You are on page 1of 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Kornea adalah bagian depan bola mata yang transparan yang merupakan tempat lewatnya cahaya merupakan tempat terjadinya banyak infeksi dan luka karena terekspos dari objek-objek asing. Infeksi dan luka menyebabkan inflamasi kornea suatu kondisi yang disebut juga dengan keratitis. Infeksi dan inflamasi dari kornea menyebabkan pelepasan lapisan epitel sampai pada lapisan stroma dari kornea dan menimbulkan sebuah ulkus. Ulkus ini dapat berlokasi di sentral yang menyebabkan gangguan penglihatan atau berlokasi di perifer. 1,2 Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia. Ulkus kornea menempati urutan ke-9 dari sepuluh penyakit terbanyak kunjungan poliklinik mata RSU Dr. Saiful Anwar tahun 2005 dengan 401 kasus dari 22.394 pasien. Laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea daripada wanita. Predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea. Trauma mungkin minor, seperti abrasi minor dari benda asing yang kecil. 3 Komplikasi ulkus kornea dapat bersifat menghancurkan, dapat terjadi synechiae anterior dan posterior, glaukoma, endopthalmitis, katarak, dan perforasi kornea.,3,4,5 Pembentukan sikatrik akibat ulkus kornea merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di negara-negara berkembang. Ulkus kornea yang sembuh dapat menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomer dua di Indonesia. 2,3 Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya berbagai komplikasi bahkan kebutaan. Sebagian besar gangguan penglihatan ini dapat dicegah bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. 2 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanda dan gejala klinis ulkus kornea?

2. Bagaimana menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan untuk ulkus kornea? 3. Apa saja komplikasi ulkus kornea? 4. Bagaimana prognosis dari penderita ulkus kornea? 1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4. 1.4 Manfaat Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai patofisiologi, dasar diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis penderita ulkus kornea. Mengetahui tanda dan gejala ulkus kornea. Mengetahui cara menegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan ulkus kornea. Mengetahui komplikasi ulkus kornea. Mengetahui prognosis dari penderita ulkus kornea.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea Kornea adalah struktur transparan yang merupakan lapisan terluar dari mata. Kornea membiaskan cahaya dan melindungi isi mata. Ketebalan kornea berkisar antara 410 sampai dengan 610 mikrometer dan ketebalan rata-rata kornea orang caucasia 550 mikrometer. Sedangkan pada orang Indian ketebalan rata-ratanya lebih tipis yaitu kurang dari 510 mikrometer. Nervus trigeminus mensyarafi kornea melalui nervus ciliaris longus. Terdapat reseptor nyeri di lapisan terluar dan reseptor tekanan pada lapisan yang lebih dalam.6 Kondisi transparan kornea disebabkan karena tidak adanya pembuluh darah, pigmentasi, dan keratin dimana lapisan-lapisan ini merupakan serat-serat kolagen. Serat kolagen melalui seluruh diameter dari kornea secara paralel dan menerima 99% cahaya yang melalui mata dengan membiaskannya dengan pembiasan 40 dioptri.6 Terdapat lima lapisan kornea dari luar ke dalam, yaitu : 1. Epithelium Epitel berasal dari ektoderm permukaan. Tebalnya terdiri atas 5 lapis sel epitel gepeng tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, sel poligonal dan satu lapis sel basal. Memiliki ketebalan sekitar 25 sampai 40 mikrometer Sel basal sering terlihat mitosis dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel poligonal dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Epithelium ini menahan lapisan air mata dan juga mencegah air yang masuk ke kornea dan mengganggu serat kolagen. Hal ini melindungi terjadinya edema kornea, yang dapat menyebabkan pandangan berkabut.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 7

2.

Lapisan Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

3. -

Lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi. 7 Stroma Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar

satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yaitu fibroblast yang terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Stroma kornea merupakan 90 % ketebalan kornea Posterior dari stroma adalah membrana descemet, dan pada bagian Membrana Descemet Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, Endothelium kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

4.

dasarnya adalah endothelium kornea. 7

5.

mempunyai tebal 40 mikrometer. 7

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-

40 mikrometer. Endothelium melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden. 7

Gambar 2.1 Lapisan-lapisan kornea 6

2.2 Definisi Ulkus kornea adalah diskontinuitas permukaan epitel kornea yang disebabkan oleh nekrosis jaringan kornea. Secara patologis dicirikan dengan adanya edema dan infiltrasi sel. 8,9

