ( ) ( ) , (


dimana
s
V adalah potensial balik,
s
g konstanta kopling
antar neuron dan I merupakan sinaptik yang dimodelkan
dengan fungsi sigmoid sebagai berikut

)) ( exp( 1
1
) (
s j
j
v
v
O +
= I



Dengan s adalah ambang batas yang dicapai oleh
setiap neuron. Neuron identik dengan sinapsis yang cepat.
Bisa dikatakan sinapsis adalah rangsangan, itu sebabnya
potensial pembalik harus lebih besar dari x
i
(t) untuk i dan t
(Belykh and Shilnikov, 2008; Lange et al., 2005).
Sinkronisasi sempurna dapat terjadi ketika osilator
asimtotik yang chaos dikopling sehingga menunjukan
perilaku yang sama, hal ini berarti
n j i j i t x t x
j i
..., 3 , 2 , 1 , , , 0 ) ( ) ( = =
( t ),

Untuk kondisi awal dari sejumlah daerah
sinkronisasinya berbeda diberikan:

) ( ) ( ... ) ( ) ( ) (
3 2 1
t s t x t x t x t x
n
= = = = =


Untuk n = 2, dua neuron dalam simulasi eksternal dua
arah yang dikopling dengan gap junction. Model ini
digambarkan sebagai berikut :

( ) | |
( ) | |

=
=
=
O +

+ + =
=
=
=
O +

+ + =

=
1
) ) ( (
1
)
)) ( exp( 1
1
( ) ( 1 2 sin
1 2
1
1
) ) ( (
1
)
)) ( exp( 1
1
( ) ( 1 2 sin
1 2
1
2
2 2
2
2
2
2
2
1
2 2
0
4
2
3
2
2
2 2
2
1
1 1
1
2
1
1
2
1 1
0
4
1
3
1
2
1 1
1
dt
d
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
x
g V x n
n
z x ax y
dt
dx
dt
d
z x x b
dt
dz
y dx
dt
dy
x
g V x n
n
z x ax y
dt
dx
e
s
s s
n
e
s
s s
n
t

t
t

t
t
t

Nilai eigen positif dari persamaan (11) menunjukan
stabilitas sinkronisasi chaos (Jiang et al., 2004; Bin et al.,
2005). Pada gambar 2 ketika e = 0.09 Hz, g = 0.005 < 0.9
sinkronisasi bisa terjadi, dan diagram fase error menunjukan
sinkronisasi yang mendekati sempurna.


(a) x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (b) x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (c) e
1
= x
1
x
2

(10)

(8)

(9)

(11)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 09: Tedi Septiadi, dkk 44



(d) x
j
- x
i
(e) y
j
- y
i
(f) e
2
= y
1
y
2


Gambar 2. Solusi, e = 0.09 Hz, g = 0.005 < 0.9 dengan kondisi awal yang berbeda



(a). x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (b). x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (c) e
1
= y
1
y
2



(d). x
j
- x
i
(e). y
j
- y
i
(f) e
2
= x
1
x
2


Gambar 3. Solusi, e = 0.045 Hz, g = 0.005 < 0.9 dengan kondisi awal yang berbeda


(a) x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (b) x
j
y
j
z
j
, j = 1,2,3 (c) e
1
= x
1
x
2



(d). x
j
- x
i
(e). y
j
- y
i
(f) e
2
= x
1
x
2

Gambar 4. Solusi, e = 0.045 Hz, g = 1.25 > 0.9 dengan kondisi awal yang berbeda
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 09: Tedi Septiadi, dkk 45




Pada gambar 3 dan 4 ketika frekuensi stimulus = 0.045
Hz, kondisi neuron tanpa kopling menunjukan perilaku
chaos. Untuk kondisi awal yang berbeda, ketika kopling g =
0.005 < 0.9 maka keadaan ini tidak mengalami sinkronisasi
dan gap junction membesar, dan ketika koplingnya
membesar g = 1.25 > 0.9 sebaliknya gap junction mengecil
maka akan terjadi sinkronisasi.

V. KESIMPULAN
Simulasi dinamika sel syaraf menggunakan model
Hindmarsh-Rose merupakan suatu simulasi yang dapat
dilakukan untuk menjelaskan tentang dinamika penjalaran
sinyal yang terjadi didalam sel syaraf. Model ini dapat
menunjukan fenomena chaotic bursting dengan mengubah
input berupa arus searah yang merupakan fenomena
pengembangan dari model penjalaran impuls didalam sel
syaraf. Ketika neuron menujukan perilaku chaos dan
konstanta koplingnya lebih besar dari 0.9, maka akan terjadi
sinkronisasi pada sel syaraf.

PUSTAKA
[1] J.L. Hindmarsh, and R.M. Rose, A model of neuronal
bursting using three coupled first order differential
equations. Philosophical Transaction of the Royal Society of
London. vol. 21, 1984, pp. 87-102
[2] D. Bin, W. Jiang, and F. Xiangyang, Cahotic
synchronization with gap junction of multi-neuron in
external electrical stimulation. Chaos, Solitons,& Fractals.
vol. 25, 2005, pp. 1185-1192.
[3] W. Jiang, D. Bin. And K.M. Tsang, Chaotic synchronization
of neurons coupled with gap junction under external
electrical stimulation. Chaos, Solitons, Fractals. vol. 22,
2004, pp. 469-76.
[4] E. Lange, I. Belykh,. And M. Hasler. Syncronization of
Bursting Neurons: What matters in the Network Topology.
PRL, vol. 94, 2005, 188101.
[5] I. Belykh, and A. Shilnikov, When Inhibition Syncronizes
Storongly Desyncronizing Network of Bursting Neuron.
PRL, 101, 2008, 078102.
[6] D. Mishra, A. Yadav, S.Ray, and P.K. Kalra, Controlling
Syncronization of modified FitzHugh-Nagumo Neurons
Under External Electrical Stimulation. NeuroQuantology.
1(2006):50-67.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 10: Habib Jaenudin, dkk 46

Analisis Chaotic Sistem dinamika Tiga Bandul dan Tiga pegas

Habib Jaenudin, Halimatussadyiah, Aceng Sambas, Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Uin Sunan Gunung Djati Bandung
JL. A. H. Nasution. No 4061 Bandung Indonesia
habibjaenudin@gmail.com


Abstrak Sistem tiga bandul dan tiga pegas merupakan salah satu aplikasi konsep mekanika yang menerapkan hukum fisika.
Bandul adalah beban yang digantungkan dengan menggunakan sebuah tali dengan panjang tertentu dan diberi gaya sehingga
bandul mengalami osilasi Dalam makalah ini akan dipelajari metode numerik untuk memvisualisasikan model dari sistem
dinamika tiga bandul tiga pegas menggunakan metode Runge Kutta orde empat. Simulasi numerik menggunakan MATLAB
berfungsi untuk menggambarkan diagram fasa dari persamaan tiga bandul dan tiga pegas, dan membuktikan adanya gejala
chaos dengan memvariasikan salah satu parameter terjadinya chaos pada persamaan tersebut. Pada penelitian ini telah
dikembangkan metode Lyapunov untuk mengetahui fenomen terjadinya chaos.

Kata kunci: Tiga bandul dan tiga pegas, Runge Kutta orde empat , Metode Lyapunov.

Abstract Three systems and three spring-loaded pendulum is one of the applications of mechanics concepts which apply the
laws of physics. Pendulum is a suspended load by using a rope with a certain length and style so that the pendulum has given
the oscillations will be studied in this paper a numerical method for visualizing the system dynamics model of the three springs
three pendulum using the Runge Kutta fourth order. Numerical simulation using MATLAB functions to describe the phase
diagram of the three equations and three spring-loaded pendulum, and prove the existence of symptoms of chaos by varying
one parameter of chaos in the equation. In this study the Lyapunov method has been developed to determine the phenomenon
of chaos.

Key words: Three and three spring-loaded pendulum, Runge Kutta fourth order, Lyapunov method.


I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari ilmu
fisika, dimulai dari yang ada dari diri kita sendiri seperti
gerak yang kita lakukan setiap saat, energi yang kita
pergunakan setiap hari sampai pada sesuatu yang berada
diluar diri kita, salah satu contoh adalah permainan ditaman
kanak-kanak, yaitu ayunan. Sebenarnya ayunan ini juga
dibahas dalam ilmu fisika, dimana dari ayunan tersebut kita
dapat menghitung perioda yaitu selang waktu yang
diperlukan beban untuk melakukan suatu getaran lengkap dan
juga kita dapat menghitung berapa besar gravitasi bumi di
suatu tempat.
Pada dasarnya percobaan dengan bandul ini tidak terlepas
dari getaran, dimana pengertian getaran itu sendiri adalah
gerak bolak balik secara periodik melalui titik
kesetimbangan[1]. Getaran dapat bersifat sederhana dan
dapat bersifat kompleks. Getaran yang dibahas tentang
bandul adalah getaran harmonik sederhana yaitu suatu
getaran dimana resultan gaya yang bekerja pada titik
sembarangan selalu mengarah ke titik kesetimbangan dan
besar resultan gaya sebanding dengan jarak titik sembarang
ketitik kesetimbangan.
Menurut Vincenzo Viviani (1622-1703), murid terakhir
Galileo dan penulis biografi pertama, Galileo (1564-1642)
telah mengamati secara empiris isochronism dari pendulum
pada 1581 ketika ia masih berumur 17 tahun di Pisa.
Sementara ia menghadiri Misa di Pisa Duomo, ia melihat
bahwa lampu gantung perunggu atau dupa itu bergoyang-
goyang tertiup angin. Kadang-kadang hampir tidak bergerak
dan di waktu yang lain berayun dalam busur lebar. Galileo
menghitung waktu ayunannya dengan denyut nadinya.
Hasilnya menunjukan bahwa jumlah denyut nadi sama
dengan jumlah osilasi lampu gantung untuk menyelesaikan
satu ayunan. Semakin luas ayunan maka semakin cepat
gerakannya, tapi selalu dalam jumlah waktu yang sama
dengan ketentuan bahwa amplitudo gerak tetap kecil [2].
Fokus kajian makalah ini adalah mengkaji fenomena chaos
yang terjadi pada sistem dinamika tiga bandul dan tiga pegas
dengan memvariasikan salah satu parameter terjadinya chaos.
Pada penelitin ini telah dikembangkan metode Lyapunov
untuk mengetahui prilaku chaos terhadap waktu.

II. MODEL MATEMATIKA
Bandul adalah beban yang digantungkan dengan
menggunakan sebuah tali (biasanya massa tali diabaikan)
dengan panjang tertentu dan diberi gaya sehingga bandul
mengalami osilasi.


Gambar 1. Sistem tiga bandul tiga pegas
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 10: Habib Jaenudin, dkk 47

Dengan menggunakan Hukum Newton, maka diperoleh
sistem persamaan differensial sebagai berikut:




Dimana k
1
=3.2, k
2
=2.7, k
3
=4.9, m
1
=3.9 gram, m
3
=4.7 gram
dan m
2
adalah parameter terjadinya chaos pada sistem
persamaan tiga bandul dan tiga pegas. Kondis awal untuk
setiap sistem adalah 0.1.

III. SIMULASI NUMERIK
Simulasi numerik Matlab berguna untuk mengambarkan
fenomena dinamika dari sistem tiga bandul dan tiga pegas
dengan menyelesaikan persamaan (1). Metode untuk
menyelesaikan persamaan differensial (1) yaitu dengan
menggunakan metode Runge-Kutta orde 4.
Di bawah ini adalah gambar diagram fasa dan time series
pada saat m
2
adalah 15 gram


(a). Time series (b) Diagram fasa 3 scroll

Gambar 2. Simulasi numerik MATLAB pada saat m
2
15 gram.


(a). m
2
=1.9 gram (b). m
2
=2.9 gram

(c). m
2
=6.9 gram (d). m
2
=17.9 gram


(e). m
2
=19.9 gram (f). m
2
=27.9 gram

Gambar 3. Bifurkasi diagram fase sistem 3 bandul dan tiga pegas

Hasil simulasi numerik menujukkan sebuah attractor 3
scroll pada saat m
2
15 gram. Selain itu, diagram fasa yang
diperoleh mempunyai attractor yang berbeda-beda. Seperti
Torus dan Lissajous.
Jika suatu sistem adalah sistem tiga dimensi, maka sistem
tersebut memiliki tiga nilai Lyapunov eksponen seperti yang
ditunjukan pada gambar 4. Nilai Lyapunov eksponen yang
positif dan nol menunjukkan kekacauan, dua nol Lyapunov
eksponen menunjukkan bifurkasi, dan nol dan negatif
Lyapunov eksponen menunjukkan periodisitas, namun
jumlah dari eksponen Lyapunov harus negatif. Sebuah
Lyapunov yang positif eksponen mencerminkan "arah" dari
peregangan dan melipat dan karenanya menentukan
kekacauan dalam sistem, disipatif terus menerus 3D
(1,2,3) ,(+,0,) A strange attractor; (0,0,) A two-torus;
(0,,) A limit cycle; (,,) A fixed point [3].

Gambar 3. Dinamika Lyapunov eksponen untuk m
2
1-100gram
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
Time series sistem tiga bandul dan tiga pegas
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
x
y
DIAGRAM FASE SISTEM BANDUL
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-0.25
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
m2
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 10: Habib Jaenudin, dkk 48

Gambar 3 mendeskripsikan bahwa ketika massanya
bertambah maka ada beberapa nilai Lypunovnya bernilai
positif. Ini menunjukan bahwa sistem tersebut bersifat chaos.

VI. KESIMPULAN
Hasil analisis secara numerik menggunakan MATLAB
diperoleh prilaku sistem dinamik dari tiga bandul dan tiga
pegas mempunyai karakteristik bersifat chaos. Pada saat m
2

divariasikan dari 1-20 gram, maka prilaku chaosnya
mempunyai sifat strenght attractor. Hasil digram Lyapunov
menunjukan bahwa sistem tersebut bersifat chaos.

PUSTAKA
[1] Typler, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Jakarta:
Erlangga(terjemahan), 1999.
[2] J. M. Ginouc, Differential Geometri Applied To Dynamical
Systems, World Scientic, 2009.
[3] Q. H. Alsafasfeh, M. S. Al-Arni, A New Chaotic Behavior
from Lorenz and Rossler Systems and Its Electronic Circuit
Implementation. Circuits and Systems, no.2, 2011, pp. 101-
105.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 11: Habib Jaenudin, dkk 49

Analisis Sistem Dinamika Sirkuit Non-Linier Duffing

Habib Jaenudin, Aceng Sambas, Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Uin Sunan Gunung Djati Bandung
JL. A. H. Nasution. No. 4061 Bandung Indonesia
habibjaenudin@gmail.com


Abstrak Chaos adalah sistem dinamika yang dapat diprediksi untuk selang waktu pendek dan tidak dapat diprediksi untuk
selang waktu panjang, tidak teratur tetapi memiliki pola keteraturan dan bergeometri fractal. Dalam makalah ini, akan dikaji
fenomena chaos yang terjadi pada sirkuit elektronik Duffing. Simulasi numerik menggunakan program Matlab and MultiSIM
berguna untuk mensimulasikan secara numerik implementasi sirkuit Duffing serta menunjukan adanya gejala chaos pada
sirkuit tersebut, selanjutnya telah dikembangkan metode lyapunov untuk mengetahui perilaku dinamis dari sirkuit tersebut.

Kata kunci: Sirkuit electronik, Persamaan Duffing, Metode lyapunov

Abstract Chaos is a dynamic system that can not be predicted for a short time interval and can not be predicted for a long
time interval, but has a pattern of irregular and sensitive to initial conditions. In this paper, the electronic circuit will study the
Duffing equation. Matlab program and MultiSIM used to simulate the phenomenon of chaos, Lyapunov method has been
developed further to determine the dynamic behavior of such circuits.

Key words: Electronic circuits, Duffing equation, Lyapunov method

I. PENDAHULUAN
Chaos merupakan salah satu fenomena fisika yang terus
diteliti dan dikembangkan oleh para ilmuan dibidang sains.
Sinyal chaos memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi, saat
parameter dirubah sedikit saja maka akan berpengaruh
sangat besar pada keadaan sistem selanjutnya. Jadi, salah
satu keunikan dalam sistem chaos yaitu dapat digunakan
untuk berbagai aplikasi termasuk dalam sistem keamanan
komunikasi [1].
Pada tahun 1927, Van der Pol dan Van der Mark
menemukan chaos pertama kalinya dalam bidang
elektronika.Mereka mempelajari perilaku dari osilator RC
bohlam neon yang dikendalikan oleh sumber tegangan
sinusoidal. Hasilnya, Mereka menemukan bahwa proses
demultiplication frekuensi akhirnya menyebabkan
kebisingan yang tidak teratur. Bahkan, apa yang mereka
amati, dalam bahasa sekarang ini, ternyata disebabkan oleh
bifurkasi dan chaos. Sejak itu, telah banyak ilmuan telah
melakukan pengamatan perilaku chaos kedalam sistem
fisika [2]. Pada tahun 1963 Edward Lorenz menerbitkan
paper [3] yang merupakan awal pelopor ilmuan chaos yang
berhasil memodelkan persamaan diferensial dari perubahan
cuaca. Sistem chaos telah dijelaskan dalam banyak bidang.
Seperti sirkuit listrik [4], biokimia [5] dan ekonomi [6].
Secara Matematik chaos di temukan Oleh seorang pakar
matematika terkenal pada abad 19. Henri Poincare
menemukan apa yang sekarang dikenal sebagai lintasan
homoclinic dalam keadaan ruang. Pada tahun 1892, telah
diterbitkan dalam tiga jilid karyanya yang berjudul Celestial
Mechanics [2].
Dalam makalah ini, akan dikaji fenomena chaos pada
sebuah sirkuit yang menggunakan persamaan differensial
orde dua pada persamaan Duffing. Persamaan ini
menunjukan berbagai fenomena yang terkait dengan teori
chaos, seperti ketergantungan sistem terhadap kondisi awal.
Fenomena tersebut akan disimulasikan dengan
matimatikanya menggunakan program Matlab dan
MultiSIM.

II. MODEL MATEMATIKA
Salah satu sistem non-linier yang akan dipelajari dalam
makalah ini adalah persamaan non-autonomos yang
menunjukan perilaku dinamis, termasuk chaos dan bifurkasi
[7]. Salah satu implementasi yang paling sederhana dari
persamaan Duffing telah diperkenalkan oleh Leuciuc [8].
Rangkaiaan sirkuit Duffing digambarkan dalam sistem
persamaan differensial orde 2 di bawah ini:

(1)

(2)

Dimana fungsi cubic dari komponen dioda adalah

.


Gambar 1.Implementasi non linier fungsi cubic
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 11: Habib Jaenudin, dkk 50



Nilai parameter sirkuit adalah

=2.05 k, R
2
=5.248
k, R
3
=R
5
=1 k, R
11
=R
12
=0.557 k, R
1
=8.11 k,
C
2
=105.9 nF, C
4
=9.79 nF, V
0
=2 Volt dan frekuensinya
adalah 1.273 kHz. Parameter normalisasinya adalah =0.18,
a=0.25, b=1, =0.8 dengan kondisi awal sistem adalah 2.

III. SIMULASI NUMERIK MATLAB
Simulasi numerik dengan menggunakan program Matlab
berguna untuk menggambarkan fenomena sistem dinamika
dari persamaan Duffing dengan menyelesaikan persamaan
(1) dan (2). Metode untuk menyelesaikan persamaan
differensial (1) dan (2) menggunakan metode Rungge-Kutta
orde empat.
Tabel 1. Parameter sirkuit Rossler

Simbol Komponen Nilai Toleransi
R
0
Resistor 2,05 k 0 %
R
1
Resistor 8.11 k 0 %
R
2
Resistor 5.248k 0 %
R
3
,R
5
Resistor 1 k 0 %
R
11
,R
12
Resistor 0.557 k 0 %
C
2
Kapasitor 105.9 nF 0 %
C
4
Kapasitor 9.79 nF
F Frekuensi 1. kHz


(a) Time series (b) Diagram fase

Gambar 2. Diagram fasa dan time series pada saat frekuensi
0,1 k

Berdasarkan hasil simulasi numerik diatas diperoleh
prilaku dinamik dari model matematika persamaan Duffing.
Gambar 2 (a) menunjukan time series yang mempunyai
karakteristik chaos. Gambar 2 (b) menunjukan prilaku chaos
dengan orbit double scroll yang mempunyai karakteristik
chaos ketidakaturan dengan tingkat sensitivitas tinggi dari
suatu lintasan ketika lintasan chaos yang mendekati titik
kritis [7].


(a) f = 0.030 kHz (b) f =0.050 kHz

(c) f = 0.110 kHz (d) f = 0.120 kHz

(e) f =0.130 kHz (f) f = 0.160 kHz

(g) f = 0.175 kHz (h) f = 0.190 kHz

Gambar 3. Simulasi numerik bifurkasi sirkuit Duffing untuk
frekuensi 0.100 k 0. 190 k

Lintasan dalam ruang fase ditunjukkan pada gambar 3.
Chaos terjadi pada saat frekuensi 0.030 kHz-0.130kHz.
Strange Attractor double scroll terjadi pada saat
frekuensinya 0.090kHz-0.120kHz. Jika frekuensinya lebih
dari 0.190 solusi menuju periodic. Prilaku chaos secara
numerik tingkat ketilitianya baik dan sensitif terhadap
parameter yang dirubah.
Jika suatu sistem adalah sistem dua dimensi, maka
sistem tersebut memiliki dua nilai Lyapunov eksponen
seperti yang ditunjukan pada gambar 4. Nilai Lyapunov
eksponen yang positif dan nol menunjukkan chaos.
Lyapunov eksponen menunjukkan bifurkasi, nilai nol
dan negatif Lyapunov eksponen menunjukkan periodisitas,
namun jumlah dari eksponen Lyapunov harus negatif.
Lyapunov yang positif eksponennya mencerminkan "arah"
0 50 100 150
-3
-2
-1
0
1
2
3
Waktu
T
e
g
a
n
g
a
n

X
1
Grafik time series sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n

X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n

X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n

X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n
X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n
X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n
X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n
X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n

X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
Tegangan X1
T
e
g
a
n
g
a
n

X
2
Grafik diagram fasa sirkuit Duffing
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 11: Habib Jaenudin, dkk 51

dari pergerakan yang bisa menentukan kekacuan dalam
suatu sistem.


Gambar 4. Dinamika Lyapunov eksponen global pada saat
frekuensi 0,020 kHz-5kHz.


Gambar 5. Dinamika Lyapunov eksponen Time Series pada saat
frekuensi 0,11kHz.

IV. SIMULASI EKSPERIMEN MULTISIM
Sebuah rangkaian elektronik Duffing yang sederhana
telah di buat dengan menggunakan software MultiSIM
Sirkuit Duffing merupakan rangkain non - liniear yang
membangkitka sebuah tegangan secara sinusoidal, dan
memiliki dua op-amp (LF411) [7]. Di bawah ini adalah
skema sirkuit Duffing dengan menggunakan software
MultiSIM.



Gambar 6. Skema rangkain sirkuit Duffing

Hasil simulasi MultiSIM menunjukkan sinyal sirkuit
Duffing dengan memvariasikan frekuensi adalah sebagai
berikut:

(a)Time series (b) Double scroll attractor
Gambar 7. Simulasi numerik Multisim frekuensi 0.6 kHz



(a) f = 0.2 kHz (b) f =0.4 kHz



(c) f = 0.8 kHz (d) f =1 kHz



(e) f = 1.5 kHz (f) f =2 kHz



(g) f = 1.5 kHz (h) f =3 kHz

Gambar 8. Bifurkasi diagram fase sirkuit Duffing

Berdasarkan hasil simulasi numeric menggunakan
MultiSIM diatas diperoleh perilaku dinamika dari model
matematika persamaan Duffing. Gambar 8 (a) menunjukan
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
Frekuensi
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
Dinamika Lyapunov exponent
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
-6
-4
-2
0
2
4
6
Dynamics of Lyapunov exponents
Time
L
y
a
p
u
n
o
v

e
x
p
o
n
e
n
t
s
U3
OPAMP_3T_VIRTUAL
U4
OPAMP_3T_VIRTUAL
V1
3 Vrms
2.5kHz
0
C1
9.79nF
C2
105.9nF
R1
2.05k R2
5.248k
R3
1k
R4
8.11k
R5
1k
D1
DIODE_VIRTUAL
D2
DIODE_VIRTUAL
D3
DIODE_VIRTUAL
D4
DIODE_VIRTUAL
D5
DIODE_VIRTUAL
D6
DIODE_VIRTUAL
D7
DIODE_VIRTUAL
D9
DIODE_VIRTUAL
R6
557
R7
557
XSC1
A B
Ext Trig
+
+
_
_
+
_
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

KOM 11: Habib Jaenudin, dkk 52

time series yang mempunyai karakteristik chaos. Gambar 8
(b) menunjukan prilaku chaos dengan orbit double scroll.
Hasil simulasi MultiSIM dari sistem dinamik persamaan
Duffing menunjukan, pada saat frekuensi kurang dari 0.12
kHz maka prilaku sistem periodik. Strange attractor double
scroll terjadi pada saat frekuensi 0.4 kHz 2 kHz. terlihat
atrractor double scroll dengan gambar chaos. Petika
frekuensinya lebih dari 2.8 kHz , maka solusinya menuju
kestabilan.

V. KESIMPULAN
Dalam makalah ini, telah diteliti perilaku dinamik dari
sirkuit Duffing yang memvariasikan nilai frekuensi. Hasil
yang diperoleh menunjukan adanya kesamaan attractor
double scroll antara simulasi MultiSIM dengan Matlab.
Tetapi parameter terjadinya strength attractor double scroll
belum mendekati nilai yang sama antara simulasi Matlab
dan MultiSIM. Hal ini disebabkan adanya nilai toleransi
komponen elektronika pada sirkuit.
Salah satu peranana penting dalam fenomena chaos ini
adalah aplikasinya dalam sistem keamanan Komunikasi.
Sirkuit Duffing ini bisa diaplikasikan sebagai sistem
keamanan telekomunikasi dengan data yang dikirim bisa
terjaga dan tidak bisa terbaca dengan alat yang lain kecuali
dengan alat yang sejenisnya.

PUSTAKA
[1] K. T. Alligood, T. D. Sauer and J. A. Yorke, Chaos:
An Introduction to Dynamical Sistems. Springer-
Verlag, New York,1996.
[2] J. C. Feng and C. K. Tse, Reconstruction of Chaotic
Signals with Applications to Chaos-Based
Communications. Tsinghua University Press and
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 2007.
[3] E. N. Lorenz, Deterministic non-periodic flow,
Journal Atmos. Sci, 1963. Vol. 20, pp. 130 -141.
[4] G. Chen, Chaos in Circuits and Systems, ed. World
Scientific, 2002.
[5] R. I. Field, L. Gyorgyi, Chaos in Chemistry and
Biochemistry, World Scientific, 1992.
[6] I. Creedy, KCIL, V. L. Martin, Chaos and Nonlinear
Models in Economics, Theory and Applications, ed.
Edward Elgar, 1994.
[7] C. K. Volos, I. M. Kypriandisi, I. N. Stouboulos,
Experimenal Study of a Nonlinear circuit Described
by duffing equation, Jurnal of Istanbul University,
Vol. 4, 2006. pp. 45-54.
[8] A. Leuciuc, The Realization of Inverse System for
Circuits Containing Nunors with Applications in
Chaos Synchronization, International Journal of
Circuit The and Applications,Vol. 26, 1998, pp. 1-12.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 12: Imam Taufik, dkk 53


Simulasi Monte Carlo dalam Memprediksi Epidemik Demam Berdarah
Dengeu di Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi

Imam Taufik, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
imamtaufik88@ymail.com, madasws@gmail.com

Abstrak Simulasi Metode Monte Carlo adalah metode eksperimen yang berdasarkan pada penggunaan bilangan acak.
Dengan bilangan acak kita dapat melakukan eksperimen matematik terhadap masalah yang akan di pecahkan, berdasarkan
prinsip ini jelaslah bahwa model Monte Carlo memiliki sifat dasar yang stokastik. Dalam makalah ini, dijelaskan simulasi
Monte Carlo mensimulasikan kasus Demam Berdarah Dengeu (DBD). Matlab digunakan untuk melakukan pembangkit acak,
sehingga kasus DBD dapat diamati.

Kata kunci: Bilangan acak, Demam Berdarah Dengeu, Monte Carlo, Stokastik.

Abstract Monte Carlo simulation method is an experimental method based on the use of random numbers. With random
numbers we can do mathematical ekspirimen to solve the problem to be in, based on this principle it is clear that Monte Carlo
models have a stochastic nature. In this paper, Monte Carlo simulation to simulate the described cases of Dengue Fever
Dengeu (DBD). Matlab is used for generating random, so that cases of DHF can be observed.

Key words: Random numbers, Dengue Fever, Monte Carlo, Stochastic.

I. PENDAHULUAN
Metode Monte Carlo atau lebih dikenal dengan
sampling statistik ini, dipopulerkan oleh Stanislaw Marcin
Ulam, Enrico Fermi, John Von Neumann, dan Nicholas
Metropolis. Nama Monte Carlo berasal dari sebuah nama
kasino terkemuka di Monako. Penggunaan keacakan dan
sifat pengulangannya mirip dengan aktivitas yang dilakukan
pada sebuah kasino[1].
Seiring perkembangan zaman (sains dan teknologi),
asumsi matematika sebagai disiplin ilmu yang sulit dan
membosankan perlu diluruskan, karna dalam
perkembangannya matematika hadir sebagai hal yang
mendasar dan perlu dipelajari pada setiap lini disiplin
keilmuan. Kolektifitas polemik yang sering kali muncul di
tengah-tengah kehidupan masyarakat pun seringkali
membutuhkan selesaian dari disiplin ilmu ini, misal;
ekonomi, kesehatan, pertahanan dan keamanan, budaya,
sosial, politik, dan agama. Indikasi ini menjadikan
Matematika sangat penting di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat[2], baik dari yang paling sederhana sampai
yang paling sulit, seperti, pemberantasan demam berdarah
dengue (DBD).
Dalam makalah ini digunakan simulasi Monte Carlo
pada penelitian dan pengkajian penyebaran DBD untuk
mempermudah dalam melakukan penaksiran laju penyakit
di masyarakat. Banyaknya jumlah kasus DBD pada setiap
tahunnya memungkinkan semua pihak kebingungan dalam
melakukan usaha-usaha mengurangi tingginya penyebaran
DBD. Hal ini disebabkan belum diketahuinya jumlah
penderita disuatu kawasan dan terjadinya Epidemik atau
kejadian luar biasa (KLB). Dengan simulasi Monte Carlo,
keberadaan kasus DBD per individu akan dihitung dan
dilakukan penaksiran laju penyakit menggunakan komputer.
Hal ini akan mempermudah dan mempercepat penaksiran
dibanding selesaian matematis lainnya.

II. ANALISIS MATEMATIKA
Analisis matematis untuk kasus demam berdarah dengeu
ini ditentukan dengan melihat bilangan acak x yang tersebar
secara uniform yang mempunyai fungsi kepekatan sebagai
berikut:
,
1
) (
| o
= x f untuk | o < < x (1)
sebaliknya , 0 =
Dimana o dan | bilangan nyata (real) tetap dengan o <
|. Bilangan acak yang berdistribusi seragam mempunyai
kepekatan peluang yang konstan pada selang yang
ditentukan, maka konstanta tersebut haruslah merupakan
kebalikan panjang selang agar memenuhi syarat:
}


=1 ) ( dx x f (2)
Dengan demikian, bilangan acak yang berdistribusi
seragam berpeluang sama dalam selang (a,b) dimana o < a
< b < |, P(a< X < b), a dan b adalah batas. Adapun
persamaan peluang atau PDF (probability density function),
meannya sebagai berikut:
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 12: Imam Taufik, dkk 54


}

= < <
b
a
a b dx
b X a P ,
) (
) (
o | o |
(3)
untuk o < a < b <| = 0, sebaliknya

atau
xb a
b a
x f
s

=
,
1
0
{ ) (
(4)
12
) (
,
2
2
2
a b b a
x

=
+
= o (5)
Untuk melihat hasil kasus DBD dengan menggunakan
matlab digunakan disiplin ilmu stokastik tentang bilangan
acak yang dibangkitkan dari sebaran seragam U(0,1) atau
sering disebut bilangan acak saling bebas. Matlab digunakan
untuk dapat mempermudah dalam membangkitkan bilangan
acak seragam saling bebas u
1
, u
2
, u
3
, ... u
n
. Metode bilangan
acak memenlukan penentuan bilangan bulat , x
0
dan m,
disebut pengali, bibit dan modulus dari pembangkit bilangan
acak. Iterasi bisa dilakukan dengan mengambil x
n
bilangan
yang ke n:
xn =x
n-1
mod m, n = 1, 2, ...
dimana ) ( ) (mod
m
y
mx y m y = (6)
dan [x] merupakan bilangan integer terbesar yang tidak
lebih dari x, sehingga x
n
mengmabil nilai pada {0, 1, . . .,m-
1}.
Metode ini untuk membangkitkan pseudeo random
number yaitu Metode Linier Kongruen. Barisan {x
n
} disebut
Pseudeo Random Number karena barisan tersebut tidak
acak. Barisan ini diketahui bahwa x
n+l
untuk suatu l m,
sehingga nilai yang sama akan tampil secara periodik.
Tetapi jika kita mengambil m secera sembanrang, dihasilkan
barisan {U
n
}
,.... 2 , 1 , } { = = n
m
X
U
n
n
(7)
yang memiliki kemiripan dengan bilangan acak seragam
saling bebas dan identik.

III. ANALISIS NUMERIK
Dalam pembahasan ini, analisi numerik dilakukan
dengan menentukan bilangan acak yang akan disimulasikan
dan melakukan pembangkitan data acak dengan solusi
matlab, selanjutnya mengulangi prosedur melakukan
pembangkitan data acak sampai n kali yang ditentukan.
Dalam simulasi Monte Carlo ini, pembangkitan data
dilakukan berulang-ulang sampai 1825 kali iterasi. Data
yang dibangkitkan adalah data survey. Adapun cara
membangkitkan data sebagai berikut:
1. Membangkitkan bilangan acak seragam
2. Membangkitkan sampel data x sebanyak n kali.

Tabel 1. Data kasus DBD pada tahun 2011 di Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi
No Kelurahan Penduduk
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Tipar
43.562
1 0 0 1 2 1 0 0 2 1 4 2
2 Cikondang 0 1 0 1 1 3 0 1 2 3 0 7
3 Nangeleng 2 2 1 0 0 2 3 1 2 1 0 1
4 Gedong Panjang 1 3 2 0 2 5 0 2 1 0 1 0
Jumlah 4 6 3 2 5 11 3 4 7 5 5 10
Sumber : Situs resmi Kota Sukabumi dan skripsi[3].

Dalam pembangkitan data survey akan diberikan n yaitu
n = 7, n = 30, n = 365 dan n = 1825. Notasi n menunjukkan
banyaknya iterasi yang dilakukan, n = 7, merupakan
pengulangan yang dilakukan sebanyak 7 kali iterasi dalam
satu kali pembangkitan pertama perminggu, n = 30,
merupakan solusi yang dilakukan 30 kali iterasi dalam satu
kali pembangkitan kedua per satu bulan, n = 365
merupakan solusi yang dilakukan 365 kali iterasi dalam satu
kali pembangkitan ketiga per satu tahun, n = 1825,
merupakan solusi yang dilakukan 1825 kali iterasi dalam
satu kali pembangkitan keempat per lima tahun. Solusi
pada setiap n akan mencari selesaian dari data survey yang
dibangkitkan. Hasil data bangkitan tersebut akan berbentuk
pola grafik yang menunjukkan tingkat epidemi DBD pada
suatu waktu.
Pembangkitan pertama dengan mengambil n = 7, iterasi
sebanyak 7 kali dapat kita lihat seperti gambar dibawah ini:
:

Gambar 1. Grafik nilai rata-rata laju kasus DBD dan data kasus
DBD pada saat n = 7

1 2 3 4 5 6 7
4
6
8
10
12
rata-rata laju kasus DBD
0 2 4 6 8 10 12
0
5
10
15
data kasus DBD
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 12: Imam Taufik, dkk 55


Pada gambar diatas, Laju kasus DBD pada
pembangkitan sebanyak 7 kali iterasi menunjukan pola
grafiknya belum stabil. Titik-titik pencar pada grafik diatas
yang saling berjauhan memberi gambaran bahwa penaksiran
Epidemik DBD belum dapat diketahui. Pada pengulangan
pembangkitan data survey sebanyak 7 kali iterasi
mempunyai rata-rata laju kasus DBD sama dengan 6 kasus.
Untuk lebih mendekati pada kemungkinan penaksiran
tingkat terjadinya epidemik, pengulangan pembangkitan
dapat dilakukan sampai dengan n = 30 kali iterasi, seperti
berikut;

Gambar 2. Grafik nilai rata-rata laju kasus DBD dan data kasus
DBD pada saat n = 30

Setelah melakukan simulasi dengan n = 30, Laju kasus
DBD pada pembangkitan silakukan sebanyak 30 kali iterasi,
hasilnya menunjukan pola grafiknya masih belum stabil.
Titik-titik pencar pada grafik diatas yang masih saling
berjauhan memberi gambaran bahwa penaksiran Epidemik
DBD masih belum dapat diketahui. Pada pengulangan
pembangkitan data survey sebanyak 30 kali iterasi
mempunyai rata-rata laju kasus DBD sama dengan 7 kasus.
Untuk lebih akurat dan mendekati pada kemungkinan
penaksiran tingkat terjadinya Epidemik, pengulangan
pembangkitan dapat dilakukan sampai dengan n = 365 kali
iterasi, seperti berikut;

Gambar 3. Grafik nilai rata-rata laju kasus DBD dan data kasus
DBD pada saat n = 365

Pembangkitan sebanyak n = 365 kali iterasi mepunyai
rata-rata sama dengan 6 kasus dengan pola grafik masih
menunjukkkan belum stabil, titik pencar pada grafik antara
iterasi ke 1 sampai 365 belum menunjukkan satu kesatuan
yang dapat dijadikan penaksir tingkat Epidemik nyamuk
DBD dalam suatu waktu.

Gambar 4. Grafik nilai rata-rata laju kasus DBD dan data kasus
DBD pada saat n = 1825

Pembangkitan dengan mengambil 1825=n kali iterasi
menunjukkan pola grafik yang stabil, dimana titik pencarnya
berada dalam satu garis sehingga pola grafiknya konvergen,
dengan rata-rata laju kasus DBD sama dengan 7 kasus.
Berdasarkan syarat distribusi seragam U(0,1)
pembangkitan dengan 1825 kali iterasi pada data survey
memenuhi syarat.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa banyaknya
pengulangan terhadap data yang dibangkitkan
mempengaruhi nilai keakuratan dalam melakukan
penaksiran terhadap Epidemik DBD. Semakin banyak
pengulangan yang dilakukan, semakin mendekati nilai
keakuratannya. Hal ini sesuai dengan teori simulasi Monte
Carlo bahwa untuk menaksir atau memperkirakan jenis
distribusi dalam statistik dapat diperoleh dengan berulang-
ulang kali menggambar dan menarik sampel acak dari
populasi.
Berdasarkan hasil pembangkitan data survey diketahui
bahwa simulasi Monte Carlo menaksir epidemik DBD di
kecamatan Citamiang dengan rata-rata sama dengan 7 kasus
DBD.

V. KESIMPULAN
Dari hasil simulasi dengna menggunakan metode Monte
Carlo menunjukkan bahwa banyaknya pengulangan
terhadap data yang dibangkitkan mempengaruhi nilai
keakuratan dalam melakukan penaksiran terhadap Epidemik
DBD. Semakin banyak pengulangan yang dilakukan,
semakin mendekati nilai keakuratannya. Hal ini sesuai
dengan teori simulasi Monte Carlo bahwa untuk menaksir
atau memperkirakan jenis distribusi dalam statistik dapat
diperoleh dengan berulang-ulang kali menggambar dan
menarik sampel acak dari populasi. Berdasarkan hasil
pembangkitan data survey dan data simulasi diketahui
0 5 10 15 20 25 30
0
5
10
15
rata-rata laju kasus DBD
0 2 4 6 8 10 12
0
5
10
15
data kasus DBD
0 50 100 150 200 250 300 350 400
0
5
10
15
rata-rata laju kasus DBD
0 2 4 6 8 10 12
0
5
10
15
data kasus DBD
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
0
5
10
15
rata-rata laju kasus DBD
0 2 4 6 8 10 12
0
5
10
15
data kasus DBD
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


KOM 12: Imam Taufik, dkk 56


bahwa simulasi Monte Carlo menaksir epidemik DBD di
Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi dengan rata-rata
sama dengan 7 kasus DBD.

PUSTAKA
[1] M. Mustofa, Simulasi Monte Carlo dalam Manaksir
Epidemik Demam Berdarah Dengeui, Skripsi, Universitas
Islam Negeri Malang, Malang, 2007.
[2] W.S. Muniroh, Simulasi Monte Carlo dalam Menetukan
Nilai Opsi Saham, Skripsi, Universitas Islam Negeri
Malang, Malang, 2008.
[3] V. Aseanto, Gambaran Pengetahuan Sikap dan Perilaku
Masyarakat Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengeu
(DBD) di Kelurahan Cikondang Wilayah Kerja Puskesmas
Tipar Kota Sukabumi Periode Juni-Agustus 2011, Skripsi,
Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 2011.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 01: Adam, dkk 57


Menentukan Waktu Shalat Subuh di Cileunyi Bandung dengan
Menggunakan Sky Quality Meter

Adam, Imamal Muttaqien, Zaid Nasrullah
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
Adam_fisika@yahoo.com

Abstrak Menentukan waktu shalat Shubuh dengan melakukan pengukuran kecerlangan langit saat fajar atau senja
(twiligght) di Ufuk Timur (tepi langit) menggunakan fotometer saku Sky Quality Meter. Pengukuran ini bisa dipengaruhi oleh
adanya cahaya dari Bulan dan pergerakan awan terhadap variabilitas kecerlangan langit. Pengamatan dilakukan di daerah
Cileunyi dengan tingkat polusi cahaya yang cukup tinggi, sehingga cahaya dari lampu-lampu kota akan naik ke atmosfer dan
dihamburkan oleh aerosol dan bulir-bulir uap air. Waktu shalat subuh dengan acuan ketinggian Matahari -20
o
perlu
didiskusikan kembali.
.
Kata kunci: Kecerlangan langit, waktu shalat Shubuh, polusi cahaya, fotometer, ufuk.

Abstract Determining in the early morning prayer by measuring of a beauty Sky Quality Meter when sunrise or sunset in the
east using sack fotometer Sky Quality Meter. Ths measuring can be influenced by moonlight and moving clouds to beauty sky.
This observation was done at cileunyi by the hight radience of pollution. So that, the cities light lamps will be brought to
atmostfer and was scattered with aerosol and grains of let water evaporate. The timing in the early morning prayer about -20
o

have to discuss again.

Key words: Sky brightness, time of prayer Shubuh, light pollution, photometer, the horizon.

