You are on page 1of 10

STUDI POTENSI WISATA PERDESAAN (RURAL TOURISM) DI DESA MANGUNKERTA KABUPATEN CIANJUR 1) The Research of Potency for Rural

Tourism in Mangunkerta Village Cianjur Regency Erik Kurniawan2), Rachmad Hermawan3) ABSTRACT This study attends to the eco-rural tourism potency through identification the natural resources (biophysic) and SWOT analysis. In this case, it aims to address the identification of the natural resources (bio-physic) and the local resident willingness; also to arrange the compatible strategy that use to assemble the rural tourism concepts using SWOT analysis. Rural tourism is a segment of total tourist industry which is particularly important in Indonesia, in a country with spectacular natural attractions, with seaside, high mountains, rainforest or heards of exotic animals. So, it is issued that its attractive cultural landscapes with small villages (such as: Mangunkertas Village), thermal springs, rivers and lakes, combined with the traditional hospitality, are able to offer pleasant experiences to the kind of tourist who looking for relaxation and recreation in a calm setting. But, are all of that potency still exists in research location today? Keywords : potency research, natural resources, eco-rural tourism, swot analysis PENDAHULUAN Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat penting. Salah satu konsep pariwisata yang dapat menjadi solusi alternatif yaitu wisata perdesaan (rural tourism / ecorural tourism), dengan cirinya produk yang unik, khas serta ramah lingkungan dan merupakan bagian dari wisata ekologi (Puspar UGM, 2003). Konsep wisata perdesaan menyajikan nuansa perdesaan yang sejuk dan damai sehingga dapat mengobati perasaan rindu terhadap suasana perdesaan yang sudah jarang ditemui di masa sekarang. Hal ini dikarenakan eksistensi budaya dan tradisi masyarakat desa banyak yang menarik. Desa Mangunkerta merupakan kawasan perdesaan dengan konsep desa berkelanjutan (ecovillage), dimana letaknya sangat strategis secara geografis untuk perencanaan penerapan konsep wisata berbasiskan lingkungan / wisata ekologi serta konsep wisata berkelanjutan (sustainable tourism) dengan alternatif konsep wisata perdesaan. Sehingga dalam hal ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi lokasi penelitian yang merupakan kawasan perdesaan dengan berbagai potensi sumberdaya alam dan ciri khas budaya dan tradisi masyarakat desanya, maka perlu adanya pertimbangan untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata perdesaan. Adapun sebagai langkah awal kajian berupa studi potensi wisata perdesaan di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur. Kegiatan studi potensi ini bertujuan untuk mengkaji potensi wisata perdesaan di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur. Adapun langkah-langkah dalam pengkajian potensi wisata perdesaan tersebut meliputi aspek: (1) Sumberdaya alam (bio-fisik) kawasan, (2) harapan masyarakat (keinginan dan kesiapan) masyarakat terhadap penerapan kegiatan wisata perdesaan (rural tourism) di Desa Mangunkerta, dan (3) rekomendasi strategis (prospek dan strategi) pengembangan wisata perdesaan (rural tourism) melalui pendekatan SWOT. METODE PENELITIAN
1) 2) 3)

Judul yang diangkat dalam Seminar Tugas Akhir Mahasiswa Program Studi Diploma III Ekowisata Dept Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Dosen Pembimbing dengan gelar Ir. M.Sc.F

Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Desa Mangunkerta Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat (DAS Cianjur Tengah). Penelitian dilakukan selama 1,5 bulan yakni pada bulan Juni sampai dengan Juli 2006. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan melalui lima tahapan berikut (Tabel 1) : 1. Pengumpulan Data Sekunder 2. Pengumpulan Data Primer 3. Pengolahan dan Analisis Data yang berhasil dikumpulkan (Data Primer dilengkapi Data Sekunder) 4. Sintesis dan Pembahasan (Pengambilan Keputusan) 5. Penerapan Wisata Perdesaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Bio-Fisik Kawasan Aspek bio-fisik merupakan aspek yang secara keseluruhan berperan penting sebagai supply wisata (sumberdaya wisata). Aspek bio-fisik tersebut terdiri dari faktor letak geografis, iklim, tanah, topografi, air, biota (vegetasi dan satwa), bunyi, pemandangan, arsitektur bangunan dan pola permukiman (pola ruang). Dalam hal ini, aspek tersebut berperan sebagai faktor internal kawasan yang mendukung proses penerapan konsep wisata perdesaan di lokasi (Desa Mangunkerta). 1. Letak Geografis Desa Mangunkerta secara geografis terletak pada 107311 - 10758 BT dan 64744 64814 LS. Batas-batas Desa Mangunkerta meliputi empat arah mata angin, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Nyalindung dan Desa Cijedil, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sarampad. Sedangkan, di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukamulya, serta di sebelah Timur berbatasan dengan Gasol. Berdasarkan tata letak kawasan, Desa Mangunkerta terletak pada posisi yang strategis, yakni selain berada dalam tata kawasan Kecamatan Cugenang yang berbatasan dengan beberapa desa lainnya yang masuk ke kawasan Kecamatan Cugenang; juga merupakan desa yang kawasannya terbelah dan / atau dilalui oleh jalur transportasi angkutan perdesaan. Sehingga dalam hal ini, secara langsung pencapaian menuju ke lokasi (Desa Mangunkerta) dapat dengan mudah aksesnya. 2. Iklim Karakter lanskap Desa Mangunkerta yang dibentuk oleh iklim setempat memberikan suasana yang berbeda pada kawasan (khususnya lokasi : Kampung Burangkeng). Ciri-ciri suasana yang berbeda tersebut, merupakan akibat adanya iklim setempat, yaitu : udara terasa lebih hangat, sejuk dan lebih banyak mengandung oksigen (karena kawasannya rindang oleh pepohonan), serta dengan suhu udara yang nyaman untuk istirahat (pada ketinggian 700 1000 m dpl) berkisar antara 18,6C dan 21,9C. Curah hujan di kawasan Desa Mangunkerta, berdasarkan pengukuran Stasiun Klimatologi Kebun Percobaan Pasir Sarongge (1999), sebesar 3388,6 mm per tahun dengan kelembaban udara rata-rata tahunan berkisar antara 80% sampai dengan 82%, dan ketersediaan air pun terjamin. Ciri-ciri tersebut dapat menjadi faktor pendukung dalam kenyamanan untuk melakukan aktivitas wisata di lokasi oleh pelaku wisata.

Tabel 1. Tahapan Penelitian


NO 1. KEGIATAN Pengumpulan Data Sekunder TUJUAN Untuk mendapatkan data awal kondisi umum lokasi, sosial masyarakat, dan data pola kehidupan masyarakatnya. 2. METODE 1. Studi Pustaka: sumber Pemda Cianjur/Pemkab Cianjur, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Cianjur Penelusuran data penelitian sebelumnya: sumber skripsi, tesis dan disertasi dengan kasus tempat DAS Cianjur dan Desa Mangunkerta Penelusuran di Internet: diantaranya di alamat website www.google.co.id; www.yahoo.com; www.cianjur.go.id; www.nature.com. 1. a. b. c. d. e. f. 2. OUTPUT Data Kondisi Umum Kawasan Letak dan luas kawasan Topografi Iklim Sosial kependudukan Peta lokasi Kebijakan rencana tata ruang wilayah Kab. Cianjur Sosial budaya masyarakat dan pola kehidupan masyarakatnya.

3.

2.

Pengumpulan Data Primer

Untuk mendapatkan data potensi sumberdaya alam (bio-fisik) dan keunikan budaya masyarakat sebagai potensi wisata perdesaan. 4.

1. Observasi lapang (survey non-experimental) 2. Wawancara dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, serta masyarakat lokal 3. Studi pustaka: sumber data profil Desa Mangunkerta dan arsip Desa Fotografi (contoh foto yang diambil diantaranya: lanskap-panorama desa, persawahan, aktivitas budaya, pola kehidupan masyarakat)

3.

1. Data potensi wisata perdesaan dan tata letaknya, ditinjau dari aspek: a. Ekologi kawasan b. Fisik kawasan 2. Data potensi keunikan budaya masyarakatnya (atraksi budaya, permainan rakyat, makanan khas, sistem adat) Data sarana pendukung lokal yang tersedia (misalnya: home-stay, saung/pondok) Faktor internal kawasan: aspek ekologis; daya tarik/potensi wisata; kesiapan, harapan dan keramahan masyarakat lokal Faktor eksternal: Aksesibilitas, kebijakan yang berlaku (wisata dan tata ruang), pemda, kondisi sosial budaya masyarakat.

3.

Pengolahan dan Analisis Data yang berhasil dikumpulkan (Data Primer dilengkapi dengan data sekunder)

Untuk menyederhanakan data yang berhasil dikumpulkan agar bisa dipahami maksud dari adanya data tersebut sekaligus menganalisis data tersebut dengan pendekatan SWOT

2.