Gambar 2.2 Ulkus kornea 6

2.3 Epidemiologi Ulkus Kornea

Ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan di negara-negara berkembang yang disebabkan karena ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea.2 Berdasarkan survei yang dilakukan di Afrika dan Asia, telah ditemukan bahwa ulkus kornea merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak sebagai penyebab utama kebutaan di banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Ulkus kornea juga merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. 3,8 Pola epidemiologi dari ulkus kornea bervariasi dari pada tiap negara bahkan di tiap daerah. Insidensi tahunan di Indonesia adalah 5,3 per 100.000 penduduk. Di Mandurai District, India Selatan diperkirakan terdapat 11,3 kasus per 100.000 penduduk atau paling sedikit sepuluh kali lebih banyak dibandingkan di USA. Antara September 1985 hingga Agustus 1987, ditemukan penderita ulkus kornea sebanyak 405 kasus di Kathmandu, Nepal. 3,8 Dari distribusinya berdasarkan jenis kelamin, kasus ulkus kornea juga bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta didapatkan 66,7% kasus pada laki-laki dan 33,3% kasus pada wanita. Di USA, dari 71% penderita mikrobial keratitis adalah laki-laki. Kemudian di India Utara 61% adalah laki-laki. Predisposisi faktor populasi laki-laki lebih banyak daripada wanita, tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan banyaknya kegiatan pada kaum lakilaki sehari-hari meningkatkan risiko terjadinya trauma, termasuk trauma pada kornea. 3,8 Berdasarkan penelitian yang dilakukan RS Sardjito Yogyakarta, gambaran mikroskopik menunjukkan kasus terbanyak disebabkan oleh basil gram negatif . Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di India, yaitu lebih banyak disebabkan oleh basil gram positif. Prevalensi Pseudomonas adalah terbanyak, dengan pencetusnya trauma. Sebagian besar kasus tidak ditemukan jenis mikrobialnya karena sebelumnya penderita telah mendapatkan terapi antibiotik. 3,8 Trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi di Nepal. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Glasgow, kasus ulkus kornea terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak, sedangkan karena trauma hanya 8,8%. Dalam hal ini mungkin disebabkan pemakaian lensa kontak di Indonesia masih jarang. 2.4 Patofisiologi
3,8

Epithelium yang rusak terinfeksi oleh agen patologik yang muncul pada perkembangan ulkus kornea dapat dideskribsikan menjadi empat stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat menjadi : a. ulkus terlokalisir dan sembuh b. penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau

c. menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
10

Patologi Ulkus Kornea yang Terlokalisir 1. Stadium infiltrasi progresif Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polymorphonuklear dan/atau limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika jaringan ini juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung pada virulensi agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien. 10 2. Stadium ulkus aktif Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan hipopion. Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya

tahan tubuh menurun maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif. 10 3. Stadium regresi Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus. 10 4. Stadium sikatrik Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium, jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru. Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea. 10 Patologi Ulkus Kornea yang Perforasi Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan mencapai membrana descemet. Membran ini keluar sebagai descemetocele. Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba seperti batuk, bersin, mengejan, dll akan menyebabkan perforasi, kehilangan aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan dispraghma iris dan lensa yang pindah ke anterior. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran perforasi. Bila perforasi kecil,dapat terjadi proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma adheren adalah tampilan yang paling sering terdapat pada kondisi akhir. 10

2.5 Klasifikasi Ulkus kornea dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya sebagai berikut: 1. Ulkus kornea sentral Etiologi ulkus sentral biasanya liquefaciens, karena bakteri (pseudomonas, hemoliticus, pneumokok, Moraxela Sreptococcus

Klebsiella pneumosi, E. Coli, proteus), jamur (Candida albicans, Fusarium solani, Nocardia Sp., sefalosporium, dan aspergilus), virus (herpes simpleks, herpes zoster). Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada kornea, keratitis neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau immunosupresan, pemakai obat lokal anastetika, pemakai IUD, pasien DM, dan ketuaan. 7 2. Ulkus kornea perifer (marginal) Merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat di daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga karena reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi (kuman stafilokok aureous, H.influenza dan M. lacunata). 7 Sedangkan klasifikasi berdasarkan etiologi sebagai berikut: 1. Infektif keratitis a. Bakterial b. Viral c. Fungal d. Klamidial e. Protozoal f. Spirochaetal 2. Allergic keratitis a. Phlyctenular keratitis b. Keratitis vernal c. Keratitis atopik 3. Tropic corneal ulcers a. Exposure keratitis b. Neuroparalytic keratitis

4. Keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan mukus membran 5. Keratitis yang berhubungan dengan penyakit vaskuler kolagen sistemik 6. Keratitis traumatik

7. Keratitis idiopatik (Ulkus Mooren) 10


2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Kornea Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah penurunan ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada mata, rasa sakit, mata merah, mata bengkak, dan discharge.
11,12

Penurunan

tajam penglihatan disebabkan terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea terutama jika lesi terletak di tengah. Fotofobia diakibatkan kontraksi iris beradang yang sakit. Pada sebagain besar penyakit kornea terdapat fotofobia yang berat, fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi. Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostik penyakit kornea. Rasa sakit dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada ulkus bakteri purulen
5

Perlu juga ditanyakan adanya riwayat

penggunaan lensa kontak, trauma, operasi atau luka pada mata, dan adanya penyakit sistemik atau penyakit mata. Serta penggunaan obat-obatan topikal pada mata, seperti kortikosteroid. Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organisme penyebab, kondisi pasien, dan durasi gejala. 11,12 Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada lokasi ulkus kornea.Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi konjungtiva biasanya tidak spesifik. Discharge purulent tampak pada sakus konjungtiva dan di atas permukaan ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular injection. Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan berwarna putih pada kornea. Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan miosis pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar ulkus kasar dan berwarna kelabu.
7,11,12

Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan slitlamp akan tampak sejumlah sel atau flare dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di daerah ulkus, edema stoma, lipatan descemet, descemetokel dan perforasi. Juga ditemukan dilatasi pembuluh iris yang merupakan fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Gangguan vaskularisasi iris

menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema, dan sinechia posterior.
12,13