I. PENDAHULUAN
Kedudukan hukum shalat dalam Islam adalah wajib,
maka dalam pelaksanaan shalat, waktu-waktunya pun tidak
boleh sembarangan tetapi ada ketentuannya. Allah telah
menjelaskan dan menetapkan waktu-waktu shalat secara
rinci menurut gerak semu harian Matahari yang terlihat di
Bumi. Mulai dari terlihat saat terbit di ufuk Timur lalu naik
hingga meninggi mencapai titik puncaknya yang melewati
lingkaran meridian kemudian kembali turun dan terbenam di
ufuk Barat dan begitu seterusnya. Sebagaimana dalam al-
Quran surat an-Nisa (4): 103


Maka apabila kalian telah menyelesaikan shalat, ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kalian telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
Keterangan atau dalil waktu shalat Shubuh di dalam Al-
Quran hanya disebutkan secara implisit, berbeda halnya
dengan hadits yang secara eksplisit sehingga batas-batas
syariah mudah dipahami untuk dikonversikan ke dalam
model matematis/astronomis
Sementara, keterangan di dalam hadits disertai penjelasan
fenomena alam secara jelas seperti di dalam Kitab Sunan
ad-Daraquthni menjelaskan waktu shalat Shubuh yang
ditandai dengan kemunculan seperti ekor serigala yang
melintang.


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Makhlad telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ismail al-Hassaniy telah menceritakan kepada kami Yazid
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzib dari Harits
bin Abdur Rahman dari Muhammad bin Abdur Rahman bin
Tsauban ia berkata. Rasulullah S.A.W. bersabda, Fajar itu
ada dua, ketika Fajar itu tidak dalam kondisi seperti ekor
serigala, maka tidak dihalalkan shalat dan tidak
diharamkan makan dan adapun yang terbit memanjang
(melintang) di tepi langit maka sesungguhnya dihalalkan
shalat dan diharamkan makan.
Dari hadits ini bisa disimpulkan bahwa Fajar itu ada dua;
Fajar Shadiq dan Fajar Kadzib (dusta). Fajar shadiq itu ialah
tanda putih melintang di ufuk sebelah Timur mengiringi
habisnya malam. Fajar kadzib itu ialah tanda putih di ufuq
sebelah Timur juga tetapi terbitnya membujur (berdiri).
Sehingga ketika terbit Fajar, maka orang yang shaum
diharamkan makan, minum atau berhubungan suami-istri
tetapi dibolehkan shalat Shubuh. Sedangkan ketika Fajar
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 01: Adam, dkk 58


Kadzib, orang yang akan melaksanakan shaum boleh makan
dan yang lainnya tetapi tidak boleh melaksanakan shalat
Shubuh karena belum sampai waktunya.
Akan tetapi yang sudah diamati oleh para pakar
Astronomi bahwa waktu shalat subuh di Indonesia terlalu
cepat. Namun dari persfektif ilmiah fenomena ini menarik
untuk diteliti dan dikaji ulang. Mengingat pentingnya
mengetahui masuknya waktu shalat, ini merupakan salah
satu syahnya shalat, maka kami selaku penulis akan
mengamati kebenarannya dengan melakukan pengamatan
dengan menggunakan pengukuran kecerlangan langit
dengan alat Sky Qualty Meter.
Alat pengukuran kecerlangan langit yang dilakukan
biasanya sangat mahal, sehingga menjadi faktor dalam
pengamatan bagi para pengamat, akan tetapi kami
mengunakan pengukuran cahaya yang sederhana seperti alat
Sky Qualty Meter (SQM), SQM ini merupakan alat yang
relatif murah, ringan dan berukuran saku.

II. LANDASAN TEORI
Pelaksanaan shalat Shubuh yaitu sejak terbit Fajar sampai
Matahari terbit. Sebelum Matahari terbit di Timur tampak
cahaya kuning kemerah-merahan yang menjadi waktu
berakhirnya gelap malam menuju siang yang terang
benderang. Cahaya tersebut merupakan pembiasan cahaya
Matahari oleh pertikel-pertikel yang ada diangkasa. Semakin
dekat posisi Matahari terhadap ufuk semakin terang cahaya
tersebut, didalam ilmu astronomi cahaya tersebut dikenal
dengan istilah Twilight atau fajar astronomi di antaranya:
1. Civil Twilight atau Senja Sipil yaitu kondisi yang terjadi
saat posisi Matahari berada pada sudut Solar Depression
SD = 0,833 s/d 6
o
. Suasananya kira-kira seperti langit
tanpa cahaya. Bintang yang paling terang mulai dapat
dilihat dan garis horizon di atas permukaan laut masih
jelas terlihat.
2. Nautical Twilight atau Senja Nautikal, di mana SD = 6
o

s/d 12
o
. Horizon di permukaan laut masih terlihat, tetapi
tidak mungkin dapat mengukur ketinggian dari horizon,
karena garis horizon (kaki-langit) tidak tampak.
3. Astronomical Twilight atau Senja Astronomi, di mana
SD = 12
o
s/d 18
o
. Nilai SD = 18
o
adalah nilai batas
maksimum. Keadaan langit benar-benar gelap dan tidak
terlihat sama sekali cahaya terang di kaki langit, dengan
kata lain awal gelap malam.
Sedangkan dalam penetapan waktu Shubuh secara
astronomi yang beredar jadwal saat ini sebagian besar
dihitung dengan menggunakan acuan posisi Matahari
terhadap Bumi, Indonesia sendiri berada diposisi matahari
20
o
. Ada perdebatan di antara para astronom/falakiy dalam
menyikapi waktu Shalat Isya dan Shubuh. Para astronom
muslim secara luas menggunakan nilai SDA = 18/18, ada
juga yang SDA = 17/19, bahkan pada awal perkembangan
Islam beberapa ahli hisab ada yang menggunakan nilai SDA
= 16/20. Tetapi tidak ada bukti catatan sejarah yang
menyatakan penggunaan nilai yang lebih kecil, yaitu 15
o

atau kurang.





A. Fajar Kadzib (Dusta)


Gambar 1. Gambar Kadzib (Dusta). http://www.cloudbait.com

Fajar ini kemunculannya akan hilang lagi. Dalam
Astronomi disebut Cahaya Zodiak/Zodiacal Ligth
A.. Fajar Shadiq



Gambar 2.fajar Sidiq (Benar). http://www.cloudbait.com

Fajar ini akan terus berlanjut hingga muncul atau
terbitnya Matahari yang dikenal dalam istilah Astronomi
disebut Astronomical Twilight
Tahun 1975 dengan alasan kehatihatian, Saadoedin
Djambek yang sebagian orang menyebutnya Mujaddid al-
hisab Indonesia, menambah kreteria Mesir yang sudah
menyalahi Ilmu Astronomi itu menjadi -20
o
dibawah ufuk,
maka semakin dini dan lebih malam lagi. Di Inggris yang
berpatokan pada -18
o
dibawah ufuk fajar astronomi,
organisasi Isam di University of anglia Norwich berdasarkan
observasi melibatkan pakar astronomi menerapkan -15
o

untuk awal waktu shalat Subuh. Penelitian di Dahna (150
km dari Riyadh) Lembaga penelitian falak dan Geofisika
Al-Malik Abdul Azis Madinah. Tahun 2005 menemukan
bukti bahwa waktu shalat Subuh (fajar shadiq) muncul pada
sudut -14,6
o
. Pengukuran kecerlangan langit pada umumnya
ditujukan untuk mengetahui kualitas langit sebelum
melakukan pengamatan. Tujuan lainnya adalah untuk
menentukan besar polusi cahaya suatu lokasi. Sedangkan
tujuan yang lebih praktis lagi yaitu penentuan waktu sholat
subuh. Kualitas langit di suatu lokasi sendiri dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kondisi cuaca, kelembaban
udara, temperatur, posisi Matahari, posisi dan fase Bulan,
serta kondisi lokasi pengamatan menyangkut posisi lintang,
ketinggian, dan polusi cahaya disekitar lokasi (Schaefer
1993, Mikhail et. al 2005). maka masing masing senja
tidak dapat dibuat universal namun harus melihat kondisi
kondisi tersebut.
Penentuan akhir dari masingmasing senja, terutama
senja astronomi dan senja nautical, yang dijadikan acuan
penentuan waktu sholat subuh harus dilakukan dengan teliti
dan seksama. Penentuan waktu yang universal tanpa melihat
kondisi cuaca dan lingkungan tidak dapat memberikan nilai
kecerlangan langit senja yang akurat.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 01: Adam, dkk 59


III. METODE PENELITIAN
Pengamatan yang dilakukan pada saat pengukuran
kecerlangan langit dengan alat Sky Quality Meter Lens
USB. Pada saat pengamatan, cuaca yang diperlukan ketika
cuaca cerah. Apa bila cuaca mendung maka hasil dari
pengamatan tidak akan sempurna.
Menurut Cinzano 2005 yang dikutip oleh birriel dan
Adkins 2010, pengukuran kecerlangan langit dengan alat ini
memiliki ketelitian 0.10 Mag/arsec
2
. Alat ini dilengkapi
dengan filter inframerah dan melakukan pengukuran pada
panjang gelombang visual dari merahbiru.
Alat yang dipakai pada pengamatan menggunakan Sky
Quality Meter, Busur Derajat, Trypot. Pengukuran
dilakukan pada setiap sudut 0
0
, 30
0
, 60
0
dan 90
0
di kampus
Al Jawami dan Cinunuk. Pada sudut 90
0
dilakukan
pengamatannya dilantai 2 atap mesjid Nurul jannah
Cinunuk, agar mengindari dari atap - atap rumah yang
tinggi atau bertingkat dan agar terlihat langsung kearah
timur.
Dengan mengaktifkan jendela tampilan Sky Quality Meter
LU di laptop, dapat dipilih rentang waktu pembacaan yang
diinginkan. Rentang waktu yang dipilih untuk pengukuran
adalah 5 menit. Keluaran data langsung dinyatakan dalam
satuan magnetudo perdetik busur kuadrat (MPDB) yang
disimpan dalam format csv sehingga dapat dibaca dan
dianalisis secara langsung menggunakan program Microsoft
Excel dan origin61 serta memakai Accurate Times yang
berfungsi menentukan waktu shalat Subuh yang ditinjau dari
koordinat pengamatan yaitu kampus Al Jawami dan
Cinunuk 6
o
56 09,11 S 107
o
4359,83 T elev 694. Setelah
menjadi grafik, maka ditentukan acuan waktu shalat Subuh
dari Kementrian Agama yang berlaku bagi pemeluk agama
Islam di Indonesia adalah -20
o
di bawah horison dan hasil
yang diperoleh dari pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan untuk kecerlangan langit dilakukan di daerah
Cileunyi yaitu Al Jawami dan Cinunuk, dengan dimulai
pukul 03.30 WIB sampai pukul 06.00 WIB. Dibawah ini
tabel kondisi pada saat pengamatan dilakukan.

Tabel 1. Data kondisi saat pengamatan kecerlangan langit

tanggal Kondisi Langit Posisi Bulan (Alt.Azm)
03-04-2012 Mendung -33
o

11-04-2012 Cerah 74
o

12-04-2012 Berawan 68
o

13-04-2012 Cerah 58
o

19-04-2012
21-04-2012
23-04-2012
24-04-2012
25-04-2012
Cerah
Berawan
Cerah
Cerah
Berawan
-18
o
-29
o
-49
o
-59
o
-68
o

Kondisi langit dan posisi Bulan dapat mempengaruhi
hasil dari pengamatan, ketika kondisi langit mendung
magnetudonya akan semakin menurun, sedangkan ketika
kondisi langit cerah maka magnetudonya akan mencapai 18
MPDB.


Gambar 3. Kecerlangan langit 0
o
, 30
o
, 60
o
dan 90
o
arah zenit di
derah Cileunyi dalam magnetudo perdetik busur kuadrat MPDB.

Dari gambar 3. Terlihat kecerlangan langit yang mendung
dengan awan yang tebal merata pada tanggal 3 April 2012
sehingga waktu shalat Subuh pukul 04:35 WIB dari jadwal
waktu shalat Kementrian Agama sangat jauh. pola grafik
yang tidak merata dibawah -17
o
. Ini terlihat waktu Subuh
sangat mendung dan posisi bulan berada pada -33
o
. Dilihat
dari Accurate Times 5.3 Mohammad Odeh naiknya bulan
pada tanggal 03 April 2012 yaitu pukul 14.50 WIB dan
Bulan penuh pukul 02.22 WIB. Perbandingan antara jadwal
Departeman Agama dan hasil pengamatan tanggal 03 April
sangat berbeda. Karena cuaca yang mendung. Pada tanggal
11, 13, 19 April 2012 memiliki nilai kecerlangan langit yang
konstan sebesar 18 MPDB. Grafik tersebut juga melihatkan
perbedaan pengaruh antara sudut pengambilan data ketika
pengamatan dilakukan, nilai yang sangat baik ketika
pengamatan konstan dilakukan pada sudut 0
o
arah zenit.
Pengmatan dipengaruhi keberadaan awan yang
menyebabkan langit lebih terang, cahaya dari lampulampu
permukiman atau kendaraan akan naik ke atmosfer dan
dihamburkan oleh aerosol dan bulir-bulir uap air. Polusi
udara akan memperkaya kandungan aerosol di atmosfer
kemudian mempertinggi tingkat polusi cahaya. Tingkat
polusi udara berkorelasi dengan polusi cahaya. Polusi udara
disebabkan oleh kerusakan lingkungan dan segala aktivitas
ekonomi manusia.
Pada grafik yang terpotong oleh garis pertikal yaitu tanda
masuknya jadwal waktu shalat Subuh di tinjau dari
kementrian Agama yang menggunakan

20
o
. Perbedaan
waktu shalat Subuh dengan jadwal kementrian Agama
dengan hasil pengamatan yang berada pada pukul 04:46
WIB waktu shalat Subuh, 16 menit setelah dari jadwal
Kementrian Agama. Pengamatan bergantung pada posisi
kita berada di daratan atau dilautan. Karena apa bila di
lautan lebih sedikit polusi cahayanya yang teramati, karena
jauh dari permukiman. Namun di daratan sangat dipengaruhi
oleh cahaya lampu permukiman. Namun ada tempat yang
lebih baik lagi yaitu dipergunungan yang masih belum
terdapat permukiman manusia. Namun dari hasil yang
diperoleh data lebih padat akan mendapatkan kesimpulan
yang lebih baik pula.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 01: Adam, dkk 60


V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data pengamatan yang kami peroleh,
dapat disimpulkan bahwa, waktu shalat Subuh dari
Kementrian Agama bagi pemeluk agama Islam di Indonesia
dengan acuan ketinggian Matahari -20
o
di bawah horison,
masih di bawah rentang perubahan kecerlangan langit yang
konstan, sehingga dapat diusulkan untuk direvisi. Misalnya
mengunakan acuan ketinggian Matahari -18
o
. Waktu shalat
subuh saat ini 8 menit sebelum waktu pagi astronomi.
Namun demikian data pengamatan yang lebih banyak akan
menghasilkan simpulan yang lebih baik.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis ucapakan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses pembuatan tulisan ini
terutama pada Dosen pembimbing, Imamal Muttaqien,
M.Si, Dr. Dhani Herdiwijaya dan Eka P. Arumaningtyas,
S.Si dan temanteman seperjuangan di Astrofisika UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.

PUSTAKA
[1] D. Herdiwijaya dan E. P. Arumaningtyas, pengukuran
Kecerlangan langit arah zenit di Bandung dan Cimahi
dengan menggunakan Sky Qualty Meter, Pros.
Seminar HAI, 2011.
[2] Niweateh Hajewaming :Asrtonomucal Calculation of
Islamic Times and Qilat Direction, Congress on
Science and Technology of Thailand, 2002.
[3] Ahmad Al Hasimi, Sayid. Terjemah Mukhtarul
Ahadis,Pustaka Amani Jakarta, 1995.
[4] Herdiwijaya, H., Nurlaela, s., Fadilah, Y., Kurnia, S.
& Adam , 2011, Pros. Seminar HAI (eds. B.
Dermawan et al.), Penerbit HAI, pp.32-34.
[5] Chayadsn, Waktu shalat subuh, Website:
http://www.pkpu.or.id/adzan3/monthly.php?id=14 ,
diakses tanggal 2 April 2012.
[6] http://www.cloudbait.com, diakses tanggal 2 April
2012.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 02: Siti Nurlaela, dkk 61


Prediksi Awal Bulan Ramadhan 1432 H Menggunakan
Software Accurate Times

Siti Nurlaila, Zaid Nasrullah, Imamal Muttaqien
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
Laidha.noer@gmail.com

Abstrak Visibilitas Hilal adalah tampaknya Bulan Sabit pertama sebagai penanda datangnya bulan baru dalam kalender
Islam. Pengamatan tersebut bukanlah hal yang sangat mudah untuk dilakukan karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya, seperti kesalahan melihat hilal.Untuk menentukan awal bulan hijriah dapat juga dilakukan dengan
menggunakan software, Accurate Times. Input data di daerah Maluku yang terletak 3
o
3921,85Lintang Selatan
dan128
o
0959,11 Bujur Timur. Hasilnya tanggal 1 Ramadhan1432 H bertepatan dengan 1 Agustus 2011.

Kata kunci: Hilal, Accurate Times, Ramadhan, Bulan Sabit, Latitude, Longitude.

Abstract Hilal visibility is the first crescent as a marker of the arrival ofthe new moon in the Islamic calender. The
observation is not an easy thing to do since several factors influence it, i.e.:an error to see the new moon. To determine the
initial month of Hijra can also be done by using Accurate Times Software. The input data is in Maluku with
latitude3
o
3921,85 South and its longitude 128
o
0959,11 East. The result is 1
st
Ramadan 1432 H coincides with 1
st
August
2011.

Key words: Hilal, Accurate Times, Ramadhan, Crescent, Latitude, Longitude.


I. PENDAHULUAN

...
Mereka bertanya kepadamu tentang Bulan Sabit (Hilal).
Katakanlah, Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadah) haji... (Q.S. al-Baqarah:
189)[1].
Firman yang Maha Agung inilah yang menjadi peletak
dasar penetapan bulan baru pada penanggalan Hijriah dilihat
dari munculnya bulan sabit yang pertama kali terlihat baik
dilihat dengan mata telanjang maupun dengan menggunakan
alat optik. Bulan sabit yang pertama kali tampak tersebut
dinamakan dengan Visibilitas Hilal. Pengamatan Visibilitas
Hilal sangat gencar dilakukan terutama untuk menentukan
hari-hari penting umat Islam, seperti; menentukan awal
shaum Ramadhan, menentukan Idul Fitri dan Idul Adha,
menentukan ibadahHaji dan ibadah sunnah lainnya yang
memang tidak bisa dilepaskan dari sistem penanggalan ini.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang diterima dari
sahabat Abu Hurayrah r.a. diriwayatkan oleh Bukhari[1].

( {
3 : 874 })
Telah menceritakan kepada kami Adam telah
menceritakan kepada kami Syubah telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ziyad iamengatakan, "Aku
mendengar Abu Hurairah r.a berkata; Nabi S.A.W. bersabda
atau Abu Qasim S.A.W. bersabda, Shaumlah karena
melihatnya (Hilal) dan berbukalah ('id) karena melihatnya,
jika terhalang atas kalian, sempurnakanlah bilangan
(bulan) Sya'ban menjadi tiga puluh."
Perbedaan pelaksanaan hari raya terutama Idul Fitri dan
Idul Adha serta awal Ramadhan di Indonesia sudah sering
terjadi. Hal tersebut sering menimbulkan kebingungan
dikalangan masyarakat, namun dengan rasa toleransi yang
tinggi sehingga tidak mempermasalahkan perbedaan
tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan juga, karena
perbedaan tersebut menimbulkan keresahan yang akan
mengganggu ketentraman bila ada faktor lain yang
memicunya.
Masalah penetapan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha
merupakan masalah ilmiah astronomis. Pengamatan
Visibilitas Hilal merupakan hal yang sangat sulit untuk
dilakukan karena sangat tipisnya sabit Bulan sedangkan
cahaya Matahari masih sangat terang diperparah dengan
banyaknya polusi cahaya dan udara yang akhir-akhir ini
meningkat. Visibilitas Hilal ini merupakan Fenomena dari
faseBulan. Momen berlangsungnya fase Bulan utama yaitu
saat beda bujur ekliptika semu Bulan dan Matahari 0
o
, 90
o
,
180
o
dan 270
o
atau masing-masing berkaitan dengan fase
Bulan Baru (Konjungsi/Ijtimak), Kuartir Pertama, Bulan
Purnama dan Kuartir Terakhir (Raharto, 2005).

II. LANDASAN TEORI
A. Gambar dan Tabel
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 02: Siti Nurlaela, dkk 62


Objek Hilal sangat kontroversial dikalangan para
Astronom ataupun Falaki hingga sampai saat ini definisi
hilal itu sendiri masih diperdebatkan. Namun secara bahasa
hilal itu merupakan musytaq (kata yang mempunyai asal-
usul kata dalam bahasa arab) dari wajan

artinya
tampak dan terlihat[3]. Sebagaimana pada Gambar 1. di
bawah ini merupakan citra Hilal yang diambil di
Australia[4].
Gambar 1. Contoh citra Hilal hasil observasi awal Rajab 1430 H
dari Reabold Hill (Australia). Rukyatul Hilal Indonesia.


Gambar 2.Fase Bulan mati terjadi pada tanggal 30 dan 31 Juli
yang dilanjutkan dengan fase Bulan baru. Astronomy Lab 2 v. 2.02

Adapun Gambar 2. grafik pada bulan Juli ini tampak
iluminasi (pencahayaan) Bulan yang mulai naik di hari ke 2
sampai puncak Bulan Purnama di antara hari ke 15 dan 16
berdasarkan fase harian Bulan yang dapat dilihat di
Bumi[5].
Gambar 3. ini merupakan hasil grafik iluminasi Bulan
pada bulan Agustus di hari pertama sudah beranjak naik
dalam hal ini Bulan berada pada fase Bulan baru sampai
puncaknya berdasarkan fase Bulan harian yang tampak di
Bumi sebagai pengamat[6].


Gambar 3. Fase Bulan baru beranjak naik sebelum hari pertama di
bulan Agustus.Astronomy Lab 2 v. 2.02

B. Pustaka
Software yang digunakan pada jurnal Prediksi Awal
Bulan Ramadhan 1432 H ini menggunakan Freeware
Accurate Times yang diprogram oleh Mohammad Odeh
sebagaimana dikenal di dunia literature Barat dengan
sebutan Odeh. Nama lengkapnya adalah Ir. Mohammad
Syaukat Audah yang lahir di kota Kuwait, 6 Maret 1979.
Accurate Times merupakan salah satu program dengan
metode hisab yang populer di indonesia dalam Hisab Hakiki
Kontemporernya, dimana Hisab yang didasarkan pada
astronomi modern, matematika kontemporer, dan
menggunakan intrumentasi serta pemprograman koreksi-
koreksi posisi Bulan dan Matahari lebih kompleks dan lebih
presisi dalam waktu singkat[7].
Kriteria yang dipakai dalam pemprograman ini
menggunakan Kriteria Visibilitas Hilal (ketampakan Bulan
sabit pertama) atau dikenal dengan sebutan Imkanur Rukyat
(kemungkinan bisa dilihat) di antara berbagai macam
kriteria yang ditawarkan, yaitu Rukyat dan Wujudul Hilal
yang selama ini terus diperselisihkan ketika ketinggian hilal
positif di atas ufuk tetapi kurang dari atau sekitar 2
o
.
Kriteria yang diusung oleh Rukyat adalah ketika Matahari
terbenam lebih dahulu kemudian disusul oleh Bulan.
Sebenarnya, sebelum melakukan observasi hilal mereka
melakukan perhitungan terlebih dahulu menentukan posisi
Bulan berada di atas ufuk untuk mencari nilai azimuth
ketika Bulan akan terbenam sehingga kesalahan karena
melihat benda yang dianggap hilal padahal benda lain bisa
dikurangi. Namun, keputusan final dari kriteria ini ketika
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 02: Siti Nurlaela, dkk 63


hilal berhasil diamati baik menggunakan mata telanjang
ataupun alat optik seperti teleskop. Akan tetapi, jika cuaca
tidak mendukung (terhalang awan) walaupun saat itu hilal
dapat diamati maka kriteria ini menetapkan lusanya shaum
atau Hari Raya.
Wujudul Hilal berpatokan pada saat ketika Matahari dan
Bulan selesai berkonjungsi/ijtima sebelum Matahari
terbenam. Kriteria wujudul hilal ini tidak
mempermasalahkan ketinggian hilal walaupun irtifa
ketinggian hilalnya positif 0
o
25 di atas horizon setelah
Matahari tenggelam, kriteria ini murni menggunakan hisab.
Sementara Kriteria Visibilitas Hilal atau Imkanur Rukyat
ini ada banyak, salah satunya Kriteria Odeh dengan
menggabungkan hasil-hasil observasi yang dilakukan oleh
Schaefer, Yallop, SAAO, ICOP dari tahun 1859 hingga
tahun 2005 (737 kali observasi). Berdasarkan pengamatan
terhadap observasi tersebut, visibilitas hilal dalam kondisi
atmosfer horizon yang mendukung di suatu lokasi pada saat
matahari terbenam terbagi menjadi 6 kemungkinan:
1. Tidak mungkin bisa dilihat (imposible), karena Bulan
lebih dulu terbenam daripada Matahari,
2. Tidak bisa dilihat (not possible) meskipun dengan
bantuan peralatan optik karena kecerahan hilal tidak
cukup,
3. Hanya bisa dilihat dengan bantuan peralatan optik,
4. Bisa dilihat dengan mata telanjang,
5. Bisa dilihat dengan mudah dengan mata telanjang
6. Unknown (tidak diketahui), terjadi pada daerah-
daerah di luar 60
o
baik di Lintang Selatan maupun
Utara karena Moonset dan Sunset tidak ada.
Kriteria Odeh ini disebut-sebut paling mungkin dan
relevan untuk dijadikan sebagai acuan, karena menyertakan
lebih banyak variabel visibilitas seperti luas permukaan hilal
sebagai parameter kecerahan dan efek kondisi atmosfir[8].
Dua aspek penting yang berpengaruh: kondisi fisik hilal
akibat iluminsi pada Bulan dan kondisi cahaya latar depan
akibat hamburan cahaya matahari oleh atmosfer di ufuk
(horizon).
Kondisi iluminasi Bulan sebagai prasyarat terlihatnya
hilal pertama kali diperoleh Danjon (1932, 1936, di dalam
Schaefer, 1991) yang berdasarkan ekstrapolasi data
pengamatan menyatakan bahwa pada elongasi (jarak sudut
Bulan-Matahari) < 7
o
hilal tidak mungkin terlihat. Batas 7
o

tersebut dikenal sebagai limit Danjon[9].

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Penelitian yang dilakukan dengan membandingkan data
pada freeware Accurate Times 5.3 yang diprogram oleh
Odeh berkaitan dengan penentuan awal Ramadhan 1432 H.
Data yang dimasukkan sesuaikan dengan Bujur dan
Lintang objek penelitian tempat yang bersangkutan dalam
hal ini adalah Maluku dengan latitude 3
o
3921,85 Selatan
dan longitudenya 128
o
0959,11 Timur serta elevasi 81
m[10]. Setelah input data dimasukkan kemudian klik tombol
Add kemudian ok. Klik Date masukkan tanggal yang
akan dihitung yaitu tanggal 30 dan31 Juli 2011 serta 1
Agustus 2011 kemudian klik ok. Langkah selanjutnya klik
tombol Prayer Times dan Moon Times untuk mengetahui
jadwal Matahari dan Bulan terbenam. Kemudian tombol
Crescent Visibility diklik untuk dicari kenampakan hilal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari perhitungan menggunakan software Accurate Times
tersebut dilakukan input data di daerah Maluku. Maluku
mempunyai latitude 3
o
3921,85Selatan dan longitudenya
128
o
959,11 Timur.

Tabel 1. Kalkulasi data software Accurate Times





Ijtima terjadi pada hari Ahad dini hari pada pukul 03:40
WIT. Bulan baru di daerah Maluku pada bulan Ramadhan
bertepatan dengan tanggal 31 juli 2011 saat Sunset dengan
waktu terbenamnya Matahari dan Bulan masing-masing
pukul 18:34 WIT dan 19:00 WIT. Dengan demikian, umur
Hilal dari Ijtima sampai terbenamnya Bulan berusia 15 jam
20 menit. Dengan umur Bulan 15 jam 20 menit berarti dapat
dipastiakan bahwa sabit Bulan sudah dapat diamati karena
lebih dari 8 jam. Dari software juga didapat fraksi
iluminasinya sebesar 1.11 %.
Visibilitas hilal yang diperlihatkan pada Gambar 4.
menunjukkan hampir diseluruh dunia Hilal tidak mungkin
bisa dilihat karena Bulan lebih dulu terbenam. Gambar 5.
terlihat wilayah Indonesia diarsir berwarna biru, hal ini
berarti Hilal hanya bisa dilihat dengan bantuan peralatan
optik. Sedangkan Gambar 6. hampir di seluruh dunia
diarsir berwarna hijau, artinya hilal bisa dilihat dengan
mudah walaupun hanya menggunakan mata telanjang
sekalipun[11].


Gambar 4. Tanggal 30 Juli 2011diarsir berwarna merah berarti
imposible Accurate Times.

Gambar 5. Tanggal 31 Juli 2011 Hanya bisa dilihat dengan
bantuan peralatan optik Accurate Times.
Tanggal Sunset Moon Set Ijtima
30-07-2011 18:34 18:06 -
31-07-2011 18:34 19:00 03:40
01-08-2011 18:34 19:54 -
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

ASTRO 02: Siti Nurlaela, dkk 64



Gambar 6. Tanggal 1 Agustus 2011 Bisa dilihat dengan mudah
dengan mata telanjang Accurate Times

Data pengamatan hilal diambil dari himpunan keputusan
Mentri Agama tentang penetapan tanggal 1 Ramadhan dan 1
Syawal 1381-1418 H / 1962-1997 M (Depag RI, 2000). Ada
38 pengamtan rukyatul hilal yang dilaporkan dalam selang
waktu tersebut (Djamaludin, 2010).
Selama ini belum ada penelitian-penelitian sistematik
tentang criteria visibilitas hilal berdasarkan data rukyatul
hilal di Indonesia. Kriteri dari departemen Agama RI yang
biasa digunakan di Indonesia adalah criteria imkan rukyat
(kemungkinan hilal dapat teramati) sebagai berikut: tinggi
hilal minimum 2
0
, jarak dari matahari minimum 3
0
, atau
umur bulan minimum 8 jam (Dirbinapera 2000. Djamaludin
2010). Kriteri tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
yang diakui para astronom, sehingga salah satu ormas Islam
tidak menggunakn criteria ini melainkan menggunakan
wujudul hilal (wujudnya hilal di atas ufuk) (Wahid, 1998).

V. KESIMPULAN
Dari perhitungan melalui software Accurate Times dapat
disimpulkan bahwa di daerah Maluku hilal dapat diamati
pada hari Ahad, 31 juli 2011 Maghrib. Sehingga besoknya
diwajibkan shaum awal bulan Ramadhan yang bertepatan
pada tanggal 1 Agustus 2011. Hal tersebut dapat dilihat dari
umur bulannya yang mencapai15 jam 20 menit. Perhitungan
ini pun sesuai dengan tampilan tombol untuk mengkonvert
penanggalan Hijriyah ke Gregorian pada 1 Ramadhan 1432
H bertepatan dengan tanggal 1 Agustus 2011 M.
Perhitungan dengan menggunakan software tetap harus
didukung dengan beberapa pengamatan, lebih banyak
pengamatan lebih akurat perhitungan atau penentuan bulan
barunya. Selain pengamatan harus didukung pula dengan
perhitungan secara manual artinya antara rukyat dan hisab
harus saling berkesinambungan antara satu dengan yang
lainnya.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis haturkan terimakasih kepada semua pihak di
Jurusan Fisika yang telah memotivasi penulis supaya
menyelesaikan makalah ini, serta kepada rekan-rekan
seperjuangan di KK Astrofisika UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.

PUSTAKA
[1] al-Quran Digital versi 2.1. Freeware Hak cipta hanya
milik Allah S.W.T. 2004.
[2] al-Bukhariy, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhariy.
Maktabah Shorouq ad-Dauliyyah, 2003.
[3] Munawwir, Achmad Warson. Kamus al-Munawir Arab-
Indonesia. Pustaka Progressif. Surabaya. 1997.
[4] Sudibyo, Muh. Marufin. Data Observasi Hilaal 2007-2009
di Indonesia. Rukyatul Hilal Indonesia. Yogyakarta. 2012
[5] Astronomy Lab 2 v. 2.02 Copyright 1994 Eric Bergman
Terrell.
[6] Ibid, AstronomyLab 2 v. 2.02.
[7] Nasrullah, Zaid. Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal.
Bandung. 2008.
[8] Syakirman. Pemikiran Mohammad Odeh Dalam Upaya
Penyatuan Kalender Islam 2010. Website:
http://syakirman.blogspot.com/2010/11/pemikiran-
mohammad-odeh-dalam-upaya.html diakses tanggal 21
Januari 2012.
[9] Djamaluddin, Thomas. Astronomi Memberi Solusi Penyatuan
Ummat. LAPAN. 2011.
[10] Google Earth.
[11] Accurate Times 5.3
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


ASTRO 03: Yudi Fadilah, dkk 65


Pengukuran Arah Kiblat Masjid di Sekitar UIN Sunan Gunung Djati
Bandung dengan Menggunakan GPS

Yudi Fadilah, Imamal Muttaqien
JurusanFisika, FakultasSainsdanTeknologi, Universitas Islam NegeriGunungDjati Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
yudisukri@gmail.com

Abstrak Ketepatan arah Kiblat merupakan salah satu syarat sah dalam melaksanakan sholat. Pengukuran yang tepat harus
dilakukan pada saat membangun masjid atau mushola. Kami melakukan pengukuran ulang arah Kiblat pada masjid-masjid
yang sudah dibangun cukup lama di sekitar UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dengan menggunakan GPS dan kompas
manual. Kami menemukan tidak semua masjid arah kiblatnya tepat dengan beberapa alasan.

Kata kunci: Kiblat, Masjid, GPS, Kompas

Abstract The accuracy of Qibla direction is one of the requirement when we perform praying. The precise measurement
should be done when a mosque is built. We recalculate the mosques Qibla direction around UIN Sunan Gunung Djati
Bandung by using GPS and compass. We found that not all the mosques have an accurate qibla direction for some reasons.

Keywords: Qibla, Mosque, GPS, Compass

I. PENDAHULUAN
Sholat adalah ibadah paling utama bagi seorang yang
mengaku islam. Seorang muslim diwajibkan untuk sholat
lima kali dalam satu hari menurut waktu yang ditentukan
oleh gerak semu mata hari dari timur ke barat [1,2,3,4]. Hal
lain yang penting dalam sholat adalah menghadapkan wajah
kita kearah Kabah setepat mungkin sebagaimana tercantum
dalam Al Quran [8] dan telah disepakati oleh keempat
madzhab besar yang ada [6]. Permasalahan yang ada adalah
tidak mudah untuk menentukan arah kiblats ecara tepat dan
juga mengetahui waktu sholat secara benar. Dahulu, umat
muslim menggunakan tongkat dan melihat bayangannya
untuk mengetahui waktu sholat dan arah Kiblat [1].
Sekarang, peneliti dalam bidang astronomi banyak
membantu untuk menghitung waktu sholat dan juga arah
kiblat baik secara manual [7] dan juga secara otomatis [9].
Sikap ummat Islam yang tidak mempertanyakan atau
mengkritisi arah Kiblat masjid dan mushallanya disebabkan
oleh kepercayaan mereka kepada panitia, tokoh agama, atau
para pihak yang membangun masjid atau mushalla tersebut
sejak awal, jamaah masjid atau mushalla tidak mau
direpotkan oleh masalah-masalah teknis pembangunan fisik
tempat shalatnya, yang penting mereka bisa khusyu
melaksanakan ibadah. Ketika bangunan masjid atau
mushalla dibangun, jamaah pada umumnya percaya bahwa
masjid atau mushalla tersebut sudah mengarah ke Kiblat.
Indikasi sederhana bahwa bangunan masjid atau mushalla
mengarah ke Kiblat adalah menghadap ke arah barat. Bila
masjid atau mushalla telah menghadap ke arah barat, maka
urusan Kiblat telah dianggap selesai. Penyimpangan arah
Kiblat mengalami variasi [6], yaitu:

1. Kiblat masjid mengarah ke arah barat secara persis
sehingga konstruksi bangunan masjid terletak tegak
lurus pada arah timur-barat dengan nilai azimuth 270.
2. Arah Kiblat masjid berpotongan tegak lurus dengan
badan jalan sehingga patut diduga terjadi penye suaian
konstruksi bangunan masjid dengan badan jalan.
3. Arah Kiblat masjid sejajar dengan arah konstruksi
bangunan lain sehingga terdapat kesan terjadi
penyesuaian konstruksi bangunan masjid dengan lahan
atau bangunan yang ada.
Bila saat ini arah Kiblat masjid atau mushalla hampir
tidak pernah dipersoalkan, berkat kemajuan teknologi
informasi dan komputer di masa-masa yang akan datang
arah Kiblat akan menjadi masalah yang banyak dihadapi
oleh para jamaah masjid. Para jamaah yang tadinya tidak
pernah mempertanyakan arah Kiblat karena awam tentang
hal tersebut, setelah mendapatkan informasi mereka bisa
beramai-ramai meminta mengukur kembali arah Kiblat
masjid atau mushalla mereka.
Untuk menguatkan argumentasi pentingnya mengoreksi
arah Kiblat, penting dilakukan penelitian untuk mengetahui
akurasi Kiblat masjid-masjid di Indonesia. Penelitian ini
juga penting diarahkan pada studi dokumentasi mengenai
kemungkinan menawarkan cara-cara atau upaya-upaya
tertentu yang bersifat sosio-religius dalam rangka
melakukan pengoreksian arah Kiblat yang dapat diterima
oleh masyarakat. Apabila masjid atau mushalla memang
mengalami penyimpangan Kiblat, maka perlu dielaborasi
langkah-langkah pengoreksian arah Kiblat yang dapat
ditempuh oleh setiap pelaksana Hisab Rukyat maupun pihak
lain yang berkepentingan. Untuk memudahkan penelitian,
lokass yang diteli tidik husus kan pada masjid-masjid yang
berada di sekitar UIN SunanGunung Djati Bandung.

II. METODE PENELITIAN
Penentuan lokasi masjid secara tepat hanya bisa
dilakukan dengan menggunakan alat GPS. Dalam penelitian
ini pengambilan titik atau lokasi masjid dilakuakan dengan
menggunakan GPS Garmin s60i dengan melakukan
pengambilan tigatitik dari setiap masjid, dan diolah dengan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


ASTRO 03: Yudi Fadilah, dkk 66


menggunakan aplikasi Mapsource dan navnet
Garmin_v211_NT.exe. Dari kedua aplikasi tersebut dapat
diketahui lokasi posisi geografis dari masjid tersebut dengan
satuan kooordinat lokasi dinyatakan dengan derajat, menit
busur dan detik busur dan disimbolkan dengan ( , ', " )
Koordinat posisi ini masing-masing disebut latitude
(garislintang) dan longitude (garisbujur).
Pengukuran arah dilakukan sesuai dengan sajadah (alas
shalat) yang ada di masjid tersebut dan dilakukan beberapa
pengulangan pengukuran dengan menggunakan dua kompas
untuk mengetahui sudut derajat arah masjid dengan skala
terkecil 1 derajat dan lima kompas untuk pembanding dan
menentukan utara sejati. Kompas yang kami gunakan sudah
dikalibrasi dengan arah kiblat di masjid Salman ITB, karena
arah kiblat disana tepat. Kemudian data dari GPS dan
kompas tersebut di olah dan dibandingkan dengan lokasi
arah Kiblat sebagaimana yang diperoleh dari situs
qiblalocator untuk daerah di sekitar UIN Sunan Gunung
Djati yaitu sebesar 25, 57 [9]. Ketidak tepatan sebesar 1
akan mengakibatkan pergeseran arah sebesar 397, 4 km ke
arah utara atau selatan Kabah. Tetapi dalam penelitian ini
kami memberikan toleransi sebesar 1 untuk kompensasi
keterbatasan kompas yang kami gunakan.
Secara umum pembangunan arah kiblat mesjid arah
menggunakan banyangan matahari pada waktu tertentu yaitu
pada 27 Mei dan 16 Juli di jam 14:00 WIB dan kompas
penentu arah kiblat atau dengan sistem tarik benang, dan
yang kami lakukan adalah dengan menggunakan GPS dan
beberapa pengukuran lain, seperti kompas penentu arah
kiblat.
Kemudian jika kami temui ketidaktepatan arah kiblat
dalam masjid yang kami ukur, kami melakukan wawancara
dengan pihak DKM (Dewan Kemakmuran Masjid)
setempat, tujuannya adalah mencari solusi terbaik agar arah
Kiblatnya tepat tetapi tidak mengganggu kenyamanan
jamaah masjid tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kami mengambil data arah kiblat dari 6 masjid yang
ada di sekitar UIN Sunan Gunung Djati Bandung (termasuk
masjid di dalam kampus).



Gambar 1. Lokasi masjid

IV. KESIMPULAN
Dari data yang kami peroleh terlihat ada 3 masjid,
dalam kriteria kami, yang tidak tepat arah Kiblatnya
sehingga perlu dikoreksi. Kesimpulan dari beberapa DKM
masjid yang telah diwawancari bahwa penentuaan arah
kiblat pada saat membangun masjid, diukur oleh kompas
penentu arah kiblat dengan syarat arah kiblat yang berlaku
di waktu itu. Untuk menanggapi hasil arah kiblat yang
kurang tepat yang dinyatakan oleh perwakilan masjid
Syahidah bawah pada melakukan niat pada saat sholat
bukan mustabilal Kabah tapi mustabilal kiblat, artinya
sangat sulit untuk mengarah tepat kearah Kabah karena
jarak Bandung dengan masjidil Haram sangatlah jauh.
Mengoreksi arah Kiblat tidak dapat dilakukan secaral
angsung sesaat setelah arah Kiblatnya diketahui
menyimpang. Mengoreksi arah Kiblat memerlukan
persiapan-persiapan matang yang meliputi lima langkah,
yaitu (1) menyampaikan pemberitahuan, (2) memberikan
pemahaman, (3) melakukan proses pengukuran, (4)
melakukan pengoreksian, dan (5) melegalisasi arah Kiblat
yang sudah dikoreksi. Hal tersebut penting dan harus
dilakukan mengingat masalah penentuan arah Kiblat init
ermasuk masalah sensitif yang berpotensi menimbulkan
keresahan bahkan konflik di antara jamaah. Keresahan
tersebut terutama dipicu oleh perasaan dan keyakinan bahwa
Kiblat yang dianutnya sudah benar di satu sisi, dan di sisi
lain adanya ketakutan shalatnya yang dilakukan selama ini
tidak sah karena dianggap tidak menghadap Kiblat.

Tabel 1. Daftar Lokasi Masjid dan Arah Kiblat

No.
No
Lokasi
Nama Masjid
PosisiGeografis
Ketinggian
ArahKiblat
Lintang Bujur
1 07 ArRahman 6.93481 107.7167 2300 ft
24
2 10 KifayatulAchyar 6.93219 107.7156 2277 ft
23,5
3 13 Iqomah 6.93167 107.7175 2309 ft
24,5
4 15 IKU 6.93341 107.7195 2315 ft
24
5 17 NurulJannah 6.93155 107.7268 2367 ft
21
6 21 AS Syahidah 6.9343 107.7228 2315 ft
23

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terimakasih kepada Kabid UIN Sunan
Gunung Djati Bandung yang telah mendukung materi
penelitian ini serta Ketua Jurusan dan dosen-dosen fisika
yang telah memberi dukungan, serta kepada rekan-rekan
fisika yang telah memberikan masukan matematis dalam
melakukan perhitungan arah kiblat.