1. Analisis deskriptif kuantitatif, menyederhanakan dan 1. mentabulasi data menjadi data yang layak digunakan dalam analisis selanjutnya. 2. SWOT [penentuan langkah terencana dengan pertimbangan empat strategi (matriks SWOT): ST, SO, WT, WO] (Rangkuti, 2005) 1. Metode deskriptif struktural dengan proses tahap pemecahan masalah dengan memperkecil kendala dan menggali potensi yang ada (berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan) 2. Overlay sumberdaya yang tersedia dengan deskriptif pendugaan dampak aktivitas wisata 3. Metode pertimbangan strategis untuk penerapan wisata perdesaan ditinjau dari aspek fisik ekologis (bio-fisik) dan budaya masyarakat lokal.

4.

Sintesis dan Pembahasan (Pengambilan Keputusan)

Untuk menghasilkan data dan strategi alternatif yang valid dan berguna untuk rencana penerapan/pengembangan wisata perdesaan di Desa Mangunkerta

4.

Strategi alternatif pengembangan Desa Mangunkerta menjadi daerah tujuan wisata perdesaan (rural tourism destination) 2. Strategi alternatif penerapan wisata perdesaan di Desa Mangunkerta secara optimal ditinjau dari aspek bio-fisik dan budaya masyarakat 3. Strategi alternatif penyediaan sarana pendukung lokal yang ramah lingkungan Strategi alternatif kegiatan wisata perdesaan berdasarkan potensi yang ada dengan tetap mempertahankan keaslian lingkungan alaminya (minimally effect of tourism activities).

1.

5.

Penerapan Wisata Perdesaan

Untuk menghasilkan rekomendasi strategis mengenai penerapan/ pengembangan wisata perdesaan di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur Propinsi

Pemilihan strategi alternatif pengembangan/penerapan wisata perdesaan di Desa Mangunkerta ditinjau dari aspek bio-fisik dan keunikan budaya masyarakat lokal.

Rekomendasi Strategis untuk penerapan/pengembangan wisata perdesaan (rural tourism) di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

Jawa Barat.

3.

4.

5.

6.