Dengan pemeriksaan slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan


11

ulkus kornea seperti tampak pada tabel. Pembagian derajat ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan terapi. Tabel 2.1 Derajat ulkus kornea 11
Karakteristik Ukuran ulkus (mm) Kedalaman ulkus (%) Infiltrat Ringan <2 < 20 Dense, ulkus Sklera Tidak terlibat Tidak terlibat superfisial, terbatas pada dasar Sedang 2-5 20-50 Dense, meluas ke mid stroma Berat >5 > 50 Dense, meluas lebih dalam stroma dari mid hingga

mencapai sklera Mungkin terlibat

Pada tes fluoresens akan tampak defek epitel kornea yang akan memberikan reaksi berwarna hijau. Pemeriksaan mikrobiologis sangat berguna untuk menegakkan diagnosis kausa. 1. Ulkus kornea bakterial Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Hal ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri opportunistik (misal: Sreptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M. Fortuitum-chelonei). 3 a. Manifestasi klinis Ulkus kornea bakterial dapat bermanifestasi sebagai: 1. Ulkus kornea purulen tanpa hipopion Pemeriksaan mikrobiologis tersebut
7,11,12

meliputi pewarnaan gram, kultur, dan tes sensitivitas terhadap antibiotik.

2. Ulkus kornea hipopion 9


Secara umum didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut : Gejala : 1. Nyeri dan sensasi benda asing, terjadi efek mekanik dari kelopak mata dan efek kimia dari toksin pada ujung saraf yang terekspos 2. Mata berair, terjadi karena reflek hiperlakrimasi

3. Fotofobia, terjadi karena stimulasi ujung-ujung saraf


4. Pandangan kabur akibat gangguan pembiasan oleh kornea

5. Mata merah, terjadi karena kongesti pembuluh darah disekitar kornea 9

Tanda : 1. Kelopak mata bengkak 2. Blefarospasme 3. Konjungtiva kemosis dan hiperemi serta kongesti silier 4. Diawali dengan defek epitelial berupa infiltrat putih keabu-abuan. Kemudian membesar dan berkembang menjadi edema stroma. Gambarannya bisa berbentuk oval dan ireguler, tepinya bengkak dan meninggi, dasar ditutupi material nekrotik, edema stromal di sekitar ulkus 5. Pupil bisa mengecil karena toksin mengakibatkan iritis

6. Tekanan intraokuli kadang meningkat 9


Ulkus kornea hipopion dapat disebabkan oleh berbagai organisme piogenik, tetapi yang paling berbahaya yaitu Pseudomonas pyocyanea dan pneumococcus. Ulkus kornea hipopion yang disebabkan oleh pneumococcus disebut ulcus serpens.10 Ulkus serpenginosa akut berbentuk tukak kornea sentral yang menjalar dengan bentuk khusus seperti binatang melata pada kornea. Ulkus serpens adalah ulkus kornea sentral yang berjalan cepat kebanyakan disebabkan kuman pneumokok.10 Penyakit ini banyak diderita oleh petani, buruh tambang, orang-orang jompo, atau pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya ulkus ini terjadi didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan akibat cacat pada kornea tersebut maka mudah terjadi invasi kuman ke dalam kornea. 10 Gejala : Nyeri pada mata dan kelopak Silau Nrocoh Pandangan kabur Kekeruhan kornea mulai dari sentral dengan ciri khas ulkus yang berbatas tegas pada sisi-sisi yang aktif disertai infiltrat yang berwarna kekuningan yang mudah pecah dan menyebabkan pembentukan ulkus Hipopion steril akibat rangsangan toksin kuman pada badan siliar. Injeksi konjungtiva Injeksi siliar 10

Tanda :

Gambar 2.3 Ulkus kornea bakterial 3

2. Ulkus kornea jamur (Mycotic corneal ulcer) Ulkus kornea fungi yang sebelumnya banyak dijumpai pada masyarakat pertanian kini banyak juga ditemukan pada masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama. Sebelum pemakaian kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul jika stroma kornea kemasukan organisme dalam jumlah sangat banyak. Mata yang belum terpengaruh kortikosteroid dapat mengatasi invasi organisme dalam jumlah sedikit.3 Ulkus fungi bersifat indolen dengan infiltrat kelabu, filamentous disertai hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit (umumnya infiltrat, di tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Ulkus tampak kering, putih keabu-abuan, dengan tepi meninggi. Khas pada ulkus kornea jamur adalah adanya feathery finger-like extensions, selain itu juga nampak adanya sterile immune ring (garis demarkasi kuning).9 Pemeriksaan laboratorium pada ulkus kornea jamur meliputi pemeriksaan KOH basah, Calcoflour white, Gram dan giemsa yang ditemukan hifa fungi serta kultur pada Saborauds agar. 9

Gambar 2.4 Keratitis jamur 3

3. Ulkus kornea virus Herpes Simpleks a. Manifestasi Klinis Gejala : 1) 2) terkena 3) lebih awal. Tanda : 1) Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. 2) Ulserasi geografis. 3) Keratitis epitelial blotchy, keratitis epitelial stellata, keratitis filamentosa yang bersifat sementara dan kemudian menjadi dendritik yang khas. 4) Kekeruhan subepitelial 5) Pada stroma terjadi keratitis diskiformis. Kadang terdapat anestesi sehingga pasien tidak datang Awal berupa iritasi, fotofobia, dan berair mata. Sedikit gangguan penglihatan jika kornea bagian pusat

6) Endapan presipitat di bawah lesi diskiformis atau menyebar ke seluruh


endotel.9 b. Laboratorium Kerokan dari lesi epitel keratitis HSV dan cairan lesi mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan sel jaringan lain seperti sel HeLa dengan bentuk plakplak khusus. 9

Gambar 2.5 Ulkus kornea pada Herpes Simplex 10

Virus Varicella-Zoster

a. Manifestasi Klinis Gejala : demam, malaise, nyeri neuralgia, dan lesi di kulit Tanda : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Konjungtivitis Zooster keratitis : keratitis epitelial pungtat, Episkleritis dan skleritis Iridosiklitis Nekrosis retina akut Nekrosis segmen anterior dan phthisis bulbi Glaukoma sekunder 9

mikrodendritik, numular, disciform, ulserasi neuroparalitik.