PUSTAKA
[1] David A. King, World-maps for Finding the Direction
and Distance to Mecca: Innovation and Tradition in
Islamic Science, London: Al-Furqan Islamic Heritage
Foundation, 1999.
[2] Mohammad Ilyas, A Modern Guide to Astronomical
Calculations of Islamic Calendar, Times&Qibla, Berita
Publishing Sdn Bhd., KualaLumpur, Malaysia, 1984.
[3] Mutoha A.R., Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat,
Rukyatul Hilal Indonesia, 2009.
[4] Hajewaming Niweateh, Al Falak, Islamic Academy,
Bangkok, Thailand, 2002.
[5] Susikman, Azhari, Ilmu Falak, Lazuardi, Yogyakarta,
Indonesia, 2001.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


ASTRO 03: Yudi Fadilah, dkk 67


[6] Efa Ainul Falah., Upaya Mengoreksi Arah Kiblat di
Kabupaten Bekasi, Kementrian Agama Bekasi
[7] Denis Roegel, An Extension of Al Khalilis Qibla Table
to the Entire World, Nancy, 2008.
[8] Al Quran, Surat Al Baqoroh ayat 149.
[9] www.qiblalocator.com, diakses: 20 November 2011.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 01: Asri Warisma, dkk 68

Penggabungan Citra Menggunakan Transformasi Wavelet Diskrit Untuk
Menghasilkan Triplemodality Imaging

Asri Warisma, M.Nurul Subkhi, Yudha Satya Perkasa
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
asriwarisma.90@gmail.com


Abstrak Pengolahan citra pada bidang medis sangat penting untuk dilakukan agar para pekerja medis dapat dengan mudah
mendiagnosa penyakit yang diderita oleh pasien. Perkembangan saat ini telah dapat memberikan informasi yang lebih baik
dari hasil pencitraan medis sebelumnya. Perkembangan tersebut adalah hasil citra gabungan dari tiga modalitas berbeda.
Tiga modalitas berbeda yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra hasil keluaran alat CT, MRI dan PET.
Penggabungan dilakukan dengan menggunakan transformasi wavelet yang mendekomposisi citra menggunakan DWT dan
merekontruksi citra menggunakan IDWT. Dalam prosesnya penggabungan ini menggunakan Software MATLAB 7, dengan
dua kali tahap penggabungan citra. Hasil dari penggabungan citra triplemodality mampu memberikan informasi yang lebih
banyak dibandingkan ketika singlemodality maupun doublemodality.

Kata kunci: : Penggabungan Citra, Transformasi wavelet, Triplemodality Imaging

Abstract Image processing in the medical field is very important to do so medical workers can easily diagnose the disease
suffered by patients. The current development has been able to provide better information than the previous medical imaging.
These developments are the result of the fusion image of three different modalities. Three different modalities used in this study
is the image output device CT, MRI and PET. Fusion imaging is done by using the wavelet transform decomposes the image
using the image reconstructed using the DWT and IDWT. In this fusion imaging process using the software MATLAB 7, with
twice the fusion imaging stage. The results of the fusion imaging triplemodality are able to provide more information than
when singlemodality and doublemodality.

Key words: Fusion Image, Wavelete Transformation, Triplemodality Imaging


I. PENDAHULUAN
Penemuan sinar-X pada tanggal 8 November 1895 oleh
Wilhelm Conrad Rontgen, merupakan awal dari pemakaian
citra untuk membantu diagnosa medis. Sinar-X dihasilkan
dari tumbukan elektron berenergi tinggi pada inti atom
berat.
Seiring perkembangan teknologi komputer dan dengan
adanya sinar-X dalam bentuk dijital, berbagai teknik
pengolahan juga mulai dikembangkan seperti Ultrasound
Imaging, CT (Coumuted Tomography) ,MRI (Magnetic
Resonance Imaging), SPECT (Single Photon Emission
Computed Tomografi) dan PET(Positron Emission
Tomography) telah dihasilkan untuk membantu dalam
melakukan analisis keadaan pasien dari hasil alat-alat
tersebut (sebuah citra)[1].
Pengolahan citra berlaku sebagai jembatan yang
mengubah informasi yang lebih akurat bagi dokter salah
satunya yakni penggabungkan citra dari tiga modalitas yang
berbeda agar mendapatkan hasil citra yang lebih baik dan
menghasilkan informasi yang lebih banyak, seperti yang
akan diuraikan dalam makalah ini .

II. LANDASAN TEORI
A.CT (Computed Tomography)
Pada tahun 1972 G.N.Hounsfield dan J. Ambrose
menghasilkan gambaran CT pertamakali untuk keperluan
klinis. CT mempunyai prinsip kerja yang sama dengan
rontgen, yaitu menggunakan sinar-X. Perbedaannya terletak
pada gambar yang dihasilkan, dan juga cara kerjanya. Sinar-
X mempunyai sifat tidak dibelokkan oleh medan listrik dan
magnet serta mempunyai daya tembus yang sangat besar
terhadap suatu benda. Karena itu sinar-X digunakan dalam
alat-alat medis untuk melihat kenampakan tubuh manusia
dan memeriksa kelainan dalam tubuh manusia yang tidak
bisa di lihat dengan mata telanjang[11].

B. MRI (Magnetic Resonansi Magnetik)
MRI merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostik
dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi, yang
menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh
atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet
berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss)
dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.
Prinsip dasar resonansi magnetik adalah inti atom yang
bergetar dalam medan magnet. Prinsip ini pertama kali
ditemukan oleh Bloch dan Purcell pada tahun 1946. Pada
prinsip ini proton yang merupakan inti atom hidrogen dalam
sel tubuh berputar (spinning), bila atom hydrogen ini
ditembakan tegak lurus pada intinya dengan radio frekuensi
tinggi didalam medan magnet secara priodik akan
beresonansi, maka poton tersebut akan bergetar atau
bergerak menjadi searah atau sejajar. Dan bila radio
frekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar
tadi akan kembali ke posisi semula dan akan menginduksi
dalam satu kumparan untuk menghasilkan sinyal elektrik
yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan sinyal
elektrik tersebut ditangkap kemudian diproses dalam
komputer akan dapat disusun menjadi suatu gambar[5].
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 01: Asri Warisma, dkk 69


C.PET (Positron Emission Tomography)
PET pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet
pada tahun 1953. Prototipenya telah dibuat sekitar tahun
1952, sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di
Massachusetts General Hospital, Boston pada tahun 1970.
Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali
diperkenalkan oleh PAM Dirac pada akhir tahun 1920-
an[9].
Dasar kinerja utama PET adalah positron yaitu
partikel elementer yang disebut juga sebagai anti partikel
dari elektron. Dimana positron memiliki massa dan sifat-
sifat yang sama seperti elektron, tetapi muatan listriknya
berbeda. Massanya 9.110
-31
Kg dan muatannya positif
1.610
-19
C. Positron diemisikan oleh suatu isotop radioaktif
yang memiliki proton yang berlebih. Biasanya isotop ini
akan bersifat tidak setabil dan untuk mencapai kestabilan
inti akan mengubah proton yang berlebih menjadi neutron,
saat itulah positron dan neutrino dilepaskan dari inti. Setelah
terlepas dari inti, positron akan menempuh jarak tertentu
sebelum berinteraksi dengan elektron dari atom sekitarnya.
Jarak maksimum yang dapat ditempuh oleh positron
sebelum berinteraksi dengan elektron, sangat dipengaruhi
oleh energi dari positron itu sendiri. Semakin besar
energinya, semakin jauh jarak yang dapat ditempuh oleh
positron. Saat positron bertemu dengan electron
disekitarnya, akan terjadi proses saling menghilangkan atau
annihilasi electron dan positron. Peristiw ini menghasilkan
dua buah berkas sinar gamma berenergi 511 KeV ke arah
yang berlawanan (dengan sudut 180)[8].

D. Citra Digital
Citra adalah suatu fungsi dua dimensi yang terbentuk
dari suatu penglihatan dalam satu scence (baris dari
citra),misalnya foto[6]. Citra digital merupakan sebuah larik
(array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang
direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y)
berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah
koordinat spasial, dan f di titik koordinat (x,y) dinamakan
intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut.
Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom disebut
dengan piksel.

Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai
berikut:
|




| (1)


E. DWT (Discrete Wavelete Transform)
Wavelet merupakan gelombang singkat dimana
transformasi wavelet akan mengkonversi suatu sinyal ke
dalam sederetan wavelet[2].
Transformasi wavelet dapat dilihat sebagai pendekatan
multi-resolusi dari fungsi . Dengan transformasi
wavelet, dapat diungkapkan dalam istilah fungsi basis
terbatas

. Fungsi basis ini didapat dengan translasi


dan kontraksi atau dilasi dari sebuah prototype fungsi basis
:

) (2)

Dengan a adalah parameter sekala dan b adalah
parameter translasi, sedangkan

merupakan faktor
normalisasi agar energi seluruh fungsi wavelet sama.
Mother wavelet merupakan keadaan fungsi wavelet awal,
dimana akan diperoloh bila memasukan nilai a=1 dan b=0
pada (2).
Diskritisasi parameter a dan b dilakukan dengan
menggunakan Diadic Sampling Grid yaitu nilai dari kedua
parameter tersebut menjadi a=a
j
dan b=a
0
j
b
0
dengan j,k
adalah bilangan bulat. Dengan diskritisasi parameter a dan b
maka fungsi wavelet untuk transformasi wavelet diskrit
adalah

) (3)

Dengan a
o
=2 dan b
0
=1 maka (2) menjadi:

(4)

IDWT (Invers Discrete Wavelete Transform) adalah invers
(balikan) dari DWTsetelah proses dekomposisi dilakukan
dan merupakan rekontruksi citra

F. Transformasi Wavelet 2D
Transformasi wavelet 2D digunakan dalam pengolahan
citra. Hal tersebut dikarenakan citra merupakan bentuk
sinyal dalam ruang dimensi dua. Di dalam proses
dekomposisinya, transformasi wavelet diskrit dua dimensi
dilakukan dengan memproses baris dan kolom secara
terpisah, yang dapat digambarkan. sebagai berikut[3]:



Gambar 1. Transformasi wavelet 2D 1 level

Pada Gambar 1 LL menyatakan bagian koefisien yang
diperoleh melalui proses tapis Low pass dilanjutkan dengan
Low pass, citra pada bagian ini mirip dan merupakan versi
lebih halus dari citra aslinya sehingga koefisien pada bagian
ini sering disebut dengan komponen aproksimasi. LH
menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melelui proses
tapis Low pass kemudian dilanjutkan dengan High pass,
koefisien pada bagian ini menunjukan citra tepi dalam arah
horizontal. HL menyatakan bagian yang diperoleh melalui
proses High pass kemudian dilanjutkan dengan Low pass,
koefisien pada bagian ini menunjukan citra tepi dalam arah
vertikal. Dan HH menyatakan proses yang diawai dengan
High pass dan dilanjutkan dengan High pass, koefisien
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 01: Asri Warisma, dkk 70

menunjukan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga
komponen LH, HL, dan HH disebut komponen detil.
Proses diatas disebut dekomposisi, dekomposisi dapat
dilanjutkan kembali dengan citra LL sebagai masukannya
untuk mendapatkan tahap dekomposisi selanjutnya. Gambar
2.2 menunjukkan suatu citra dekomposisi level 1 dan level
2[4].



Gambar 2. Dekomposisi untuk level 1 dan 2

III. METODE PENELITIAN DAN RANCANGAN
SISTEM

A.Metode Penelitian
Pada penelitian ini, proses pengujian dilakukan dengan
menggabungkan citra dari modalitas yang berbeda dengan
menggunakan Software MATLAB 7.10.0 (R2010a) dan
komputer yang digunakan untuk melakukan pengujian
memiliki spesifikasi prosesor intel atom N 450-1.66 GHz,
memori 2 GB, system oprasi windows 7. Adapun tahapan
implementasi dalam penelitian ini sebagai berikut :



(a) (b)
Gambar 3. Diagram alir penelitian (a)Tahap pertama dan
(b)Tahap kedua.


B.Rancangan Sistem

Citra Masukan
Citra masukan merupakan citra hasil keluaran dari
modalitas yang berbeda (singlemodality) yaitu dari alat CT,
MRI dan PET. Dengan jenis gambar JPG dan ukuran piksel
150x150.


(a) (b) (c)

Gambar 4. Citra masukan dari alat (a)CT, (b)MRI, dan
(c)PET[10].

Dekomposisi DWT
Dekomposisi menggunakan keluarga wavelet hear dengan
dekomposisi level 5.



Gambar 5. Proses dekomposisi level 5



Gambar 6. Dekomposisi low pass dan high pass filter pada
wavelet hear.

Proses Penggabungan Citra
Penggabungan citra ini terjadi setelah masing-masing image
didekomposisi dengan DWT. Setelah itu dekomposisi masing-
masing image digabung untuk direkontruksi menggunakan IDWT.



Gambar 7. Proses penggabungan citra



Gambar 8. Rekontruksi low pass dan high pass filter pada wavelet
hear.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 01: Asri Warisma, dkk 71

Proses Triplemodality Imaging
Triplemodality Imaging merupakan gabungan antara
singlemodality dan dauble modality, dimana proses
dilakukan dengan dua tahap penggabungan. Tahap pertama
menggabungkan citra singlemodality dengan singlemodality
yang berbeda dan menghasilkan citra doublemodality. Tahap
kedua menggabungkan citra hasil tahap pertama
(doublemodality) dengan singlemodality yang berbeda dari
tahap pertama, sehingga menghasilkan citra triplemodality.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


(a) (b) (c)

Gambar 9. Hasil doublemodality (a) CT+MRI (b) CT+PET dan
(c) MRI+PET.

Gambar 9 merupakan hasil citra dari gabungan
singlemodality Imaging yang berbeda. Gambar 9 (a)
menunjukan hasil dari gabungan citra CT dan citra MRI
dimana hasil penggabungan memberikan informasi lebih
dari singlemodality sehingga tidak hanya batas tepi saja
yang terlihat jelas melainkan bagian-bagian otak juga
terlihat jelas. Gambar 9 (b) menunjukan hasil dari gabungan
citra CT dan PET dimana hasil penggabungan menunjukan
informasi batas tepi dan sel kanker terlihat jelas. Dan
gambar 9 (c) menunjukan hasil dari gabungan citra MRI dan
PET dimana hasil penggabungan menunjukan informasi
bagian-bagian otak dan sel kanker terlihat jelas.


(a) (b) (c)
Gambar 10. Hasil triplemodality (a) CT-PET+MRI (b) MRI-
PET+CT (c) CT-MRI+PET.

Gambar 10 merupakan hasil citra dari gabungan
doublemodality imaging dengan singlemodality imaging.
Gambar 10 (a) menunjukan hasil dari gabungan citra CT-
PET dan MRI dimana hasil penggabungan memberikan
informasi lebih dari doublemodality tidak hanya batas tepi
dan sel kanker saja melainkan bagian-bagian otak juga
terinformasikan. Gambar 10 (b) menunjukan hasil dari
gabungan citra MRI-PET dan CT dimana hasil
penggabungan memberikan informasi tidak hanya bagian-
bagian otak dan sel kanker saja melainkan batas tepi juga
terinformasikan. Gambar 10 (c) menunjukan hasil dari
gabungan citra CT-MRI dan PET dimana hasil
penggabungan memberikan informasi tidak hanya batas tepi
dan bagian-bagian otak saja melainkan sel kanker juga
terinformasikan.
Jika diperbandingkan gambar 10 (a),(b) dan (c) hasil
Triplemodality Imaging berbeda-beda, kemungkinan
dikarnakan dalam proses penggabungan antara
doublemodality dengan singlemodality, dimana dalam
proses penggabungan singlemodality mendominan hasil
citra, ini dapat dilihat pada gambar 10 (a) informasi bagian-
bagian otak lebih menonjol dibandingkan informasi yang
lainnya, pada gambar 10 (b) informasi batas tepi lebih
menonjol dibandingkan informasi yang lainnya dan pada
gambar 10 (c) informasi sel kanker lebih menonjol
dibandingkan informasi yang lainnya.

V. KESIMPULAN
Dalam penggabungan citra menggunakan transformasi
wavelet, triplemodality yang dihasilkan merupakan
gabungan dari doublemodality dan singlemodality yaitu CT-
PET+MRI, MRI-PET+CT, dan CT-MRI+PET. Ketiga
gabungan tersebut masing-masing memiliki informasi yang
lebih ditonjolkan.

PUSTAKA
[1] Buana Syifaa Abdullah, Penggabungan Citra Menggunakan
Wavelet Frame. Institut Teknologi Bandung, Sekripsi,
Bandung, 2007.
[2] P. Darma, Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, 2010.
[3] Panjares Gonzalo and Manuel de la Curz Jesus, A Wavelet-
based image fusion tutorial, Pattern Recognition, 2004,
pp.1855-1872.
[4] Bryan E. Usevit, A Tutorial on Modern Lossy Wavelet Image
Compression: Foundations of JPEG 2000, IEEE Signal
Processing Magazine, 2001.
[5] Rasad Sajahriar, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI,
2010.
[6] A.W. Yuyun, Kompresi Citra Menggunakan Transformasi
Wavelet.
[7] H, Gunar. Dkk. Identifikasi Citra Sidik Jari Menggunakan
Aliragam Wavelet dan Jarak Euclioen. Semarang: Universitas
Diponogoro.
[8] Gunawan Roby, Simulasi Sinogram Untuk Positron Emission
Tomography (PET) Menggunakan Matlab. Institut Teknologi
Bandung, Skripsi, Bandung 2005.
[9] A, Zulkifli. Dkk. Peran Positron Emission Tomography
dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru. Maj Kedokt
Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007.
[10]website:http://www.auntminnieeurope.com/index.aspx?sec=su
p&sub=mol&pag=dis&ItemID=603660 10 mei 2012.
[11]website:http://www.babehedi.com/2012/03/v-
behaviorurldefaultvmlo_7413.html 10 mei 2012.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 02: Imas Saidah N, dkk 72


PERBANDINGAN METODE HISTEQ DAN ADAPHISTEK
PADA PENINGKATAN KUALITAS CITRA MRI

Imas Saidah Nabil, M. Nurul Subkhi, Yudha Satya Perkasa
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
Cha_ensyu@yahoo.com

Abstrak Image enhacement merupakan salah satu dari perbaikan kualitas citra, yaitu untuk meningkatkan atau
mendapatkan kondisi tertentu pada citra. Proses yang digunakan dengan berbagai macam metode tergantung pada
kondisi yang diharapkan pada citra,seperti intensitas atau derajat keabuan merupakan informasi yang
sangat penting dalam peningkatan kualitas citra. Proses ini dilakukan yaitu untuk memperjelas output
citranya. Adapun metode yang digunakan yaitu metode histeq dan adaphisteq yaitu untuk meningkatkan kualitas
citra dengan menggunakan histogram sebagai penyebaran nilai intensitas pixel dari suatu citra. Citra yang
digunakan pada penelitian ini adalah citra hasil keluaran MRI.

Kata Kunci: image enhacement,intensitas grayscale, histeq, adaphisteq, histogram.

Abstract Image enhacement is one of the improved image quality, which is to improve or obtain certain
conditions on the image. The process used by a variety of methods depends on the conditions expected in the image,
such as the intensity or degree of gray is very important information in the image quality improvement. This process
is done is to clarify the output image. The method used is a method histeq and adaphisteq is to improve image
quality by using the histogram as the spread of pixel intensity values of an image. Imagery used in this study is the
MRI image of the output.

Key Words: image enhacement, grayscale intensity, histeq, adaphisteq, histogram.

I. PENDAHULUAN
Pengolahan citra (image) adalah pemrosesan citra,
khususnya menggunakan komputer, menjadi citra
yang kualitasnya lebih baik. Data atau informasi tidak
hanya disajikan dalam bentuk data teks tetapi juga
dapat berupa gambar, audio, dan video. Informasi pada
saat ini sangat penting dan sangat diperlukan, begitu
pula informasi yang terdapat pada sebuah citra.
Citra mempunyai karakteristik yang tidak
dimiliki data teks yaitu citra kaya dengan informasi,
namun seringkali citra yang kita miliki mengalami
penurunan mutu.
[1]
Oleh sebab itu, perbaikan citra
dibutuhkan, dengan meningkatkan kualitas suatu citra
dapat lebih mudah diinterpretasikan oleh mata
manusia.
[2]

Peningkatan kualitas citra dilakukan agar citra
dapat ditampilkan secara lebih baik dan bisa dianalisis
secara lebih teliti. Perbaikan citra tidak meningkatkan
kandungan informasi dari citra tersebut, melainkan
memperlebar jangkauan dinamik dari suatu fitur
(feature) sehingga bisa dideteksi atau diamati dengan
lebih mudah dan tepat.
Proses image enhancement ini dilakukan dengan
menggunakan metode histeq dan adaphisteq.


Kedua metode tersebut merupakan suatu proses
untuk peningkatan kualitas citra (image enhancement)
dengan menggunakan histogram sebagai penyebaran
nilai intensitas pixel dari suatu citra.
Dalam sebuah citra, intensitas atau tingkat
kecerahan atau derajat keabuan merupakan informasi
yang sangat penting dalam peningkatan kualitas
citra.
[3]


A. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana teknik peningkatan kualitas kontras pada
citra

B. BATASAN MASALAH
Penelitian ini diarahkan pada:
1. Penelitian ini hanya diterapkan pada citra MRI
2. Diterapkan pada metode histeq dan metode
adaphisteq
3. Implementasi menggunakan MATLAB 7.1

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk meningkatkan fitur tertentu pada citra
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 02: Imas Saidah N, dkk 73


2. Untuk memberikan input yang lebih baik untuk
teknik pemrosesan citra yang lain

II. LANDASAN TEORI
Peningkatan kualitas citra dilakukan untuk
memperoleh keindahan citra yang akan digunakan
untuk kepetingan analisis citra.
A. Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra menjadi citra
yang kualitansnya lebih baik, tujuannya agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer).
Misal suatu gambar yang kita dapatkan terlalu gelap
maka dengan image processing gambar tersebut bisa
kita proses sehingga mendapat gambar yang jelas.
Beberapa contoh operasi pengolahan citra adalah
pengubahan kontras citra, penghilangan derau dengan
operasi penapisan (filtering), grayscale, penajaman
(sharpening), dan sebagainya.
[4,5]

B. Proses image enhancement
Perbaikan kualitas citra (image enhancement)
merupakan salah satu proses awal dalam pengolahan
citra. Perbaikan kualitas citra diperlukan karena
seringkali citra yang dijadikan objek mempunyai
kualitas yang buruk. Image enhancement juga
melibatkan level keabuan dan intensitas, pengurangan
derau, pemfilteran, penajaman dan lain sebagainya.
[2,6]

Adapun proses yang dilakukan pada image
enhancement yaitu sebagai berikut:
- Intensitas
Proses ini dilakukan untuk meningkatkan
kecerahan pada citra, agar memiliki intensitas yang
berbeda dengan intensitas awal.
- Grayscale
Proses grayscale digunakan untuk mengubah
gambar berwarna menjadi skala keabuan dengan
mengubah setiap komponen RGB gambar menjadi
bernilai sama.
C. Metode Histeq
Metode histeq merupakan persamaan metode
histogram equalization yang mengimplementasikan
pada sebuah citra digital dimana distribusi
histogramnya akan lebih menyebar. Peluang
kemunculan r
k
didekatkan dengan


Secara matematis persamaan histogram ekualisasi:



D. Metode Adaphisteq
Metode adaphisteq merupakan metode histogram
ekualisasi adaptif yang digunakan untuk mendapatkan
citra dengan kontras yang baik namun tidak akan
merusak kualitas citra secara keseluruhan.


IV. METODE PENELITIAN
Proses peningkatan kualitas citra merupakan salah
satu proses awal dalam pengolahan citra.
Metode image enhancement dilakukan dengan
menggunakan MATLAB 7.1. Dalam penelitian ini
citra yang digunakan adalah citra hasil keluaran MRI
otak. Kemudian citra tersebut disimpan dalam file tif
dalam format RGB. Proses diagram peningkatan
kualitas citra (image enhancement) secara garis besar.

























Gambar 1. Diagram alir proses image enhancement

Input citra MRI merupakan citra masukan. Proses
image enhancement ini merupakan proses awal
pengolahan citra dalam melakukan intensitas grayscale
dan lain sebagainya. Proses image enhancement
tersebut terbagi menjadi tiga metode. Imadjust tersebut
merupakan basic tools dari image processing toolbox
yang disediakan oleh MATLAB untuk intensitas
grayscale. Histeq dan adaphisteq merupakan proses
pemerataan dengan teknik histogram sebagai
perbandingan hasil akhir.






Input cintra
MRI
imadjust
Histeq
Adaphiste
q
Output
Proses image
enhancement
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 02: Imas Saidah N, dkk 74





V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 2. Gambar original

Gambar 3. Hasil imadjust

Gambar 4. Hasil histeq

Gambar 5. Hasil adaphisteq


Gambar 6. Hasil histogram histeq


Gambar 7. Hasil histogram adaphisteq

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data
menggunakan pemograman MATLAB 7.1. Gambar 2
merupakan citra original MRI sebelum dilakukan
proses image enhancement.
Gambar 3 menunjukan citra output dari nilai
intensitas grayscalenya lebih terang dibandingkan
dengan citra input.
Gambar 4 dan gambar 6 menghasilkan citra yang
memiliki nilai intensitas grayscale rendah karena
Original
Imadjust
Histeq
Adapthisteq
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
mri.tif
0 50 100 150 200 250
0
100
200
300
400
500
600
700
mri.tif
0 50 100 150 200 250
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 02: Imas Saidah N, dkk 75


kurangnya pencahayaan,sehingga citra ini memiliki
kurva histogram yang sempit (tepi paling kanan
berdekatan dengan tepi paling kiri). Akibatnya
intensitas gelap tidak merata.
Sedangkan citra yang dihasilkan dari gambar 5
dan gambar 7 menunjukan bahwa hasil citranya itu
memiliki intensitas grayscale tinggi dan menghasilkan
kurva histogram yang lebar pula. Sehingga sebaran
intensitas terang dan gelap merata keseluruh skala
intensitas.

VI. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang didapat menunjukan
bahwa peningkatan kualitas citra yang dihasilkan dari
histeq, histogram dari citra outputnya kurang cocok
dengan histrogram yang dtentukan dan beda lagi
dengan citra yang dihasilkan dari metode adaphisteq,
histogram yang dihasilkannya itu lebih merata
(intensitas grayscale lebih merata).
Histogram citra menyatakan frekuensi
kemunculan berbagai derajat keabuan dalam citra.
Teknik pemodelan histogram mengubah citra hingga
memiliki histogram sesuai keinginan.
Peningkatan kontras dapat dibatasi untuk
menghindari kebisingan yang mungkin hadir dalam
citra.

PUSTAKA
[1] Andriani evi. Pengolahan citra. Medan: 2010
[2] Teja max. image enhancement. 2010
[3] Departmen Teknik Elektro, Modul Praktikum
Pengolahan Citra dan Pengenalan Pola, Institut
Teknologi Bandung.
[4] Marvin Ch. Wijaya & Agus Prijono. Pengolahan
Citra Digital Menggunakan Matlab. Informatika
Bandung:2007.
[5] Leksono bowo. Aplikasi metode template
matching. Fakultas Teknik univesitas diponegoro.
[6] Gonzalez, C. Rafael, Woods, E. Richard and
eddins, L. Steven, Digital Imaging processing
Using Matlab, Pearson Education.




PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 03: Eip Siti Saptariyah, dkk 76

Pemugaran Citra (Image Restoration) pada Citra Mammografi dengan
Metode Akuisisi Deblurring dengan Wiener Filter dan Gaussian Filter

Eip Siti Septariyah, M. Nurul Subkhi, Yudha Satya Perkasa
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
iangzhyka@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang pemugaran atau restorasi terhadap citra mammografi berbasis pengolahan citra
digital.
[3]
Metode restorasi ini terdiri dari akuisisi deblurring dengan wiener filter dan Gaussian filter. Operasi pemugaran
citra merupakan proses merekonstruksi atau mendapatkan kembali citra asli dari sebuah citra yang cacat atau terdegradasi
agar dapat menyerupai citra aslinya. Operasi pemugaran citra diantaranya penghilangan kesamaran (deblurring),
penghilangan derau (noise).Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan antara original
image dengan blurred image.

Kata kunci: Pengolahan citra digital, restorasi, deblurring, noise.

Abstract: This experiment we are studying abouv the pemugaran or restoration of image mammographic and than based of
processing digital image.
[3]
This restoration method consists of the acquisition of deblurring with
wiener filter and Gaussian filter. Operation of the image restoration is the process of reconstructing the original image or take
after original image from a defective or degraded to resemble the original image. Operations such as removal
of vagueness image restoration (deblurring), removal of noise (noise). The results showed differences between
the original image with Blurred image.

Key words: Processing digital image, restoration, deblurring, noise.

I. PENDAHULUAN
Informasi mengenai perubahan-perubahan kecil antar
pengujian radiografi yang seringkali susah untuk dideteksi
dengan mata manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengolahan citra agar diperoleh kualitas citra yang lebih
baik.
Pengolahan citra merupakan proses peningkatan mutu
citra yang meliputi proses perbaikan kualitas citra untuk
kepentingan analisis citra dari segala gangguan pada waktu
pengambilan gambar. Perbaikan kualitas citra melipiti
manipulasi tingkat keabuan dan tingkat kecerahan,
pengurangan noise, filtering, interpolasi dan lain-lain.
Mammografi merupakan alat radiologi yang
difungsikan untuk mengetahui keberadaan tumor atau
benda asing yang ada di jaringan mammae. Hasil keluaran
pesawat mammografi yaitu berupa citra mammogram.
Pada penelitian ini telah dilakukan pengolahan data
dengan metode pemugaran (restoration) terhadap citra
mammografi.
Pada penelitian ini akan dilakukan proses pengolahan
citra dengan operasi pemugaran menggunakan metode
akuisisi deblurring dengan Wiener Filter dan metode
penambahan citra dengan Gaussian Filter.
Pemugaran dilakukan terhadap citra mammagrafi ini
dikarenakan citra tersebut memiliki cacat.
Pada umumnya citra yang tertangkap oleh alat-alat
optik seperti mata, kamera, dan sebagainya merupakan citra
yang sudah mengalami degradasi. Jika f(x,y) adalah citra
asli dan g(x,y) adalah citra terdegradasi, maka g(x,y) adalah
perkalian f(x,y) dengan operator distorsi H ditambah dengan
noise aditif n(x, y):

( ) ( ) ( ) y x n y x Hf y x g , , , + = (1)

Citra yang terdegradasi adalah citra yang mendapat
gangguan dari sinyal adaftif yang timbul dari proses
akuisisi citra. Sinyal adaftif ini yang disebut dengan noise.
Penyebab dari degradasi ini antara lain adalah karena
sensor tidak fokus, adanya pergerakan dari objek yang
diamati, derau (termal) pada sensor elektronik, turbulensi
atmosfer dalam remote sensing / pengamatan benda langit
dng teleskop, dan lain lain. Agar citra dapat disajikan
dengan lebih baik kepada pengguna, perlu adanya proses
pemulihan citra.
Pemulihan citra adalah proses memperoleh kembali
citra asal dari citra ter-degradasi dengan memanfaatkan
pengetahuan proses terjadinya degradasi. Proses pemulihan
ini memerlukan kriteria kualitas yang ingin dicapai
(optimalitas). Pada bab terdahulu, kita telah membahas
masalah perbaikan citra yang berbeda dengan pemulihan
citra karena perbaikan citra lebih banyak berhubungan
dengan aksentuasi dari fitur tertentu dalam citra dan lebih
bersifat heuristik.
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini
diantaranya peng-input-an citra, akuisisi deblurring dengan
wiener filter dan Gaussian filtering.
Operasi pemugaran citra memiliki tujuan untuk
menghilangkan atau meminimumkan cacat pada citra. Baik
itu berupa noise maupun blur. Dari proses operasi ini, citra
yang terdegradasi dianalisis sehingga citra bisa digunakan
untuk proses pengolahan citra lebih lanjut.
II. DASAR TEORI
2.1 Pengolahan Citra
Pengolahan Citra adalah memanipulasi dan analisis
suatu informasi gambar oleh komputer. Informasi gambar
di sini adalah gambar visual dalam dua dimensi. Segala
operasi untuk memperbaiki, analisis atau mengubah suatu
gambar disebut pengolahan citra. Tujuan dari pengolahan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 03: Eip Siti Saptariyah, dkk 77

citra adalah memperbaiki informasi pada gambar sehingga
mudah terbaca atau memperbaiki kualitas dari gambar itu
sendiri.
Pengolahan citra atau image processing merujuk
kepada pengolahan citra dengan menggunakan komputer.
Contoh operasi pemrosesan citra : mengubah ukuran citra,
menghitung histogram dari suatu citra, mengubah tingkat
kecerahan, komposisi (menggabungkan dua citra atau
lebih), dan lain-lain.
[1]
Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan
citra banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi
pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa
jenis sebagai berikut:
a. Perbaikan kualitas citra (image enhancement)
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas
citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra.
Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam
citra lebih ditonjolkan. Pemberian warna semu
(pseudocoloring).
b. Pemugaran Citra (Image Restoration)
Operasi ini bertujuan menghilangkan atau
meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra
hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada
pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.
Contoh-contoh operasi pemugaran citra:
- Penghilangan kesamaran (deblurring)
- Penghilangan derau (noise)
c. Pemampatan Citra (Image Compression)
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat
direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak
sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah
citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai
kualitas gambar yang bagus.
d. Segmentasi Citra (Image Segmentation)
Jenis operasi ini bertujuan memecah suatu citra ke
dalam beberapa segmen dengan kriteria tertentu. Jenis
operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
e. Analisis Citra (Image Analysis)
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran
kuantitatif dari suatu citra untuk menghasilkan
deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu dari suatu citra yang membantuk dalam proses
identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala
diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari
sekelilingnya.
f. Rekonstruksi Citra (Image Reconstruction)
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang
objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi
rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.
Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan
untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.
Pemugaran citra merupakan proses merekonstruksi
atau mendapatkan kembali citra asli dari sebuah citra yang
cacat atau terdegradasi agar dapat menyerupai citra aslinya.
Pemugaran citra berkaitan dengan penghilang atau
pengurangan degradasi pada citra yang terjadi karena
proses akusisi. Citra degradasi yang dimaksud termasuk
derau (yang merupakan error dalam nilai piksl) atau efek
optik misalnya blur (citra kabur) akibat kamera yang tidak
fokus atau karena gerakan kamera.
2.2 Pemugaran Citra
Operasi pemugaran citra bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimumkan cacat pada citra.
Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi
perbaikan citra. Bedannya, pada pemugaran citra penyebab
degradasi gambar dapat diketahui.
[2]

Pemugaran citra merupakan proses merekonstruksi
atau mendapatkan kembali citra asli dari sebuah citra yang
cacat atau terdegradasi agar dapat menyerupai citra aslinya.
Pemugaran citra berkaitan dengan penghilang atau
pengurangan degradasi pada citra yang terjadi karena
proses akusisi. Citra degradasi yang dimaksud termasuk
derau (yang merupakan error dalam nilai piksel) atau efek
optik misalnya blur (citra kabur) akibat kamera yang tidak
fokus atau karena gerakan kamera.
Operasi pemugaran citra:
a. Penghilangan kesamaran (deblurring)
Citra masukan adalah citra yang tampak kabur (blur).
Kekaburan gambar mungkin disebabkan pengaturan fokus
lensa yang tidak tepat atau kamera bergoyang pada
pengambilan. Melalui operasi deblurring, kualitas citra
masukan dapat diperbaiki sehingga tampak lebih baik.

( ) ( ) ( ) y x h y x f y x g , * , , = (2)

misalnya proses blurring menggunakan filter average
dengan f(x,y) adalah citra asli, * menyatakan operasi
spatial, h (x,y) menyatakan filter yang digunakan, dan
g(x,y) adalah citra yang terdegradasi.

b. Penghilangan derau (noise)
Sumber utama terjadinya noise di gambar digital
timbul selama pengambilan gambar atau transmisi. Kinerja
sensor gambar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kondisi lingkungan selama akuisisi gambar, dan kualitas
elemen sensornya sendiri.

( ) ( ) ( ) ( ) y x n y x h y x f y x g , , * , , + = (3)

dengan n(x,y) adalah derau yang dimodelkan sebagai fungsi
aditif (random errors).
Derau dapat didefinisikan sebagai degradasi dalam
sinyal citra, yang disebabkan oleh gangguan eksternal. Jika
citra ditransmisikan secara elektronis dari satu tempat ke
tempat yang lain (via satelit atau transmisi kabel/nirkabel),
maka dapat terjadi eror dalam sinyal citra yang diterima.
Eror akan tampak pada citra yang diterima bergantung pada
gangguan yang terjadi.
Gambar dapat menjadi rusak selama transmisi karena
gangguan dalam sambungan yang digunakan untuk
transmisi.
Derau yang dialami oleh citra diasumsikan
takberkorelasi untuk piksel yang berlainan.
Sifat-sifat noise ditunjukkan oleh parameter-parameter
yang mendefinisikan karakteristik spasial dari noise, dan
apakah kemunculan noise berkaitan dengan citra atau tidak.
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa noise bersifat tidak
tergantung pada koordinat spasial, dan tidak ada korelasi
antara nilai piksel dengan nilai komponen noise. Pada
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 03: Eip Siti Saptariyah, dkk 78

domain frekuensi, sifat-sifat noise ditunjukkan oleh
komponen frekuensi pada hasil transformasi Fourier.
Untuk melakukan pemulihan suatu citra yang
terpengaruh derau, kita perlu tahu jenis derau yang
mempengaruhinya. Jika tidak ada, derau dapat di-estimasi
dari histogram sebagian dari citra.

III. METODE PENELITIAN
Pengolahan citra digital untuk menghilangkan
kesamaran pada citra yang memiliki kualitas buruk (cacat)
yaitu dengan metode pemugaran atau restorasi.
[2]
Metode
pemugaran atau restorasi dilakukan dengan menggunakan
MATLAB 7.1. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
diantaranya:
- Akuisisi deblurring menggunakan wiener filter
Teknik pemulihan dengan metode akuisisi debbluring
wiener filter didasarkan pada statistic (mean dan variasi)
dari citra dan derau.
- Gaussian Filtering
Filtering merupakan suatu proses dimana diambil
sebagian sinyal dari frekuensi tertentu dan membuang
sinyal pada frekuensi lain.
Pada metode ini citra input diberikan noise kemudian
dilakukan operasi restorasi. Hasil dari operasi restorasi
tersebut dibandingkan dengan hasil restorasi menggunakan
metode sebelumnya.

( )
2
2 2
1
,
s
y x
e
s
y x H
+
= (4)

Dimana s merupakan lebar dari fungsi Gaussian yang
digunakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 1. Akuisisi deblurring dengan wiener filter

Gambar 2. Gaussian Filtering

4.2 Pembahasan
Teknik pemulihan dengan metode akuisisi debbluring
wiener filter didasarkan pada statistic (mean dan variasi)
dari citra dan derau.
Pada metode akuisisi deblurring menggunakan
wiener filter terlihat ada perbedaan antara
original image dengan blurred image yaitu pada
blurred image terdapat bayangan dibandingkan
image aslinya hal i ni menunjukan terdapat cacat
pada image yang diolah. Dan hasil dari image
restoration lebih tidak jelas hal ini menunjukan
adanya bayangan dari proses pemisahan citra asli
dari cacatnya..
Filtering merupakan suatu proses dimana diambil
sebagian sinyal dari frekuensi tertentu dan membuang
sinyal pada frekuensi lain.
Sedangkan untuk metode Gaussian filtering
juga terdapat perbedaan antara original image
dengan blurred image. Akan tetapi untuk proses
restoration citra tersebut gagal karena memiliki
noise yang sangat banyak.

V. SIMPULAN
Operasi pemugaran citra bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimumkan cacat pada citra.
Pemugaran citra merupakan proses merekonstruksi atau
mendapatkan kembali citra asli dari sebuah citra yang cacat
atau terdegradasi agar dapat menyerupai citra aslinya.
Pemugaran citra berkaitan dengan penghilang atau
pengurangan degradasi pada citra yang terjadi karena
proses akusisi
Pada penelitian ini penulis membahas mengenai
pengolahan citra menggunakan pemugaran citra
(restoration image) dengan citra input-an berupa citra
mammografi yang cacat. Proses pemugaran pada citra yang
tidak memiliki noise berhasil sedangkan untuk citra dengan
noise yang banyak tidak.
Pada percobaan pertama terdapat bayangan
dibandingkan image aslinya hal ini menunj ukan
terdapat cacat pada image yang diolah.
Sedangkan untuk metode Gaussian filtering
juga terdapat perbedaan antara original image
dengan blurred image. Akan tetapi untuk proses
restoration citra tersebut gagal karena memiliki
noise yang sangat banyak.

PUSTAKA
[1] Arief Maward, dkk. Pemantauan Aras Ketinggian
Cairan Menggunakan Webcam Dengan Pengolahan
Citra Digital Berbasis Client-Server. Teknik Elektro
UNDIP.
[2] http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/chapter_ii/06560018
-achmad-agus-nasihuddin.ps
[3] http://www.ukrida.ac.id/jkunukr/s1/tinf/2006/jkunuk
r-ns-s1-2006-412002016-525-citra-chapter2.pdf.
[4] Saparudin,. dkk. 2010. Identifikasi Kelainan Jantung
Menggunakan Pola Citra Digital
Electrocardiogram. Fakultas Ilmu Komputer:
Universitas Sriwijaya.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 04: Dede Hasanah, dkk 79


Rekonstruksi Tiga Dimensi Struktur Tulang Pada Citra CT
Menggunakan Geodesic Active Contour

Dede Hasanah, Yudha Satya Perkasa, M. Nurul Subkhi
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
lutfia_hana@yahoo.com

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dimensi umum tulang dengan melakukan segmentasi citra untuk
mendapatkan standar tulang orang Indonesia. Masukan proses segmentasi ini adalah citra medis yang berasal dari CT
(Computed Tomography), karena struktur tulang yang terlihat pada citra CT lebih jelas. Metode segmentasi yang dipilih
adalah metode berbasis kontur yaitu Geodesic Active Contour.

Kata kunci: : Segmentasi, Geodesic Active Contour

Abstract This study aims to obtain the general dimensions of the bone by performing image segmentation to obtain the
standar bone Indonesia. Enter the process of medical image segmentation is derivered from CT (Computed Tomography),
because the bone structure seen in the CT image clearly. Segmentation mehod chosen is the contour-based methode is
Geodesic Active Contour.

Key words: Segmentasi, Geodesic Active Contour
I. PENDAHULUAN
Desain optimal bone plate dan simulasi kekuatan bone
plate local sangat membutuhkan adanya citra tiga dimensi
tulang orang Indonesia. Untuk mendapatkan data tiga
dimensi tulang salah satunya dengan melakukan segmentasi
tiga dimensi pada citra CT. Hal ini dikarenakan struktur
tulang yang terlihat pada citra CT lebih jelas. ,metode yang
dipilih adalah metode dengan menggunakan metode
Geodesic Active Contour.