Tanah dan Topografi Kondisi tanah di Desa Mangunkerta dengan dominan sifat tanah berupa tekstur lapisan atas liat dan lempung berdebu merupakan faktor yang bisa menjadi pendukung dan juga menjadi penghambat aktivitas wisata pelaku wisata. Faktor kondisi tekstur tanah lapisan atas yang liat merupakan faktor yang dapat mendukung aktivitas wisata pelaku wisata di ruang terbuka hijau, dimana hal ini dikarenakan dengan kondisi tanah (tekstur lapisan atas) yang liat dapat menjadi pijakan yang nyaman bagi para pelaku wisata dalam melakukan aktivitasnya di kawasan. Akan tetapi, apabila ditambah dengan faktor tekstur tanah lapisan atasnya lempung berdebu, hal ini dapat menjadi penghambat dalam melakukan aktivitas wisata, karena dapat menyebabkan polusi udara (berupa debu halus) yang mengganggu kebersihan udara sekitar. Langkah yang dapat dilaksanakan sebagai upaya antisipasi yaitu dengan adanya penutupan lapisan atas tanah (lempung berdebu) secara alami yakni oleh rumput yang memiliki tingkat ketinggian yang minimal (sebutan lokal : rumput negeri) ataupun jenis rumput (turfgrass) yang dipakai untuk menutupi lapisan atas (permukaan) lapangan golf. Desa Mangunkerta merupakan desa dataran tinggi dengan bentang wilayah berupa lereng gunung yang berbukit, hal ini berkaitan dengan banyaknya sinar matahari langsung yang diterima oleh suatu permukaan. Khususnya di Desa Mangunkerta yang merupakan salah satu desa yang berada di punggung Gunung Gede sebelah Timur, menyebabkan desa ini mendapat sinar matahari yang paling banyak pada sore hari. Keterjalan permukaan juga akan mempengaruhi aliran permukaan dan stabilitas tanah, dimana aliran permukaan akan bergerak lebih cepat pada lereng yang terjal, sehingga resiko terhadap erosi juga akan semakin besar. Dalam hal ini, berlaku suatu ratio bahwa semakin terjal suatu lereng, semakin tidak stabil suatu tempat. Namun secara visual, hal ini merupakan daya tarik tersendiri dimana ratio yang berlaku adalah semakin beragam bentuk suatu permukaan, semakin tinggi nilai estetika suatu tapak. Dan nilai estetika suatu tapak ini dalam perspektif industri wisata merupakan sumberdaya potensi wisata (khususnya wisata perdesaan) suatu daerah tujuan wisata (tourism destination area) yang berupa hasil bentukan alami (gejala alam). Air Terdapat beberapa bentuk badan air pada tapak penelitian antara lain sungai, sumur, mata air dan kolam. Tetapi secara fisik, akan lebih fokus pada sungai dimana sungai yang melintasi lokasi penelitian berupa sungai berbatu dengan badan air yang relatif sempit. Demikian dengan nilai visualnya, dimana sungai di bagian lokasi penelitian ini cenderung tampak jernih dengan nilai kualitas visual yang ditunjang oleh tata guna lahan relatif masih alami seperti talun bambu dan lahan pertanian. Selain itu pula, keberadaan vegetasi di kawasan sangat menunjang dalam mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Sehingga, jumlah debit air bersih di kawasan Desa Mangunkerta masih dalam skala cukup dan terpenuhi tiap tahunnya. Hal tersebut merupakan faktor pendukung pula untuk kelancaran implementasi konsep wisata perdesaan, yakni termasuk pada aspek bio-accommodation (akomodasi biologis), sebagai pemenuh kebutuhan biologis pelaku wisata. Biota Keberadaan vegetasi pada perkampungan Sunda (Desa Mangunkerta) merupakan bagian penting yang menunjang kehidupan masyarakatnya. Vegetasi menyebar pada lahan masyarakat seperti pekarangan, sawah, tegalan, kebun campuran dan talun baik sebagai tanaman budidaya maupun vegetasi alami. Bunyi Suasana perdesaan di lokasi penelitian masih dapat terasa kental, hal tersebut dikarenakan adanya faktor kehadiran nuansa oleh unsur bunyi. Bunyi yang ada antara lain berasal dari suara hewan peliharaan seperti ayam dan domba, suara air, gesekan daun serta suara dari berbagai jenis serangga. Lokasi penelitian merupakan lanskap yang kaya keragaman bunyi yang berasal dari hewan piaraan, serangga, burung, air, gesekan daun dan amfibi (katak) di area persawahan. Keragaman bunyi tersebut selain menjadi ciri kealamian kawasan, dapat juga menjadi ciri khas potensi nuansa perdesaan dalam konsep wisata perdesaan.

7.

8.

9.

Pemandangan Desa Mangunkerta memiliki pemandangan yang menonjol seperti agroforestri dan talun bambu, pegunungan, area persawahan yang berteras berpadu dengan tegakan pohon, tanaman sayur dan permukiman penduduk termasuk di dalamnya terdapat pekarangan dan rumah tradisional. Namun salah satu kelemahan di lokasi penelitian dalam aspek visual adalah terdapatnya beberapa bagian lanskap perkampungan yang tampak kurang baik secara visual yaitu adanya tumpukan sampah. Namun, hal tersebut tidak menurunkan kredibilitas bahwa umumnya daerah penelitian merupakan daerah yang mempunyai potensi pemandangan yang beragam dan baik secara visual. Arsitektur Bangunan Ciri arsitektur tradisional Sunda yang masih melekat pada bangunan masyarakat di lokasi penelitian adalah adanya bentuk arsitektur atap bangunan berupa jolopong dan parahu kumereb. Bentuk atap jolopong dan parahu kumereb banyak digunakan dengan pertimbangan bahwa bentuk atap ini cukup sederhana, mudah disesuaikan dengan pembagian ruang di dalam rumah dan mudah dikombinasikan bentuknya dengan bentuk bangunan rumah yang baru apabila bangunan tersebut direnovasi. Berdasarkan sudut pandang wisata, dua ciri arsitektur tradisional tersebut dapat menjadi suatu daya tarik yang memiliki keunikan tersendiri sebagai ciri khas nuansa perdesaan dalam konsep wisata perdesaan. Pola Permukiman (Pola Ruang) Kampung Burangkeng sebagai salah satu kampung yang berada di Desa Mangunkerta dan menjadi prioritas kawasan kajian penelitian, merupakan kampung dengan kondisi topografi berbukit dan pola permukiman yang berkelompok dalam satu range area (cakupan kawasan). Ditinjau dari tingkat kenyamanan dan kesejukannya, kampung Burangkeng merupakan lokasi yang tepat bagi wisatawan (rural tourist) untuk beristirahat dan menenangkan diri dari beberapa kesibukan kerja di perkotaan (kawasan alternatif tujuan wisata). Lokasi peristirahatan wisatawan dalam hal ini tidak berada di dalam kelompok permukiman, tetapi berada di rumah peninggalan yang berusia ratusan tahun dan dikelilingi oleh sekumpulan vegetasi kebun campuran. Jadi dalam hal ini, rumah tua memiliki fungsi ganda, yakni selain sebagai obyek peninggalan budaya, dapat juga dijadikan sebagai alternatif tempat istirahat wisatawan (temporal home stay).