7)
4. Ulkus kornea acanthamoeba a. Manifestasi klinis

Gejala : Rasa sakit yang lebih hebat dibanding tanda klinisnya Tanda : 1) Mata kemerahan dan fotofobia. 2) Khas : ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan inflitrat perineural. b. Laboratorium 1) KOH menunjukkan adanya bentukan amoeba (kista atau trofozoit). 2) Calcofluor white stain 3) Lactophenol cotton blue stained film 4) Kultur di agar nor nutrient 9

Gambar 6. Ring infiltrate in Acanthamoeba keratitis 9

5. Ulkus neuroparalitik

Ulkus neuroparalitik adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan nervus trigeminus atau ganglion Gaseri yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan, atau karena cara lain. Akibatnya kornea kehilangan kepekaan (anastetik) dan refleks berkedip sehingga benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan, serta kuman dapat berkembang biak tanpa adanya reaksi pertahanan tubuh.9 Gejala yang khas adalah tidak didapatkan rasa nyeri, tidak ada lakrimasi dan kehilangan sensari kornea total. 7 Tanda yang didapatkan pada ulkus neuroparalitik adalah : 1. Kongesti siliar

2. Perubahan awal kornea berupa erosi pungtat epitel pada daerah


interpalpebral diikuti dengan ulserasi karena eksfoliasi epitel kornea.7 6. Ulkus kornea phlyctenular Penyakit hipersensitivitas ini (akibat hipersensitivitas tipe lambat terhadap produk bakteri, misal basil tuberkel manusia) dulunya merupakan penyebab kebutaan di Amerika Serikat. Phlycten adalah akumulasi limfosit, monosit, makrofag dan akhirnya neutrofil. Lesi ini mula-mula muncul di limbus, namun pada serangan-serangan berikutnya akan mengenai konjungtiva bulbi dan kornea. 3 Keratokonjungtivitis phlyctenular dapat berbentuk ulcerative dan diffuse infiltratif. Ulcerative phlyctenular keratitis dapat berupa 3 bentuk: ulkus sacrofulous, ulcus fascicular dan ulcus military. Ulcus sacrofulous tampak berupa ulcus yang dangkal. Tidak ada jarak yang jelas antara ulkus dan limbus dan aksisnya sering perpendicular terhadap limbus. Ulkus fasikular berupa pembuluh darah parallel yang permanent. Ulkus military berupa ulkus kecil yang multiple. Diffuse infiltrative phlyctenular konjunctivits berebntuk infiltrasi sentral dengan vaskularisasi dari perifer disekitar limbus. 3 7. Ulkus Mooren Penyebab ulkus mooren belum diketahui, namun diduga autoimun. Ulkus Mooren paling sering terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. 3 Terdapat dua bentuk :

1.

Pasien tua terutama laki-laki, 75 %, unilateral dengan rasa sakit yang tidak berat, prognosis sedang, dan jarang perforasi Pasien muda laki-laki, 75 % binokular, dengan rasa sakit dan berjalan progresif. Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi kornea. 7

2.

Gejala yang ditemukan adalah nyeri yang tidak hebat, fotofobi, lakrimasi dan defek penglihatan.9 Tanda yang ditemukan adalah : Merupakan ulkus superfisial yang dimulai pada tepi kornea berupa bercak infiltrat berwarna abu-abu Ulcus menggaung dibagian epitel dan lamelar stroma superfisial, membentuk tepi yang menggantung. Dasar ulkus segera mengalami vaskularisasi. Penyebaran dapat self limiting atau progresif

Ulkus jarang menimbulkan perforasi dan tidak melibatkan sklera. 9

8. Ulkus Kornea akibat Defisiensi Vitamin A Ulkus kornea tipikal avitaminosis A terletak di pusat dan bilateral, berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (keratomalacia), dan sering timbul perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat di bintik bitot. Bintik bitot adalah daerah berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya pada tepi temporal, dengan limbus dan apeksnya melebar ke arah katus lateral. Di dalam segitiga ini konjungtiva berlipat-lipat konsentris terhadap limbus, dan materi kering bersisik dapat rontok dari daerah ini ke dalam cul-de-sac inferior. Kerokan konjungtiva dari bintik bitot, setelah dipulas menampakkan banyak basil xerosis saprofitik (Corynebacterium xerosis; batang-batang berlengkung pendek) dan sel-sel epitel berkeratin. 3 Ulserasi kornea akibat avitaminosis A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Ulkus dapat terjadi pada bayi yang mempunyai masalah makanan; pada orang dewasa dengan diet ketat atau tidak adekuat; atau pada orang dengan obstruksi bilier, karena empedu dalam saluran cerna diperlukan dalam penyerapan vitamin A. Kekurangan vitamin A menyebabkan keratinisasi umum pada epitel di seluruh tubuh. Perubahan pada konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal sebagai xeropthalmia. Karena epithel jalan nafas juga terkena, banyak pasien, bila tidak diobati, akan meninggal karena