II. LANDASAN TEORI
Segmentasi merupakan proses mempartisi citra
menjadi beberapa daerah atau objek [1]. Segmentasi citra
pada umumnya berdasar pada sifat discontinuity atau
similarity dari intensitas pixel.
Geodesic active contour merupakan pengembangan
segmentasi berbasis level set fast marching. Level set ialah
suatu metode untuk mendeteksi kurva yang bergerak (active
contour) [2]. Dimana persamaan level set nya adalah

(1)

Dimana x adalah suatu posisi, t adalah waktu, dan d
adalah jarak dari x terhadap kurva inisialisasi (distance).
Kurva inisialisasi berupa sebuah lingkaran dengan titik pusat
dan jari-jari tertentu. Posisi x menentukan tanda dari d,
tanda d diberi nilai positif bila x menjauh titik pusat kurva
inisailisasi atau diluar kurva, sebaliknya tanda d diberi nilai
negative bila x mendekati titik pusat kurva atau didalam
kurva inisialisasi.

Gambar 1. Daerah distance

Gambar 2. Fungsi level set

Secara fungsional, energi pada active contour tersebut
terdiri dari dua komponen energy yang biasa diformulasikan
sebagai berikut :

(2)

Sedangkan Fast Marching melakukan propagasi
menyebar/maju (front propagation) dari sebuah titik sebagai
starting vertex ke segala arah yang mungkin. Setiap
bergerak maju algoritma ini selalu menghitung dan
menyimpan nilai jarak suatu titik terhadap titik awal
(starting vertex). Nilai jarak tadi disimpan sebagai properti
dari titik tersebut. Tiap titik diproses, semakin jauh titk
tersebut nilai jaraknya semakin besar [3].



Gambar 3. Level set Fast Marching

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MED 04: Dede Hasanah, dkk 80


Geodesic active contour melakukan perhitungan jarak
geodesic yang melalui permukaan yang menghubungkan
arah titik.
III. METODE PENELITIAN
Untuk Proses segmentasi memerlukan beberapa tahapan
untuk mencapai hasil yang maksimal. Desain tahapan
segmentasi ini meliputi pembacaan citra CT (DICOM) dari
le satu set citra CT, penyusunan slice DICOM menjadi
volumetrik, segmentasi tulang, ITK-VTK importer,
visualisasi(VTK) dan output berupa le *.vtk atau *.stl.
Untuk segmentasi dipilih metode Geodesic Active Contour.
Perangkat Lunak yang digunakan memakai ITK versi 2.4
untuk VTK dengan versi 5.2 dan QT 3,serta berjalan pada
operating system windows.
Berikut adalah algoritma dalam proses segmentasi
menggunakan metode Geodesic Active Contour :



Gambar 4. Metode segmentasi tulang pada citra

IV. HASIL PEMBAHASAN
Adapun hasil perkiraan output yang akan di dapat adalah
sebagai berikut :





Gambar 5. Geodesic Active Contour

Tabel 1. Hasil segmentasi

No Seed
index
Distc Alpha Sigma Prop Out Time
(s)
1 [261,2
76]
5 -3 1.5 0.5 Gbr
(a)
6.21
2 [261,2
76]
5 -0.3 1.3 1 Gbr
(b)
7.35
3 [261,2
76]
1 -1 1.3 0.7 Gbr
(c)
9.65


Untuk percobaan pertama ini dilakukan inisialisasi kontur
pada [249,279]. Gambar A adalah hasil dari gradient
magnitude citra, gambar B adalah sigmold citra, sedangkan
gambar C adalah hasil segmentasi. Parameter pada tabel
nomor 1.
Untuk konvergenitas kurva dipengaruhi oleh jumlah
iterasi yang ditetapkan user. Kurva dianggap konvergen dan
berhenti. Jika sudah mencapai iterasi yang ditetapkan oleh
user. Untuk mencegah kebocoran dari obyek maka kurva
akan berhenti sebelum zero of set (Level Set Fungtion).

V. KESIMPULAN
Hasil segmentasi dengan menggunakan metode
Geodesic Active Contour lebih smoot dibandingkan dengan
menggunakan metode segmentasi lain.
Penentuan parameter Segmentasi menggunakan
Geodesic Active Contour sangat mempengaruhi
keberhasilan segmentasi..

PUSTAKA
[1] Nugraha, I Ketut Eddy P, Diah Puspito Wulandari,
Segmentasi Tiga Dimensi Struktur Tulang Citra CT
Menggunakan Metode Berbasis Kontur, Skripsi, ITS, 201
[2] Nurpadmi, I Ketut Eddy P., Mochamad Hariadi.,
Segmentasi Tulang Pada Citra CT Menggunakan
Active Contour, Thesis, ITS, 2009.
[3] Agung Alfiansyah., Perbaikan Metoda Segmentasi
Sumsum Tulang Belakang Berbasis Kontur Aktif
dengan Integrasi Operator Seleksi Kontras Lokal,
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika, 2008

FILE
DICOM
Pembacaa
n file
DICOM
(ITK)
Segmenta
si tulang
ITK : eksporter
VTK : importer
Visualisas
i (VTK)
Output
*VTK/*IT
K
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 05: Fuzie Hadianty Sundari, dkk 81

Segmentasi Citra Mamografi Menggunakan Transformasi Watershed
Dengan Filter Sobel sebagai Preprocessing

Fuzie Hadianty Sundari H, M. Nurul Subkhi, Yudha Satya Perkasa
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung
Zhyanti_1403@yahoo.com

Abstrak Makalah ini membahas tentang segmentasi citra mamografi menggunakan metode tansformasi watershed dan filter
sobel sebagai preprocessing. Segmetasi merupakan langkah pertama dan menjadi kunci yang penting dalam suatu pengenalan
objek (object recognition). Metode transformasi watershed adalah salah satu metode dalam segmentasi yang memproses citra
berdasarkan tingkat warna abu-abunya, pada metode ini citra dipandang sebagai bentuk topografi dengan warna gelap
menjadi dasarnya. Tetapi metode ini mempunyai satu kelemahan yaitu segmentasi yang berlebih sehingga harus melakukan
proses filter yaitu salah satunya menggunakan filter sobel.Tujuan dari metode watershed ini adalah mencari garis watershed.
Adapun citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra mamografi

Kata kunci: : Citra mamografi, filter sobel, metode transformasi watershed.

Abstract This paper discusses the mammography image segmentation using watershed and tansformasi sobel filter as a
preprocessing. Segmetasi is the first step and become a vital key in an object recognition (object recognitio). Watershed
transformation method is one method of processing image segmentation based on the level of gray color, in this method is seen
as a form of topographic image with a dark color it is based. But this method has one drawback, namely the excessive
segmentation that must process the filter using a filter sobel.Tujuan one of the watershed method is to find watershed line. The
imagery used in this study is the image of the mammogram.
Key words: Mamography image, sobel filter, watershed transformation method.

I. PENDAHULUAN
Citra (image), merupakan istilah lain untuk gambar.
Sebagai salah satu komponen multimedia, citra memegang
peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual.
Pemrosesan citra memerlukan satu proses pre processing
yang selanjutnya akan digunakan untuk proses yang lain.
Proses tersebut adalah segmentasi. Segmentasi citra
merupakan suatu teknik pengelompokkan (clustering) untuk
citra. Dengan kata lain, merupakan suatu proses pembagian
citra ke dalam wilayah (region) yang mempunyai kesamaan
fitur. Ada banyak metode yang termasuk dalam segmentasi
segmentasi salah satunya adalah metode transformasi
watershed.
Transformasi watershed merupakan salah satu metode
yang memproses citra berdasarkan tingkat keabuannya, dan
metode ini cukup baik untuk mendapatkan suatu objek hasil
segmentasi[3].
Tetapai metode ini mempunya satu kelemahan yaitu
adanya segmentasi yang berlebihan, maka dari itu sebelum
melakukan metode transformasi watershed perlu dilakukan
suatu pre processing dan salah satu teknik yang digunakan
untuk pengurangan noise tersebut adalah filter sobel.
Pada penelitian ini dilakukan segmentasi citra
mamografi menggunakan transformasi watershed dengan
filter sobel sebagai preprocessing yaitu untuk menghasilkan
segmentasi citra yang tidak berlebih sehingga kualitas citra
menjadi lebih baik. Dan untuk mencari garis watershed pada
citra mamografi.
II. LANDASAN TEORI
A. Citra
Citra merupakan istilah lain untuk gambar sebagai salah
satu komponen multimedia yang memegang peranan yang
sangat penting sebagai bentuk informasi visual[2].
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya
dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang
kualitasnya lebih baik. Terdapat empat macam tipe citra
antara lain citra ber-indeks, citra RGB, citra intensitas dan
citra biner[4].
B. Preprocessing
Preprocessing adalah proses memproses sebuah
masukan menjadi sebuah keluaran yang akan menjadi
masukan bagi proses lain atau proses selanjutnya. Pada
penelitian ini proses preprocessing meliputi proses-proses
sebagai berikut[5]:
- Grayscale
Proses grayscale mengubah gambar berwarna menjadi
abu-abu dengan mengubah setiap komponen RGB gambar
menjadi bernilai sama.
- Filter Sobel
Metode sobel merupakan pengembangan metode Robert
dengan mengunakan filter HPF yang diberi satu angka
nol penyangga.
C. Segmentasi Citra
Proses segmentasi merupakan suatu proses untuk
memisahkan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Salah
satu metode segmentasi adalah transformasi watershed,
yaitu metode segmentasi yang memproses citra berdasarkan
tingkat warna abu-abunya (grayscale).


Tujuan segmentasi ini adalah mencari garis watershed.
Citra dibentuk seakan-akan bentuk topography, dengan
warna gelap menjadi dasarnya. Didalam proses segmentasi
penetuan garis watershed merupakan tahapan yang sangat
penting seperti yang terlihat pada gambar ini:

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 05: Fuzie Hadianty Sundari, dkk 82



Gambar 1.Konsep transformasi watershed

Sebelum segmentasi dilakukan preprocessing.
Segmentasi dengan metode transformasi watershed ini
menghasilkan citra yang lebih baik jika kita dapat
mengidentifikasi pada latar depan dan belakang obyek.
Fungsi yang digunakan sebagai mask edge adalah
metode sobel, imfilter dan beberapa aritmatika sederhana
untuk menghitung gradient magnitude. Gradient akan
memberikan tanda yang lebih jelas pada daerah perbatasan
obyek dan menurunkan daerah dalam obyek.
Jenis-jenis fungsi yang ada adalah average,
disk,Gaussian,laplacian,log,motion,prewit,sobel,unsharp.[1]

III. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini diperlukan suatu perencanaan proses
dalam membuat proses tahapan mengolah citra sehingga
tujuan akhir program yang diinginkan aka tercapai. Pada
gambar dibawah ini menunjukan proses yang terjadi pada
program yang dibuat secara garis besar sebagai berikut:


Gambar 2. Diagram alir proses transformasi watershed

Input citra merupakan citra yang akan disegmentasi.
Preprocessing merupakan proses awal pengolahan citra.
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan
konversi citra menjadi format grayscale dan melakukan
proses filtering menggunakan filter sobel untuk mengurangi
noise. Transformasi watershed merupakan metode yang
akan dipakai dalam melakukan proses segmentasi citra
inputan. Citra Hasil Segmentasi merupakan hasil dari
operasi segmentasi citra menggunakan watershed.
Segmentasi menggunakan metode transformasi
watershed mengahasilkan gambar yang lebih baik jika kita
dapat megidentifikasi atau memberi tanda/mark bagian
foreground dan background obyek.[1]
Marker-controlled watershed mengikuti prosedur
berikut:
1. Melakukan fungsi segmentasi, yaitu melakukan obyek
segmentasi pada daerah gelap citra,
2. Melakukan foreground marker menghubungkan setiap
blobs piksel obyek,
3. Melakukan background marker, piksel yang tidak
menjadi bagian piksel obyek,
4. Memodifikasi fungsi segmentasi sehingga
meminimalkan lokasi marker daerah foreground dan
background,
5. Melakukan segmentasi transformasi watershed.
Adapun langkah-langkah untuk preprocessing adalah:




















Gambar 3. Diagram Alir Proses preprocessing

IV. HASIL PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini citra yang digunakan adalah citra
mamografi yang diperoleh dari internet, kemudian disimpan
dalam file jpg dalam format RGB.



Gambar 4. Citra Mamografi
Adapun data tersebut mempunyai informasi file
sebagai berikut:

Dimensions: 220x161
Width: 220 pixel
height:161pixel
horizontal resolution: 100dpi
vertical resolution:100dpi
Bit depth:24
Mulai
imput
citra
Prepocessing
metode
watershed
citra hasil
segmentasi
Selesai
mulai
Input citra
Proses
grayscale
Proses filter sobel
selesai
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MED 05: Fuzie Hadianty Sundari, dkk 83


Dari informasi diatas, diketahui bahwa file gambar
dalam format RGB, sedangkan untuk proses analisa edge
diperlukan batas antara dua daerah yang memiliki graylevel
yang berbeda. Sehingga diperlukan perubahan format dari
RGB menjadi citra abu atau grayscale yang merupakan
salah satu dari proses preprocessing. dengan perintah
rgb2gray. Sehingga diperoleh gambar sebagai berikut:

Gambar 5. Citra abu (grayscale)

Setelah dilakukan grayscale atau proses pengabuan
maka citra tersebut dilakukan proses pemfilteran dengan
menggunakan filter sobel untuk mengurai nois, karena
metode transformasi watershed ini mempunyai kelemahan
yaitu segmentasi yang berlebih. Sehingga diperoleh gambar
sebagai berikut :


Gambar 6. Citra yang sudah difilter

Setelah dilakukan tahap preprocessing yaitu proses
grayscale dan filter sobel, maka diperoleh citra hasil
segmentasi watershed seperti gambar dibawah ini:


Gambar 7. Garis watershed

Gambar 8. Citra hasil transformasi watershed

Gambar diatas diperoleh setelah sebuah citra
mengalami transformasi watershed, dimana dalam gambar
tersebut dapat terlihat bahwa obyek yang memiliki derajat
keabuan yang yang sama dan menjadi sebuah daerah yang
sama maka dibatasi oleh suatu dam atau garis watershed.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa, metode segmentasi
transformasi watershed dan filter sobel sebagai
preprocessing memperoleh hasil segmentasi yang baik, dan
garis watershed untuk membatasi sebuah daerah yang
memiliki tingkat keabuan yang sama dapat terlihat pada
citra tersebut.

PUSTAKA
[1] Enny Itje sela, Agus harjoko. 2011. Deteksi dan Identifikasi
Obyek Abnormal. UPN Veteran. Yogyakarta
[2] Marvin Ch, Wijaya. November 2007. Pengolahan citra
digital menggunakan Matlab Image Processing. Toolbox.
[3] Murinto, 2009. Artikel. Pre Processing untuk Segmentasi
Citra menggunakan Watershed
[4] Nurul Wijaya, dkk.2011. Metode watershed pada
pengolahan citra
[5] Rosa Ariani Sukamto. 2008. Landasan Teori Thinning .
Program Studi Informatika, Istitut Teknologi Bandung.
Bandung


Gradient magnitude (gradmag)
Watershed ridge lines (bgm)
Markers and object boundaries superimposed on original image (I4)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 01: Bebeh Wahid Nuryadin, dkk 84

Preliminary Study on Preparation of BCNO Phosphor Particles Using
Citric Acid as Carbon Source

Bebeh W. Nuryadin
1,2
, Ferry Iskandar
1
,*
1
Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung, Indonesia 40123
2
Departement of Physics, Faculty of Sciences and Technology, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A. H Nasution 105, Bandung, Indonesia
*ferry@fi.itb.ac.id

Abstract A citric acid was used as a carbon source in the preparation of boron carbon oxy-nitride (BCNO) phosphor
particles by a facile process. The preparation process was conducted at relatively low temperature 750 oC and at ambient
pressure. The prepared BCNO phosphors showed a high photoluminescence (PL) performance at peak emission wavelength of
470 nm under excitation by a UV light 365 nm. The effects of carbon/boron and nitrogen/boron molar ratios on the PL
properties were also investigated. The result showed that the emission spectra with a wavelength peak ranging from 444 nm to
496 nm can be obtained by varying carbon/boron ratios from 0.1 to 0.9. In addition, the observations showed that the
phosphor material BCNO has two excitation peaks located at the 365 nm (UV) and 420 nm (blue). Based on these
observations, we believe that the BCNO phosphor particles can be a promising material for phosphor conversion-based white
LED.
Key words: Boron Carbon Oxynitride, Citric Acid, Phosphor Materials.


I. INTRODUCTION
Boron-carbon-oxy-nitride (BCNO) is one of the oxy-
nitride materials that has excellent characteristics. Under
UV excitation at 365 nm, the phosphor material BCNO
produce luminescence with a wide range of colors from
violet to near red luminescence achieved by varying the
carbon content. In addition, these materials do not use rare
earth ions are relatively expensive as the luminescence
center which is expected to lower the cost of production
and handling of phosphorus BCNO.
Until now, intensive research in the field of phosphor
materials BCNO still being conducted. Ogi T., et al (2008)
first reported the phosphor material BCNO by one process
at a low temperature (<900 C) and ambient pressure,
with precursors made from boric acid, urea and PEG as a
source of boron, nitrogen and carbon. Kaihatsu Y., et al
(2009) reported a broad emission spectrum peak at 540 nm
under excitation at 460 nm due to the radiation transitions
of

luminescence provided in the BO


2

species.
Investigated the effects of carbon sources to optimize
the performance PL phosphor particles boron carbon oxy-
nitride (BCNO) [1]. ethylene glycol, tetra(ethylene glycol)
(TEG), and poly (ethylene glycol) (PEG) with molecular
weight varies as a carbon source. When TEG is used, the
performance of PL phosphorus BCNO yield below 365 nm
excitation with a quantum efficiency to 60%. To improve
the reaction kinetics between boronhydride and urea, Lie,
et al (2011), adding the molten LiCl/KCl so that can be
achieved BCNO phosphor dispersed in water. Nuryadin, et
al (2011) adding SiO2 nanoparticles in the synthesis
process, and the resulting increase in PL intensity and
quantum efficiency of phosphor materials BCNO.
In this section we describe the effects of the use of
citric acid as a carbon source in the synthesis of phosphor
materials BCNO. We expect that the citric acid has a high
level of reactivity and molecular size with uniform
distribution. Citric acid is expected to improve the
performance PL of phosphor materials BCNO.

II. EXPERIMENTAL METHODS
The BCNO phosphor particles was produced using
boric acid [B(OH)
3,
with Mw=61.83 g mol
1
], urea
[(NH
2
)
2
CO, with Mw=60.07 g mol
-1
] as the boron and
nitrogen sources, respectively. The carbon sources
investigated were citric acid [C6H8O7.H2O, with
Mw=210.14 g mol-1](Fig. 2). Precursor solutions were
prepared by milling all these raw materials. The atomic
ratio of the carbon/boron (C/B) source was varied from
0.1, ).5, and 0.9, and the nitrogen/boron (N/B) atomic ratio
fixed at 10. The precursors were heated at 750 C for 30
min in a ceramic crucible under ambient atmospheric
pressure.
The PL spectra were measured at room temperature
using a spectrofluorophotometer (RF- 5300PC, Shimadzu
Corp., Kyoto) equipped with a xenon laser. All PL
analyses were performed at room temperature under
excitation at 365 nm.


Figure 1. Carbon sources used in the preparation of
BCNO phosphors is citric acid.
Boric Acid UREA Citric Acid
Mixed and
ground
Heated at
750
o
C for 30
min
Characterization
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 01: Bebeh Wahid Nuryadin, dkk 85



Figure 2. Carbon sources used in the preparation of
BCNO phosphors is citric acid.


III. RESULT AND DISCUSSION

non-UV light under UV light

Figure 3. BCNO phosphor materials which synthesized
with citric acid as a carbon source, samples were
prepared at temperatures 750 C for 30 min, with N / B =
10 and (1) C / B = 0.1, (2) C / B = 0.5, and (3) C / B = 0.9.


Figure 4. PL properties of BCNO phosphors prepared
with various atomic fraction of carbon sources. The
phosphors were prepared under the same conditions
(750C for 30 min) and were excited at 365 nm.


Figure 5. PL properties of BCNO phosphors prepared
with variation of atomic fraction carbon/boron (C/B).
Fig. 4 shows the emission spectra of the BCNO
phosphor particles prepared with various atomic ratio of
carbon/boron. The samples were heated at 750C for 30
min with a ratio C/B equal to 0.1, 0.5 and 0.9, and N/B
ratio equal to 10 (sample (1) (3)). The PL spectra of the
prepared samples had PL peaks ranging from 444 nm to
496 nm and high emission intensity. Fig. 5 shows the
effect of varied of atomic ratio carbon/boron on both the
PL intensity and the emission peak of the prepared
samples. The observation showed that the phosphorus
BCO has a peak luminescence and photoluminescence
intensity varying depending on the atomic ratio of
carbon/boron. Increasing the atomic ratio of carbon/boron
decreased the PL intensity. In addition, the effect of
increasing the variation atomic ratio carbon/boron will
shift the peak PL spectral near to the red spectral. These
results are consistent with previous research that says an
increase in the atomic ratio of carbon/boron in the
precursor of the PL spectral will shift toward the red
luminescence (carbon source used is a polymer with long
chains such as EG, TEG and PEG).
This is caused citric acid has a molecular weight fixed
and uniform distribution of molecular size. Moreover, it
can be caused by the citric acid that has a high reaction
kinetics during the reaction process, so it is possible to
form BCNO phosphor materials with different structure
depending on the ratio of carbon / boron (C / B). The
difference the structure of phosphor materials BCNO is
what causes the shift of the PL peak depends on atomic
ratio of carbon / boron (C / B). Thus, we conclude that the
atomic ratio of carbon / boron is the main factor of the
performance of phosphor materials BCNO; especially for
the citric acid used as carbon source.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 01: Bebeh Wahid Nuryadin, dkk 86


Figure 6. Excitation spectral properties of BCNO phosphors
prepared with variation of atomic ratio carbon/boron (C/B).

Fig. 3 is the excitation spectral BCNO phosphor
material BCNO for C/B = 0.1 and N/B = 10. Data shown
that the BCNO phosphor material has two excitation peaks
are located on a broad range of 350-450 nm. Therefore we
can conclude that the phosphor material BCNO with citric
acid as a carbon source can absorb UV-ray energy to light
blue. This capability encourages applications BCNO
phosphor material to white LED application fields.

IV. CONCLUSSION
We successfully synthesized BCNO phosphor particles
using citric acid as carbon sources. A relatively high PL
performance could be achieved using citric acid as the
carbon source due to its uniform Mw distribution and citric
acid that has a high reaction kinetics during the reaction
process. The phosphor BCNO was obtained at a low
temperature of 750C under atmospheric conditions and
without the use of RE ions as the luminescence centers.
The PL spectral obtained that controlling the carbon/boron
ratios in the precursor solution is important for the
production of BCNO phosphor particles with an emission
wavelength that is tunable over the entire visible light
spectrum.

V. ACKNOWLEDGMENTS
This research was supported by a Grant Riset KK
Fismatel Bandung Institute of Technology (ITB) 2012.
The authors thank to Prof. K. Okuyama and Dr. T. Ogi
from Hiroshima University for discussion and helping on
the PL measurement.

VII. REFERENCES
[1] Y. Kaihatsu, W.N. Wang, F. Iskandar, T. Ogi, K. Okuyama,
J. Electrochem. Soc., Vol. 157, no. 10, 2010, pp. 329-333.
[2] Kaihatsu Y., Iskandar F., Widiyandari H., Wang W.N., and
Okuyama O., Electrochem. Solid-State Lett., 12(3) J33-J36
(2009)
[3] W. N. Wang, Y. Kaihatsu, F. Iskandar, and K. Okuyama,
Mater. Res. Bull., 44, 2099(2009)
[4] T. Ogi, Y. Kaihatsu, F. Iskandar, W. Wang and K. Okuyama,
Adv. Mater., 2008, 20, 3235.
[5] W. Lei, D. Portehault, R. Dimova, and M. Antonietti, J. Am.
Chem. Soc., 2011, 133, 7121 7127
[6] B. W. Nuryadin, I. D. Faryuni, F. Iskandar, M. Abdullah, and
Khairurrijal, Effect of silica nanoparticles on the
photoluminescence properties of BCNO phosphor in The

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MAT 02: Ade Esa Nurasiah, dkk 87

Pelapisan TiO
2
Pada Polimer Polipropilena (PP)
Dengan Optimasi Suhu dan Penerapannya Sebagai Fotokatalis
Untuk Penjernihan Air Limbah

A. E. Nurasiah
1,*
, A. Sawitri
1
, H. Aliah
1,2
, dan M. Abdullah
2

1
Jur. Fisika, Fak. Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
2
Prodi Fisika, Fak. MIPA, ITB, Bandung
adeesa91@gmail.com

Abstrak Pada penelitian ini dilakukan pelapisan TiO
2
pada permukaan polimer polipropilena secara termal dengan
menggunakan tabung pengaduk sederhana dengan sistem pemanas terkontrol, yang selanjutnya setelah melalui proses
pelapisan polimer tersebut akan dijadikan sebagai material fokatalis pada sistem penjernihan air. Pelapisan tersebut
dilakukan dalam waktu 90 menit dengan suhu bervariasi antara 100
o
C sampai dengan 130
o
C. Untuk mengetahui pengarus
suhu saat pelapisan pada aktivitas fotokatalis dilakukan uji fotodegradasi pada 5L larutan model limbah organik metilen biru
(MB) dengan konsentrasi awal 2.00x10
-5
M. Uji tersebut dilakukan salama 7 hari dengan diberi katalis 220 gram dan disinari
oleh cahaya matahari. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, polimer yang telah dilapisi dengan suhu 100
o
C memiliki
kemampuan mendegradasi model senyawa organik paling cepat, dengan perubahan konsentrasi menjadi 2,22x10
-3
M pada
hari ke-7.

Kata kunci: Fotokatalis, TiO
2
, Metilen Biru, Polipropilena.

Abstrak in this reasearth TiO
2
coating on the surface of the polypropylene polymer is thermally by using a simple cylinder
milling with a controlled heating system, wich of the going thourgh the process of the polymer coating, will be used as a water
purification with photocatalyst system. Coating was carried oout in 90 minutes with temperature varying between 100
o
C to
130
o
C. To find out mainstreaming the current temperature on the activity of photocatalyst coatings tested in 5L solution of
photodegradation of organic wastes models of methylen blue (MB) with the initial concentration of 2.00x10
-5
M. The tests were
given during 7 days with 220 grams of catalyst and irradiated by sunlight. From the test results that hhave been done, a
polymer that has been coated with temperature of 100
o
C has the abillity to degrade organic compound of the fastest models,
with the change in consentration to be 2.22x10
-3
M on day 7th.

Kata kunci: Fotokatalis, TiO
2
, Methylene Blue , Polyprophylene.

I. PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan utama untuk memenuhi
kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam lingkup rumah
tangga maupun industri. Namun seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan perkembangan perindustrian,
mengakibatkan sumber air semakin terbatas sedangkan
kebutuhan akan air semakin meningkat. Diperparah lagi
dengan tingkat pencemaran yang sangat tinggi, membuat air
menjadi masalah kebangsaan yang sangat kompleks.
Beberapa ciri yang menunjukan bahwa air tersebut tercemar
dapat dilihat secara kwalitatif diantaranya warna, viskositas
dan bau [10].
Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan cara
penjernihan air yang telah tercemar. Salah satu teknik
penjernihan air dengan beberapa kelebihan yaitu fotokatalis,
kelebihanya antaranya (1) sifat oksidanya kuat, (2) tidak
membentuk senyawa baru yang beracun, (3) ikatan
kimianya stabil terhadap cahaya, dan (4) biayanya relative
lebih murah [9].
Teknik fotokalis merupakan kombinasi dari proses
fotokimia dan katalis yang terintegrasi untuk
melangsungkan suatu reaksi transformasi kimia. Reaksi
tranformasi tersebut terjadi pada permukaan bahan katalis
semikonduktor yang terinduksi oleh sinar [10]. Dari sekian
banyak bahan katalis semikonduktor, nanomaterial Titanium
Dioksida (TiO
2
) memiliki aktivitas fotokatalis yang tinggi,
stabil secara kimia, dan tidak beracun [4].
Pada umumnya, penggunaan serbuk TiO
2
dalam penjernihan
air yaitu dengan cara menyebarkan serbuk nanopartikel TiO
2

pada air yang tercemar dengan disinari matahari. Tetapi,
teknik tersebut kurang efektif, karana ternyata setelah air
jernih dibutuhkan teknik lain untuk memisahkan serbuk
nanopartikel TiO
2
dengan air [3]. Oleh karena itu dilakukan
pelapisan katalis TiO
2
pada suatu penyangga dengan
berbagai teknik dapat menjadi alternatif untuk mengatasi
masalah di atas [5,6].
Maka dipilihlah bahan polimer polipropilena untuk
menjadi bahan penyangga, karena polimer ini memiliki sifat
hidrotermal, dan massa jenisnya lebih rendah dari pada air
sebelum dan setelah dilapisi oleh TiO
2
, sehingga
memungkinkan polimer ini untuk berada dipermukaan air.
Pelapisan partikel TiO
2
di permukaan polimer polipropilena
(PP) dapat dilakukan dengan teknik pemanasan terkontrol
disertai pengadukan. Proses pelapisan ini sangat bergantung
pada suhu dan durasi pengadukan, dengan nilai optimum
dari kedua parameter tersebut diperoleh dari pengujian
fotodegradasi katalis pada model limbah organik.

II. LANDASAN TEORI
Istilah fotokatalis merupakan gabungan dua kata yaitu
foto dan katalisis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu
proses kombinasi reaksi fotokimia yang memerluakan
unsure cahaya dan katalis untuk mempercepat terjadinya
transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada
permukaan katalis yang katalisnya disebut sebagai
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MAT 02: Ade Esa Nurasiah, dkk 88

fotokatalis. Fotokatalis merupakan salah satu metode AOPs
(Advanced Oxidation Processes). Karakteristik AOPs adalah
pembentukan radikal bebas yang sangat aktif, terutama
radikal hidroksil (OH*) [8]. Bahan yang dapat dijadikan
fotokatalis merupakan semikonduktor yang mampu
mengadsorp foton.


Gambar 1. Mekanise fotokatalis [3].

Secara umum, fenomena fotokatalisis pada permukaan
TiO
2
dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika suatu
semikonduktor tipe n dikenai cahaya (hv) dengan energi
yang sesuai, maka elektron (e
-
) pada pita valensi akan
pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan lubang positif
(hole) pada pita valensi. Sebagaian besar pasangan e
-
dan h
+
ini akan berekombinasi kembali, baik di permukaan ataupun
di dalam bulk partikel. Sedangkan sebagian lain dari
pasangan e
-
dan h
+
dapat bertahan sampai pada permukaan
semikonduktor, dimana pada akhirnya, h
+
dapat
menginisiasi reaksi oksidasi dan dilain pihak e
-
akan
menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada disekitar
permukaan semikonduktor. Dalam hal ini semikonduktor
tersebut adalah titanium dioksida (TiO
2
).
Pada prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan
semikonduktor dapat berlangsung melalui donasi electron
dari substrat ke h
+
. Apabila potensi oksidasi yang
dimilikioleh h
+
pada pita valensi ini cukup besar untuk
mengoksidasi air pada permukaan partikel, maka akan
dihasilkan gugus hidroksil. Radikal hidroksil merupakan
spesi pengoksidasi kuat dan memiliki potensial redoks
sebesar 2,8 Volt. Potensial sebesar ini cukup kuat untuk
mengoksidasi sebagian besar zat organik menjadi air, asam
mineral dan karbon dioksida. Berikut adalah gambaran
reaksi kimia yang terjadi pada fotokatalisis [3] :

TiO
2
+ v

(1)

Titanium Dioxida juga bisa disebut Titania atau
Titanium (IV) Oksida adalah merupakan bentuk oksida dari
titanium secara kimia dapat dituliskan TiO
2
. Titanium
Dioksida yang tersedia di alam meliputi tiga jenis, yaitu
rutil, anatase dan brookite. Jenis rutil adalah jenis yang
paling banyak tersedia di alam karena merupakan jenis yang
paling stabil. sedangkan jenis anatase dan brookite
merupakan hasil pemanasan dari jenis rutil.
Dalam salah satu penelitian dinyatakan bahwa dari
tiga jenis fasa titanium dioksida yaitu rutil, anatase, dan
brookite, fase anatase memiliki aktivitas fatokatalis yang
lebih tinggi daripada rutil dan brookite [11]. Ini disebabkan
karena jenis Titanium Dioksida pada fase anatase memiliki
luas permukaan yang lebih beesar, ukuran yang lebih kecil,
dan energi band gap yang lebih kecil dari pada Titanium
Dioksida murni yaitu 3,23 eV. Besarnya band gap akan
mempengaruhi daerah panjang gelombang yang optimum
untuk mengeksitasi electron pada pita valensi.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Eksperimen ini terdiri atas tiga bagian penting, yaitu
sintesis pelapisan katalis TiO
2
terhadap polimer
Polipropilena, pengujian katalis terhadap limbah
(fotodegradasi), dan karakterisasi.
Bahan utama yang digunakan dalam eksperimen ini
adalah TiO
2
fasa teknis sebagai katalis dan polimer
Polipropilena sebagai bahan yang akan dilapisi oleh katalis
dengan massa jenis 0,817 g/cm
3
. Teknik pelapisan yang
digunakan adalah cylinder milling, yaitu pemanasan dengan
suhu terkontrol menggunakan oven rumah tangga dengan
merk Kirin electric oven model KBO-190 RAW, dimana
oven ini memiliki pengontrol suhu, waktu dan pemutar.
Untuk mengetahui suhu optimum dalam pelapisan, proses
pelapisan dilakukan pada suhue 100
o
C sampai dengan
130
o
C. setelah dilakukan pelapisan dilakukan penyaringan,
pencucian dan pengeringan pada PP berlapis katalis, dengan
tujuan mendapatkan katalis yang menempel dengan baik di
permukaan PP.



Gambar2. Oven listrik rumah tangga dengan pengatur suhu dan
waktu dilengkapi dengan wadah pengaduk berbentuk silinder yang
dapat berputar di bagian tengah oven.

Untuk mengetahui pengaruh suhue pada saat pelapisan
terhadap aktivitas fotodegradasi dilakukan pengujian 220
gram katalis terhadap 5 liter model limbah organik metilen
biru, dengan konsentrasi awal 2,00x10
-5
M. uji ini dilakukan
selama 7 hari dengan disinari oleh cahaya matahari dan
secara berkala model limbah organik metilen biru (MB)
yang sedang dalam proses pengujian diambil sampelnya
setiap hari untuk selanjutnya dilakukan uji secara kuantitatif
menggunakan spectrometer UV-Vis. Uji terseut dilakukan
untuk mengetahui serapan sampel terhadap sinar ultraviolet,
dimana MB memiliki serapan maksimum pada panjang
gelombang 664 nm. Seperti yang ditunjukan pada gambar 2.
Selanjutnya sampel MB yang tidak diketahui konsentrasinya
dapat dihitung berdasarkan kurva kalibrasi MB.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MAT 02: Ade Esa Nurasiah, dkk 89

400 500 600 700 800
0.0
0.5
1.0
1.5
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

(
a
.
u
)
Panjang Gelombang (nm)

Gambar 3. Serapan maksimum metilen biru pada panjang
gelombang 664 nm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilkukan sintesis pelapisan polimer Polipropilena
(PP) dengan katalis TiO
2
dengan beberapa pariasi suhu
disekitar titik lelehnya, ini dimaksudkan unuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap aktivitas fotokatalisnya. Berikut
adalah sampel PP yang telah melalui sinteseis pelapisan:


(a) (b)


(c) (d)

Gambar 4. Polimer polipropilena yang telah melalui sintesis
pelapisan dengan nanopartikel TiO
2
pada suhu (a) 100
0
C, (b)
110
0
C, (c) 120
0
C, (d) 130
0
C.

Setelah dilakukan sintesis pelapisan, katalis-katalis
tersebut diujikan pada model limbah organik metilen biru
untuk mengetahui kemampuan fotodegradasinya. Berikut
grafik absorbansi untuk masing-masing suhue pelapisan:

400 500 600 700 800
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

(
a
.
u
)
Panjang gelombang (nm)
TK
100
110
120
130

Gambar 5. Grafik absorbansi metilen biru pada hari ke-7 terhadap
panjang gelombang untuk sampel yang telah diberi katalis dengan
suhue pelapisan 100
o
C, 110
o
C, 120
o
C, dan 130
o
C.

Dari grafik profil absorbansi metilen biru pada hari ke-7
tersebut dapat dilihat sampel dengan katalis 100
o
C memiliki
spectrum serapan paling rendah, hal tersebut juga
menunjukan bahwa aktifitas fotodegradasi katalis dengan
suhue pelapisan 100
o
C adalah paling baik diantara katalis-
katalis lain. Hal tersebut disebabkan oleh suhue pelapisan
yang terlalu tinggi menyebabkan permukaan polimer terlalu
meleleh sehingga terlalu banyak TiO
2
yang menempel dan
transparansi polimer tersebut mendekati nol sehingga
cahaya matahari tidak dapat menembus permukaan polimer.
Berikut adalah profil serapan model limbah organik
metilen biru yang telah diberi katalis dengan suhue
pelapisan 100
o
C dari hari ke-0 sampai hari ke-7:
400 500 600 700 800
0.0
0.5
1.0
1.5
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
(
a
.
u
)
Panjang Gelombang (nm)
H-0
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
H-6
H-7

Gambar 6. Graik profil absorbansi sampel model limbah organik
metilen biru (MB) yang telah diberi katalis dengan suhue pelapisan
100
o
C dari H-0 smapi H-7.

Dengan mengunakan persamaan yang didapat dari kurva
kalibrasi metilen biru profil serapan metilen biru tersebut
dapat dibawa kedalam bentuk konsentrasi, sebagai berikit:

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284
MAT 02: Ade Esa Nurasiah, dkk 90



Gambar 7. Kurva kalibrasi MB standar

Maka didapat konsentrasi metilen biru yang telah diberi
katalis 100
o
C pada hari ke-7 adalah:

Tabel 1. Konsentrasi model limbah metilen biru yang telah diberi
katali dengan suhu pelapisan 100oC pada hari ke-7.

Hari ke- Konsentrasi (mM)
0 0.02140
1 0.02105
2 0.01681
3 0.00953
4 0.00728
5 0.00488
6 0.00308
7 0.00261

Penurunan konsentrasi tersebut dapat ditunjukan dalam
bentuk sebagai berikur:
0 1 2 3 4 5 6 7 8
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

(
m
M
)
Hari ke-

Gambar 8. Penurunan konsentrasi metilen biru yang telah diberi
katalis dengan suhue pelapisan 100
o
C.

Dari hasil yang telah didapat, terjadi perubahan
konsentrasi yang signifikan dari hari ke-1 sampai hari ke-7,
hal tersebut menunjukan katalis dengan dengan suhue
pelapisan 100
o
C memiliki aktifitas fotodegradasi yang
tinggi.

V. KESIMPULAN
Pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi
cylinder milling, yaitu dengan mengguna oven pemanas
dengan control waktu, suhu dan putaran otomatis yang
dibuat sedemikian rupa fungsinya dengan cylinder milling.
Dengan adanya sistem control waktu, suhu dan pemutar
otomatis sintesis pelapisan TiO
2
pada permukan polimer
dapat dikontrol dan lebih sempurna.
Untuk uji aktivitas fotokatalis polimer berlapis TiO
2

dalam menjernihkan model limbah organik dengan variasi
suhu milling, didapat bahwa sampel yang diberi katalis
dengan suhu milling 100
o
C mengalami penuruna konsentrasi
paling cepat disbanding sampel dengan katalis 110
o
C, 120
o
C
dan 130
o
C. Berdasarkan hasil karakterisasi UV-Vis, dengan
diberikan katalis dengan waktu millng 100
o
C terjadi
penurunan konsentrasi metilen biru yang mula-mula adalah
0,0214 mM menjadi 2,2613 x 10
-3
mM pada hari ke-7.


PUSTAKA
[1] Abdullah, M., dan Khairurrijal (2010): Karakterisasi
Nanomaterial: Teori, Penerapan Dan Pengolahan Data, CV.
Rezeki Putera, Bandung, 71-77.
[2] Aliah, H., Nurasiah, A., E., Karlina, Y., Arutanti, O., Masturi,
Sustini, E., Budiman, M., dan Abdullah, M., 2012. Optimasi
Durasi Pelapisan Katalis TiO2 pada Permukaan Polimer
Polipropilena serta Aplikasinya dalam Fotodegradasi Larutan
Metilen Biru. jurnal Nasional Material 2012 Fisika Institut
Teknologi Bandung.
[3] Arutanti, O., Abdullah, M., Khairurrijal, dan Mahfudz, H.,
2009. Penjernihan Air dari Pencemar Organik dengan Proses
Fotokatalis pada Permukaan Titaniun Dioksida (TiO2). Jurnal
Nanosains dan Nanoteknologi, Edisi khusus, ISSN 1979-
0880.
[4] Hashimoto, K., Irie, H., Fujishima, A., 2005. TiO2
Photocatalysis: A Historical Overview and Future Prospects,
Japanese Journal of Applied Physics, 44, 8269-8285.
[5] I. Nurmawarti, M. Abdullah, dan Khairurrijal, J. Nano
Saintek. Spec. Ed., 38-42 (2009).
[6] K. V. Subba Rao, M. Subrahmanyam dan P. Boule, Appl. Cat.
B: Environ. 49, 239-249 (2004).
[7] Linsebigler, A., L., Guangquan Lu, John T Yates, 1999,
Photocatalysis on TiO2 Surfaces: Principles, Mechanisms,
and Selected Results. Volume: 95, Issue: 3, Publisher:
American Chemical Society, Pages: 735-758, ISSN:
00092665.
[8] Malato, S., Blanco, J., Vidal, A., Alarcn, D,. Maldonado, M.
I., Cceres, W. J., 2003. Gernjak. Applied studies in solar
photocatalytic detoxification: an overview. Solar Energy
journal , 75 , 329-336.
[9] Matthews, R. W., dan Mc Evoy, S. R. ( 1992) : destruction of
phenol in water with sun, sand and photocatalyst, solar energy
journal, 46 (6), 507-513.
[10] Slamet, Syakur, R., and Danumulyo, W., 2003. Pengolahan
Limbah Berat Chromium (VI) dengan Fotokatalis TiO2,
Jurnal Teknologi, 7, 27-32.Subiayanto, H., Abdullah, M.,
Khairurrijal, dan Mahfuz, H., 2009. Pelapisan Nanomaterial
TiO2 Fasa Anatase pada Nilon Menggunakan Bahan Perekat
Aica Aibon dan Aplikasinya sebagai Fotokatalis, Jurnal
Nanosains dan Nanoteknologi, Edisi khusus, ISSN 1979-
0880.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 03: Sandra Permana, dkk 91

Dispersi Partikel SiO
2
dari Bahan TEOS pada PVA.LiOH sebagai
Membran Polimer Elektrolit

1, *
Sandra Permana,
1
Zulfi Rayadi Kurnia,
2,3
Mahardika Prasetya Aji,
1,2
Bebeh Wahid Nuryadin
1
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi-UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2
Program Studi Fisika, Fakultas MIPA-Institut Teknologi Bandung

3
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA-Universitas Negeri Semarang
Chandra_rins@yahoo.co.id

Abstrak Membran polimer elektrolit poly(vinyl) alcohol (PVA) dan Lithium Hidroksida (LiOH) yang didispersi partikel
silika (SiO
2
) dari TEOS telah disintesis menggunakan teknik solution casting. Konduktivitas listrik dan analisis struktur
digunakan untuk mengamati peran dispersi partikel SiO
2
dalam polimer elektrolit PVA.LiOH. Hasil eksperimen menunjukan
bahwa partikel SiO
2
yang terdispersi secara in-situ mampu meningkatkan konduktivitas listrik membran polimer elektrolit
PVA.LiOH. Konduktivitas listrik maksimum diperoleh pada penambahan silika sebesar 0,023 gram yaitu 8,6 x 10
-6
S.cm
-1
.
Hasil karakterisasi XRD (X-ray diffraction) menunjukan bahwa membran polimer elektrolit PVA.LiOH dengan partikel SiO
2

terdispersi memiliki struktur amorf. Analisis Fourier transform infrared (FTIR) menunjukan adanya penyerapan pita sekitar
3452 - 3406 cm
-1
yang mengindikasikan adanya interaksi antara gugus hidroksil pada PVA dengan atom silikon pada silika.