pneumonia. Avitaminosis A juga menghambat pertumbuhan tulang. Ini terutama penting pada bayi; misalnya jika tulang-tulang tengkorak tidak tumbuh dan otak tumbuh terus, timbullah peningkatan tekanan intrakranial dan papiledema. 3 Defisiensi vitamin A ringan harus diterapi; pada orang dewasa dengan dosis 30.000 unit/hari selama 1 minggu. Kasus-kasus berat mula-mula memerlukan dosis yang jauh lebih tinggi (20.000/kg/hari). Salep sulfonamida atau antibiotika dapat digunakan secara lokal pada mata untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Rata-rata keperluan harian vitamin A adalah 1500-5000 IU untuk anak-anak, menurut usia, dan 5000 IU untuk dewasa. 3 9. Keratitis Pajanan/Eksposur Keratitis ini dapat timbul akibat kornea tidak cukup basah dan ditutup oleh palpebra, seperti pad eksoftalmus, ektropion, sindrom palpebra lunak, hilangnya sebagian palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebra menutup secukupnya seperti pada Bells palsy. Faktor penyebabnya adalah kekeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor. Kornea yang terbuka mudah mengering selama jam-jam tidur. Jika timbul ulkus, umumnya terjadi setelah trauma minor dan terletak di sepertiga kornea bagian bawah. 3 Keratitis ini bersifat steril, kecuali terjadi infeksi sekunder. Tujuan pengobatan adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan kornea. Metode yang digunakan sesuai penyebabnya, misalnya bedah plastik pada palpebra atau koreksi eksoftalmus. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan menggunakan: Slit lamp pada ulkus di kornea Penggunaan pengecatan fluorescein yang berguna untuk mengetahui
3

eksposure stroma dari kornea dan terlihat hijau, membantu menentukan batas ulkus kornea, dan dapat melihat detail epithelium di sekitarnya. Ulkus pada herpes simplex menunjukkan gambaran pola dendritik pada pengecatan. Pengecatan menggunakan tinta Rose-Bengal, tetapi pengecatan ini sangat iritatif pada mata. Pada descemetoceles, membrana descemet akan terlihat keluar dan setelah pengecatan akan timbul sebagai lingkaran gelap

dengan

pinggir

berwarna

hijau,

karena

membrana

descemet

tidak

mengabsorbsi tinta. Melakukan swab pada kornea dan melihatnya dengan mikroskop dengan pengecatan Gram dan preparasi KOH mungkin dapat melihat adanya bakteri dan jamur dengan jelas.

Kultur mikroba penting untuk mengisolasi organisme penyebab pada


1,4

beberapa kasus. Test lainnya yang mungkin penting adalah test Schimer untuk keratokonjungtivitis sicca dan menganalisa fungsi nervus facialis. 2.8 Terapi Diagnosa tepat sangat penting untuk memberikan terapi secara optimal. Ulkus kornea bakterial membutuhkan antibiotik yang intensif untuk mengobati infeksi, seperti: Aminoglikosida, stafilokokus Basitrasin, efektif untuk kokus gram positif, niseria, hemofilus, dan basil gram (+). Cefazolin, stafilokokus gram (+) Eritromisin, efektif untuk gram (+), niseria, spiroketa, dan hemofilus Gentamisin, kokus gram (+),gram (-) basil, dan pseudomonas. Kloramfenikol, gram (-) dan (+), klamidia, dan riketsia. Penisilin, efektif terhadap streptokokus, neiseria, haemophillus, klebsiella, stafilokokus, dan actinomices (filamen gram +) Polimiksin, pseudomonas, bakteri gram (-) kecuali proteus dan neiseria Sefalosporin, stafilookus, streptokokus, dan gram (-) tertentu. Sulfonamida kokus dan basil gram (+) dan (-), klamidia, aktinomices, dan nokardia Surbenisilin pseudomonas dan bakteri anaerob Tetrasiklin untuk bakteri (+) dan (-), klamidia, dan mikoplasma. Vancomicin kokus gram (+) dan batang gram (-) 4,7 Ulkus kornea jamur membutuhkan agen anti-fungal topikal secara intensif, seperti : Natamisin (pimafulin), efektif untuk kandida dan fusarium Nistatin (mycostatin) efektif untuk kandida aspergilus, penicillium, cephalosporium efektif terhadap pseudomonas, streptokokus, dan

Amfoterisin (fungisida) efektif untuk aspergillus, histoplasma, Amfoterisin B, turunan streptomyces nodosus. 4,7