Kata kunci: polimer elektrolit, konduktivitas, TEOS, PVA.LiOH, dan SiO
2


Abstract Polymer Electrolyte membrane based on poly(vinyl) alcohol (PVA) and Lithium Hidroxide (LiOH) dispersed with
TEOS as SiO
2
source have been prepared by solution casting technique. The effect of filler (SiO
2
) on electrical conductivity
and membrane structure of polymer electrolyte PVA.LiOH has been investigated. The experiment result showed that the
electrical conductivity of polymer electrolyte PVA.LiOH membrane had been enhanced after dispersion of SiO
2
particle by in-
situ method. Maximum conductivity (8,6 x 10
-6
S.cm
-
) was obtained upon addition of 0,023 gram SiO
2
. The X-Ray diffraction
(XRD) pattern have indicated the amorphous nature of polymer electrolyte PVA.LiOH membrane. Fourier transform infrared
(FTIR) spectral analysis has revealed the presence of absorption bands around 3452 - 3406 cm
-1
, thus indicating the
interaction of hydroxyl group PVA with silicon atom in silica.

Key words: polymer electrolyte, conductivity, TEOS, PVA.LiOH, and SiO
2
.

I. PENDAHULUAN
Peran partikel terdispersi dalam polimer elektrolit adalah
mendukung proses rekristalisasi rantai-rantai polimer untuk
membentuk fase amorf yang lebih banyak [1-9]. Dalam fase
ini, ion ion sebagai pembawa muatan dapat efektif bergerak
dari rantai polimer satu ke rantai polimer lainnya sehingga
dihasilkan konduktivitas listrik yang tinggi [10].
Partikel silika (SiO
2
) dengan sifatnya yang stabil dan
tidak mudah bereaksi menjadikan bahan ini telah digunakan
sebagai partikel terdispersi dalam berbagai jenis polimer
elektrolit [11-12]. Namun, pada umumnya dispersi partikel
SiO
2
dalam polimer elektrolit dlakukan secara ex-situ yang
mengakibatkan partikel dapat mengalami agglomerasi dan
menghambat mobilitas ion dalam matrik polimer. Sehingga,
dispersi partikel SiO
2
memerlukan parameter proses yang
sangat terkontrol.
Polimer poly(vinyl alcohol) PVA tergolong jenis polimer
yang dapat terbiodegradasi di alam sehingga dalam
aplikasinya tidak membahayakan lingkungan [13]. Selain
itu, pada penelitian sebelumnya diperoleh data bahwa matrik
polimer PVA mampu mencapai konduktivitas listrik
optimum pada 10
-8
S.cm
-1
[15].
Ion-ion dengan massa atom rendah seperti ion Lithium
(Li
+
) yang memiliki massa atom sekitar 6,94 amu akan lebih
mudah mengalami proses transport muatan dalam matrik
polimer elektrolit. Oleh karena itu, sumber ion Li
+
dari
Lithium Hidroksida (LiOH) berpotensi untuk dikembangkan
sebagai sumber muatan pada polimer elektrolit.
Selain sebagai pembawa muatan ion Li+, LiOH yang
bersifat basa merupakan pelarut yang baik bagi
tetraethylorthosilicate (TEOS) yang merupakan bahan dasar
pembentuk partikel SiO
2
. Dispersi partikel secara in-situ
dalam polimer dapat mencegah adanya agglomerasi diantara
partikel.
Dispersi partikel SiO
2
dari bahan dasar TEOS yang
dilakukan secara in-situ pada polimer elektrolit PVA.LiOH
dan karakteristik listrik serta struktur membrannya menjadi
fokus bahasan penting yang akan dikaji dalam penelitian ini.

II. LANDASAN TEORI
A. Membran Polimer Elektrolit
Membran polimer elektrolit merupakan suatu padatan
atau lapisan polimer berukuran sangat tipis yang didalamnya
terkandung ion-ion dari bahan elektrolit. Membran polimer
elektrolit mempunyai kemampuan menghantarkan arus
listrik dengan cara pergerakan ion.
Membran polimer elektrolit telah efektif digunakan
sebagai membran elektrolit (bahan dielektrik) menggantikan
bahan elektrolit konvensional dalam bentuk cairan. Bahan
ini memiliki keunggulan pada kemampuannya mereduksi
kebocoran cairan elektrolit yang berbahaya, menawarkan
temperatur operasi yang lebih luas, lebih lama, dan memiliki
rentang aplikasi yang luas meliputi sumber daya (baterai)
portable, sel bahan bakar (fuel cell ), sensor dan perangkat
elektronika[16].

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 03: Sandra Permana, dkk 92


B. Transport Muatan dalam Membran Polimer Elektrolit
Salah satu mekanisme transport muatan dalam membran
elektrolit adalah perpindahan ion (umumnya kation atau ion
positif) akibat relaksasi segmental dari rantai polimer.
Relaksasi segmental menyebabkan terlepasnya ion dari satu
segmen rantai polimer dan pindah ke segmen lainnya.
Peristiwa ini berpengaruh langsung pada proses difusi kation
yang akhirnya menentukan konduktivitas ionik.



Gambar 1. Perpindahan ion akibat relaksasi segmental.

Konduktivitas membran polimer elektrolit bergantung
pada pergerakan ion antar rantai polimer. Semakin banyak
pergerakan ion yang berpindah dari rantai polimer ke rantai
polimer yang lain, maka konduktivitasnya akan semakin
meningkat [17].
Relaksasi segmental polimer terjadi dengan efektif jika
polimer berada pada fasa cair dan dapat juga terjadi dengan
baik jika polimer berada pada fase amorf. Pada matrik
polimer berfasa amorf terdapat lebih banyak ruang kosong
(free volume) yang memungkinkan lebih banyak pergerakan
ion jika dibandingkan dengan matriks polimer berfasa
kristal. Dalam fase padatan kristal, penyusunan teratur
rantai-rantai polimer mengurangi peluang perpindahan ion
sehingga konduktivitas ionik menjadi sangat rendah.
Dengan demikian, untuk mendapatkan konduktivitas ionik
yang tinggi maka matrik polimer yang dibuat harus berada
dalam fasa amorf.
Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan fasa
amorf pada suhu kamar adalah mendispersi partikel dalam
matrik polimer. Partikel ini didispersikan secara homogen
ke dalam matrik polimer, kemudian polimer dipanaskan
sampai suhu sekitar titik leleh sehingga berada pada fasa
amorf. Polimer tersebut kemudian didinginkan kembali pada
suhu kamar. Keberadaan partikel yang tersebar antar rantai
polimer menghambat rekontruksi rantai antar polimer ke
dalam bentuk kristal. Ketika suhu kembali ke suhu kamar,
rantai polimer tetap berada pada susunan acak (amorf).
Dengan bertambahnya keadaan amorf pada suhu rendah,
konduktivitas polimer akan tetap tinggi pada suhu rendah
[18].

C. Konduktivitas Listrik
Konduktivitas didefinisikan sebagai rapat arus yang dapat
dibawa dalam suatu material yang dikenai medan listrik.
Jika medan listrik E ditempatkan pada suatu material, rapat
arus akan sebanding dengan medan listrik dan konstanta
konduktivitasnya,

(1)

dimana j adalah rapat arus (A/m
2
) dan (S/cm) adalah
konduktivitas listrik. Dari persamaan di atas terlihat bahwa
konduktivitas material yang tinggi akan menghasilkan rapat
arus yang tinggi bila ditempatkan pada medan listrik. Nilai
konduktivitas ditentukan oleh kerapatan mobilitas ion
(jumlah pembawa ion) dalam material (n), waktu tumbukan
ion (t), muatan ion (q) dan massa ion (m), sesuai dengan
hubungan:

(2)

Pada suatu polimer elektrolit, konduktivitas listrik dapat
ditentukan dengan mengetahui resistansi bahan melalui
pengukuran impedansinya. Sesuai dengan hukum Ohm,
resistansi suatu bahan (R) memenuhi persamaan:

(3)
dengan menggunakan hubungan

, konduktivitas listrik
bahan dapat dihitung menggunakan persamaan:

(4)
dengan:
R = Resistansi bahan (ohm)
= Tebal bahan (m)
A = Luas penampang bahan (m
2
)

III. EKSPERIMEN
Polimer PVA (Mw 22.000 g/mol) sebagai matrik
diperoleh dari Bratachem, Indonesia. Sedangkan, pembawa
muatan ion Li
+
diperoleh dari hidrolisis LiOH (Kanto Chem.
Japan) dan TEOS sebagai bahan dasar pembentuk partikel
SiO
2
diperoleh dari Merck, Jerman.
Polimer elektrolit dihasilkan dengan metode solution-
casting. Komposisi optimum untuk polimer elektrolit (1-
x)PVA.xLiOH yaitu pada persen berat x = 20wt%, seperti
yang dilaporkan oleh Aji dkk[13]. Dengan demikian, fraksi
partikel SiO
2
dioptimasi pada komposisi optimum polimer
elektrolit PVA.LiOH.
Partikel SiO
2
dihasilkan dengan mekanisme reaksi
hidrolisis berikut ini:
Si(OEt)
4
+ 2H
2
O SiO
2
+ 4EtOH

Dispersi partikel SiO
2
dilakukan secara in-situ pada
larutan dasar polimer elektrolit berupa larutan polimer PVA
dan elektrolit LiOH. Untuk mendapatkan komposisi yang
optimum, massa SiO
2
divariasi pada rentang 0,005 0,227
gram. Pencampuran dilakukan pada temperatur 50
o
C selama
2 jam untuk memperoleh larutan yang homogen.
Selanjutnya, larutan polimer elektrolit dengan dispersi
partikel SiO
2
dievaporasi secara perlahan pada temperatur
kamar.
Secara sederhana, parameter konduktivitas listrik
digunakan untuk mengamati peran partikel SiO
2
dalam
matrik polimer elektrolit PVA.LiOH. Konduktivitas listrik
(PVA.LiOH):SiO
2
dihitung dengan Persamaan (4).
Resistansi polimer elektrolit ditentukan dari hasil
pengukuran impedansi dengan perangkat Electrochemical
Impedance Spectroscopy (EIS) Agilent E4980A 20 Hz 2
MHz Precion LCR meter.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 03: Sandra Permana, dkk 93

Untuk mengetahui struktur membran, membran yang
dihasilkan kemudian dikarakterisasi menggunakan X-Ray
Difractometer (XRD) Philips Analitycal PW1710 BASED
dengan spesifikasi radiasi Cu K (= 1.54 ) pada 40 kV
dan 25 mA.
Selain itu, Analisis FTIR juga digunakan untuk melihat
adanya interaksi antargugus fungsi dan ikatan dalam
membran polimer elektrolit (PVA.LiOH):SiO
2.
Karakterisasi
FTIR menggunakan alat FTIR Prestige 21 Shimadzu Japan
pada daerah bilangan gelombang 400 cm
-1
sampai dengan
4000 cm
-1
. Membran yang diukur pada penelitian ini adalah
membran yang memiliki nilai konduktivitas listrik paling
tinggi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi nilai resistansi polimer elektrolit PVA.LiOH
dengan dispersi partikel SiO
2
ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil ini diperoleh dari pengukuran impedansi dan dianalisis
dengan rangkaian ekivalen sirkuit RC. Dengan
menggunakan persamaan (4), konduktivitas listrik polimer
elektrolit hasil sintesis optimum pada orde ~10
-6
S.cm
-1
,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 1. Resistansi polimer elektrolit PVA.LiOH dengan beragam
variasi massa partikel SiO
2
terdispersi.
Massa SiO
2

(gram)
Resistansi (O) Error (%)
0,000 6,76x10
2
1,2
0,005 6,42x10
2
2,2
0,023 2,54x10
2
0,4
0,032 2,62x10
3
0,4
0,051 2,57x10
3
0,7
0,130 1,64x10
3
0,7
0,162 1,46x10
3
0,5
0,227 2,49x10
3
0,5

Dispersi partikel SiO
2
mampu meningkatkan
konduktivitas listrik PVA.LiOH. Pada awalnya,
konduktivitas listrik polimer elektrolit PVA.LiOH adalah
2,10x10
-6
S.cm
-1
dan kehadiran partikel SiO
2
meningkatkan
konduktivitas listrik hingga pada nilai 8,61x10
-6
S.cm
-1

dengan massa optimum SiO
2
dalam matrik polimer elektrolit
adalah 0.023 gram.

Gambar 2. Disitribusi konduktivitas listrik polimer elektrolit
(PVA.LiOH):SiO
2
.

Konduktivitas optimum ini dikarenakan mobilitas dan
konsentrasi pembawa muatan telah mencapai level
optimum. Meningkatnya pergerakan segmental ion dan
interaksi antara ion Li+ dan rantai polimer menyebabkan
konduktivitas listrik lebih tinggi. Selain itu, bertambah
amorfnya fasa membran sehingga fraksi volume bebas
semakin besar lebih memudahkan transport ion Li+ pada
komposisi ini. Pada komposisi ini diprediksi bahwa fraksi
volume bebas berada dalam keadaan paling sesuai dengan
konsentrasi ion pembawa muatan.
Peningkatan massa SiO
2
dalam jumlah yang banyak
dalam matrik polimer tidak lagi efektif mendukung transpor
ion-ion elektrolit. Hal ini diprediksi bahwa partikel SiO
2

menjadi penghambat pergerakan relaksasi segmental
polimer sehingga ionion elektrolit menjadi lebih sulit untuk
bergerak dari satu segmen ke segmen polimer lainnya dan
berakibat menurunnya nilai konduktivitas listrik.
Secara umum, konduktivitas listrik polimer elektrolit
meningkat dengan kenaikkan jumlah pembawa muatan
dalam matrik polimer. Ion-ion elektrolit akan mengisi ruang
pada polimer sehingga terjadi proses rekrisitalisasi susunan
rantai polimer. Susunan rantai yang tidak teratur
menyebabkan derajat kristalinitas polimer elektrolit
menurun. Pada Gambar 3 ditunjukkan bahwa intesitas
difraksi XRD membran polimer PVA menurun ketika ion-
ion Li
+
mengisi ruang matrik polimer. Pola difraksi yang
dimiliki polimer elektrolit PVA.LiOH menunjukkan ciri
bahan dengan struktur amorf.



Gambar 3. Difraktogram XRD untuk membran polimer PVA,
polimer elektrolit PVA.LiOH, polimer elektrolit (PVA.LiOH):SiO
2

dan partikel SiO
2
.

Polimer elektrolit PVA.LiOH dengan dispersi partikel
SiO
2
memiliki pola difraksi yang mirip dengan membran
polimer PVA seperti ditunjukan pada gambar 3. Pola
difraksi ini mengindiksikan secara sederhana bahwa terjadi
proses rekristalisasi akibat kehadiran partikel SiO
2
dalam
matrik polimer elektrolit PVA.LiOH. Puncak difraksi yang
tidak beraturan mengindikasikan bahwa membran polimer
elektrolit (PVA.LiOH):SiO
2
adalah berfasa amorf. Dalam
fasa amorf relaksasi segmental polimer menjadi lebih
efektif.
Pada awalnya, proses rekristalisasi pada matrik polimer
PVA disebabkan keberadaan ion-ion elektrolit Li+ yang
mengubah susunan rantai-rantai polimer. Proses ini mampu
menghasilkan struktur matrik polimer berfase amorf.
Namun, kehadiran partikel SiO
2
pada matrik polimer
elektrolit PVA.LiOH menyebabkan rantai-rantai polimer
mengalami penyusunan ulang. Intensitas yang cenderung
tinggi pada sudut (2) 20
o
untuk polimer elektrolit
PVA.LiOH dengan dispersi partikel SiO
2
mengindikasikan
pola difraksi bahan polimer PVA.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

MAT 03: Sandra Permana, dkk 94

Pola difraksi partikel SiO
2
tidak terdapat pada polimer
elektrolit hasil sintesis. Hasil ini mengindikasikan bahwa
dispersi partikel SiO
2
secara in-situ dalam matrik polimer
elektrolit PVA.LiOH telah berhasil dilakukan. Hasil
pengamatan tersebut semakin menunjukan bahwa dispersi
partikel SiO
2
hanya berperan dalam proses rekristalisasi
matrik polimer.



Gambar 4. Spektra FTIR untuk (a) PVA, (b) PVA.LiOH,
(c) SiO
2
dan (d) (PVA.LiOH):SiO
2
.

Gambar diatas menunjukan spektrum infra merah pada
PVA, PVA.LiOH, SiO
2
dan (PVA.LiOH):SiO
2
yang
mengandung 0,023 gram silika. Puncak yang berada
disekitar 3434 cm
-1
pada PVA merupakan spektra dari gugus
hidroksil (O-H). Puncak ini bergeser menjadi 3421 cm
-1

setelah berada pada matrik PVA.LiOH dan mengalami
peningkatan intensitas transmisi sebesar 14%. Hal ini
menunjukan adanya interaksi antara gugus fungsi O-H pada
PVA dengan ion Li
+
.
Pada spektra SiO
2
, karakteristik puncak pada 3419-3456
cm
-1
menunjukan adanya gugus O-H pada permukaan
hidroksil partikel SiO
2
yang diduga air. Puncak ini telah
menggeser puncak gugus O-H pada PVA.LiOH yang
awalnya 3421 cm
-1
menjadi sangat lebar pada rentang 3452-
3406 cm
-1
dan mengalami peningkatan intensitas transmisi
sebesar 18% setelah silika berada pada matrik polimer
elektrolit (PVA.LiOH). Hal ini mengindikasikan adanya
ikatan antara gugus hidroksil pada PVA dengan atom silikon
pada silika.

V. KESIMPULAN
Dispersi partikel SiO
2
dari bahan TEOS yang dilakukan
secara in-situ mampu meningkatkan konduktivitas listrik.
Kehadiran partikel SiO
2
dalam matrik polimer elektrolit
PVA.LiOH berperan dalam proses rekristalisasi matrik
polimer. Perubahan struktur polimer elektrolit yang
disebabkan oleh kehadiran ion-ion elektrolit Li
+
dan partikel
SiO
2
mampu menunjang transpor ion dalam matrik polimer.
Selain itu, adanya interaksi antara gugus O-H pada PVA dan
atom silikon pada silika menunjukan adanya peningkatan
konduktivitas pada membran polimer elektrolit
PVA.LiOH:SiO
2
.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kepala Lab. Sintesis Nanomaterial
dan Fungsionalisasi ITB atas bantuan dan kerjasamanya.

PUSTAKA
[1] K. Pandey, M.M. Dwivedi, M. Tripathi, M. Singh dan S.L.
Agrawal, Ionics , Vol. 14, 2008,pp. 515-523.
[2] P.C. Chun-yue, Z. Qian, F. Qing, G. Jin-huan dan Z. You-
man, J Cent South Univ Technol , Vol. 15, 2008, pp. 438-442.
[3] S. I. Agrawal, M. Singh, M. Tripathi, M.M. Dwivedi dan K.
Pandey, J Mater Sci, Vol. 44, 2009, ISSN:6060-6068.
[4] S. A. Suthanthiraraj dan D. J. Sheeba, Ionics, Vol. 13, 2007,
pp. 447-450.
[5] M.M. Rao, J.S. LiO, W.S. Li, Y.H. Liao, Y. Liang dan L.Z.
Zhao, J Solid State Electrochem 14, 2010, 255-261).
[6] S.P. Low, A. Ahmad dan Y.A. Rahman, Ionics 16, 2010, 821-
826.
[7] G. Rajasudha, H. Shankar, P. Thangadurai, N. Boukos, V.
Narayanan dan A. Stephen, Ionics 16, 2010, 839-848.
[8] M.Y.A. Rahman, A. Ahmad dan A. Wahab, Ionics 15, 2009,
221-225.
[9] A. Karmakar dan A. Ghosh, J Nanopart Res 13, 2011, 2989-
2996.
[10] M. Abdullah, W. Lenggoro dan K. Okuyama, Encyclopedia of
Nanoscience and Nanotechnology 8, 2004, 731-762.
[11] S.L. Agrawal, M. Singh, M. Tripathi, M.M. Dwivedi dan K.
Pandey, J Mater Sci 44, 2009, 6060-6068.
[12] K. Pandey, M.M. Dwivedi, M. Tripathi, M. Singh dan S.L.
Agrawal, Ionics 14, 2008, 515523.
[13] M.P. Aji, Rahmawati, S. Bijaksana, Khairurrijal dan M.
Abdullah, ISRN Material Science Vol. 2012, artikel ID 795-
613.
[14] G. Hirankumar, S. Selvasekarapandian, M.S. Bhuvaneswari,
R. Baskaran dan M. Vijayakumar, J Solid State Electrochem
10, 2006, 193-197.
[15] P.B. Bhargav, V.M. Mohan, A.K. Sharma, and V.V.R.N Rao,
Int. J. Polym. Mater. 56, 2007, 579-591.
[16] Ramesh, S. dan Wen, C.L., Investigation on the Effect Of
addition of SiO
2
Nanoparticles on ionic conductivity, FTIR
and Thermal Properties of Nanocomposite PMMA-
LiCF3SO3-SiO2, Ionic 16, 2010, 225-262.
[17] Chew C.L., Kajian Kekonduksian Ionik Terhadap Adunan
Elektrolit Polimer PVC-Getah Asli Terepoksi dan PVDF-
Getah Asli Terepoksi. Disertasi Ph.D. Universiti Teknologi
Malaysia: Malaysia, 2005.
[18] Abdullah, M., Pengantar Nanosains, Bandung, Penerbit ITB
Bandung,2010.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 95


Abstrak Pelapisan fotokatalis Titanium Dioksida (TiO
2
) pada polimer Polyprophylene (PP) telah
dilakukan dan diuji kinerjanya untuk degradasi limbah metilen biru. Sintesis pelapisan TiO
2
dan
Polypropylen dilakukan pada suhu 100
0
C dengan optimasi lamanya waktu pelapisan 75, 90 dan 105
menit . Uji kinerja fotokatalis polimer berlapis TiO
2
dilakukan dengan menambahkan fotokatalis polimer
berlapis TiO
2
dengan masing-masing optimasi waktu pelapisan pada limbah metilen biru dengan
penyinaran langsung oleh cahaya matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fotokatalis polimer
berlapis TiO
2
dengan optimasi lamanya waktu pelapisan 90 menit mampu mendegradasi metilen biru dan
memberikan penurunan konsentrasi yang optimum sebesar 0,0156 mM, dimana konsentrasi awal limbah
sebesar 0,0235mM. Dari perhitungan kinetika diperoleh bahwa waktu paruh (T
1/2
) dan konstanta
kecepatan reaksi orde satunya masing-masing adalah 86,64 jam dan 0,008 jam
-1
.

Kata kunci: fotokatalis, TiO
2
, Polyprophylene (PP), dan konsentrasi

Abstrak Pelapisan fotokatalis Titanium Dioksida (TiO
2
) pada polimer Polyprophylene (PP) telah
dilakukan dan diuji kinerjanya untuk degradasi limbah metilen biru. Sintesis pelapisan TiO
2
dan
Polypropylen dilakukan pada suhu 100
0
C dengan optimasi lamanya waktu pelapisan 75, 90 dan 105
menit . Uji kinerja fotokatalis polimer berlapis TiO
2
dilakukan dengan menambahkan fotokatalis polimer
berlapis TiO
2
dengan masing-masing optimasi waktu pelapisan pada limbah metilen biru dengan
penyinaran langsung oleh cahaya matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fotokatalis polimer
berlapis TiO
2
dengan optimasi lamanya waktu pelapisan 90 menit mampu mendegradasi metilen biru dan
memberikan penurunan konsentrasi yang optimum sebesar 0,0156 mM, dimana konsentrasi awal limbah
sebesar 0,0235mM. Dari perhitungan kinetika diperoleh bahwa waktu paruh (T
1/2
) dan konstanta
kecepatan reaksi orde satunya masing-masing adalah 86,64 jam dan 0,008 jam
-1
.

Kata kunci: fotokatalis, TiO
2
, Polyprophylene (PP), dan konsentrasi

Optimasi Lamanya Waktu Pelapisan Titanium Dioksida (Tio
2
) Pada
Polimer Polipropilena (Pp) Sebagai Fotokatalis Degradasi Limbah
Metilen Biru
1
Asti Sawitri,
1
Ade Esa, &
1,2
Hasniah Aliah
1
Fisika - Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2
Fisika Material Elektronik FMIPA Institut Teknologi Bandung

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 96

I. PENDAHULUAN
Fotokatalisis merupakan kombinasi dari
proses fotokimia dan katalis yang terintegrasi
untuk dapat melangsungkan suatu reaksi
transformasi kimia. Reaksi transformasi tersebut
berlangsung pada permukaan bahan katalis
semikonduktor yang terinduksi oleh sinar. Proses
fotokatalisis adalah salah satu alternatif yang
potensial untuk pengolahan limbah. Maryani dkk
(2010) memanfaatkan proses fotokatalisis untuk
mendegradasi senyawa aktif detergen[1], Slamet
dkk (2003) memanfaatkan proses fotokatalisis
untuk pengolahan limbah berat Choromium
(Cr)[2], dan Slamet dkk (2005) memanfaatkan
proses fotokatalisis untuk pengolahan limbah
Fenol dan logam berat[3].
Mekanisme dasar yang memungkinkan
terjadinya proses fotokatalisis adalah terbentuknya
pasangan electron-hole pada permukaan katalis
semikonduktor ketika diinduksi oleh energi foton
yang sesuai. Dari sekian banyak bahan katalis
semikonduktor, serbuk TiO
2
terutama dalam
bentuk kristal anatase memiliki aktivitas
fotokatalitis yang tinggi, stabil secara kimia, dan
tidak beracun[4].
Pada umumnya, penggunaan material fotokatalis dalam
proses pengolahan limbah dilakukan dengan menaburkan
serbuk TiO
2
secara langsung ke dalam air limbah[5]. Namun
cara ini kurang efektif dan menjadikan TiO
2
sebagai polutan
baru dalam limbah karena perlu penanganan khusus dalam
pemisahan serbuk TiO
2
dengan air limbah setelah proses
penjernihan selesai. Berbagai penelitian dilakukan untuk
menangani permasalahan tersebut, diantaranya melakukan
pelapisan TiO
2
terhadap benang nilon dengan metode
perekatan menggunakan aica aibon [6], fiber plastik dengan
metode vibrasi[7], polimer High Density Poliethylen
(HDPE) dengan penggilingan yang disertai pemanasan
secara konvensional[8], dan polimer Polipropilena (PP)
dengan penggilingan yang disertai pemanasan
terintegrasi[9].
Polimer PP digunakan sebagai matrik nanopartikel TiO
2

karena memiliki densitas yang lebih rendah daripada air dan
memiliki tingkat transparansi yang sangat baik sehingga
dapat mengapung di permukaan air sebelum dan setelah
dilapisi nanopartikel TiO
2
. Hal ini memudahkan dalam
penanganan akhir berupa pemisahan fotokatalis polimer
berlapis TiO
2
dengan air limbah setelah pengujian.
Pelapisan nanopartikel TiO
2
pada polimer sangat
bergantung pada suhu dan lamanya pemanasan pada proses
pelapisan . Dengan demikian optimasi waktu dan temperatur
pelapisan nanopartikel TiO
2
menjadi parameter yang sangat
penting untuk dikaji. Titik leleh PP pada rentang 130-171
0
C menjadi dasar penting untuk pemilihan temperatur proses
dalam penelitian ini.
Berdasarkan potensi di atas, fokus yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah menganalisis kinerja fotokatalis
polimer PP dengan lapisan TiO
2
untuk degradasi limbah
metilen biru. Proses pelapisan nanopartikel TiO
2
pada
polimer PP di dalam milling dengan optimasi waktu
pelapisan.
II. METODE
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah neraca digital yang digunakan untuk
menimbang massa polimer dan katalis yang akan
digunakan pada proses pengadukan, cylinder
milling dengan pemanas dan penghitung waktu
otomatis yang digunakan untuk proses
pencampuran dan pengadukan polimer beserta
katalis, dua buah batang cylinder stainless steel
non-magnetic yang dimasukan kedalam cylinder
milling untuk membantu agar pencampuran lebih
merata, saringan yang digunakan untuk
memisahkan katalis berlebih yang tidak menempel
pada polimer setelah proses pengadukan, mixer
yang digunakan untuk proses pencucian polimer
berkatalis, microwave oven yang digunakan untuk
pengeringan polimer berkatalis setelah proses
pencucian, gelas ukur digunakan untuk mentakar
air limbah organik yang akan digunakan pada
proses pengujian aktivitas katalis, pipet digunakan
untuk mengambil sampel uji, dan botol sampel
digunakan untuk menempatkan sampel yang akan
di uji konsentrasinya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah TiO
2
yang digunakan sebagai katalis,
Polypropilen (PP) yang digunakan sebagai
polimer untuk dilapisi katalis, limbah Metilen
Biru sebagai limbah organik dalam pengujian.
Pengolahan limbah metilen biru
menggunakan fotokatalis TiO
2
diawali dengan
memodifikasi cylinder milling yaitu menggunakan
alat dengan pemanas dan waktu terkontrol. Hal ini
dilakukan sebagai upaya agar lamanya waktu
pemanasan dapat diatur dan dikontrol selama
proses pelapisan TiO
2
pada lapisan polimer
Polyprophylene (PP).
Pelapisan TiO
2
pada permukaan polimer PP
dilakukan pada berbagai variasi lamanya waktu
pelapisan dengan suhu disekitar titik leleh polimer
PP. Langkah ini dilakukan untuk menentukan
lamanya waktu optimum penempelan TiO
2
pada

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 97

polimer Polyprophylene (PP), sehingga dihasilkan
aktivitas fotokatalisis yang optimum pada proses
pengolahan limbah metilen biru.
Setelah proses pelapisan selesai, dilakukan
pengukuran massa jenis secara langsung terhadap
polimer PP yang telah dilapisi dengan TiO
2
untuk
mengetahui apakah polimer berlapis TiO
2
akan
tenggelam atau terapung di dalam air.
Polimer Polyprophylene (PP) yang telah
dilapisi TiO
2
kemudian diujikan pada limbah
metilen biru dengan pengujian di bawah sinar
matahari (Gambar 1). Hal ini dilakukan untuk
mengetahui efektivitas proses fotokatalis yang
terjadi pada polimer berlapis TiO
2
dengan
beberapa variasi lamanya waktu proses milling.
Sebagai pembanding, pengujian, dilakukan pula
pengujian pada sampel yang tidak menggunakan
katalis untuk mengetahui pengaruh katalis pada
proses fotokatalis.
Limbah metilen biru yang sedang dalam
proses penjernihan diamati setiap hari dan diambil
sampelnya untuk diuji. Pengujian sampel limbah
secara berkala ditujukan untuk mengetahui
konsentrasi limbah. Pengujian dilakukan secara
kuantitatif menggunakan UV-Vis spektrometri.

Gambar 1. Penjernihan limbah dengan penambahan fotokatalis
polimer berlapis TiO
2
menggunakan sinar matahari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi cylinder milling dilakukan dengan
menggunakan perangkat pemanggang makanan
KIRIN electric oven model KBO-190 RAW yang
dilengkapi pengaturan suhu dan waktu terkontrol.
Cylinder yang digunakan dalam milling adalah
cylinder stainles stell dengan diameter 12,1 cm
dan panjang 22,9 cm yang dilengkapi 2 cylinder
pejal di dalamnya. Pada cylinder terdapat lubang
dengan panjang 5,5 cm dan lebar 2,7 cm yang
berfungsi untuk memasukkan sampel yang akan
di milling disertai dengan tutupnya.

(a) (b) (c)
Gambar 2. Bagian-bagian cylinder milling (a)milling nampak
luar, (b) cylinder untuk pencampuran polimer dan katalis, dan (c)
pada saat proses pelapisan berlangsung
Parameter yang digunakan dalam penelitian
pelapisan nanomaterial TiO
2
pada polimer dan
penerapannya sebagai fotokatalisis pengolahan
limbah metilen biru tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi parameter pengujian

Parameter Spesifikasi
Katalis TiO2 teknis fasa anatase
Polimer Polyprophylene (PP)
Suhu pelapisan 100
0
C
Optimasi lamanya waktu pelapisan 75, 90, dan 105 menit
Limbah Metilen Biru
Waktu pengujian 0 jam- 120 jam
Karakterisasi UV-VIS

Proses pelapisan TiO
2
terhadap polimer
Polyprophylene (PP) dilakukan pada suhu 100
0
C dengan
variasi waktu coating selama 75 menit, 90 menit, dan 105
menit. Suhu dan waktu pada saat melakukan milling dapat
diset otomatis pada alat milling. Secara kasat mata, hasil
pelapisan TiO
2
terhadap polimer Polyprophylene (PP) pada
masing-masing waktu tertentu tidak dapat terbedakan,
namun polimer Polyprophylene (PP) sebelum dan sesudah
dilapisi dapat terbedakan dengan mudah dilihat dari
ketransparan polimer. Polyprophylene (PP) sebelum dilapisi
TiO
2
nampak transparan dan Polyprophylene (PP) setelah
dilapisi TiO
2
menjadi putih. Gambar 3 memperlihatkan PP
sebelum dilapisi dan setelah dilapisi TiO
2
pada optimasi
beberapa lamanya waktu pelapisan.


(a) (b) (c) (d)
Gambar 4. Polypropilena (PP) (a) sebelum dilapisi, dan setelah
dilapisi TiO
2
dengan waktu pelapisan (b) 75 menit, (c) 90 menit,
dan (d) 105 menit
Pengujian massa jenis yang dilakukan pada
Polyprophylene (PP) sebelum dan setelah dilapisi TiO
2
dapat diamati pada Tabel 2.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 98

Tabel 2. Massa jenis PP sebelum dan sesudah dilapisi TiO
2
Bahan
Waktu Pelapisan
(Menit)
Massa Jenis
(g/cm
3
)
Polyprophylene (PP) - 0,8174
Polyprophylene (PP) + TiO2 75 0,8305
Polyprophylene (PP) + TiO2 90 0,8290
Polyprophylene (PP) + TiO2 105 0,8315

Berdasarkan hasil uji massa jenis Polyprophylene
(PP) sebelum dan setelah dilapisi TiO
2
tidak memberikan
rentang nilai massa jenis yang begitu jauh. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun Polyprophylene (PP) telah
dilapisi oleh TiO
2
tidak memberikan dampak yang begitu
besar bagi massa jenis Polyprophylene (PP) itu sendiri.
Polyprophylene (PP) yang telah dilapisi pada beberapa
variasi waktu coating menunjukan nilai massa jenis yang
masih lebih kecil dari massa jenis air 1 g/cm
3
.
Sesuai dengan kajian masalah pada penelitian ini,
yaitu melapisi TiO
2
pada polimer yang memiliki massa jenis
lebih kecil daripada air agar dapat mengapung diatas air
pada saat pengujian efektivitas katalis sehingga
memudahkan penangan akhir dalam memisahkan katalis dan
air limbah uji, dan tidak menjadi polutan baru bagi air
limbah uji. Maka berdasarkan hasil eksperimen uji massa
jenis Polyprophylene (PP) sebelum dan sesudah dilapisi
TiO
2
memenuhi persyaratan tersebut.
Pemilihan Polyprophylene (PP) sebagai polimer yang
dilapisi oleh TiO
2
pada uji efektivitas katalis, selain massa
jenisnya lebih kecil daripada air, juga karena
Polyprophylene (PP) lebih transparan. Asumsi bahwa
setelah proses pelapisan, lapisan TiO
2
pada permukaan
Polyprophylene (PP) tidak merata, kemungkinan sebagian
cahaya matahari tidak mengenai lapisan TiO
2
tetapi
langsung mengenai permukaan Polyprophylene (PP).
Karena Polyprophylene (PP) transparan maka cahaya
matahari yang langsung mengenai permukaan polimer dan
tidak mengenai lapisan TiO
2
pada permukaan atas akan
diteruskan, dan dapat mengenai lapisan TiO
2
yang terdapat
pada bagian permukaan yang lain pada polimer. Hal ini
memungkinkan cahaya matahari yang mengenai lapisan
nanopartikel TiO
2
semakin banyak, sehingga akan
meningkatkan aktivitas fotokatalitik dalam mendegradasi
limbah metilen biru (MB).
A. Uji aktivitas katalis polimer berlapis TiO2 dengan
variasi lamanya waktu pelapisan
Hasil uji absorbansi sampel model limbah
metilen biru menggunakan spektrometer UV-Vis
pada pengolahan limbah setelah 120 jam
pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa
puncak absorbansi tertinggi terdapat pada panjang
gelombang 664 nm. Puncak absorbansi setelah
waktu pengolahan limbah selama 120 jam terlihat
saling berhimpitan pada setiap limbah dengan
penambahan katalis polimer berlapis TiO
2
dengan
suhu pelapisan katalis 75 menit, 90 menit, dan 105
menit. Nilai absorbansi untuk limbah tanpa
penambahan katalis, ditambahkan katalis polimer
berlapis TiO
2
dengan suhu pelapisan katalis 75
menit, 90 menit, dan 105 menit masing-masing
adalah 0,6702, 0,3820, 0,3804, dan 0,4114.



Gambar 4. Grafik absorbansi terhadap panjang gelombang untuk
limbah organik metilen biru setelah 120 jam

Hukum Lambert-Berr menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang linear antara absorbansi
dengan konsentrasi maka kurva kalibrasi larutan
standar metilen biru (Gambar 5) dengan
persamaan dapat digunakan untuk
penentuan konsentrasi metilen biru pada sampel
uji.


Gambar 5. Kurva kalibrasi larutan standar metilen biru

Hubungan linier antara absorbansi dan konsentrasi
menyimpulkan bahwa konsentrasi metilen biru yang paling
rendah terdapat juga pada sampel yang memiliki nilai
absorbansi paling rendah. Gambar 6 berikut menunjukkan
konsentrasi pada sampel limbah metilen biru tanpa
penambahan katalis dan dengan penambahan
Polyprophylene (PP) berkatalis TiO
2
pada variasi lama
pelapisan 75, 90, dan 105 menit.

-0.10
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
450 550 650 750
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Panjang gelombang (nm)
Tanpa katalis
Katalis 75 menit
Katalis 90 menit
Katalis 115 menit
A = 47,78C
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i

Konsentrasi MB (mM)

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 99


Gambar 6. Pengaruh penambahan fotokatalis dengan optimasi
lamanya waktu pelapisan TiO
2
pada polimer sebagai katalis
terhadap penurunan konsentrasi limbah
Pada Gambar 6 menununjukkan penurunan
konsentrasi yang relaif konstan setelah 48 jam
proses pengolahan. Pada jam ke-24 terlihat bahwa
konsentrasi terendah didapat untuk limbah dengan
penambahan katalis berlapis TiO
2
dengan lama
waktu pelapisan 75 menit. Hal ini disebabkan
karena bak sampel ditempatkan di halaman yang
terdapat pohon sehingga bayangan pohon dapat
menutupi sinar matahari yang seharusnya
mengenai katalis pada bak limbah. Pada akhir
pengolahan limbah menunjukkan katalis polimer
berlapis TiO
2
dengan waktu pelapisan 75 menit,
90 menit dan 105 menit mampu mendegradasi
limbah masing-masing sebesar 0,0155 mM,
0,0156 mM, dan 0,0149 mM dengan konsentrasi
awal 0,0235 mM. Sedangkan limbah yang tidak
ditambahkan katalis hanya mampu mendegradasi
senyawa metilen biru sebesar 0,0095 mM.
Konsentrasi yang didapatkan pada hari terakhir
pengujian menunjukkan penurunan konsentrasi
yang relatif sama, namun katalis polimer berlapis
TiO
2
dengan waktu pelapisan 90 menit mampu
mendegradasi sedikit lebih besar dibandingkan
katalis yang lainnya.
Semakin lama waktu degradasi maka
penurunan konsentrasi limbah metilen biru
semakin rendah. Hal ini disebabkan karena katalis
yang berada di dalam bak sampel akan
mendapatkan penyinaran yang lebih lama
sehingga lebih banyak katalis yang teraktifkan dan
menghasilkan hydroxyl radikal yang mampu
mengoksidasi limbah.
Perubahan konsentrasi yang tidak konstan
tiap jam proses ini, dikarenakan selama proses
penjernihan intensitas cahaya matahari yang
mengenai material fotokatalis tidak sama rata. Hal
ini terjadi karena pemanfaatan intensitas cahaya
matahari bergantung pada keadaan cuaca.
B. Uji kinetik proses fotodegradasi Metilen Biru
Pada proses fotodegradasi metilen biru (MB)
karena terkatalisis oleh TiO
2
, kinetika reaksi yang
terjadi merupakan orde satu[11]. Hasil penelitian
menunjukkan pengaruh nyata fotokatakisis
polimer berlapis TiO
2
dengan lamanya wakti
pelapisan 90 menit terhadap kinetika
fotodegradasi limbah metilen biru. Gambar 7
menunjukkan hubungan yang linier antara
logaritma natural dari rasio konsentrasi awal
dengan konsentrasi setelah penyinaran selama
waktu t (ln C
0
/C
t
) dengan waktu (t).



Gambar 7. Kinetika orde satu dari reaksi fotodegradasi limbah
MB yang dikatalisis polimer berlapis TiO2 dengan lamanya waktu
pelapisan 90 menit

Persamaan linier yang didapat dalam grafik
adalah ln C
0
/C
t
=0,008t. Dari perhitungan kinetika
diperoleh bahwa waktu paruh (T
1/2
) dan konstanta
kecepatan reaksi orde satunya masing-masing
adalah 86,64 jam dan 0,008 jam
-1
.
IV. KESIMPULAN
Modifikasi cylinder milling menggunakan
pemanggang makanan yang dilengkapi pemanas
dan waktu terkontrol menjadikan lamanya waktu
proses pelapisan dapat diatur pada waktu-waktu
tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa polimer polypropylene (PP)
memiliki massa jenis yang lebih kecil daripada
air. Hasil uji aktivitas fotokatalis polimer berlapis
TiO
2
dalam fotodegradasi limbah organik metilen
biru (MB) dengan variasi lamanya waktu
pelapisan fotokatalis polimer berlapis TiO
2
,
didapat waktu pelapisan optimum 90 menit.