blastomyces, dan coccidiodes

Ulkus kornea viral yang disebabkan herpes virus mungkin membutuhkan anti viral topikal seperti topikal acyclovir dalam bentuk salep 3% yang diberikan 4 jam sekali, sedikitnya lima kali sehari. 4 Selain itu, terapi suportif seperti anti nyeri juga diberikan, termasuk topikal cycloplegic seperti atropin atau homatropin untuk mendilatasi pupil dan menghilangkan spasme muskulus siliaris. Ulkus superfisial dapat sembuh kurang dari satu minggu. Ulkus dalam dan descemetoceles mungkin membutuhkan graft conjunctiva atau flap conjunctiva, kontek lensa lunak, atau transplantasi kornea. Nutrisi yang baik, termasuk intake protein dan vitamin C selalu disarankan. Pada kasus Keratomalacia, dimana ulkus kornea disebabkan oleh defisiensi vitamin A, suplemen vitamin A peroral atau intramuskular diberikan. 4 Obat yang biasanya menjadi kontraindikasi pada ulkus kornea adalah corticosteroid topikal dan anesthetic. Obat ini tidak boleh diberikan pada tipe ulkus kornea apapun karena dapat menghalangi proses penyembuhan, mungkin dapat menyebabkan superinfeksi jamur dan bakteri lainnya dan dapat menyebabkan kondisi semakin parah. 4 2.10 Prognosis Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikro organisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.8 Dengan pengobatan yang adekuat, ulkus kornea akan terus membaik dan sembuh. Oleh karena jaringan kornea bersifat avaskuler, ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Jika ulkus semakin meluas dan tidak terjadi penyembuhan, perlu dipertimbangkan diagnosis dan terapi yang lain.9 Apabila ulkus kornea segera diterapi, infeksi pada kornea biasanya dapat sembuh, mungkin bahkan tanpa terjadinya ulkus pada kornea. Bagaimanapun, infeksi yang tidak diterapi dapat menyebabkan ulkus kornea yang dapat menimbulkan scar atau bahkan perforasi pada kornea. Masalah lainnya dapat muncul termasuk glaucoma. Pasien dengan penyakit sistemik dapat menghambat proses peyembuhan (seperti diabetes mellitus atau rheumatoid arthritis) yang membutuhkan terapi agresif. Semakin lambat terapi yang diberikan, akan semakin menambah kerusakan yang terjadi dan scar yang lebih

luas. Transplantasi kornea adalah standar terapi yang memiliki kemungkinan keberhasilan yang besar. 7 2.11 Pencegahan Pemakaian kontak lensa yang baik akan mengurangu insiden kerusakan kornea dan ulserasi. Kuman pada mulut dan tangan dapat merusak mata, jadi pemakai lensa kontak harus mencuci tangannya sebelum menyentuh lensa tersebut dan tidak boleh menggunakan air ludah untuk melembabkannya. Air pipa tidak boleh digunakan untuk mencuci kontak lensa. Kontak lensa harus dilepas bila terjadi iritasi dan tidak boleh dipakai lagi sampai mata menjadi normal kembali. Tidak disarankan menggunakan kontak lensa untuk berenang atau saat di pemandian air panas. Kontak lensa yang sekali pakai lebih tidak beresiko daripada kontak lensa yang dipakai sepanjang hari (dipakai berulang kali). Organisme yang telah dikultur dari tempat kontak lensa, jadi tempat tersebut harus dicuci menggunakan air panas dan dikeringkan. Tempat tersebut harus diganti setiap tiga bulan sekali. Pasien harus mematuhi jadwal dokter untuk mengganti kontak lensa. 7 Perlindungan terhadap mata di tempat kerja, atau dimanapun dimana terdapat partikel kecil beterbangan sangat penting. Pelindung ultraviolet pada kacamata atau kaca mata hitam dapat membantu melindungi mata dari cahaya matahari. Memberikan perhatian pada mata merah dapat mencegah kerusakan yang progresif. Untuk orang yang tidak memiliki air mata yang adekuat, penggunaan tetes mata buatan dapat mencegah kerusakan akibat kekeringan. 7 Pergi ke dokter spesialis mata pada awal-awal terdapatnya tanda infeksi dapat mencegah pemburukan kondisi pada ulkus kornea. 3

BAB 3 LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien Nama Umur Alamat Agama Pekerjaan Register : Tn. S : 30 tahun : Desa Sidorejo RT 6 RW 4 Jabung - Malang : Islam : Petani : 10950818

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 19 Januari 2011) Keluhan Utama : mata kanan merah Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke poli Mata RSSA dengan keluhan mata kanan merah sejak 3 minggu yang lalu makin lama makin memburuk disertai dengan air mata yang terus menerus keluar (nrocoh). Pasien mengeluh silau jika melihat cahaya dan melihat kabur. Mata juga terasa cekot-cekot Pada mata kanan pasien juga terdapat lesi berwarna putih pada bagian tengah mata yang muncul 1 minggu yang lalu. Mata kanan pasien terkena padi 3 minggu yang lalu. Kemudian mata kanan pasien tersebut menjadi merah dan mengalami proses seperti di atas. Riwayat pengobatan Pasien mengobati mata kanannya dengan xitrol tetes mata selama 1 minggu terakhir Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah menderita penyakit mata sebelumnya. Riwayat pemakaian obat tetes mata steroid (-) Riwayat penyakit sistemik Asma (-) Pemakaian obat steroid atau immunosupresant lain (-) 3.3 Pemeriksaan Fisik: KU : cukup, compos mentis

N RR

: 80 kali/menit : 16 kali/menit

1/300 Orthoforia

Visus PBM GBM

5/5 Orthoforia

Madarosis (-) Trichiasis (-), Entropion (-), Ektropion (-) Spasme (+), edema (-) Tidak menyempit CI (+), PCI(+) Infiltrat (+), Fluorescense (+), Defek epitel-stromal (+) Dalam Red line (+), coklat Bulat, diameter 2 mm, RC (+) Jernih n/p

Suprasilia Silia Palpebra Rima okuli Konjungtiva Kornea COA Iris Pupil Lensa TIO

Madarosis (-) Trichiasis (-), Entropion (-), Ektropion (-) Spasme (+), edema (-) Tidak menyempit CI (-), PCI (-) Jernih Dalam Red line (+), coklat Bulat, diameter 2mm, RC (+) Jernih n/p