0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0 24 48 72 96 120
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

(
m
M
)

Waktu (jam)
tanpa katalis
katalis 75 menit
katalis 90 menit
katalis 105 menit
ln C0/Ct = 0,008t
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 50 100 150
l
n

C
0
/
C
t

t (Jam)

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN
2301-5284


MAT 04: Asti Sawitri, dkk 100

PUSTAKA
[1] Y. Maryani,I. Kustiningsih, M.Y. Rakhma,dan H.
Nufus, Uji Aktivitas Beberapa Katalis pada Proses
Degradasi Senyawa Aktif Deterjen secara Fotokatalisis.
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses,2010, ISSN:
1411-4216.
[2] Slamet, R. Syakur and W. Danumulyo, Pengolahan
Limbah Berat Chromium (VI) dengan Fotokatalis TiO
2
,
Makara Teknologi, Vol. 7, no 1,2003, pp. 27-32.
[3] Slamet, R. Arbiyanti dan Daryanto, Pengolahan Limbah
Organik (Fenol) dan Logam Berat (Cr
6+
atau Pt
4+
)
secara Simultan dengan Fotokatalis TiO
2
, ZnO-TiO
2
,
dan CdS-TiO
2
, Makara Teknologi, Vol. 9, no. 2, 2005,
pp. 66-71.
[4] K. Hashimoto, H. Irie, A. Fujishim, TiO
2
Photocatalysis: A Historical Overview and Future
Prospects, Japanese Journal of Applied Physics,Vol.
44, 2005, 8269-8285.
[5] Aruranri, O., Abdullah, M., Khairurrijal, dan H.
Mahfudz, . Penjernihan Air dari Pencemar Organik
dengan Proses Fotokatalis pada Permukaan Titaniun
Dioksida (TiO
2
). Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi,
Edisi khusus, 2010, ISSN 1979-0880.
[6] Subiayanto, H., Abdullah, M., Khairurrijal, dan H.
Mahfuz, . Pelapisan Nanomaterial TiO
2
Fasa Anatase
pada Nilon Menggunakan Bahan Perekat Aica Aibon
dan Aplikasinya sebagai Fotokatalis, Jurnal Nanosains
dan Nanoteknologi,2009, Edisi khusus, ISSN 1979-
0880.
[7] V. A. Isnaini, I. F. Amalia, Hasniah, A., O. Arutanti,.,
Masturi, B. W. Nuryadin, Khairurrijal, and Abdullah,
M. A Novel Method for Synthesis of TiO
2

Nanoparticles-coated Plastic Fibers Using a Vibration
Method and the Use of Coated Fibers as Photocatalitic
Materials for Decomposing of Organic Pollutant in
Water under Sunlight Illumination, The Third
Nanoscience ans Nanotechnology Symposium 2010
(NNSB2010). AIP Conference Proceedings, Vol. 1284,
2010, pp. 134-137.
[8] O. Arutanti, Pelapisan Permukaan HDPE (High Density
Polyethylene) dengan Titanium Dioksida Anatase
menggunakan Metode Cylinder Milling dan
Aplikasinya sebagai Fotokatalis. Skripsi, Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, ITB.2010.
[9] I. Fitria, Pelapisan Nanopartikel TiO
2
pada Bulir
Polimer Transparan dan Aplikasinya sebagai
Fotokatalis dengan Radiasi Matahari. TESIS, Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, ITB.2011.
[10] F. P. Raquel, F. J. Nogueira, and F. J.
Wilson., 1993. Photodegradation of
Methylene Blue Using TiO2 as
Semiconductor Photocatalyst, J. Phys. Educ.,
70:861.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


MAT 05: Nina Y. Hasanah, dkk 101

Studi Awal: Fosfor Boron Carbon Oxynitride (BCNO) Nanopartikel

1
Nina Y. Hasanah,
1,2*
Bebeh W. Nuryadin, dan
2
Ferry Iskandar
1
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung 40614
2
Departemen Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung 40123
*bebehwahid102@gmail.com

Abstrak Kami berhasil mensintesis BCNO partikel fosfor menggunakan metoda hidrotermal. Sebuah kinerja PL relatif
tinggi dapat dicapai dengan menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon karena asam sitrat memiliki distribusi berat
molekul seragam dan kinetika reaksi tinggi selama proses reaksi. Fosfor BCNO diperoleh pada suhu rendah 1600 C dalam
kondisi tekanan tinggi, udara ambient dan tanpa menggunakan ion tanah jarang sebagai pusat luminescence. Variasi puncak
PL dan intensitas pendaran diperoleh dengan mengendalikan rasio molar karbon/boron larutan prekursor, temperatur dan
waktu sintesis.

Kata kunci: Boron Carbon Oxynitride, metoda hidrotermal, asam sitrat, material fosfor.

Abstract We successful synthesize the phosphor particles BCNO using hydrothermal method. A relatively high PL
performance can be achieved using citric acid as a carbon source for citric acid has a molecular weight distribution and the
uniformly high reaction kinetics during the reaction process. BCNO phosphor obtained at low temperature 1600 C under
high pressure conditions, and the ambient air without the use of rare earth ions as luminescence centers. Variation of PL peak
and the luminescence intensity is obtained by controlling the molar ratio of carbon / boron precursor solution, temperature
and time of synthesis.

Key words: Boron Carbon Oxynitride, hydrothermal method, citric acid, phosphor materials.

I. PENDAHULUAN
Nanoteknologi merupakan suatu istilah yang maknanya
meliputi perancangan, konstruksi dan pemanfaatan struktur
fungsional dengan minimal salah satu karakterisasi
ukurannya diukur dalam nanometer. Material dan sistem
semacam itu dapat dirancang untuk menunjukkan
kebaruan dan kemajuan yang signifikan secara fisik,
kimiawi, dan biologis baik dalam segi sifat, fenomena
maupun prosesnya sebagai akibat dari batasan ukuran dari
anggota partikel atau molekulnya. Ketika fitur
karakterisasi struktur berada dalam rentang antara atom-
atom terisolasi dan material makroskopik bulk misalnya
antara 10-9 m sampai 10-7 m (1-100 nm), objek tersebut
dapat memperlihatkan atribut fisik yang sangat berbeda
dari apa yang diperlihatkan atom-atom maupun material-
material bulk. Ini dapat menjadi kesempatan untuk
teknologi baru dan juga tantangan yang baru.
Sejak tahun 2000, riset material skala nanometer
memasuki babak yang paling progressif. Penemuan baru
dalam bidang ini muncul hampir dalam tiap minggu dan
aplikasi-aplikasi baru mulai tampak dalam berbagai
bidang, seperti bidang elektronik (pengembangan divais
ukuran nanometer), energi (pembuatan sel surya yang
lebih efisien), kimia (pengembangan katalis yang lebih
efisien, baterai yang kualitasnya lebih baik), kedokteran
(pengembangan peralatan baru pendeteksi sel-sel kanker
berdasarkan pada interaksi antar sel kanker dengan partikel
berukuran nanometer), kesehatan (pengembangan obat-
obat dengan ukuran butir beberapa nanometer sehingga
dapat melarut cepat dalam tubuh sehingga bereaksi lebih
cepat dan pengembangan obat smart yang bisa mencari
sel-sel tumor dalam tubuh langsung mematikan sel
tersebut tanpa mengganggu sel-sel normal), lingkungan
(penggunaan partikel skala nanometer untuk
menghancurkan polutan organik di air sungai) [1] dan
sebagainya.
Aplikasi nanomaterial dalam bidang energi adalah
aplikasi pencahayaan yang efektif dan efisien, salah
satunya adalah lampu hemat energi dan LED putih. Salah
satu bagian material penting dari aplikasi itu adalah
material fosfor. Namun material fosfor yang ada dipasaran
saat ini masih menggunakan ion-tanah jarang sebagai
aktivator sumber pendaran. Sebagai contoh Ca- -
SiAlON:Eu
2+
sebagai fosfor dengan pendaran kuning, dan
-SiAlON:Eu
2+
sebagai fosfor dengan pendaran hijau.
Penggunaan ion-tanah jarang memiliki beberapa
kelemahan yaitu proses sintesis membutuhkan tekanan dan
temperatur yang tinggi, selain itu secara ekonomis harga
ion-tanah jarang sangat mahal dan produksinya didominasi
oleh Cina. Untuk itu perlu dikembangkan material baru
sebagai pengganti fosfor tersebut.
Salah satu material yang memiliki peluang
menggantikan material di atas adalah material fosfor
BCNO. Material ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
memiliki daerah pendaran yang luas, warna jingga hingga
mendekati warna merah dengan intensintas yang tinggi;
dapat disintesis dengan satu proses pemanasan pada suhu
yang relatif rendah (< 900
o
C) dan udara ambien.
Untuk pertama kali kami perkenalkan nanopartikel
fosfor BCNO yang disintesis dengan metoda hidrotermal.
Melalui metoda ini kami dapat menurunkan temperatur
sintesis hingga dibawah 200
o
C. Namun dengan puncak
pendaran fotoluminensi dan intensitas pendaran yang
tinggi bergantung pada temperatur, waktu dan komposisi
prekursor.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


MAT 05: Nina Y. Hasanah, dkk 102



II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Nanokristal fosfor BCNO kami sintesis dengan asam
borik (B(OH)
3
), urea dan asam sitrat sebagai sumber
boron, nitrogen dan karbon. Asam sitrat kami gunakan
untuk meningkatkan kinetika reaksi antara asam borik dan
urea, sumber karbon dan sebagai bahan yang mencegah
terjadinya aglomerasi antara nanokristal fosfor yang
terbentuk.
Prosedur eksperimen mengikuti skema berikut:
pertama, H(BO)
3
, Urea dan asam sitrat dilarutkan ke dalam
40 ml air aquades. Prekursor diaduk dengan kecepatan 500
rpm pada temperatur 70
o
C sehingga didapatkan larutan
bening. Terakhir prekursor yang telah teraduk dipindahkan
ke dalam autoclave stainless stell, kemudian autoclave
ditutup sempurna. Kemudian autoclave dipanaskan pada
temperatur 100 160
o
C dan dibiarkan selama 3 10 jam.



(a)


(b)
Gambar 1. (a). perangkat autoclave, (b). skema proses
hidrotermal fosfor BCNO nanopartikel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


(a) (b)
Gambar 1. Nanokristal fosfor BCNO; (a). non-UV light,
dan (b) under UV Light at 365 nm.


(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 2. Luminesensi nanopartikel fosfor BCNO dengan
variasi konsentrasi asam sitrat varied N/B =10 dan
temperatur sintesis pada 140
o
C; (a) C/B=0.05, (b)
C/B=0.3, (c) C/B=0.5, (d) C/B=1, (e) C/B=2.

Gambar 3. Hubungan Intensitas pendaran dengan rasio
atom carbon/boron (C/B).


a) (b) (c)

Gambar 4. Luminescence of BCNO phosphor nanocrystal
with varied urea concentration with C/B constant at 0.3;
(a) N/B=5, (b) N/B=10, (d) N/B=20.
Asam borik Urea Asam sitrat
Dicampur 70
o
C dam
500 rpm hingga
didapat prekursor
bening
Autoclave
Temp : 100 160
o
C
Waktu : 3 10 jam
Karakterisasi
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


MAT 05: Nina Y. Hasanah, dkk 103



Gambar 5. Hubungan Intensitas pendaran dengan rasio
atom nitrogen/boron (N/B).


Gambar 6. Luminesensi nanokristal fosfor BCNO dengan
variasi temperatur dengan N/B dan C/B tetap pada 10 dan
1; (a) 120
o
C, (b) 140
o
C, (c) 160
o
C.

Gambar 7. Hubungan Intensitas pendaran dengan rasio
atom nitrogen/boron (N/B).


Gambar 8 Luminesensi nanokristal fosfor BCNO dengan
variasi waktu sintesis dengan N/B dan C/B tetap pada 10
dan 1, dan temperatur sintesis pada 120
o
C; (a) 0 jam, (b)
3 jam, (c) 5 jam, (d) 10 jam.


Gambar 9. Hubungan Intensitas pendaran dengan lama
waktu sintesis.

IV. KESIMPULAN
Kami berhasil mensintesis BCNO partikel fosfor
menggunakan metoda hidrotermal. Sebuah kinerja PL
relatif tinggi dapat dicapai dengan menggunakan asam
sitrat sebagai sumber karbon karena asam sitrat memiliki
distribusi berat molekul seragam dan kinetika reaksi tinggi
selama proses reaksi. Fosfor BCNO diperoleh pada suhu
rendah 1600 C dalam kondisi tekanan tinggi, udara
ambient dan tanpa menggunakan ion tanah jarang sebagai
pusat luminescence. Variasi puncak PL dan intensitas
pendaran diperoleh dengan mengendalikan rasio molar
karbon/boron larutan prekursor, temperatur dan waktu
sintesis.

V. UCAPAN TERIMAKASIH
Riset ini didanai oleh Riset KK Fismatel Institut
Teknologi Bandung (ITB) 2012. Penulis mengucapkan
rasa terima kasih kepada Prof. K. Okuyama dan Dr. T. Ogi
dari Hiroshima University untuk diskusi dan bantuanya
dalam pengukuran PL.

VII. PUSTAKA
[1] T. Ogi, Y. Kaihatsu, F. Iskandar, W. Wang and K.
Okuyama, Facile Synthesis of New Full-Color-Emitting
BCNO Phosphors with High Quantum Efficiency,
Advanced Materials, Vol. 20, No. 17, 2008, pp. 3235-
3238.
[2] Y. Kaihatsu, F. Iskandar, H. Widiyandari, W.N. Wang,
and K.Okuyama, Fabrication and Characterization of a
Yellow-Emitting BCNO Phosphor for White Light-
Emitting Diodes, Electrochem. Solid-State Lett., Vol. 12,
No. 3, 2009, pp. J33-J36.
[3] W. N. Wang, Y. Kaihatsu, F. Iskandar, and K. Okuyama,
Chemical and photoluminesc ence analy ses of new
carbon- based boron oxynitride phosphors, Mater. Res.
Bull., Vol. 44, 2009, pp. 2099-2102.
[4] X. Liu, S. Ye, Y. Qiao, G. Dong, Q. Zhang and J. Qiu.,
Facile synthetic strategy for ecient and multi-color
uorescent BCNO nanocrystals, Chem. Commun., 2009,
pp. 40734075.
[5] X Liu, S Ye, G Dong, Y Qiao, J Ruan, Y Zhuang, Q
Zhang, G Lin, D Chen and J Qiu, Spectroscopic
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


MAT 05: Nina Y. Hasanah, dkk 104

investigation on BCNO-based phosphor:
photoluminescence and long persistent phosphorescence,
J. Phys. D: Appl. Phys., Vol. 42, 2009, 215409 (9pp).
[6] Y. Kaihatsu, W.N. Wang, F. Iskandar, T. Ogi, K.
Okuyama, Effect of the Carbon Source on the
Luminescence Propertiesof Boron Carbon Oxynitride
Phosphor Particles, J. Electrochem. Soc., Vol. 157, No.
10, 2010, pp. J329-J333.
[7] W. Lei, D. Portehault, R. Dimova, and M. Antonietti,
Boron Carbon Nitride Nanostructures from Salt Melts:
Tunable Water-Soluble Phosphors, J. Am. Chem. Soc.,
Vol. 133, 2011, pp. 7121 7127.
[8] B. W. Nuryadin, I. D. Faryuni, F. Iskandar, M. Abdullah,
and Khairurrijal, The 4th Nanoscience and
Nanotechnology Symposium, AIP Conference
Proceedings 1415, Bali, September 2011, pp. 171-174.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 105


Alat Ukur Tinggi Badan Digital dengan Menggunakan Gelombang
Ultrasonik Berbasis Mikrokontroler ATMEGA 8535

Saepurrohman Sidik, Dian Syah Maulana, Mada Sanjaya W.S
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
saepul.sarsi@gmail.com

Abstrak Dalam makalah ini, telah dibuat alat ukur tinggi badan otomatis dengan menggunakan gelombang ultrasonik
berbasis mikrokontroler AT Mega 8535 alat ini dibuat untuk mempermudah kerja manusia dalam melakukan pengukuran
terhadap tinggi badannya. Gelombang ultrasonik memancarkan gelombang mekanik yang frekuensinya lebih dari 40 KHz,
dipancarkan oleh sinyal transmitter (pengirim) terhadap benda dan memantulkan gelombang serta diterima oleh receiver
(penerima), sinyal input receiver tersebut diterima oleh mikrokontroler dan diolah dengan algoritma menggunakan software
code vision AVR, sehingga hasil pengolahannya akan terlihat di layar LCD yang telah disambungkan dengan mikrokontroler
AT Mega 8535 pada Port C. Selain itu hasil nilai pada LCD menunjukan beberapa keakuratan yang tidak ada di alat ukur
manual yaitu ketelitian alat mencapai dua digit dibelakang koma, sehingga mampu membaca bagian lebih dari pengukuran
manual. Pada pengujian alat pengukur tinggi badan digital kepada 10 orang dan diadapatkan hasil pengukuran 99,761%
sama dengan pengukuran manual (meteran) namun terdapat hasil yang lebih akurasi dari sensor ultrasonik.

Kata kunci: Ultrasonik, mikrokontroler, transmiter, receiver, LCD, code vision AVR.

Abstract In this paper, has been made automatic height gauge by using ultrasonic waves AT Mega 8535 microcontroller-
based tool designed to facilitate the work of man in making measurements of height. Ultrasonic wave emitting mechanical
waves whose frequency is more than 40 KHz, the signal emitted by a transmitter (sender) to the object and reflected waves as
well as received by the receiver (the receiver), receiver input signal is received by the microcontroller and processed by the
algorithm using the software code vision avr, so processing results will be seen on the LCD screen that has been connected
with aT Mega 8535 microcontroller on Port C. In addition to the LCD shows the results of some accuracy that is not in the
manual measuring devices are precision tools by double digits behind the comma, so it is more than capable of reading the
manual measurements. In the testing of digital height gauges to 10 people and 99.761% diadapatkan measurements with
manual measurements (meter), but there is a more accurate result of the ultrasonic sensor.

Key words: Ultrasonic, microcontroller, transmitter, receiver, LCD, code vision AVR.


I PENDAHULUAN
Di zaman modern sekarang ini banyak teknologi-
teknologi canggih yang dipergunakan sebagai alat untuk
mempermudah kerja manusia, namun pada zaman sekarang
ini pula alat untuk mengukur tinggi badan masih banyak
menggunakan peralatan manual. Banyak diantara kita yang
mengukur tinggi badan hanya jika ada alat untuk
mengukurnya, namun ketika akan mengukur harus
mempersiapkan alat meteran manual yang tidak bisa
dilakukan oleh sendiri karena membutuhkan orang lain
untuk mengukur tinggi badannya, maka dari itu dibuat
pengukur tinggi badan digital dengan menggunakan
gelombang ultrasonik untuk mempermudah serta
mempersingkat waktu kerja manusia, dimana alat ini bisa
dipergunakan mandiri tanpa bantuan dari orang lain, tinggal
tekan tombol on-off dan layar pembacanya sudah tersedia di
depan mata.
Alat ini terdiri dari perangkat keras (Hardware) yaitu
rangkaian mikrokontroler AT Mega 8535, rangkaian serial
dan sensor ultrasonik. Cara kerja dari alat ini adalah sensor
ultrasonik (transmitter) memancarkan gelombang ultrasonik
dan mendeteksi objek (orang) yang akan diukur kemudian
gelombang tersebut dipantulkan kembali ke penerima
(receiver) sensor ultrasonik. Data yang dihasilkan dari
penerima (receiver) sensor ultrasonik kemudian dikirimkan
ke mikrokontroler yang diprogram dengan perangkat lunak
(Software) menggunakan bahasa pemrograman Code Vision
AVR untuk diolah atau diproses. Agar data tersebut bisa
dilihat secara visual maka data tersebut dikirimkan ke PC
(Personal Computer) dengan menggunakan komunikasi
serial. Data yang dikirimkan ke PC merupakan data yang
berupa angka dan angka tersebut adalah nilai dari tinggi
badan dalam satuan cm.
Alat ini sangatlah bermanfaat untuk kehidupan manusia di
zaman modern sekarang ini, secara umum alat ini lebih
sering dipergunakan untuk akademi penerimaan angkatan
kepolisian, ABRI, Tentara, dan lain sebagainya. Selain itu
gelombang untrasonik tidak membahayakan bagi kesehatan
tubuh, karena gelombang yang dipancarkan berupa
gelombang mekanik sehingga tidak terserap oleh tubuh.

II DASAR TEORI
A. Skema Alat Ukur
Alat pengukur tinggi badan digital ini terdiri dari
mikrokontroler AT Mega 8535, sensor ultrasonik, layar
LCD, software algoritma code vision AVR dan kerangka
penyanggah, seperti pada gambar 2.1 di bawah.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 106




Gambar 1. Skema alat ukur digital

Alat pengukur tinggi badan digital didefinisikan sebagai
piranti mekanik yang mampu melakukan pekerjaan manusia,
sehingga dapat dilakukan oleh alat tersebut tanpa bantuan
orang lain/petugas, artinya bisa dilakukan oleh orang yang
mengukur tinggi badannya. Maka sesuai perkembangan
zaman yang lebih mengarah kepada era teknologi digital,
dibuatlah alat pengukur tinggi badan ini hal ini sangat
bermanfaat bagi kegiatan-kegiatan penerimaan akademik
kepolisian, ABRI, dan lain sebagainya. Selain itu pemakain
alat ini begitu mudah dan mampu dilakukan oleh orang
dewasa ataupun anak-anak, karena gelombang ultrasonik
yang digunakan tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh
manusia, jadi sangat aman dan mudah untuk digunakan
berbagai kalangan dan usia.
Cara kerja dari alat ini adalah dengan menggunakan
persamaan dimana persamaan ini memunculkan tinggi
badan orang yang di ukur

(1)

Keterangan:
TK = Tinggi Kerangka
JS = Jarak Pantulan Sensor

Dalam hal kemudahan alat pengukur ini telah disiapkan
berbagai piranti, pada bagian samping kiri layar LCD
terdapat tombol on-off sehingga ketika di tekan langsung
terdapat nilai tinggi badan di layar LCD berupa angka
dengan keakurasian dua digit di belakang koma.
Rancangan LCD dan Ultrasonik Terhadap AT Mega 8535



Gambar 2. Skema Umum Rangkaian Alat Ukur Digital

B. Mikrokontroler AT Mega 8535
Mikrokontroler adalah suatu piranti yang difungsikan
sebagai pengontrol utama sistem kerja rangkaian melalui
software yang diprogram, yaitu untuk memproses data-data
yang berasal dari input sensor penerima ultrasonik.
Selanjutnya data-data tersebut diolah oleh mikrokontroler
dan kemudian akan dibaca di layar LCD.
Mikrokontroler yang digunakan adalah AT Mega 8535
karena mikrokontroler yang satu ini harganya relatif murah,
kemudahan dalam program dan fitur-fitur menarik yang
dimilikinya. AT Mega 8535 ini terdiri dari 40 pin yang
memiliki fungsi masing-masing (gambar.3).



Gambar 3. PIN AT Mega 8535

Konfigurasi pin AT Mega 8535 dengan kemasan 40 Pin
DIP (Dual In-line Package) dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan fungsi dari masing-
masing pin AT Mega 8535 sebagai berikut:
a. Vcc merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan
catu daya.
b. GND merupakan pin Ground.
c. Port A (PA0 PA7) merupakan pin input/output dua
arah dan pin masukan ADC.
d. Port B (PB0 PA7) merupakan pin input/output dua
arah dan pin dengan fungsi khusus seperti SPI, MISO,
MOSI, SS, AIN1/OC0, AIN0/INT2, T1, T0 T1/XCK.
e. Port C (PC0 PC7) merupakan pin input/output dua
arah dan pin dengan fungsi khusus, seperti TOSC2,
TOSC1, TDI, TD0, TMS, TCK, SDA, SCL.
f. Port D (PD0 PD7) merupakan pin input/output dua
arah dan pin dengan fungsi khusus, seperti RXD, TXD,
INT0, INT1, OC1B, OC1A, ICP1.
g. RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset
mikrokontroler.
h. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock
eksternal.
i. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
j. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

Dalam sebuah mikrokontroler memori merupakan bagian
yang sangat penting pada mikrokontroler, dan
mikrokontroler memiliki dua macam memori yang sifatnya
berbeda.
a. Read only memory (ROM) yang isinya tidak berubah
meskipun IC kehilangan catu daya. Sesuai dengan
keperluanya, dalam susunan MCS-51 memori
penyimpanan program ini di namakan sebagai memori
program.
b. Random access memori (RAM) isinya akan sirna begitu
IC kehilangan catu daya, dipakai untuk menyimpan data
saat program bekerja. RAM yang dipakai untuk
menyimpan data ini di sebut sebagai memori data.

AT Mega 8535 mempunyai 32 general purpose register
(R0..R31) yang terhubung langsung dengan Arithmetic
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 107


Logic Unit (ALU), sehingga register dapat diakses dan
dieksekusi hanya dalam waktu satu siklus clock. ALU
merupakan tempat dilakukannya operasi fungsi aritmetik,
logika dan operasi bit. R30 disebut juga sebagai Z-Register,
yang digunakan sebagai register penunjuk pada
pengalamatan tak langsung. Didalam ALU terjadi operasi
aritmetik dan logika antar register. Antara register dan suatu
konstanta, maupun operasi untuk register tunggal (single
register). Berikut arsitekturnya yang ditunjukkan blok
diagram pada Gambar 4.



Gambar 4. Diagram blok mikrokontroler AT Mega 8535

C. Sensor Ultrasonik (PING)
Sensor jarak ultrasonik ping adalah sensor 40 khz
produksi parallax yang banyak digunakan untuk aplikasi
aplikasi sensor jarak. Kelebihan sensor ini adalah hanya
membutuhkan 1 sinyal (SIG) selain jalur 5 volt dan ground.


Gambar 5. Sensor jarak ultrasonik (PING)

Sensor PING mendeteksi jarak objek dengan cara
memancarkan gelombang ultrasonik (40 KHz) kemudian
mendeteksi pantulannya. Sensor PING memancarkan
gelombang ultrasonik sesuai dengan kontrol dari
mikrokontroller pengendali. Keluaran dari pin SIG ini yang
dihubungkan ke salah satu port di kit mikrokontroller.
Berikut contoh aplikasi sensor PING pada mikrokontroler
AT Mega 8535, dimana pin SIG terhubung ke PD pin6, dan
memberikan catu daya 5V dan ground. fungsi SIGOUT
untuk mentrigger ping, sedangkan fungsi SIGIN digunakan
untuk mengukur pulsa yang sesuai dengan jarak dari objek
target.


Gambar 6. Sensor ultrasonik terhadap AT Mega 8535

Kisaran pengukuran 3 cm 3 m dengan input trigger
positive TTL pulse, 2 s min, 5 s tipikal, echo hold off 750
s dari trigger pulse, delay before next measurement 200 s.
Pada prinsip alat ukur ini digunakan jarak jangkauan 201
cm, dikarenakan jarang 201 cm dianggap mampu
mendeteksi secara akurat benda yang ada di depannya.


Gambar 7. Jarak ukur sensor (PING)

D. Rangkaian LCD (Liquid Crystal Display) Penampil
LCD merupakan layar penampil yang sering digunakan
dalam berbagai alat mikrokontroler, selain bentuknya yang
kecil tampilan dalam layar LCD ini sangat jelas terlihat
karena memiliki layar tampilan (2 baris, 16 kolom)
dengan konsumsi daya yang rendah.



Gambar 8. Skema hubungan pin LCD dengan Mikrokontroler

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 108


Sesuai dengan skema hubungan antara pin LCD dengan
miktokontroler pada gambar 2.8, untuk mengakses LCD
2x16 kita harus mengkonfigurasikan pin dari LCD dengan
pin I/O mikrokontroler tersebut. Konfigurasi dari pin-pin
tersebut sebagai berikut:

Tabel 1. Konfigurasi Pin LCD dengan Pin Mikrokontroler

PIN
LCD
Keterangan
PIN
Mikrokontroler
Keterangan
4 RS 22 PC0
5 RW 23 PC1
6 EN 24 PC2
11 D4 26 PC4
12 D5 27 PC5
13 D6 28 PC6
14 D7 29 PC7

E. Code vision AVR
Code vision AVR merupakan salah satu program bahasa
C yang berbasis Windows, keuntungan menggunakan code
vision AVR lebih besar dibandingkan menggunakan
program yang lain seperti under DOS. Code vision AVR
dalam pemrogramannya menggunakan bahasa C maupun
bahasa C++. Namun dalam penelitian kali ini penulis
menggunakan code vision AVR untuk bahasa C, karena
bahasa C sangat compatibel dengan mikrokontroller AVR
terutama mikrokontroller AT Mega 8535.
Code vision AVR menyediakan area kerja dan toolbar
yang mudah untuk melakukan berbagai operasi dan
memiliki beberapa menu aplikasi windows yaitu meliputi
File, Project, Edit, Debug, View, Tool, Windows, Help,
check sytak eror compile dan make. Ada perbedaan pada
menu Code Vision AVR yaitu, ketika belum ada satu pun
project atau file yang dibuka, Code Vision AVR hanya
memiliki enam menu yaitu File, Project, View, Tools,
Debug dan Help. Namun jika sebuah project atau file telah
dibuka, atau sedang dikerjakan, maka akan terdapat dua
menu tambahan yaitu Edit dan Windows.
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan bahasa C
pemrograman untuk sensor jarak dengan sistem program
sebagai berikut:
#include <mega8535.h>
// Alphanumeric LCD Module functions
#include <alcd.h>
#include <delay.h>
#include <stdio.h>
#include <stdlib.h>
unsigned int jarak;
float dutu;
unsigned char data[16];
void RF1(void)
{
unsigned int i=0;
jarak=0;
DDRD.6=1;
PORTD.6=1;
delay_us(5);
PORTD.6=0;
DDRD.6=0;
PORTD.6=1;
while(PIND.6==0){i++; if(i>=10000) break;}
while(PIND.6==1){jarak++; if(jarak>=10000) break;}
PORTD.6=0;
delay_ms(10);
...........................................................................................
// Global enable interrupts
//#asm("sei")
lcd_init(16);
lcd_gotoxy (2,0) ;
lcd_putsf ("== welcome ==") ;
lcd_gotoxy(2,1);
lcd_putsf("==you heppy==");
delay_ms(1000);
while (1)
{
RF1();
// Place your code
dutu = 201.98-((0.02 * jarak) + 0.252);
sprintf(data,"%4.2f",dutu);
lcd_clear();
lcd_gotoxy (0,0) ;
lcd_putsf ("== TINGGI ANDA ==") ;
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(data);
delay_ms(100);
}

III METODE EKSFERIMEN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan alat ukur tinggi
badan digital adalah:

Tabel 1. Alat dan bahan alat ukur tinggi badan digital
No Nama Alat dan Bahan Jumlah
1 Mesin bor 1buah
2 Mesin pemotong alumunium 1buah
3 Gergaji 1buah
4 Komputer 1buah
5 Downloader 1buah
6 Meteran 1buah
7 Solder 1buah
8 Alumunium 4 lembar
9 Kayu 4 meter
10 baut 10 buah
11 ATMega 8535 1buah
12 Jumper IC 40 1buah
13 Kristal 12 MHz 1buah
14 Potensiometer 10 kohm 1buah
15 Resistor 220 ohm 2 buah
16 Kapasitor 33mikroF 2 buah
17 Jumper tunggal 4 buah
18 LM 8705 1 buah
19 Sensor Ultrasonik (PING) 1 buah
20 LCD 1 buah
21 Kabel tunggal 3 warna 10 meter
22 Baterai 9 volt 1

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 109


B. Pembuatan Alat
Pada pembuatan alat ini pertama yang harus disiapkan
adalah Skema pembuatan seperti terlihat pada di bawah



Gambar 9. Skema Line hardware alat ukur tinggi badan

Kemudian siapkan bahan-bahan piranti hardware seperti
mikrokontroler AT Mega 8535, jumper IC 40, potensio,
resistor, kapasitor, kristal, jumper, LM 8705. Hubungkan
setiap pin pada skema diatas sesuai dengan kaki-kaki yang
telah dibuat.
Sambungkan semua rangkaian menjadi rangkaian yang
sempurna seperti pada gambar 2.2. Setelah semuanya
terpasang, kemudian uji LCD dan uji sensor ultrasonik
untuk menghasilkan persamaan yang akaan dimasukan ke
software code vision AVR.
Kemudian buatlah penyanggah sensor ultrasonik dan boks
untuk menyimpan mikrokontroler serta LCD, seperti terlihat
pada gambar 2.1.
C. Pengujian Alat
Setelah alat selesai dibuat, ujilah sensor ultrasonik untuk
menghasilkan rumus linear yang nantinya akan dibuat
untuk rumus penukuran pada code vision AVR. Selanjutnya
ujilah alat ukur untuk ketinggian badan sebanyak 10 orang
dengan 1 kali pengukuran, namun terlebih dahulu di
kalibrasi agar tidak terjadi noizs pada pembacaan LCD.
Kemudian ukur pula tinggi badan ke 10 orang tersebut
dengan menggunakan alat ukur manual (meteran) sebanyak
1 kali pengukuran. Bandingkan hasil pengujian
menggunakan alat ukur digital dan alat ukur manual, analisis
hasil dari kedua alat ukur tersebut, mana yang lebih akurat.

IV HASIL DAN ANALISIS DATA
A. Hasil
Pada proses pengukuran, terlebih dahulu di uji kalibrasi
sensor ultrasonik untuk menghasilkan rumus yang nantinya
akan dimasukan ke dalam software code vision AVR untuk
pengukuran tinggi badan yang akurat. Dan hasil
pengujiannya adalah sebagai berikut:




Tabel 2. Hasil pengujian sensor ultrasonik

Jarak (cm) Nilai Ukur Jarak (cm) Nilai Ukur
5 233 80 3896
10 483 85 4153
15 725 90 4392
20 952 95 4644
25 1211 100 4884
30 1459 105 5132
35 1712 110 5377
40 1944 115 5619
45 2197 120 5865
50 2435 125 6116
55 2677 130 6359
60 2923 135 6627
65 3176 140 6839
70 3419 145 7076
75 3664 150 7329



Gambar 10. Hubungan grafik jarak terhadap nikai ukur

Maka rumus untuk pengukuran adalah
, dengan x adalah jarak sensor.
Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengujian alat
kepada 10 orang dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Pengukuran dengan menggunakan alat ukur digital
dan alat ukur manual (meteran)

Orang
ke
Alat Ukur
Digital
(AD) (cm)
Alat ukur
manual
(meteran)
(cm)
Nilai Erorr
(|

| )
1 169,96 169 0,568
2 163,82 163 0,503
3 163,22 163 0,135
4 163,86 163 0,527
5 165,86 166 0,084
6 170,26 170 0,153
7 170,61 171 0,228
8 172,36 172 0,209
9 169,82 169 0,485
10 163,22 163 0,135
Rata2 167,299 166,9 0,239
y = 0.0204x + 0.2528
R = 1
0
100
200
0 5000 10000
J
a
r
a
k

(
c
m
)

Nilai ukur
Grafik Hubungan jarak dan
nilai ukur
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 01: Saepurrohman Sidik, dkk 110



B. Analisis Data
Pada pengujian sensor didapat nilai hasil untuk regresi
linear, dengan menggunakan microsoft excel didapat nilai
regresi linear dengan nilai dan x adalah
jarak pantulan sensor. Dengan hasil regresi tersebut kita
gunakan dalam pengujian alat dengan memasukan
persamaan tersebut ke dalam software code vision AVR,
maka dalam software tersebut di tulis dutu = 201.98-((0.02 *
jarak) + 0.252);. Artinya jarah sensor 201,98 nilai y hasil
regresi linear, hal ini terbukti akurat dalam pengukuran
tinggi badan digital yang telah dibuat.
Pada nilai hasil pengukuran terlihat bahwa nilai ukur
untuk 10 orang dengan rata-rata orang dalam satu
perkumpulan adalah 167,299 cm untuk hasil pengukuran
dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan digital dan
169,9 cm adalah hasil pengukuran dengan meteran biasa.
Dan nilai eror dari alat pengukur tinggi badan digital ini
adalah 0,239% itu artinya 99,761% alat ukur digital ini
akurat hingga mampu bersaing dengan alat ukur manual.
Selain itu alat ukur manual hanya memiliki keakurasian
hingga 0,1 cm sedangkan alat ukur digital bisa di komversi
sesuai dengan yang kita butuhkan, dan untuk alat ukur yang
telah dibuat ini ke akurasiannya hingga 0,01 cm karena niali
tersebut dianggap mampu mewakili alat ukur digital pada
umumnya.

V. KESIMPULAN
Dengan penuh dedikasi tinggi dan semangat untuk terus
menemukan ilmu-ilmu baru, alat Pengukur Tinggi Badan
Digital Menggunakan Gelombang Ultrasonik Berbasis
Mikrokontroler At Mega 8535 ini telah selesai dibuat.
Alat ukur ini dibuat dengan skema terlihat seperti pada
gambar 2.1 dengan tinggi kerangka 200 cm, tinggi palang
atas 30 cm, dan landasan bawah 2500 cm
2
(50cm x 50 cm).
Jarak jangkauan ultrasonik 201,98 cm ini dikarekan nilai
keakurasian sensor yang apabila semakin jauh nilai erorr
akan semakin tinggi, maka jarak 201,98 cm dianggap
mampu mendeteksi objek yang akan diukur dengan nilai
erorr yang kecil.
AT Mega 8535 adalah mikrokontroler dengan fitur-fitur
yang mudah untuk dioprasikan sehingga pada pembuatan
alat ukur digital tidak memerlukan waktu yang lama, selain
itu AT Mega 8535 ini sangan mudah untuk didapatkan di
pasaran dan harganya pun relatif murah.
Gelombang ultrasonik yang dipakai adalah dari sensor
ultrasonik (PING) dengan gelombang keluaran adalah
gelombang suara mekanik sehingga mampu dipantulkan
oleh benda-benda padat. Pada proses kali ini yang kita ukur
adalah kepala manusia dimana kepala merupakan benda
padat sehingga mampu memantulakn gelombang suara
ultrasonik dan tidak membahayakan untuk kesehatan tubuh.
Software algoritma yang dipakai adalah code vision AVR
karena software ini dianggap mudah untuk di jalankan dan
fitur-fitur dalam code vision AVR ini pun sangat menarik.
Hasil pengukuran yang keakurasian mencapai 99,761%
ini membuktikan bahwa di zaman modern sekarang ini alat
digital sudah mulai bersaing dengan alat-alat manual
lainnya, oleh karena itu penggunaan alat digital sangat
cocok untuk kondisi sekarang.

PUSTAKA
[1]. A. Nurochman, Sistem Monitoring Hidrologi Real
Time Dengan Menggunakan Wireless Data Logger
Untuk Pengendalian Pintu Air Pada Daerah Rawan
Banjir. Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.2009.
[2]. T. Budioko, Belajar Dengan Mudah dan Cepat
Pemrograman Bahasa C dengan SDCC. Gava
Media.Jakarta . 2005.
[3]. Haryanto. Pemrogaman Bahasa C Untuk
Mikrokontroler ATMega 8535. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.2005.
[4]. Abadi dan D. A. Setya., Sensor Ultrasonik Sebagai
Alat Navigasi Robot Pada Robot Pemadam Api
Berbasis Mikrokontroler AT Mega 8535, Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.
[5]. Sulistianty, S. Ratna, Warsito, Andi Darmawan.
Rancang bangun Model Sistem Pemantauan Tinggi
Muka Air Sungai Menggunakan Telemetri Radio,
.Skripsi, Universitas Lampung, Lampung, 2008.
[6]. Hartawan, Putu Timor., Perancangan dan Pembuatan
Alat Ukur Jarak Pada Kendaraan Berbasis
Mikrokontroler AT Mega 8535, Skripsi, Universitas
Pendidikan Ganesha, Singaraja, 2009.
[7]. Datasheet AT Mega 8535
[8]. Datasheet LCD (Liquid Crystal Display)
[9]. Datasheet Sensor Ultrasonik (PING)
[10]. DT-51 Application Note.AN93 Ultrasonic Ranger.
Tim IE.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 02: Irfan Syafar Farouk, dkk 111

Otomatisasi Alat Eksperimen Kalorimeter Menggunakan
Mikrokontroler ATmega 8535

Irfan Syafar Farouk, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
irfan.s.farouk@gmail.com

Abstrak Telah dilakukan pembuatan dan pengujian otomatisasi alat eksperimen kalorimeter menggunakan mikrokontroler
ATmega dengan sensor suhu LM35, didapatkan nilai kapasitas kalor kalorimeter yang terbuat dari kaca sebesar 933,03 J/kg
0
C dengan nilai kesalahan sebesar 18,64% dari nilai kapasitas kalor dari literatur sebesar 837 J/kg
0
C.

Kata kunci: Kalorimeter, otomatisasi, mikrokontroller, kapasitas kalor.

Abstract Has done production and automation testing tools calorimeter experiments using ATmega microcontroller with
LM35 temperature sensor, acquired value of heat capacity of glass calorimeter at 933.03 J/kg
0
C with an error value of
18.64% of the heat capacity of the literature value of 837 J/kg
0
C.

Key words: Calorimeter, automation, microcontroller, heat capacity.

I. PENDAHULUAN
Pengambilan data merupakan suatu kegiatan yang sering
kali dilakukan dalam sebuah penelitian apapun, ketepatan
pengambilan data merupakan hal penting yang akan
menentukan hasil penelitian. Namun pada kenyataannya
pengambilan data secara tepat merupakan hal yang mustahil
terjadi mengingat keterbatasan indra manusia. Contoh kasus
dalam kegiatan praktikum fisika dasar di UIN Sunan
Gunung Djati Bandung banyak terjadi besar ketidaktepatan
hasil percobaan melebihi 20% [1]-[2].
Diluar hal tersebut di masa modern ini telah banyak
berbagai macam sensor yang memiliki akurasi atau
ketepatan yang sangat bagus, seperti sensor suhu LM35
yang memiliki maksimum ketidaktepatan 2
0
C. Banyak
sekali alat-alat peraga pendidikan khususnya di bidang fisika
yang telah menggunakan sistem digital dengan
menggunakan mikrokontroler ATmega dan beberapa jenis
sensor. Alat-alat peraga tersebut terbukti berhasil
memberikan data yang jauh lebih akurat dibandingkan
pengambilan data yang dilakukan secara konvensional.

II. LANDASAN TEORI
Dalam azas black disebutkan bahawa jika dua benda
dengan temperature berlainan saling bersentuhan,maka akan
terjadi perpindahan kalor dari benda dengan temperature
lebih tinggi ke benda yang temperaturnya lebih rendah. Pada
keadaan setimbang,kalor yang dilepas sama dengan kalor
yang diterima.

A. Pengertian Kalor
Kalor adalah suatu bentuk energi yang mengalir atau
berpindah karena adanya perbedaan temperature atau suhu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa satu kalor adalah
banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
sebesar C
0
1 dari 1 gram air [3].

B. Kalor Merambat dari Suhu Tinggi Ke Suhu Rendah
Seperti yang dijelaskan dalam asas black,jika dua benda
saling bersentuhan,maka akan terjadi perpindahan kalor dari
benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang bersuhu
lebih rendah. Jika suhu benda lebih tinggi dari suhu
lingkungannya,maka benda tersebut akan terus-menerus
merambatkan energy sampai terjadi suhu terma yaitu saat
suhu benda sama dengan suhu lingkungannya [3].

C. Teori Kalor Jenis
Suatu zat menerima kalor maka zat akan mengalami
kenaikan suhu. Besar kenaikan suhu ini :
1. Sebanding dengan banyaknya kalor yang diterima
2. Berbanding terbalik dengan massa zat
3. Berbanding terbalik dengan kalor jenis zat
Hubungan diatas dapat digambarkan dalam rumus berikut :

(1)

Dengan Q sebagai banyaknya kalor yang diterima, m
sebagai massa zat, T A sebagai besarnya perubahan suhu
dan c sebagai kalor jenis benda. Dari persamaan (1), diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa kalor jenis zat adalah
banyaknya kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan
suhu 1 Kg zat tersebut sebesar C
0
1 [3].


Tabel 1. Kalor Jenis Zat suhu 25
0
C dan Tekanan 1 atm [3].



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 02: Irfan Syafar Farouk, dkk 112

D. Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan
oleh suatu zat untuk menaikkan suhu sebesar C
0
1 .
Hubungan antara banyaknya kalor yang diserap oleh suatu
benda terhadap kapasitas kalor benda dan kenaikkan suhu
benda dapat ditulis sebagai :

(2)

dengan : Q : banyaknya kalor yang diperlukan (J)
T A : sebagai perubahan suhu benda (
0
C)
C : sebagai kapasitas kalor jenis(J/
0
C)

Kapasitas kalor jenis air dapat dianggap sama dengan 1
kal/g
0
C [3].

E. Hukum Kekekalan Energi Untuk Kalor
Hukum kekekalan energy pada kalor disebut juga
dengan asas black yang: Kalor yang dilepaskan oleh suatu
benda adalah sama dengan kalor yang diterima oleh benda
lainnya.
Dengan menggunakan asas black, kalor jenis suatu
benda dapat ditentukan dengan alat kalorimeter. Hubungan
keseimbangan termal antara suatu zat dan
lingkungannya,yang dalam hal ini berupa air dapat dilihat
pada persamaan berikut :

(3)

(4)

Kalor jenis suatu benda dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan diatas dengan sebelumnya
mengukur massa benda dan air. Suhu benda dan air sebelum
benda dimasukkan kedalam air dan suhu termal setelah
benda dimasukkan,serta dengan mengambil harga kapasitas
kalor jenis air sama dengan 1 kal/g
0
C [3].

F. Perubahan Wujud Zat
Jika dalam perubahan wujud zat (melebur, membeku,
mengembun, menyublim atau menguap) tidak disertai
dengan perubahan suhu,maka suhu zat tersebut tetap.
Besarnya kalor yang duibutuhkan atau dilepaskan pada saat
terjadi perubahan wujud dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut:

(5)
(5)
Dengan; Q : kalor yang diterima atau dilepas (J)
m : massa zat (Kg)
L : kalor laten (J/Kg)

Kalor laten adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh
1 gram zat untuk mengubah wujud dari satu wujud ke wujud
lain. Kalor laten pada saat es mencair sama dengan kalor
beku saat air mulai membeku. Demikian juga dengan kalor
laten penguapan pada air dan pengembunan pada uap 100
0
C
adalah sama [3].



F. Perpindahan Kalor
Kalor perpindahan dari benda yang suhunya lebih tinggi
ke benda bersuhu lebih rendah [3]. Ada 3 cara perpindahan
kalor, yaitu :
1. Konduksi/Hantaran yaitu perpindahan kalor yang tidak
diikuti dengan perpindahan partikel.
2. Konveksi/Aliran yaitu perpindahan kalor yang diikuti
dengan perpindahan partikel.
3. Radiasi/Aliran yaitu perpindahan kalor yang tidak
memerlukan media dalam perpindahannya.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah
bagaimana membuat alat eksperimen kalorimeter digital
menggunakan mikrokontroler Atmega dengan
memanfaatkan sensor suhu LM35 [4],[5].

Gambar 1. Diagram blok rangkaian sensor dan mikrokontroler

Sistem secara keseluruhan terdiri dari sensor dan
mikrokontroler. Sensor LM35 akan mengeluarkan sinyal
analog berupa perubahan tegangan yang disebabkan oleh
perubahan resistansi dalam sensor tersebut. Perubahan
resistansiini disebabkan oleh perubahan suhu lingkungan
disekitar sensor. Perubahan ini akan menjadi data input yang
kemudian akan diproses oleh mikrokontroler.
Data dari sensor tidak bisa langsung diproses oleh
mikrokontroler karena mikrokontroler hanya bisa membaca
data dalam bentuk digital, sedangkan data yang keluar dari
sensor LM35 masih dalam bentuk data analog. Untuk itu
diperlukan sistem ADC (Analog to Digital Converter).
ADC itu sendiri adalah suatu komponen yang berfungsi
sebagai bagian dari akuisisi data yaitu mengambil isyarat
analog untuk diubah menjadi isyarat digital. Pengubah ini
akan mengubah besaran-besaran analog menjadi bilangan-
bilangan digital sehingga bisa diproses dengan
mikrokontroler. Peranan pengubah ini menjadi semakin
penting karena perubahan-perubahan satuan fisis harus bisa
dengan cepat ditanggapi oleh mikrokontroler pada saat yang
sama dengan terjadinya perubahan (real time).
Dalam mikrokontroler ATmega biasanya sudah tersedia
port umtuk ADC, jadi sinyal analog dari sensor bisa
langsung diproses menjadi sinyal digital dalam
mikrokontroler.

Gambar 2. Desain rangkaian kalorimeter digital
Sensor
suhu
LM35
ADC
Mikrokontroler
ATmega
Output
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 02: Irfan Syafar Farouk, dkk 113



Gambar 3. Rangkaian lengkap kalorimeter digital

Sedangkan untuk sistem kalorimeter sendiri terbuat dari
bahan kaca yang di masukan kedalam selubung yang terbuat
dari gabus bertujuan untuk mengisolasi panas.



Gambar 4. Bagian dalam alat pengujian

IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA
Pengukuran Kalor Jenis Kalorimeter
1. Kalorimeter kosong ditimbang
2. Massa kalorimeter setelah diisi oleh air,kira-kira
3
/
4

bagian dicatat
3. Dengan memberi tegangan 5 Volt DC rangkaian
dinyalakan
4. Pemanas dinyalakan sampai air mendidih
5. Pemanas dimatikan bila air telah mendidih.
6. Temperatur kesetimbangan dicatat
7. Kalorimeter ditimbang kembali.
Dari pengujian tersebut didapat data seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian

M
kal kosong
(kg)

0,675
M
kal+air
(kg) 1,075
M
air
(kg) 0,4
T
H
(
0
C) 94,1
T
C
(
0
C) 21,4
T
S
(
0
C) 60,8
M
H
(kg) 0,4
M
C
(kg) 0,4
M
kal
(kg) 0,675
C
kal
(J/Kg
0
C)

993,03

Dari Tabel 2, C
kal
didapat dengan menggunakan
persamaan berikut:
) (
) ( ) (
C s kal
C S air c S H air H
kal
T T M
T T c M T T c M
c


=
(6)

Dengan: c
kal
: kalor jenis calorimeter(J/Kg
0
C)
T
H
: suhu air panas(
0
C)
c
air
: kalor jenis air (J/Kg
0
C)
T
C
: suhu air dingin(
0
C)
M
kal
: massa calorimeter kosong (kg)
T
S
: suhu setimbang(
0
C)
M
H
: massa air panas(kg)
M
C
: massa air dingin(kg)

Nilai kesalahan C
kal
sebesar 18,64% didapat dengan
menggunakan persamaan:
Kesalahan :
% 100
|
|
.
|

\
|

literatur
literatur percobaan
c
c c




Gambar 5. Alat pengujian

V. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian alat dapat disimpulkan sistem digital
dari alat ini cukup baik karena sudah mampu membaca data
suhu sampai 94,1
0
C. Nilai kesalahan sebesar 18,64% dari
hasil C
kal
sebuah nilai kesalahan yang cukup besar,
kesalahan ini disebabkan sistem dari isolasi panas pada
kalori meter kurang baik sehing banyak panas yang terbuang
keluar.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih merupakan bentuk apresiasi adanya
kontribusi dari rekan-rekan di kelompok keahlian fisika
instrumentasi dan fisika komputasi UIN Sunan Gunung
Djati Bandung dan rekan-rekan di CV. Sanjaya Star Group.

PUSTAKA
[1] Tim Penyusun, Modul Fisika Dasar II, Lab. Fisika UIN
SGD Bandung, 2010
[2] M. Sanjaya, Modul Eksperimen Fisika II, Lab. Fisika UIN
SGD Bandung, 2010.
[3] Serway, R. Physics for scientist & Engineers With Modern
Physics, James Madison University Harrison Burg, Virginia,
1989.
[4] E. L. Utari, Telemetri suhu berbasis komputer, Jurnal
Teknologi IST AKPRIND, vol. 3, no. 2, 2010, pp. 154-160.
[5] Texas Instrumen, LM35 Precision Centigrade Temperature
Sensors, National semiconductor coorporation, 2000,
SNIS159B.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 03: Handi Pandriantama, dkk 114

Prototipe Sistem Keamanan Menggunakan Laser Berbasis
Mikrokontroler ATmega 8535

Handi Pandriantama, Dian Syah Maulana, & Mada Sanjaya W.S.
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
pandriantama@gmail.com

Abstrak Sistem keamanan merupakan kebutuhan yang sangat penting. Untuk meningkatkan sistem keamanan, dalam
penelitian ini dibuat prototipe sistem keamanan menggunakan laser berbasis mikrokontroler Atmega 8535. Sistem keamanan
ini dibuat menggunakan sensor phototransistor yang terhubung dengan sumber sinar laser, saat cahaya sinar laser
terhalangi, maka sensor akan memberikan respon pada mikrokontroler untuk menghidupkan alarm. Pengujian terhadap
prototipe yang telah dibuat menunjukkan hasil yang sangat baik.

Kata kunci: Laser, phototransistor, mikrokontroler ATMega 8535, sistem keamanan.

Abstract The security system is an important necessity. To enhance system security, in this study made a prototype laser-
based security system using microcontroller Atmega 8535. This security system is made using a phototransistor sensor
connected to the laser light source, while a laser light beam is blocked, then the sensor will respond to the microcontroller to
turn the alarm. Tests on a prototype that has been made showing very good results.

Key words: Laser, phototransistor, microcontroller ATMega 8535, security systems.

I. PENDAHULUAN
Kehilangan barang yang sangat berharga bagi kita
sungguh sangat kita tidak harapkan, apakah itu harganya
sangat mahal, benda kesayangan, barang antik ataupun yang
lainya. Namun hal itu tetap akan menghantui karena ada saja
orang yang menginginkan sesuatu yang instan dengan
mengambil milik orang lain.
Maka dari itu perlunya dibuat suatu sistem keamanan,
sebagai upaya pencegahan tindakan pencurian dengan
memberikan tanda atau isyarat kepada pemilik untuk
memberitahu bahwa ada yang melakukan tindakan
pencurian begitu juga memberikan efek shock terhadap si
pencuri.
Berawal dari flm-film action penulis terinspirasi membuat
sistem keamanan dengan menggunakan laser berbasis
mikrokontroler Atmega 8535. Dengan konsep bila si pencuri
melintasi sinar laser maka akan menyalakan alarm.

II. LANDASAN TEORI
A. Laser
Laser merupakan singkatan dari Light Amplification By
Stimulated Emission of Radiation. Laser memiliki sifat
khusus diantaranya monokromatis, koheren, keterarahan,
brigthness.



Gambar 1. Komponen dasar laser

Gelombang elektro magnetik menjalar dalam arah yang
tegak lurus dari cermin, sehingga terjadi pemantulan oleh
kedua cermin, dan dikuatkan pada setiap lintasan melalui
bahan aktif. Cermin-2 dibuat transparan sebagian, maka
berkas cahaya output akan diperoleh dari cermin-2[1].
Tipe-tipe cahaya Laser
1. Bedasarkan bentuk fisik bahan aktif : aser zat padat,
zat cair dan gas. Bentuk khusus: laser elektron bebas
(free elektron-LASER) adalah bahan aktifnya terdiri
dari elektron-elektron bebas dengan bergerak
melewati susunan medan magnet yang periodik[1].
2. Berdasarkan panjang gelombang yang dipancarkan:
UV laser, visible, infra merah[1].
3. Berdasarkan durasi berkas cahaya: kontinu dan
pulsa[1].
Laser diklasifikasikan kedalam 4 kelas berdasarkan pada
potensi kerusakan organ biologi[1].
1. Kelas 1 : tidak berbahaya[1].
2. Kelas 1.A : Laser ini tidak boleh langsung
mengenai mata (scanner di supermarket). Batas
dayanya 4.0 mW[1].
3. Kelas 2 : Laser cahaya tampak berdaya rendah.
Daya maksimum 1mW[1].
4. Kelas 3.A : Laser berdaya sedang (cw: 1-5 mW),
yang hanya berbahaya jika mengenai mata secara
langsung. Contoh : laser poiter)[1].
5. Kelas 3.B : Laser berdaya sedang[1].
6. Kelas 4 : Laser berdaya tinggi (cw : 500 mW,
pulsed: 10 J/cm2[1].

B. Phototransistor

Gambar 2. Skema Transistor

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 03: Handi Pandriantama, dkk 115

Transistor (junction transistor) dengan terminal terminal
kolektor, emitor dan basis (atau pun tanpa terminal basis)
dimana basis dikenai cahaya yang dilewatkan lensa kecil,
kalau intensitas cahaya naik, naik pula arus kolektor sebagai
hasil dari dikuatkannya arus basis oleh bangunan transistor
(arus basis timbul, basis dikenai cahaya). Sedangkan
Phototransistor merupakan sebuah transistor yang akan
saturasi pada saat menerima cahaya dan cut off pada saat
tidak ada cahaya[2].

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN









Gambar 2. Diagram Skema sistem keamanan berbasis Laser

Dalam perancangan alat sistem keamanan menggunakan
laser berbasis mikrokontroler Atmega 8535 ini hanya
membutuhkan beberapa komponen saja diantaranya laser,
phototransistor, ATmega 8535, dan alarm (buzzer). konsep
dasar alat ini ialah memberikan suatu sinar kearah
phototransistor, bila sinar itu terhalang sehingga tidak ada
sinar yang mengarah pada phototransistor maka alarm akan
berbunyi, konsep tersebut dapat dilihat pada diagram diatas.
Sinar yang dimaksud adalah berasal dari sinar laser, sinar
laser digunakan karena laser memiliki beberapa sifat yang
khas sperti yang telah dijelaskan diatas yaitu:
monokromatis, koheren, keterarahan dan brightness dengan
sifat tersebut sangat cocok sekali untuk sistem keamanan
dibandingkan dengan lampu biasa atupun LED karena
berkas cahaya yang dihasilkan menyebar.


Gambar 3. Skema Sistem keamanan berbasis
Mikrokontroler




Gambar 4. Diagaram Alir sistem keamanan berbasis AT Mega
8535

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang didapat cukup memuaskan, alat sistem
keamanan ini bekerja dengan baik. Bila sinar laser terhalang
oleh sesuatu maka alarm akan berbunyi. Tingkat
kesensitifan alat bisa dikatakan cukup tinggi, walapun
penghalang bergerak dengan cukup cepat, phototransistor
masih dapat membaca pergerakanya. Namun dalam
pemasangan laser dan photransistor harus terpasang sangat
presisi dan pada daerah phototransistor harus pada keadaan
gelap, karena bila dalam keadaan terang phototransistor
akan menerima cahaya selain laser sehingga sistem tidak
akan berfungsi.

V. KESIMPULAN
Alat ini dapat bekerja dengan baik, bila mengenai laser
pada sistem tersebut akan membunyikan alarm. Prototipe ini
dapat dikembangkan secara lebih luas, dengan desain yg
lebih bagus. Sehingga dapat bermanfaat khususnya untuk
memberikan rasa aman.

PUSTAKA
[1] Hamda, Phototransistor, 2012. Website:
http://hamda62.files, diakses tanggal 6 mei 2012.
[2] http://www.azom.com/SearchResults.asp?cbxArticlesJourna
l=j&MatKeyWord=laser&Search=Keyword+Search.
diakses tanggal 24 November 2010.

start
Desain
rangkaian
Perakitan alat
coding
Berfung
si?
selesai
Tidak
Ya
laser
Photo
transistor
Atmega
8535
Alarm
mati
Alarm
bunyi
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


INST 04: Irfan Syafar Farouk, dkk 116


Pengukuran Konstanta Joule Menggunakan Kalorimeter Digital

Irfan Syafar Farouk, & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
irfan.s.farouk@gmail.com

Abstrak Telah dilakukan eksperimen untuk menenetukan konstanta Joule menggunakan kalorimeter digital yang baru
didesain dan dibuat dengan sensor suhu LM35. Dengan menggunakan kapasitas kalor kalorimeter yang didapat dari hasil
pengujian alat sebelumnya sebesar 933,03 J/kg
0
C dan konstanta Joule dari literatur sebesar 0,24 Joule/kalori, didapat
kontanta Joule hasil eksperimen sebesar 0,17 Joule/kalori dengan nilai kesalahan sebesar 33,3%.

Kata kunci: Konstanta Joule, kalorimeter digital.

Abstract Experiments have been performed for define Joules constant using a new digital calorimeter designed and built
with LM35 temperature sensor. By using the heat capacity calorimeter test results obtained from the previous tool of 933.03 J /
kg
0
C and constants from the literature of 0.24 Joule / calorie, Joule constants obtained experimental results of 0.17 Joule /
calorie with an error value of 33.3%.

Key words: Joule constant, digital calorimeter.

I. PENDAHULUAN
Pengambilan data merupakan suatu kegiatan yang sering
kali dilakukan dalam sebuah penelitian apapun, ketepatan
pengambilan data merupakan hal penting yang akan
menentukan hasil penelitian. Namun pada kenyataannya
pengambilan data secara tepat merupakan hal yang mustahil
terjadi mengingat keterbatasan indra manusia. Contoh kasus
dalam kegiatan praktikum fisika dasar di UIN Sunan
Gunung Djati Bandung banyak terjadi besar ketidak tepatan
hasil percobaan melebihi 20%.
Diluar hal tersebut di masa modern ini telah banyak
berbagai macam sensor yang memiliki akurasi atau
ketepatan yang sangat bagus, seperti sensor suhu LM35
yang memiliki maksimum ketidaktepatan 2
0
C. Banyak
sekali alat-alat peraga pendidikan khususnya di bidang fisika
yang telah menggunakan sistem digital dengan
menggunakan mikrokontroler ATmega dan beberapa jenis
sensor. Alat-alat peraga tersebut terbukti berhasil
memberikan data yang jauh lebih akurat dibandingkan
pengambilan data yang dilakukan secara konvensional.

II. LANDASAN TEORI
A. Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan
oleh suatu zat untuk menaikkan suhu sebesar C
0
1 .
Hubungan antara banyaknya kalor yang diserap oleh suatu
benda terhadap kapasitas kalor benda dan kenaikkan suhu
benda dapat ditulis sebagai :

(1)

dengan : Q : banyaknya kalor yang diperlukan (J)
T A : sebagai perubahan suhu benda (
0
C)
C : sebagai kapasitas kalor jenis(J/
0
C)

Kapasitas kalor jenis air dapat dianggap sama dengan 1
kal/g
0
C.

B. Hukum Kekekalan Energi Untuk Kalor
Hukum kekekalan energi pada kalor disebut juga dengan
asas Black: Kalor yang dilepaskan oleh suatu benda adalah
sama dengan kalor yang diterima oleh benda lainnya.
Dengan menggunakan asas Black, kalor jenis suatu benda
dapat ditentukan dengan alat kalorimeter. Hubungan
keseimbangan termal antara suatu zat dan
lingkungannya,yang dalam hal ini berupa air dapat dilihat
pada persamaan berikut :

(2)

(3)

Kalor jenis suatu benda dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan diatas dengan sebelumnya
mengukur massa benda dan air. Suhu benda dan air sebelum
benda dimasukkan kedalam air dan suhu termal setelah
benda dimasukkan,serta dengan mengambil harga kapasitas
kalor jenis air sama dengan 1 kal/g
0
C.

C. Energi Listrik dan Panas
Bila kumparan pemanas kalorimeter dialiri arus listrik,
maka panas yang ditimbulkan oleh kumparan akan diterima
oleh air, thermometer, dan tabung kalorimeter. Energi listrik
(W) yang digunakan oleh alat dengan beda potensial V dan
arus listrik I selama selang waktu t adalah:

(4)

Dengan: V = tegangan (Volt)
R = resistansi pemanas ()
t = waktu (s)
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


INST 04: Irfan Syafar Farouk, dkk 117


Sedangkan panas (Q) yang ditimbulkan yaitu sebesar:

[ ] (5)

Dengan: C = kapasitas kalor kalorimeter
m = massa air
c = kalor jenis air
= perubahan suhu kalori meter

Dengan mengambil kalor jenis air sebesar 1 kal/g
0
C. Tara
kalor listrik didefinisikan sebagai perbandingan antara
energi yang digunakan dengan kalor yang ditimbulkan:


[]
(6)


Tabel 1. Kalor Jenis Zat suhu 25
0
C dan Tekanan 1 atm
.


III. METODE PENELITIAN
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah
bagaimana membuat alat eksperimen kalorimeter digital
menggunakan mikrokontroler Atmega dengan
memanfaatkan sensor suhu LM35.

Gambar 1. Diagram blok rangkaian sensor dan mikrokontroler

Sistem secara keseluruhan terdiri dari sensor dan
mikrokontroler. Sensor LM35 akan mengeluarkan sinyal
analog berupa perubahan tegangan yang disebabkan oleh
perubahan resistansi dalam sensor tersebut. Perubahan
resistansiini disebabkan oleh perubahan suhu lingkungan
disekitar sensor. Perubahan ini akan menjadi data input yang
kemudian akan diproses oleh mikrokontroler.
Data dari sensor tidak bisa langsung diproses oleh
mikrokontroler karena mikrokontroler hanya bisa membaca
data dalam bentuk digital, sedangkan data yang keluar dari
sensor LM35 masih dalam bentuk data analog. Untuk itu
diperlukan sistem ADC (Analog to Digital Converter).
ADC itu sendiri adalah suatu komponen yang berfungsi
sebagai bagian dari akuisisi data yaitu mengambil isyarat
analog untuk diubah menjadi isyarat digital. Pengubah ini
akan mengubah besaran-besaran analog menjadi bilangan-
bilangan digital sehingga bisa diproses dengan
mikrokontroler. Peranan pengubah ini menjadi semakin
penting karena perubahan-perubahan satuan fisis harus bisa
dengan cepat ditanggapi oleh mikrokontroler pada saat yang
sama dengan terjadinya perubahan (real time).
Dalam mikrokontroler ATmega biasanya sudah tersedia
port umtuk ADC, jadi sinyal analog dari sensor bisa
langsung diproses menjadi sinyal digital dalam
mikrokontroler.


Gambar 2. Desain rangkaian kalorimeter digital


Gambar 3. Rangkaian lengkap kalorimeter digital

Sensor
suhu
LM35
ADC
Mikrokontroler
ATmega
Output
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284


INST 04: Irfan Syafar Farouk, dkk 118


Sedangkan untuk sistem kalorimeter sendiri terbuat dari
bahan kaca yang di masukan kedalam selubung yang terbuat
dari gabus bertujuan untuk mengisolasi panas.

Gambar 4. Bagian dalam alat pengujian

IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA
Pengukuran Kalor Jenis Kalorimeter
8. Kalorimeter kosong ditimbang
9. Massa kalorimeter setelah diisi oleh air,kira-kira
3
/
4

bagian dicatat
10. Dengan memberi tegangan 5 Volt DC rangkaian
dinyalakan
11. Pemanas dinyalakan sampai air mendidih
12. Suhu dicatat tiap 30 detik
13. Temperatur kesetimbangan dicatat
14. kalorimeter ditimbang kembali.
Dari pengujian tersebut didapat data seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian

Waktu (s)
Perubahan
suhu (
0
C)
Q
(kalori)
W
(Joule)
J
(Joule/kalori)
30 21,6
25552,81 9504 0,17
60 31,4
5475,603 4312 0,17
90 33,5
26074,3 924 0,17
120 43,5
14340,87 4400 0,17
150 49
15383,84 2420 0,17
180 54,9
25552,81 2596 0,17
210 64,7
20337,95 4312 0,17
240 72,5
30767,67 3432 0,17
270 84,3
25552,81 5192 0,17
300 94,1
56320,49 4312 0,17
Rata-rata
24535,92 4140,4 0,17

Dengan menggunakan persamaan (5), didapat panas (Q)
sebesar 24535,92 J. Dan dengan menggunakan persamaan
(4), dengan V = 220 Volt, R = 110 didapat energi listrik
(W) sebesar 2 Watt. Dari kedua hasil ini bisa diperoleh
konstanta Joule (J) dengan menggunakan persamaan (6),
didapatkan konstanta Joule (J) sebesar 0,17 Joule/kalori.



Gambar 4. Grafik perubahan suhu terhadap waktu

Dari referensi didapat konstanta Joule sebesar 0.24
Joule/kalori. dengan menggunakan persamaan berikut dapat
ditentukan kesalahannya:
Kesalahan :
% 100
|
|
.
|

\
|

literatur
literatur percobaan
c
c c


Maka didapat kesalahan sebesar 33,3%

V. KESIMPULAN
Nilai air kalorimeter dapat diketahui melalui percobaan
ini dengan mengukur kalor jenis kalorimeter pada saat suhu
kesetimbangan yaitu suhu ketika air dingin dan air panas
bercampur. Dengan melakukan percobaan yang sama dan
mengukur besar tegangan dan arus yang terhubung pada
kalorimeter kita dapat menghitung besar konstanta Joule
dari hubungan energi yang dikeluarkan untuk menghasilkan
kalor. Bila dibandingkan dengan literatur didapat kesalahan
sebesar 33,3%.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih merupakan bentuk apresiasi adanya
kontribusi dari rekan-rekan di kelompok keahlian fisika
instrumentasi dan fisika komputasi UIN Sunan Gunung
Djati Bandung dan rekan-rekan di CV. Sanjaya Star Group.

PUSTAKA
[1] Tim Penyusun, Modul Fisika Dasar II, Lab. Fisika UIN
SGD Bandung, 2010
[2] M. Sanjaya, Modul Eksperimen Fisika II, Lab. Fisika UIN
SGD Bandung, 2010.
[3] Serway, R. Physics for scientist & Engineers With Modern
Physics, James Madison University Harrison burg, Virginia,
1989.
[4] E. L. Utari, Telemetri suhu berbasis komputer, Jurnal
Teknologi IST AKPRIND, vol. 3, no. 2, 2010, pp. 154-160.
[5] Texas Instrumen, LM35 Precision Centigrade Temperature
Sensors, National semiconductor coorporation, 2000,
SNIS159B.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 05: Norman S. Rhamdani, dkk 119

Rancang Bangun Alat Eksperimen Generator Van de Graff dari Barang
Bekas sebagai Media Pembelajaran Listrik Statis

Norman Swarzkop Rhamdani, & Mada Sanjaya WS

Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA
Bolabot Techno Robotic School, CV. Sanjaya Star Group, Bandung, INDONESIA
manz_dadali@yahoo.co.id

Abstrak Listrik merupakan salah satu konsep fisika yang menjadi dasar dari berbagai aplikasi teknologi modern. Generator
Van de Graff adalah generator yang menerapkan prinsip listrik statis. Dalam makalah ini, telah dibuat alat eksperimen listrik
statis berupa generator Van de Graff sederhana yang dapat dibuat dari barang bekas yang mudah diperoleh sehingga dapat
digunakan sebagai media pembelajaran listrik statis. Dalam makalah ini juga telah dibuktikan prinsip kerja generator Van de
Graff yang menerapkan prinsip dasar listrik statis dan pemuatan secara induksi.

Kata kunci: Listrik statis, generator Van de Graff.

Abstract Electricity is one of the physics concepts that form the basis of various applications of modern technology. Van de
Graff Generator is a generator that applies the principles of static electricity. In this paper, experimental tools have been
made in the form of static electricity Van de Graff generator that can be made simpler than used goods are easily available so
it can be used as a learning medium of static electricity. In this paper has also demonstrated the working principle of the Van
de Graff generator to apply the basic principles of static electricity and the loading of the induction.

Key words: Electricity static, generator Van de Graff.

I. PENDAHULUAN
Kata listrik (electricity) berasal dari kata Yunani, yaitu
electron, yang berarti amber. Amber adalah damar pohon
yang membatu, dan orang pada masa Yunani kuno
mengetahui bahwa jika batang amber digosokan dengan
kain, amber tersebut akan menarik daun-daun kecil atau
debu. Sepotong plastik yang keras, batang kaca, atau
penggaris plastik yang digosok dengan kain juga akan
menunjukan efek amber ini. Efek ini disebut dengan
istilah Listrik Statis. Pada kasus listrik statis, sebuah benda
menjadi bermuatan karena proses penggosokan dan
dikatakan memiliki muatan listrik total.
Generator Van de Graff diciptakan oleh Robert J. Van de
Graff pada tahun 1932 yang menerapkan prinsip dasar listrik
statis dan pemuatan dengan induksi pada suatu konduktor
melalui pita bergerak (belt conveyor) misalnya karet.
Bila sebuah benda logam bermuatan didekatkan ke benda
logam yang tidak bermuatan maka elektron-elektron bebas
pada benda yang netral tertarik oleh benda yang bermuatan
positif dan beberapa diantaranya akan pindah. Karena benda
kedua sekarang kehilangan beberapa elektron negatifnya,
benda tersebut akan bermuatan positif. Proses ini disebut
pemuatan dengan induksi, dan kedua benda pada akhirnya
akan memiliki muatan yang berjenis sama.
Salah satu cara untuk menginduksi muatan total pada
benda logam adalah dengan menghubungkannya dengan
kawat penghantar ke tanah (ground). Karena bumi sangat
besar dan dapat menghantar, bisa dengan mudah menerima
atau melepaskan elektron, berarti ia berlaku sebagai gudang
muatan. Jika sebuah benda bermuatan, misalnya bermuatan
negatif didekatkan ke logam, elektron-elektron bebas pada
logam tersebut ditolak dan banyak diantaranya yang
mengalir menuruni kawat menuju bumi, hal ini membuat
logam tersebut bermuatan positif.
Generator van de Graff merupakan mesin listrik statik
yang menghasilkan tegangan DC yang sangat tinggi, yaitu
dengan cara mengumpulkan muatan listrik dan
menyimpannya pada permukaan bola logam berongga
(hollow spherical). Alat ini dapat digerakkan dengan dua
cara. Pertama dengan menggunakan motor listrik yang dapat
diatur kecepatan putarannya dan menggunakan listrik 220
V. Yang kedua diputar langsung dengan menggunakan
tangan. Hal ini dapat dilakukan dengan hanya memindahkan
karet penggerak ke puli motor atau ke puli yang dapat
diputar oleh tangan.
Apabila sebuah konduktor bermuatan disisipkan ke dalam
sebuah konduktor rongga, lalu disentuhkan pada dinding
dalamnya, maka seluruh muatan pada konduktor pertama
berpindah ke konduktor kedua, tak perduli apakah
konduktor kedua ini telah bermuatan sebelumnya. Sekiranya
tak ada kesulitan akibat adanya faktor isolasi, muatan dan
kerena itu juga potensial konduktor rongga itu bisa saja
ditambah tanpa batas dengan cara mengulang-ulang proses
tadi. Dengan meningkatnya potensial konduktor maka
makin besar gaya tolak yang bekerja terhadapnya tiap kali
muatan ditambahkan padanya sehingga pada suatu saat
konduktor tersebut tidak dapat menampung muatan lagi [1]-
[4].


Gambar 1. Skema umum generator Van de Graff

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 05: Norman S. Rhamdani, dkk 120

II. LANDASAN TEORI
Generator Van de Graaff merupakan mesin listrik statik
yang menghasilkan tegangan DC yang sangat tinggi, yaitu
dengan cara mengumpulkan muatan listrik dan
menyimpannya pada permukaan bola logam berongg
(hollow spherical). Alat ini dapat digerakkan dengan dua
cara. Pertama dengan menggunakan motor listrik yang dapat
diatur kecepatan putarannya dan menggunakan listrik 220
V. Yang kedua diputar langsung dengan menggunakan
tangan. Hal ini dapat dilakukan dengan hanya memindahkan
karet penggerak ke puli motor atau ke puli yang dapat
diputar oleh tangan.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa generator listrik
adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari
sumber energi mekanikal dengan menggunakan proses
induksi elektromagnetik. Generator listrik mendorong
muatan listrik untuk bergerak melalui sebuah sirkuit
eksternal, tetapi generator tidak merupakan alat yang dapat
menciptakan listrik yang sudah ada dalam kabel lilitannya.
Generator Van De Graff diciptakan oleh Robert J. Van De
Graff pada tahun 1932 yang menerapkan prinsip dasar
bahwa muatan pada konduktor berongga hanya tersebar di
permukaan luarnya.
Apabila sebuah konduktor bermuatan disisipkan ke dalam
sebuah konduktor rongga, lalu disentuhkan pada dinding
dalamnya, maka seluruh muatan pada konduktor pertama
berpindah ke konduktor kedua, tak perduli apakah
konduktor kedua ini telah bermuatan sebelumnya. Sekiranya
tak ada kesulitan akibat adanya faktor isolasi, muatan (dan
kerena itu juga potensial) konduktor rongga itu bisa saja
ditambah tanpa batas dengan cara mengulang-ulang proses
tadi. Dengan naiknya potensial konduktor maka makin besar
gaya tolak yang bekerja terhadapnya tiap kali muatan
ditambahkan padanya sehingga pada suatu saat konduktor
tersebut tidak dapat menampung muatan lagi.
Generator yang diciptakan oleh Van De Graff
menerapkan asas tersebut namun caranya bukan dengan
berkali-kali memasukkan benda bermuatan ke dalam sebuah
konduktor, melainkan muatan dimasukkan secara terus
menerus dengan pita atau ben berjalan (belt conveyor).

A. Bagian bagian Van De Graff
Gambar 2 berikut merupakan sebuah diagram skematik
generator Van De Graff kecil yang dirancang untuk
peragaan.


Gambar 2. Diagram skematik Van De Graff


B. Cara Kerja Generator Van De Graff
Secara umum, dua konduktor yang dipisahkan dengan
suatu jarak tidak akan berada pada potensial yang sama.
Beda potensial antara konduktor tersebut bergantung pada
bentuk geometrinya, jaraknya dan muatan bersih masing-
masing. Ketika dua konduktor disambung, muatan pada
konduktor menyebar dengan sendirinya sehingga
keseimbangan elektrostatik terbentuk dan medan listrik nol
dalam konduktor. Ketika tersambung kedua konduktor
dianggap sebagai konduktor tunggal dengan permukaan
ekipotensial tunggal. Perpindahan muatan dari satu
konduktor ke yang lain disebut pembagian muatan (charge
sharing).
Pada gambar 1, konduktor kecil membawa muatan positif
q berada di dalam lubang konduktor besar. Dalam
keseimbangan, medan listrik nol di dalam material
menghantar kedua konduktor. Garis-garis medan listrik yang
meninggalkan muatan positif q dan harus berakhir pada
permukaan dalam konduktor besar. Apabila konduktor
dihubungkan dengan kabel (kawat penghantar yang baik),
semua muatan yang semula berada di konduktor kecil akan
mengalir ke yang besar.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Dalam pembuatan generator Van de Graff sederhana,
komponen penting yang diperlukan dalam pembuatannya
adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Alat dan Bahan

Alat dan Bahan
1 Kaleng bekas 9 Selotip
2 Paku kecil 10 Kabel serabut
3 Sedotan plastik 11 Plester
4 Karet ban bekas 12 Gunting
5 Motor DC 13 Tang
6 Power suply 14 Papan
7 Jepit buaya 15 Tisu
8 Steoroform 16 Gergaji

Berikut adalah prosedur dalam pembuatan generator Van
de Graff sederhana[5]-[8],

Tabel 2. Prosedur Pembuatan Generator

No Prosedur Skema
1 Potong papan
dengan ukuran 14:4
x 13:5 cm

2 Pasang paku pada
papan sebagai
penyangga motor
DC dan penyangga
sedotan yang
telah digunting
sesuai panjang paku
yang digunakan.


3 Gunting karet ban
sesuai dengan besar
karet yang ada pada
motor DC

4 Potong kabel
dengan panjang 10

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 05: Norman S. Rhamdani, dkk 121

cm dan dikupas
bagian ujungnya.

5 Pasang motor DC
pada paku
penyangga yang
berada di papan

6 Pasang sedotan
yang telah digunting
pada paku
penyangga pada
papan
7 Hubungkan motor
DC dengan sedotan
plastik dengan karet
ban yang telah
digunting

8 Pasang stereofoam
pada papan,
kemudian
pasangkan kaleng
diatas stereofoam

9 Hubungkan karet
ban dan kaleng
dengan kabel
serabut dan kabel
lain pada ujung
karet pada motor
DC ke ground

10 Letakan posongan
tisu diatas kaleng

11 Hubungkan motor
DC dengan power
supply atau baterai
untuk menggerakan
motor DC


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketika motor DC dihidupkan, logam berongga menyerap
muatan-muatan yang ada disekitarnya, kemudian dialirkan
oleh kawat serabut untuk diserap oleh karet yang diputarkan
oleh motor DC. Muatan-muatan yang diserap oleh karet
dibawa berputar menuju kawat serabut yang dihubungkan
dengan ground untuk menyerap muatan negatifnya,
sehingga pada kawat hanya tersisa muatan positif saja.
Mutan-muatan positif tersebut dibawa berputar kembali
menuju kawat serabut, yang kemudian disalurkan ke logam
berongga, sehingga muatan-muatan positif berkumpul di
logam berongga, Akibatnya logam berongga memiliki
muatan positif lebih banyak dari pada bumi, dan apabila ada
benda yang positif mendekati logam misalnya tisu, maka
benda tersebut akan menjauhi logam berongga karena terjadi
gaya tolak menolak [5]-[8].
Apabila sebuah konduktor bermuatan disisipkan ke dalam
sebuah konduktor rongga, lalu disentuhkan pada dinding
dalamnya, maka seluruh muatan pada konduktor pertama
berpindah ke konduktor kedua, tak perduli apakah
konduktor kedua ini telah bermuatan sebelumnya. Sekiranya
tak ada kesulitan akibat adanya faktor isolasi, muatan dan
kerena itu juga potensial konduktor rongga itu bisa saja
ditambah tanpa batas dengan cara mengulang-ulang proses
tadi. Dengan meningkatnya potensial konduktor maka
makin besar gaya tolak yang bekerja terhadapnya tiap kali
muatan ditambahkan padanya sehingga pada suatu saat
konduktor tersebut tidak dapat menampung muatan lagi.
[1]-[4].



Gambar 4. Tisu bergerak menjauhi kaleng saat motor DC
dihidupkan


V. KESIMPULAN
Dalam makalah ini, telah didesain dan dibuat sebuah
generator Van de Graff sederhana dari barang bekas yang
mudah untuk diperoleh. Selain itu, dalam eksperimen telah
dibuktikan bahwa generator Van de Graff bekerja dengan
prinsip dasar listrik statis melalui induksi listrik yaitu dapat
berpindahnya elektron dari suatu benda ke benda lainnya
jika memiliki muatan yang berbeda.

PUSTAKA

[1] M. Sanjaya, Modul belajar Listrik Magnet, Bandung: UIN
SGD, 2010.
[2] R. Serway, Physics for scientist & Engineers With Modern
Physics, Virginia: James Madison University Harrison burg,
1989.
[3] Sutrisno, Fisika Dasar Mekanika, Bandung: Penerbit ITB,
1979.
[4] P. Tipler, Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid II, Jakarta:
Erlangga, 1991 (Terjemahan)
[5] I.S. Faruk et al, Generator Van de Graff, laporan mata kuliah
listrik magnet, Bandung: UIN SGD, 2010.
[6] M. Sanjaya et al, Modul workshop dan demo alat peraga
fisika, Bandung: UIN SGD, 2010.
[7] J. V. Cleaves, Guide to The Best Science Fair Project, New
York: John Willey & Sons, Inc., 1997.
[8] J. Shariff, 50 green project for the evil genius, USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc., 2009.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 06: Yus Kusaeri, dkk 122



Alat Ukur Ketebalan Plat Tipis Transparan Otomatis Berbasis Optik
Menggunakan Mikrokontroler ATMega 8535

Yus Kusaeri, Nizar Nuril Barjah, Aceng Sambas, Dian Syah Maulana & Mada Sanjaya WS
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, INDONESIA Alamat institusi
2
Bolabot Techno Robotic School, Bandung, INDONESIA
Yoes.047@gmail.com

Abstrak Hukum Beer menyatakan absorbansi cahaya berbanding lurus dengan dengan konsentrasi dan ketebalan medium.
Sedangkan hukum Lambert menyatakan proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak
bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Dalam penelitian ini bertujuan untuk membuat alat ukur ketebalan
plat tipis otomatis berbasis optik yang memanfaatkan sifat absorbansi ketebalan terhadap cahaya untuk mengukur ketebalan
plat tipis. Dari hasil pengujian, metode ini dapat digunakan untuk menguji ketebalan plat tipis dengan baik.

Kata kunci: Hukum Beer-Lambert, absorbansi, ketebalan plat tipis.

Abstract Beer's law states the light absorbance is directly proportional to the concentration and thickness of the medium.
While Lambert law states that the proportion of incident light beam is absorbed by a medium does not depend on the intensity
of incoming light beam. In this study aims to create a thin plate thickness gauges based automated optical absorbance
properties that use light to measure the thickness of the thin plate thickness. From the test results, this method can be used to
test the thickness of a thin plate well.

Key words: Beer-Lambert law, absorbance, the thickness of a thin plate.


I. PENDAHULUAN
Untuk mengetahui ketebalan suatu benda secara tepat
dan cepat atau alat yang bersifat otomatis merupakan sebuah
kebutuhan dilaboratorium untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik saat penelitian. Selama ini, pengujian ketebalan
suatu benda ( platik mika) dilakukan menggunakan metode
analitik dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam
penelitian ini, telah diketahui bahwa setiap ketebalan plastik
mika memiliki tingkat absorpsi yang spesifik. Dengan
memanfaatkan sifat absorbansi dari setiap ketebalan plastik
mika, dalam penelitian ini telah dibuat sebuah alat yang
memanfaatkan sifat absorbansi yang berubah terhadap
konsentrasi untuk mengukur ketebalan plastik mika.
Jika cahaya yang melintas melewati medium tipis dengan
ketebalan Ax (Gambar 1) maka cahaya akan menembus
medium tersebut dan jika daya awalnya P
0
maka setelah
melewati medium maka dayanya menjadi P

Gambar 1. Prinsip penyerapan cahaya.