Gambar A fluoresein (Gambar B)

Gambar B

Foto mata kanan pasien sebelum diberi fluoresein (Gambar A) dan sesudah diberi

3.4. Assesment OD Ulkus Kornea 3.5. Planning

Planning Diagnosis : Pro swab + kultur + KOH Planning Terapi : Tobromycin tiap jam SA 1% ed 3x1 OD Eyefresh ed 6x1 OD Na Diclofenac 2 x 50 mg KIE : Diberitahukan kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien, rencana pengobatan yang akan dilakukan, serta prognosa penyakit. Diberitahukan kepada pasien untuk menghentikan pemakaian terapi sebelumnya Diberitahukan kkepada pasien untuk menjaga higiene dan menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat memperberat lesi. Diberitahukan kepada pasien cara pemberian terapi, tujuan terapi, dan efek samping terapi. Monitoring : Visus
Respon terapi Keluhan pasien berkurang atau tidak, infiltrat dan defek

epitel berkurang atau tidak Komplikasi yang timbul Efek samping terapi 3.6. Prognosis Visam : dubia et bonam Vitam : dubia et bonam Sanam : dubia et bonam Kosmetik : dubia et malam

BAB 4 PEMBAHASAN

Pasien berobat ke poliklinik mata RSSA pada tanggal 19 Januari 2011 dengan keluhan utama mata kanan merah sejak 3 minggu yang lalu makin lama makin memburuk disertai dengan air mata yang terus menerus keluar (nrocoh). Pasien mengeluh silau jika melihat cahaya dan melihat kabur. Mata juga terasa cekot-cekot Pada mata kanan pasien juga terdapat lesi berwarna putih pada bagian tengah mata yang muncul 1 minggu yang lalu. Awalnya mata kanan pasien terkena kulit ari padi (damen padi) 3 minggu yang lalu. Kemudian mata kanan pasien tersebut menjadi merah dan mengalami proses seperti di atas. Pada pemeriksaan oftamologis oculi dextra didapatkan visus yang menurun (1/300), palpebra tampak spasme, pada konjunctiva didapatkan CI (+), PCI (+), pada kornea didapatkan infiltrat (+), fluoresensi (+), defek epitel stromal (+). Pada pasien ini didiagnosis sebagai ulkus kornea dextra. Telah disebutkan pada literatur bahwa insiden konjungtivitis ulkus cornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Pada pasien ini dilakukan tes flouresin dan didapatkan defek pada kornea terutama epitel-stromal, serta didapatkan infiltrasi (+). Pada hasil anamnesa didapatkan keluhan mata merah (+), gatal (+), nrocoh (+), silau (+), nyeri dan penglihatan menjadi kabur. Beberapa literatur menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Oleh karena itu, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea pada umumnya mengaburkan penglihatan, terutama jika terletak di sentral. Fotofobi pada ulkus kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Meskipun mata berair dan fotofobi umumnya menyertai ulkus kornea. Menurut literatur pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada pasien ini didapatkan CI (+), PCI (+), didapatkan infiltrat (+), test flouresin (+) yang menandakan terdapatnya defek pada kornea. Defek pada kornea disebabkan oleh adanya trauma yaitu terkena kulit ari padi (damen padi)

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas dapat diketahui bahwa pasien tersebut menderita ulkus kornea. Ulkus kornea ini harus dibedakan dengan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, bakteri dan yang disebabkan oleh virus. Ulkus kornea karena bakteri mempunyai gejala nyeri pada mata dan kelopak, silau, nrocoh, pandangan kabur. Tanda-tanda ulkus kornea karena bakteri antara lain kekeruhan kornea mulai dari sentral dengan ciri khas ulkus yang berbatas tegas pada sisi-sisi yang aktif disertai infiltrat yang berwarna kekuningan yang mudah pecah dan menyebabkan pembentukan ulkus, hipopion steril akibat rangsangan toksin kuman pada badan siliar, injeksi konjungtiva, injeksi siliar. Penyakit ini banyak diderita oleh petani, buruh tambang, orangorang jompo, atau pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya ulkus ini terjadi didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan akibat cacat pada kornea tersebut maka mudah terjadi invasi kuman ke dalam kornea. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien, gejala dan tanda dari ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri didapatkan pada pasien tersebut. Oleh karena itu, maka diagnosa kerja untuk kasus ini adalah ulkus kornea bakterial. Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat diagnosa kausa. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa swab dan kultur dari kornea untuk mengetahui dan memastikan penyebab dari ulkus kornea tersebut. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. Pemeriksaan bakteri dilakukan dengan kerokan kornea dan pemeriksaan mikrobiologi gram, kultur, dan uji resistensi. Terapi pada pasien ini adalah obat tetes mata Tobro F, Sulfas Atropin, dan Eyefresh. Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang. Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Antibiotik broad spectrum diberikan sebagai terapi awal sampai hasil swab dan kultur keluar. Dalam kasus ini, antibiotika yang digunakan adalah Tobro F yang diteteskan setiap 1 jam, yaitu golongan aminoglikosida yang berisi Tobramycin 3% fortified. Antibiotik topikal fortified digunakan setiap jam untuk mengobati ulkus kornea yang infeksius. Pemberian sikloplegika berfungsi sebagai sedatif (menghilangkan rasa sakit), dekongestif (menurunkan tanda radang), menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan paralise m.siliaris, mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan paralise