Pada saat melintas medium, fraksi cahaya tertentu AP
hilang,
P P P A = '
0

(1)

Besarnya daya cahaya yang hilang sebanding dengan
P
0
, ketebalan medium dan sebuah konstanta kesebandingan
yang disebut absorpsivitas (o).


x P P P P A = A = . . '
0 0
o (2)

Absorpsivitas atau koefisien absorpsi (o) merupakan
karakteristik material, dan juga fungsi panjang gelombang.
Selanjutnya asumsikan medium dibuat menjadi sangat tipis,
masing-masing dengan ketebalan dx. Dengan demikian, di
dalam masing-masing irisan (slice) fraksi cahaya yang
hilang adalah dP, dan persamaan (2) menjadi


dx
P
dP
.
0
o =
(3)

Untuk memperoleh kehilangan daya cahaya total di
dalam medium dengan ketebalan x, integrasikan persamaan
(3) antara batas-batas P dan x.

} }
=
x P
P
dx
P
dP
0
'
0
0
o
(4)

Sehingga diperoleh persamaan


x
P
P
o =
|
|
.
|

\
|
0
'
ln
(5)
dan
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 06: Yus Kusaeri, dkk 123




x
e
P
P
.
0
'
o
=
(6)

Jika medium penyerap berupa larutan, konsentrasi
larutan c (dalam gram atau mol per liter) harus dilibatkan
juga, sehingga persamaan (6) menjadi


c x
e P P
. .
0
'
o
=

(7)

Persamaan (7) merupakan hukum eksponensial
penyerapan, biasa juga disebut hukum Beer-Lambert. Untuk
penggunaan praktis, lebih mudah menggunakan logaritma
berbasis 10 daripada berbasis eksponensial. Transmitansi
(A) didefinisikan sebagai rasio daya radian yang
ditransmisikan melewati sampel terhadap daya cahaya
datang, yang diukur pada panjang gelombang yang sama.

0
'
P
P
T =

(8)

Absorbansi (A) didefinisikan sebagai logaritma berbasis
10 dari kebalikan transmitansi.


|
.
|

\
|
=
T
A
1
log
10
(9)

Absorbansi merupakan kuantitas penting. Pada
dasarnya kita dapat mengukur transmitansi larutan pada
konsentrasi berbeda dan membuat kurva dari data yang
diperoleh. Namun jika kita menggunakan absorbansi,
plotting akan lebih mudah karena hubungannya linear dan
hanya sedikit titik yang diperlukan untuk mendapatkan garis
lurus. Hubungan transmitansi dan absorbansi dirangkum
pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan transmitansi dan Absorbansi
Transmitansi, T(%) Absorbansi, A
100 0.0000
90 0.0458
80 0.0969
70 0.1549
60 0.2218
50 0.2010
40 0.3979
30 0.5229
20 0.6990
10 1.0000
1 2.0000
0

Absorpsivitas seperti pada persamaan (7), muncul
dalam hukum eksponensial sebagai logaritma alami,


c x
P
P
. .
'
ln
0
o =
|
|
.
|

\
|
(10)

Sedangkan absorbansi (A) berbasis pada logaritma
umum,
|
.
|

\
|
=
'
log
0
10
P
P
A

(11)

Untuk mengkonversi dari salah satu menjadi yang
lainnya, gunakan identitas: ln (x) = 2.3026..log10(x) =
0.4343 ln (x). Set persamaan yang sering digunakan
adalah:

|
.
|

\
|
=
'
log
0
10
P
P
A

c x A . . . 434 . 0 o =
A
A
T
10
1
10 = =

(12)
c x
A
.
3026 . 2 = o


III. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat alat
ukur ketebalan plat tipis otomatis berbasis optik yaitu:

Tabel 2. Alat dan bahan
No Nama Alat dan Bahan Jumlah
1 Alumunium / seng 1 Buah
2 akrilik 1 set
5 Jepitan 10 Buah
8 Plastik Mika 6 Buah
9 ATMEGA8535 1 Buah
10 LCD JHD162A 1 Buah
11 Led (merah) 3mm 10 Buah
12 Kabel 1 meter
13 Fototransistor white
3mm
5 Buah
14 Switch 4 Buah
15 Sekrup +baut 10 pasang
16 Resistor metal film 10 Buah
17 PCB matrix 1 Buah
19 Baterai 9 volt 2 Buah
20 Accesoris 1 Set
21 Pilox hitam 1 Buah
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 06: Yus Kusaeri, dkk 124



Dari alat tersebut maka dibuat alat ukur ketebalan plat
tipis otomatis berbasis optik seperti terlihat pada Gambar 2.


(a) Tampak atas

(b) Tampak samping

Gambar 2. Prototipe alat ukur ketebalan plat tipis,
(a) tampak atas dan (b) tampak samping

B. Desain Alat dan Pengujian
Desain alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan
plat tipis otomatisasi berbasis optik komponen utamanya
terdiri dari sensor yaitu dengan menggukan photo transistor,
LED, mikrokontroler ATMega 8535, LCD.


Gambar 3. Desain alat pengukur ketebalan plastik mika berbasis
ATMega 8535
Dalam penelitian ini diganakan metode yaitu melalui
kalibrasi ketebalan setiap plastik mika. Setelah kalibrasi,
kemudian data diolah untuk mendapatkan kesebandingan
tegangan dan ketebalan dari masing-masing sampel plastik
mika. Data diolah, ketika dengan range nilai konsentrasi
yang linier terhadap tegangan, dengan memanfaatkan regresi
linier maka akan diperoleh karakteristik absorbansi larutan
yang kemudian diprogram dalam mikrokontroler ATMega
8535.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian dengan menggunakan beberapa
sampel plastik mika, yaitu dengan menggunakan warna biru,
kuning, merah muda dan bening.

A. Pengujian Plat Tipis Warna Biru


Gambar 4. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna biru dengan pendekatan Polynomial orde 5.


Grafik 5. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna biru dengan pendekatan regresi linier.

Dari data pada Tabel 3, jika diplot menggunakan polynomial
berorde 5 sebagaimana terlihat pada Gambar 4 diperoleh
persamaan sebagai berikut

y = -2E-07x
5
+ 0.000x
4
0.084x
3
+ 19.17x
2
- 2169x + 97985 (12)

dengan R
2
= 1, Sedangkan jika dibuat pendekatan
pencocokan data menggunakan persamaan regresi linier
sebagaimana terlihat pada Gambar 5 diperoleh

y = 0.009x 1.873 (13)

dengan R = 0.812.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 06: Yus Kusaeri, dkk 125




Tabel 3. Data hasil pengukuran tegangan output sensor terhadap variasi ketebalan plat tipis
Percobaan Plastik Biru Plastik Hijau Plastik Kuning Plastik Bening
Ketebalan Tegangan Ketebalan Tegangan Ketebalan Tegangan Ketebalan Tegangan
1 0,07 198 0,06 165 0,06 132 0,06 120
2 0,14 219 0,12 188 0,12 140 0,12 124
3 0,21 222 0,18 202 0,18 148 0,18 131
4 0,28 227 0,25 211 0,24 153 0,25 134
5 0,36 231 0,32 218 0,31 157 0,33 139
6 0,43 233 0,38 223 0,38 161 0,4 140


B. Pengujian Plat Tipis Warna Hijau


Gambar 6. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna hijau dengan pendekatan Polynomial orde 5.


Gambar 7. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna hijau dengan pendekatan linier.

Untuk plat tipis berwarna hijau, jika diplot menggunakan
polynomial berorde 5 diperoleh

y = 2E-09x
5
- 2E-06x
4
+ 0.000x
3
0.145x
2
+ 14.66x 588.5 (14)

dengan R
2
=1, Sedangkan jika dibuat pendekatan pencocokan
data menggunakan persamaan regresi linier diperoleh

y = 0.005x 0.860 (15)


dengan R = 0.912.


C. Pengujian Plat Tipis Warna Kuning


Gambar 8. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna kuning dengan pendekatan Polynomial orde 5.


Grafik 9. Grafik hubungan antara tegangan dengan ketebalan
plastik mika warna kuning dengan pendekatan regresi linier.

Untuk plat tipis warna kuning, jika diplot menggunakan
Polynomial berorde 5 diperoleh

y = -1E-07x
5
+ 7E-05x
4
- 0,021x
3
+3.139x
2
227.9x + 6610 (16)

dengan R
2
=1, Sedangkan jika dibuat pendekatan pencocokan
data menggunakan persamaan regresi linier diperoleh

y = 0.010x 1.377 (17)

dengan R = 0.812.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

INST 06: Yus Kusaeri, dkk 126



dimana y adalah ketebalan plastik mika, x adalah tegangan
output dari sensor photo transistor. Dari dua jenis
persamaan-persamaan tersebut, terlihat bahwa pendekatan
polynomial memiliki kesalahan sangat kecil atau bahkan
bisa dikatakan tidak memiliki kesalahan karena R
2
=1, jika
dibandingkan dengan pendekatan linier. Persamaan
polynomial inilah yang kemudian dimasukkan dalam
program mikrokontroler ATMega 8535.
Dari data Table 3, terlihat bahwa tegangan yang terbaca
oleh sensor photo transistor berbeda untuk setiap plastic
mika, jika diurutkan dari tegangan terkecil ke tegangan
terbesar diperoleh kuning-hijau-biru, hal ini memperlihatkan
bahwa plastic berwarna biru menyerap semua warna kecuali
warna biru yang ditransmisikan sehingga yang terbaca oleh
sensor adalah warna biru yang tingkat energinya lebih tinggi
dari hijau ataupun kuning, plastic warna hijau akan
mentransmisikan warna hijau dan menyerap warna lainnya,
begitupula dengan plastic warna kuning.

V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis data kalibrasi, diperoleh bahwa
hubungan antara output tegangan sensor dengan ketebalan
bersifat polynomial dengan R
2
=1. Tingkat linieritas
tegangan yang terbaca oleh sensor juga sangat tinggi untuk
warna biru 81,2%, warna hijau 91,2%, dan warna kuning
95,9%. Hasil ini menunjukkan bahwa alat ini siap digunakan
sebagai alat pengukur ketebalan plat tipis (plastik mika)
dengan tingkat kesalahan yang dapat dianalisis dan
diperkecil sehingga alat ini dapat dijadikan sebagai alat ukur
dengan ketelitian cukup tinggi.

PUSTAKA
[1] F. Graham Smith and Terry A. King. Optics and Photonics.
John Wiley and Sons, 2000.
[2] Manual for PCM-01 Optometrics LLC.
[3] Jurgen R.Meyer-Arendt, Introduction to Classical and
Modem Optics, Third edition, Prentice Hall, New Jersey,
USA, 1989.
[4] Sanjaya, M., Pengaruh konsentrasi dan ketebalan terhadap
penyerapan cahaya (Hukum Beer-lambert). UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2011.
[5] Winoto, A., Mikrokontroler AVR ATmega 8/32/16/8535 dan
Pemrogramannya dengan Bahasa C pada WinAVR.
Bandung: Informatika, 2008.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 01: Anis Pitri Aprilianti, dkk 127


Aplikasi Metode Geolistrik dengan Konfigurasi Schlumberger untuk
Mengukur Resistivitas Bawah Permukaan Tanah pada Lapangan x

Anis Pitri Aprilianti, Susilawati, Ihsan Imaduddin, Idin Azharudin, Fran Permana, Bebeh W. Nuryadin
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung Tlp. (022)7800525 Fax. (022)7803936 website: www.uinsgd.ac.id
ariezta.19@gmail.com

Abstrak Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk mengetahui nilai resistivitas yang ada di bawah
permukaan bumi. Dalam penelitian ini metode geolistrik yang digunakan adalah konfigurasi schlumberger. Pengukuran
dengan metode schlumberger menggunakan 4 elektroda yang terdiri dari 2 elektroda arus (AB) dan 2 elektroda potensial
(MN). Arus listrik yang diinjeksikan melalui elektroda arus akan mengalir sampai pada lapisan batuan di bawah permukaan,
dan menghasilkan data beda potensial yang harganya bergantung pada tahanan jenis (resistivity) dari batuan yang dilaluinya.
Fenomana inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui dan menentukan jenis batuan termasuk fluida apa saja yang ada di
bawah permukaan.

Kata kunci: metode geolistrik, konfigurasi schlumberger, resistivitas.

Abstract Geoelectric method is one of the geophysical method to determine the resistivity values that are under the earth's
surface. The configuration In this study is Schlumberger configuration. Measurement of Schlumberger method using 4
electrodes consisting of two current electrodes (AB) and two potential electrodes (MN). The electrical current is injected
through the electrode current will flow through the rock layers below the surface, and generates difference potential which the
value depends on the resistivity of the rocks. This phenomena utilized to identify and determine the types of the rocks including
under the surface.

Key words: geoelectric method, schlumberger configuration, resistivity.

I. PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan salah satu negara terkaya
akan barang tambang, namun melimpahnya barang
tambang yang dimiliki tidak akan berfaedah sebelum
digali, diolah dan dimanfaatkan oleh penduduknya. Untuk
menggali, mengolah dan memanfaatkan barang tambang
tersebut diperlukan ilmu dan tekniknya. Metode geolistrik
resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang
digunakan dalam eksplorasi mineral, reservoir air tanah,
geothermal serta pemanfaatan dalam penentuan struktur
geologi bawah permukaan.
Pemanfaatan metode geolistrik resistivitas banyak
digunakan untuk pengamatan lapisan geologi dangkal.
Kemampuan metode geolistrik sangat ditunjang dengan
keadaan bawah permukaan yang tersusun oleh lapisan-
lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda. Adanya variasi
tahanan jenis lapisan, dapat diamati dengan
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dan mencatat
tahanan jenis pada titik-titik pengamatan di permukaan
bumi. Dengan mengubah-ubah jarak elektroda sesuai
dengan konfigurasi tertentu, maka dapat diinterpretasi
perubahan tahanan jenis secara vertikal dan horizontal.
Metode yang digunakan untuk membantu melakukan
penelitian diantaranya adalah metode sounding dan
maping. Eksperimen ini menggunakan metode sounding
konfigurasi schlumberger. Metode ini dilakukan melalui
pengukuran beda potensial yang ditimbulkan akibat injeksi
arus listrik ke dalam bumi dengan mengubah-ubah jarak
elektroda arus. Berdasarkan pada harga resistivitas
listriknya, suatu struktur bawah permukaan bumi dapat
diketahui material penyusunnya. Eksperimen ini dilakukan
dengan harapan dapat dijadikan sebagai referensi dan
bahan pembelajaran untuk eksperimen selanjutnya.

II. LANDASAN TEORI
Metode geolistrik adalah metode yang digunakan untuk
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara
mendeteksinya di permukaan bumi. Berdasarkan letak
(konfigurasi) elektroda-elektroda potensial dan elektroda-
elektroda arus, metode ini dibagi menjadi beberapa
konfigurasi, salah satunya adalah metode konfigurasi
schlumberger dengan mengukur nilai resistivitas bawah
permukaan tanah. Pengukuran dengan konfigurasi
schlumberger ini menggunakan 4 elektroda, masing-
masing 2 elektroda arus (AB) dan 2 elektroda potensial
(MN). Untuk melakukan pengukuran resistivitas secara
umum yaitu dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam
bumi dengan menggunakan dua elektroda arus (C1 dan
C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan
dua elektroda potensial (P1 dan P2) seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 1.


Gambar 1. Konfigurasi schlumberger [1]
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 01: Anis Pitri Aprilianti, dkk 128



Secara umum, pendekatan sederhana pembahasan
gejala kelistrikan bumi adalah dengan menganggap bumi
sebagai medium homogen dan bersifat isotropis (diukur
dari berbagai arah akan memberikan harga yang sama).
Dengan perlakuan tersebut medan listrik dari sumber titik
di dalam bumi merupakan simetri bola. Elektroda arus
dapat dipandang sebagai titik sumber yang memancarkan
arus listrik ke segala arah dalam medium bumi dengan
tahanan jenis . Material bumi yang heterogen memiliki
sifat dan respons yang berbeda-beda terhadap arus listrik
yang dialirkan ke dalamnya. Ilustrasi garis ekuipotensial
yang terjadi akibat injeksi arus ditunjukkan pada dua titik
arus yang berlawanan di permukaan bumi.

Gambar 2. Pola aliran arus dan bidang ekipotensial antara dua
elektroda arus dengan polaritas berlawanan (Bahri 2005) [2]

Pada konfigurasi schlumberger idealnya jarak MN
dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis
tidak berubah yang berubah adalah jarak AB. Keunggulan
konfigurasi schlumberger ini adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada
permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas
semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Dari besarnya arus yang diinjeksikan dan beda
potensial yang terukur maka nilai resistivitas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:

(1)
Dengan (I) arus dalam Ampere, (V) beda potensial
dalam Volt, () tahan jenis dalam Ohm meter dan (k)
adalah faktor geometri elektroda dalam meter.
Maka :
*(

) (

)+

(2)

Dimana : MN = a (spasi elektroda potensial)
AM = NB = n.a
MB = AN = (n+1) a
Untuk konfigurasi schlumberger harga k dapat dihitung
menggunakan persamaan :
(3)
n = 1, 2, 3, 4, ...
Setelah diperoleh resistivitasnya maka akan diketahui
jenis material yang terkandung di bawah permukaan bumi
tersebut. Besarnya resistivitas suatu material dapat dilihat
pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Nilai resistivitas material-material bumi

No. Material Resistivitas (ohm meter)
1 Pyrite 0.01-100
2 Quartz 500-800.000
3 Calcite 1


4 Rock salt 30 -1


5 Granite 200-100.000
6 Andesite 1.7

- 45


7 Basalt 200-100.000
8 limestones 500-10.000
9 sandstones 200-8.000
10 Shales 20-2.000
11 Sand 1-1.000
12 Clay 1-100
13 Ground water 0.5-300
14 Sea water 0.2
15 Magnetite 0.01-1000
16 Dry gravel 600-10.000
17 Alluvium 10-800
18 Gravel 100-600

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Proses eksperimen ini pertama-tama siapkan alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam penelitian, selanjutnya
dilakukan pratest terhadap alat. Kemudian memasang
meteran dengan panjang 70 meter dan mematoknya pada
setiap ujung. Kemudian dipasang elektroda arus (AB) dan
elektroda potensial (MN) diawali dengan jarak terdekat
yang telah disiapkan pada tabel pengukuran. Dilakukan
pengambilan data pada setiap datum point sesuai dengan
kerja alat. Dicatat data arus (I) dan beda potensial (V) yang
dicatat dalam format akuisisi. Selanjutnya untuk
pengolahan data menggunakan microsoft excel dan
software IP2win.

Gambar 3. Susunan elektrroda untuk konfiguasi schlumberger
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 01: Anis Pitri Aprilianti, dkk 129



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN





























Gambar 4. Interpretasi data menggunakan software IP2win

Dari gambar 4 tabel sebelah kanan memberikan informasi
tentang resistivity layer. Kolom adalah nilai resistivitas
(hambatan) tiap lapisan. Kolom Alt adalah altitude atau
kedalaman dari elevasi (ketinggian) titik VES. Kolom d
memberikan informasi tentang kedalaman dari permukaan
tanah. Kolom h memberikan informasi tentang ketebalan
tiap lapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda. Grafik
warna hitam dan merah memberikan informasi tentang
hubungan nilai AB/2 dan apparent resistivity, grafik warna
biru memberikan informasi tentang variasi dari nilai
resistivitas yang ada (banyaknya lapisan yang memiliki
nilai resistivitas berbeda) [3].













Gambar 5. Resistivitas bawah permukaan bumi yang terukur

Dari gambar 5 hasil intrepretasi menggunakan software
IP2win didapatkan lima lapisan dengan nilai resistivitas
yang berbeda-beda. Pada lapisan pertama dengan nilai
resistivitas 39,8 m dengan kedalaman 5 m dan lapisan
kedua nilai resistivitasnya 31,6 m dengan kedalaman 10
m diperkirakan pada kedua lapisan tersebut material yang
terkandung di dalamnya adalah rock salt atau garam batu.
Garam batu ini terbentuk dari kumpulan mineral yang
sering disebut halite. Mineral halite mempunyai rumus
kimia NaCl. Akan tetapi batu garam bisa juga
mengandung pengotor-pengotor dan umumnya yang
berasosiasi dengan batu garam tersebut adalah anhydrite
(CaSO4), gypsum (CaSO4.2H
2
O), dan juga sylvite (KCl).
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 01: Anis Pitri Aprilianti, dkk 130


Pada lapisan berikutnya dengan nilai resistivitas 25,1
m dengan kedalaman 15 m serta lapisan dengan nilai
resistivitas 20 m dengan kedalaman 20 m diperkirakan
material yang terkandung adalah shales atau batu tulis.
Dan di lapisan yang terakhir dengan nilai resistivitas 15
m kedalamannya 25 m diperkirakan material pada
lapisan tersebut adalah alluvium (tanah yang terbentuk
karena terjadinya endapan air sungai/tanah liat yang
berasal dari endapan air laut).

V. KESIMPULAN
Dari hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa salah satu metode geofisika yang dapat
digunakan untuk mengetahui material yang terkandung di
bawah permukaan bumi adalah dengan menggunakan
metode geolistrik kofigurasi schlumberger Pada
konfigurasi schlumberger jarak MN dibuat tetap dan jarak
AB berubah-ubah.. Keunggulan konfigurasi schlumberger
ini adalah mempunyai kemampuan untuk mendeteksi
adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan,
yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika
terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Eksperimen ini dilakukan dengan menginjeksikan arus
ke dalam bumi melalui elektroda arus, arus tersebut akan
mengalir melewati batuan-batuan yang terdapat di bawah
permukaan bumi dan akan menghasilkan beda potensial
yang harganya bergantung pada tahanan jenis (resistivity)
dari batuan yang dilaluinya.
Adapun hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa pada daerah tersebut memiliki material
bawah permukaan tanah berupa rock salt, shales dan
alluvium.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dosen
metode fisika bumi yang telah memberikan izin
menggunakan data hasil eksperimen dalam jurnal ini dan
pihak-pihak yang membantu baik dalam proses
pengambilan data maupun dalam pengolahan data.

PUSTAKA
[1] Azhar dan Handayani Gunawan, Penerapan Metode
Geolistrik Konfigurasi Schulmberger Untuk Penentuan
Tahan Jenis Batubara, Jurnal Natur Indonesia, Vol. 6, no.
2, 2004, pp. 122-126., ISSN 1410-9379.
[2] K. Buklisdan Z. Teti, Aplikasi Metode Geolistrk Tahanan
Jenis Konfigurasi Wenner-Schlumberger untuk Survey
Pipa Bawah Permukaan, Teknologi Elektro, Vol. 7, no. 2,
2008, hal. 84-91.
[3] Kurniawan Alva, Tutorial Dasar IP2 WIN, Hyrogeology
World, 2009, hal 11.
[4] E. Minarto, Pemodelan Inversi Data Geolistrik Untuk
Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan
Daerah Panasbumi Mataloko. Laboratorium Geofisika.
Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
[5] Broto Sudaryo dan Afifah R.S., Pengolahan Data
Geolistrik Dengan Metode Schlumberger.
[6] Aprilianti A. P., Laporan Ekseperimen Metode Fisika
Bumi. Aplikasi Metode Geolistrik dengan Konfigurasi
Schlumberger untuk Mengukur Resistivitas Bawah
Permukaan Tanah, UIN Bandung 2011.



PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 02: Susilawati, dkk 131


Perbandingan Metode DFT, CWT, S-Transform dan TFCWT pada
Dekomposisi Spektral untuk Mengindikasi
Hidrokarbon Gas pada Lapangan X

Susilawati, Mukhlis Setiawan, Bebeh W. Nuryadin
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung Tlp. (022)7800525 Fax. (022)7803936 website: www.uinsgd.ac.id
susilawati.sobur@yahoo.com

Abstrak Dekomposisi spektral atau specdecom yaitu teknik penguraian sinyal-sinyal (gelombang) dalam berbagai frekuensi.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode-metode dekomposisi spektral dengan aplikasinya yaitu mengindikasi
hidrokarbon gas dengan frekuensi rendah pada lapangan X, metode S-transform memberikan hasil yang terbaik dalam zona
ini karena dapat menampilkan event-event lebih banyak dengan resolusi yang baik.

Kata kunci: Dekomposisi spektral, S-transform

Abstract Spectral decomposition or specdecom is a technique that describes the signals (waves) in a wide range of
frequencies. The aim of this study is to compare several spectral decomposition methods and its application to indicate the
aqurance of hydrocarbon in the field X with the lower frequency, S-transform method shows a best result in this zone because
can display more events with good resolution .

Key words: Spectral decomposition, S-transform.

I. PENDAHULUAN
Pengolahan data seismik tingkat lanjut mampu
membantu menginterpretasi data seismik secara langsung
dalam mengidentifikasi dan mengkarakterisasi reservoar.
Teknik dekomposisi spektral digunakan untuk imaging dan
mapping ketebalan lapisan dan diskontinuitas geologi dalam
survei 3D, yang dapat mengkonvert data seismik dari
domain waktu ke dalam domain frekuensi. Kebutuhan
terhadap resolusi yang tinggi dalam analisa geofisika,
khususnya analisa seismik menjadikan para ilmuwan
mengembangkan pengetahuan dalam menganalisa data
seismik. Pengembangan-pengembangan metode terus
dilakukan dan menghasilkan beberapa metoda yang dewasa
ini digunakan dalam industri. Teknik dekomposisi spektral
yang sangat umum yaitu DFT (Descrete Fourier Transform)
dalam perkembangannya metode Continuous Wavelet
Transform (CWT) mampu memperbaiki beberapa
kelemahan DFT agar menghasilkan image yang baik dengan
resolusi tinggi dan dengan pengerjaan yang efisien maka
lahirlah metode baru yang menyempurnakan dari metode-
metode sebelumnya yaitu metode S-transform dan TFCWT.
II. LANDASAN TEORI
Dekomposisi spektral yaitu penguraian sinyal-sinyal
(gelombang) dalam berbagai frekuensi. Aplikasi
dekomposisi spektral dalam prosesing seismik diantaranya
yaitu dapat menginterpretasi ketebalan lapisan[1],
visualisasi stratigrafi[2] dan mendeteksi hidrokarbon [3].
Konsep dekomposisi spektral yaitu peristiwa refleksi pada
lapisan tipis yang memiliki karakteristik dalam domain
frekuensi yang merupakan indikasi dari ketebalan lapisan
temporal, spektrum amplitudo menggambarkan variabilitas
lapisan tipis melalui bentuk spektralnya yang berkaitan
dengan variabilitas massa batuan[1], Setiap frekuensi
dalam domain waktu membuat suatu pola interferensi dan
variasi spektral, fenomena interferensi dan variasi spektral
timbul


karena terdapat variasi sifat akustik yang disebabkan oleh
lapisan-lapisan yang terdapat fault dan pada lapisan yang
memiliki variasi ketebalan[4], Data seismik secara alami
tidak stasioner, mempunyai berbagai kandungan frekuensi
dalam domain waktu. Dekomposisi waktu-frekuensi
(spectral decomposition) dari data seismik merupakan
atribut seismik yang bertujuan untuk mencirikan tanggap
frekuensi yang tergantung waktu dari batuan dan reservoar
bawah permukaan. Spectral decomposition yang biasanya
dilakukan menggunakan transformasi Fourier untuk
menghitung spektrum amplitudo masing-masing trace dari
jendela waktu yang pendek yang meliputi semua zona
interest. Spektrum amplitudo tersebut dikontrol oleh satuan
geologi, sehingga satuan-satuan dengan sifat dan ketebalan
batuan yang berbeda akan menunjukkan tanggap amplitudo
yang berbeda. Jika dekomposisi sinyal dihitung untuk
seluruh trace pada volume seismik 3D dan direpresentasikan
dalam bentuk peta (slice frekuensi), peta yang dihasilkan
menunjukkan variasi kandungan suatu lapisan dalam
frekuensi yang berbeda-beda.
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 02: Susilawati, dkk 132




Gambar 1. Efek lapisan tipis batuan pada gelombang seismik [1]




















Gambar 2 Proses dalam pengoahan atribut dekomposisi spectral[1]
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini membandingkan empat metode
dekomposisi spektral yang terdapat pada software
Geomodeling VisualVoxAt versi 6.5. Empat metode tersebut
diantaranya:
1. DFT (Descrete Fourier Transform) menggunakan
algoritma dengan window yang sama terhadap
dekomposisi spektral. Dalam metode DFT panjang time
window ditentukan.
Persamaan dari DFT ini dapat dituliskan sebagai berikut:

STFT =

(1)

2. CWT (Continuos Wavelet Transform) pada sinyal
seismik menggunakan pergeseran window skala waktu,
ukuran windownya berubah dengan otomatis.
Persamaan dari CWT dapat dituliskan sebagai berikut:

)dt (2)

3. TFCWT (Time Frequency Continuous Wavelet
Transform) menghasilkan peta waktu frekuensi yang
dapat menampilkan frekuensi dengan tepat untuk
berbagai event, mirip dengan metode CWT, metode
TFCWT menggunakan pergeseran window, tapi tidak
merata-ratakan nilai frekuensi.

(3)

4. S-transform
S-transform menghasilkan peta waktu frekuensi dan
sample sinyal seismik dengan pergeseran time window,
S-transform menggambarkan spektrum amplitudo pada
sinyal. Didefinisikan oleh persamaan berikut:

||

(4)

Berikut adalah diagram alir dalam prosesing seismik
dekomposisi spektral











Gambar 3. Diagram alir prosesing seismik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Time slice hasil prosesing
data seismik lapangan X


Gambar 5. Hasil prosesing data seismik menggunakan metode
konvensional pada X line 45
Creating
Import 3D SEG-Y
Data
RunSpektral Dekomposition on
postack data
D
FT
CWT TFCW
TT
S-transform
PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 02: Susilawati, dkk 133



(a) (b) (c) (d)
Gambar 6. Hasil dekomposisi spektral menggunakan metode a)
DFT b) CWT c) S-transform d)TFCWT pada X line 45.
Gambar 4 yaitu image time slice data seismik pada
lapangan X, pada gambar tersebut dapat dilihat zona yang
berwarna merah terang diindikasi bahwa zona tersebut
adalah zona prospek hidrokarbon namun itu hanya
gambaran umum masih belum bisa diinterpretasi.
Gambar 5 yaitu hasil prosesing data seismik
menggunakan metode konvensional pada lapangan X
pada image tersebut sulit untuk diinterpretasi pada rentang
frekuensi berapa hidrokarbon tersebut berada. Gambar 3
yaitu hasil prosesing seismik menggunakan dekomposisi
spektral, hasil dekomposisi spektral dengan menggunakan
empat metode menghasilkan image yang berbeda-beda,
perhatikan setiap image tersebut pada frekuensi 20 Hz.
Pada gambar 6(a) yaitu hasil dekomposisi spektral
menggunakan metode DFT warna merah terang yang
menyatakan adanya koherensi amplitudo yang tinggi, zona
tersebut diindikasi adalah hidrokarbon namun pada image
ini terjadi pola interferensi yang menyatu atau tidak terpisah
dapat dikatakan image tersebut masih memiliki resolusi
yang rendah sehingga masih menyulitkan untuk interpretasi.
Gambar 6(b) yaitu hasil prosesing dekomposisi spektral
menggunakan metode CWT, pada metode ini resolusinya
lebih baik daripada metode DFT karena sudah bisa
memisahkan beberapa event yang diindikasi adalah
hidrokarbon. Gambar 6(c) adalah hasil dekomposisi spektral
menggunakan metode S-transform pada metode ini lebih
banyak event yang nampak dan juga memiliki resolusi yang
baik. Gambar 6(d) adalah hasil dekomposisi spektral
menggunakan metode TFCWT, metode ini memiliki
resolusi yang baik namun pada frekuensi rendah kurang
dapat menampakan event-event yang diduga adalah zona
hidrokarbon.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian pada data seimik
yang sama [5] yang mengindikasi bahwa hidrokarbon gas
berada pada X line 45 dengan frekuensi 20 Hz dengan
menggunakan metode CWT.

V. KESIMPULAN
Teknik dekomposisi spektral dapat meningkatkan
visualisasi dan interpretasi. Teknik ini dapat mempermudah
interpreter dalam mempelajari suatu reservoar yang
kompleks.
Berdasarkan literatur dan hasil prosesing yang telah
dilakukan dalam dekomposisi spektral metode S-transform
adalah metode yang paling baik digunakan untuk
mengindikasi hidrokarbon yang berada dalam rentang
frekuensi yang rendah, jika dibandingkan dengan metode-
metode yang lain, metode S-tranform lebih dapat
memisahkan event-event serta memiliki resolusi yang baik.


PUSTAKA

[1] G. J. Partyka, J. Gridley and J. Lopez, Interpretational
applications of spectral decomposition in reservoir
characterization. The Leading Edge, Vol. 18, 1999. pp. 353-
360.
[2] K. J. Marfurtand and R. L. Kirlin, Narrow-band spectr
al analysis and thin-bed tuning, Geophysics, Vol. 66,
2001, pp. 1274-1283.
[3] S. Sinha, P. S. Routh, P. D. Anno and J. P. Castagna,
Spectral decomposition of seismic data with
continuous-wavelet transforms. Geophysics, Vol. 70,
2005, pp. 19-25.
[4] M. Reza, et al, The investigation of the spectral
decomposition application in detecting reef reservoir
on Abadan plain, Iran. Australian journal of basic and
applied sciences, vol. 3, no. 2, 2009, pp. 866-874.
[5] S. Pramono, Aplikasi interaktif analisa dekomposisi
spektral berbasis continuous wavelet transform
(CWT). Universitas Indonesia, 2010.
[6] Johnson.J.W., Improving subsurface resolution with
the seismic reflection method: Use s-waves.
Geophysical Associates. 655-663.
[7] Sinha.S., at.al. Spectral decomposition of seismic data
with continuous-wavelet transform. Geophysics, vol.
70, no. 6, 2005, pp.1925.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 03: Fran Permana, dkk 134


Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner Secara Sederhana

Fran Permana, Bebeh W. Nuryadin, Ihsan Imaduddin, Idin Azharudin, Anis Pitri A., Susilawati
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung Tlp. (022)7800525 Fax. (022)7803936 website: www.uinsgd.ac.id
gz_fran@yahoo.com

Abstrak Secara sederhana metode geolistrik dapat dianalogikan dengan rangkaian listrik. Besarnya resistansi dapat
diketahui berdasarkan besarnya potensial sumber dan arus yang mengalir. Resistansi yang dinormalisasi terhadap geometri
(resistivitas) akan digunakan sebagai acuan dalam mengetahui benda yang ada di bawah permukaan. Konfigurasi Wenner
merupakan konfigurasi yang paling populer dalam metode geolistrik. Dimana penggunaanya yang mudah dimengerti dan
hasilnya yang dapat digambarkan dalam bentuk dua dimensi sehingga pemahaman dari hasilnya dapat dimengerti dengan
baik.

Kata kunci: metode geolistrik, konfigurasi wenner, reisitivitas.

Abstract In simple geoelectric method analogous to the electrical circuit. The amount of resistance can be determined by
the magnitude of potential sources and the current flowing. The normalized resistance of the geometry (resistivity) will be used
as a reference in knowing things that exist below the surface. Wenner configuration is the most popular configuration in the
geoelectric method. Where its use is easy to understand and the results that can be described in terms of two dimensions, so an
understanding of the results can be well understood.

Key words: geoelectric method, wenner configuration, resistivity.


I. PENDAHULUAN
Studi geofisika merupakan salah satu studi yang
mendalami tentang ke-bumi-an yang didalamnya
mempelajari gejala-gejala alam seperti tsunami dan gempa
bumi. Tetapi yang paling populer dalam studi geofisika
adalah mempelajari tentang eksplorasi bawah permukaan.
Eksplorasi bawah tanah yang banyak dilakukan adalah
eksplorasi minyak bumi, karena minyak bumi dapat dibilang
masih menjadi kebutuhan yang tidak dapt dihindari dalam
kehidupan sehari-hari. Eksplorasi bawah tanah yang dangkal
dapat digunakan untuk menentukan posisi kabel telepon,
kabel listrik dan pipa air. Dengan mengetahui adanya kabel-
kabel atau pipa-pipa yang sudah tertanam dalam tanah akan
menghindari pengrusakan terhadap kabel-kabel atau pipa-
pipa tersebut ketika mengali.
Metode geolistrik merupakan metode yang paling sering
digunakan dalam eksplorasi bawah permukaan yang
dangkal. Geolistrik merupakan metode dalam studi geofisika
yang mempelajari sifat aliran listrik di bawah permukaan
tanah dan bagaimana cara mendeteksinya diatas permukaan
tanah [1].
Konfigurasi wenner yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki berbagai keunggulan dibanding dengan
konfigurasi lainnya. Selain cara pengambilan data yang
mudah dimengerti hasil yang didapat dari konfigurasi ini
dapat daigambarkan dalam bentuk dua dimensi sehingga
hasilnya akan lebih mudah dipahami.
Penelitian metode geolistrik dengan konfigurasi wenner
secara sederhana ini diharapkan dapat menjadi referensi
ketika mengaplikasikan metode ini di lapangan.

II. LANDASAN TEORI
A. Metode Geolistrik
Cara kerja metode geolistrik secara sederhana dapat
dianalogikan dengan rangkaian listrik. Jika arus dari suatu
sumber dialirkan ke suatu beban listrik maka besarnya
resistansi() dapat diperkirakan berdasarkan besarnya
potensial sumber dan besarnya arus yang mengalir. Dalam
hal ini besaran resistansi tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan jenis material karena masih bergantung
ukuran atau geometrinya. Maka dari itu digunakan besaran
resistivitas yang merupakan resistansi yang telah
dinormalisasi terhadap geometri. Pada prakteknya
pengukuran geolistrik dilakukan dengan mengalirkan arus
ke dalam tanah melalui dua elektroda (C1 dan C2) dan
responnya diukur melalui dua elektroda yang lain (P1 dan
P2) [2].

Gambar 1. Rangkaian pengambilan data metode Geolistrik.

Dengan besaran reseistivitas kita dapat mengetahui ada
apa saja dibawah permukaan. Besaran-besaran resistivitas
setiap material berbeda-beda satu sama lain, muali dari
material yang memiliki resistivitas rendah hingga resistivitas
tinggi. Besar resistivitas suatu material dapat dilihat pada
tabel 1.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 03: Fran Permana, dkk 135


Tabel 1. Nilai resistivitas material-material bumi [3]
No Material Resistivitas (m)
1 Udara
2 Pirit 0,01 100
3 Kwarsa 500 800.000
4 Kalsit 110
12
110
13

5 Garam Batu 30 110
13

6 Granit 200 100.000
7 Andesit 170 4510
4
8 Basal 200 100.000
9 Gamping 500 10.000
10 Batu Pasir 200 8.000
11 Batu Tulis 20 2.000
12 Pasir 1 1.000
13 Lempung 1 100
14 Air Tanah 0,5 300
15 Air Asin 0,2
16 Magnetit 0,01 1.000
17 Kerikil Kering 600 10.000
18 Aluvium 10 800
19 Kerikil 100 600

B. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi wenner merupakan konfigurasi dengan
susunan jarak antar elektroda sama panjang. Dalam hal ini
elektroda-elektroda, baik arus maupun potensial diletakan
secara simetris terhadap titik sounding. Jarak antar elektroda
arus tiga kali jarak antar elektroda potensial. Jadi jika jarak
masing-masing potensial terhadap titik sounding adalah a/2
maka jarak masing-masing elektroda arus terhadap titik
sounding adalah 3a/2.


Gambar 2. Penempatan elektroda dengan konfigurasi wenner.

Karena potensial adalah besaran skalar, maka potensial
disebarang titik oleh elektroda arus ganda akan merupakan
jumlah potensial oleh dua elektroda arus tunggal. Oleh
karena itu, potensial di titik P
1
oleh arus yang melewati
elektroda C
1
dan C
2
adalah

)
Potensial di titik P
2
adalah

)
Dengan demikian beda potensial antara titik P
1
dan P
2

adalah

[(

) (

)]


Diperoleh resistivitas
(

)
Persamaan resistivitas untuk metode wenner memberikan
hubungan antara jarak (a) dengan resistansi (V/I). Faktor
yang menghubungkannya memili harga yang bergantung
pada konfigurasi atau geometri dari elektroda-elektroda arus
dan tegangan. Oleh karena itu faktor tersebut disebut faktor
geometri (k)
(

)
Dengan begitu faktor geometri untuk konfigurasi wenner
adalah

Persamaan diatas diturunkan berdasarkan hukum Ohm
pada medium homogen setengah tak berhingga yang secara
fisis tidak ada asumsi lain yang berlaku. Dengan demikian
pengukuran dengan konfigurasu elektron apapun (pada
medium setengah tak hingga) harus memiliki harga
resistivitas yang sama, yaitu resistivitas medium yang
sebenarnya.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
Pertama-tama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menyiapkan peralatan geolistrik dan juga menyiapkan
wadah yang sudah diisi dengan pasir dan telah ditanami
batu, dilanjutkan dengan menyiram beberapa bagian agar
terdapat variasi resistivitas.
Pemasangan elektroda arus (C
1
C
2
) dan eletroda potensial
(P
1
P
2
) dengan skala jarak terkecil, jarak terkecil yang
digunakan adalah 3cm. di ijnjeksikan arus searah melalui
elektroda arus lalu dicek tegangan melalui elektroda
potensial. Dilanjutkan dengan memindahkan elektroda arus
dan elektroda potensial sesuai denga pola konfigurasi
wenner.


PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 03: Fran Permana, dkk 136



Gambar 3. Pola konfigurasi wenner.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 4. Hasil pengolahan menggunakan RES2DINV.

Seperti dapat dilihat pada gambar 4. Hasil pengolahan
menggunakan bantuan software RES2DINV ver. 3.59
terlihat pada bagian atas ada beberapa bagian yang berwarna
biru tua yang menunjukan resistivitas paling rendah yang
menggambarkan air yang telah disiramkan pada saat
melakukan eksperimen. Sedangkan pada bagian bagian lain
tergambarkan warna yang berbeda tetapi itu masih
menggambarkan pasir yang berada di dalam wadah,
semakin kebawah menunjukan resistivitas yang semakin
besar karena keadaan pasir masih kering, berbeda dengan
yang diatas yang sudah disirami air. Sedangkan pada bagian
bawah terlihat resistivitas paling besar yang
menggambarkan batu yang ditanam dalam pasir
sebelumnya.

V. KESIMPULAN
Penggunaan metode geolistrik dengan konfigurasi wenner
secara sederhana ini dapat diajadikan sebagai reverensi
bahwa menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi
wenner kita dapat mengetahui keadaan bawah permukaan
yang belum kita ketahui sebelumnya. Berdasarkan hasil
eksperimen menunjukan metode ini kita dapat menentukan
jenis dan posisi material di bawah permukaan.

PROSIDING KONFERENSI FISIKA I 2012 ISSN 2301-5284

BUM 03: Fran Permana, dkk 137


UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada penanggung
jawab eksfis UIN SGD Bandung tahun 2011 yang telah
memberikan izin menggunakan data eksperimen dalam
jurnal ini.

PUSTAKA
[1] K. Buklis dan Z. Teti, Aplikasi Metode Geolistrk Tahanan
Jenis Konfigurasi Wenner-Schlumberger untuk Survey Pipa
Bawah Permukaan, Teknologi Elektro, vol. 7, no. 2, 2008,
pp. . 84-91.
[2] Geofisika Online, Metoda Geolistrik, 2009. Website:
http://geofisikaonline.blogspot.com/2009/05/metoda-
geolistrik.html, diakses tanggal 3 Mei 2012
[3] Telford, WM., Applied Geophysics Second Edition,
Cambridge University, 1990.

You might also like