m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru. Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena bekerjanya lama 1-2 minggu. Eyefresh berisi air mata buatan yang mengandung metilselulose dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. KIE yang diberikan pada pasien adalah memberitahukan kepada pasien bahwa pasien menderita ulkus kornea yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri akibat trauma (kemasukan kulit ari padi), dimana penyakit ini membutuhkan penanganan yang tepat dan keteraturan pasien dalam mengkonsumsi obat. Pasien diminta untuk menghentikan pemakaian terapi sebelumnya. Selain itu pasien juga diperingatkan agar menjaga higiene dan menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena dapat memperberat lesi. Diberitahukan kepada pasien tentang cara pemberian terapi, tujuan terapi, dan efek samping terapi. Pada pasien penting dilakukan monitoring visus untuk mengetahui apakah ada perbaikan tajam penglihatan atau tidak. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik 1. Pada pasien ini, proses penyakit berlangsung selama 3 minggu, dan ulkus baru terbentuk 1 minggu yang lalu, tetapi ulkus cukup besar, sehingga prognosis

penglihatan pasien ini bisa dikatakan baik, tetapi dalam hal kosmetik kemungkinan kurang baik karena bisa timbul sikatriks sedikit.

BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Ulkus kornea bakterial adalah suatu bentuk ulkus kornea sentral yang ditandai oleh adanya infiltrat berwarna putih keabu-abuan, berbatas tidak tegas, disertai defek epitel dan stromal pada kornea, dengan ulkus. Ulkus ini disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam lapisan kornea setelah terjadi trauma pada mata. Untuk mengetahui secara pasti penyebab dari ulkus kornea ini harus dilakukan swab dan kultur bakteri serta pemeriksaan jamur menggunakan larutan KOH. Penatalaksanaan dari ulkus kornea ini adalah pemberian antibiotik spektrum luas, siklopegik, dan air mata buatan. 5.2. Saran - Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang pengobatan ulkus kornea, terutama batasan waktu yang pasti antara awal trauma sampai waktu terapi dilakukan, sehingga tidak terjadi keterlambatan terapi dan prognosis menjadi lebih baik. - Memberikan edukasi pada masyarakat tentang tanda-tanda awal ulkus kornea, agar pengobatan yang adekuat dapat segera dilakukan sehingga tidak timbul komplikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Polsdorfer, J. Ricker, MD. 2002. Corneal. http://www.healthatoz.com/ healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp? requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/corneal_ulcers.jsp. tanggal 21 Januari 2011 2.
3.

diakses

pada

Wikipedia. 2008. Corneal Ulcer. http://en.wikipedia.org/wiki/Corneal_ulcer. diakses pada tanggal 21 Januari 2011 Suhardjo, Widodo Fatah, Dewi Upik M.Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Yogyakarta.http://www.tempo.co.id/medika/online. diakses pada tanggal 21 Januari 2011

4.

Vaughan, Daniel G; Asburg, Taylor; Riordan-Eva, Paul. 2006. Oftalmologi Umum (General Ophtalmology). Alih bahasa: dr. Jan Tambajong dan dr. Brahm U. Pendit, SpKK. Jakarta. Editor: dr. Y. Joko Suyono. Ulcer. 2006. Widya Madika.

5. 6. 7. 8.

USA

Today.com.

Corneal

http://www.healthscout.

com/ency/68/616/main.html. diakses pada tanggal 20 Januari 2011 Ilyas, sidarta, dkk. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI Naradzay, Jerome FX.2006. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. http://www.emedicine.com/ diakses pada tanggal 20 Januari 2011 Srinivasan, M., Christine A Gonzales, Celine George, Vicky Cevallos, Jeena M Mascarenhas, B Asokan, John Wilkins, Gilbert Smolin, John P Whitcher . 1997. Epidemiology and aetiological diagnosis of corneal ulceration in Madurai,South India. Br. Journal Ophtalmology. Vol 81: 965-971. http://bjo.bmjjournals.com/cgi/content/full/81/11/965. diakses pada tanggal 20 Januari 2011

9.

Upadhyay, Madan P., Karmacharya, Purna C. D., Koirala, Shasank; Tuladhar, Nhuchhe R., Bryan, Larry E., Smolin, Gilbert, Whitcher, John P. 2002. Epidemiologic Characteristics, Predisposing Factors, and Etiologic Diagnosis of Corneal Ulceration in Nepal. http://www.cdc.gov/nasd /docs/d000501-d000600/d000502/d000502. html. diakses pada tanggal 20 Januari 2011

10. 11.

Khurana, AK. 2007. Comprehensive Opthalmology : Disease Of The Cornea. New Age Int : New Delhi. Smolin,Gilbert dan Richard A. Thoft. 1987. The Cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice, 2nd Edition. Little, Brown and Company Boston/Toronto. United States.

12.

Grigsby, W. S. 2004. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. http:// www. emedicine .com/emerg/ topic115.htm. diakses pada tanggal 20 Januari 2011

13.

Aldina, Rosy. 2005. Kuliah: Penyakit Infeksi dan Imunologi pada Kornea dan Sklera. Sub. Bagian Infeksi dan Imunologi Lab. SMF Ilmu Penyakit Mata FK UNIBRAW/RSU Dr. Saiful Anwar. Malang

KASUS PANJANG
ULKUS KORNEA

Disusun oleh : Muchammad Kamal H. Nurul Wijiani Ragil Triyambodo 0510710091 0510710099 0510710105

Pembimbing : Dr. Nanda Wahyu Anandita, Sp. M

Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2011

You might also like