Aspek Budaya Masyarakat Lokal Aspek budaya masyarakat lokal (Desa Mangunkerta) dapat ditinjau pada dua aspek kajian penting, yaitu : 1) karakter sosial dan 2) karakter spiritual. Karakter sosial meliputi kehidupan sosial masyarakat yang terkait dengan aspek sejarah, kependudukan, kelembagaan dan sistem kemasyarakatan lainnya. Sedangkan karakter spiritual, hal ini meliputi sistem religi masyarakat Sunda (Desa Mangunkerta) dan sangat terkait dengan perkembangan sejarah keagamaan di Indonesia secara umum, mulai dari jaman animisme-dinamisme, Hindu, Budha dan akhirnya Islam sebagai agama pilihan bagi sebagian besar masyarakat Sunda. Dalam kerangka ini, suatu masyarakat lokal dievaluasi untuk memperoleh gambaran menyeluruh dengan mengacu pada standar-standar yang ada sehingga dapat diketahui potensi dan kendala atau kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut untuk mencapai kondisi yang paling ideal berdasarkan konsep ecovillage yang berpadu dengan konsep wisata perdesaan yang berkelanjutan. Hasil penelusuran tingkat keberlanjutan masyarakat (Nurlaelih, 2005) yang ditinjau pada tiga aspek penting (ekologis / bio-fisik kawasan, sosial dan spiritual) merupakan salah satu pendukung dan penjamin berlangsungnya kegiatan wisata secara berkelanjutan (sustainable tourism). Hal ini juga dapat menjadi suatu pertanda atau sebagai indikator kepastian keinginan dan kesiapan masyarakat setempat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan wisata perdesaan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil penilaian, ternyata indikasi tingkat keberlanjutan masyarakat (Tabel 2) di Desa Mangunkerta menunjukkan suatu awal yang baik menuju ke arah keberlanjutan (baik itu aspek ekologis / bio-fisik kawasan, sosial atau pun spiritual). Sehingga, hal tersebut dapat menjadi peluang terlaksananya konsep wisata perdesaan berkelanjutan yang ditinjau dari aspek ekologis / bio-fisik kawasan, sosial dan spiritual kawasan.

Tabel 2.
No 1. 2. 3.

Tingkat Keberlanjutan Masyarakat Total di Lokasi Penelitian Desa Mangunkerta (Sumber : Nurlaelih, 2005)
Aspek Ekologis / Bio-fisik Kawasan Sosial Spiritual Total
Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan.

Nilai / Value 215/B** 252/B** 299/B** 766/B***

Ket : ** A/333+ B/166-332 C/0-165 *** A/999+ B/500-998 C/0-449

Penerapan konsep wisata perdesaan yang berkelanjutan (sustainable rural tourism), diperlukan langkah-langkah jitu (aksi / strategi jitu). Strategi jitu dirumuskan melalui analisis matriks SWOT. Hal ini dikarenakan dengan perantara dan bantuan teknik Matriks SWOT, dapat ditemukan strategi yang tepat untuk mengatasi dan mengambil kesempatan bagi alternatif penerapan, pengembangan optimal konsep wisata perdesaan serta alternatif penyediaan sarana pendukung lokal yang ramah lingkungan (tetap mempertahankan keaslian lingkungan alaminya), di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur yang menjadi fokus analisis ini (Tabel 3). Tabel 3. Strategi Penerapan Wisata Perdesaan Hasil Analisis Matriks SWOT
No Strategi Penerapan 1 Strategi memanfaatkan kekuatan dan mengisi peluang a. Meningkatkan koordinasi antara Pemda dengan anggota masyarakat dalam program pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat dalam kerangka konsep ecovillage. b. Mengkoordinasikan kepada Pemda dan anggota masyarakat mengenai pentingnya konsep ecovillage untuk keberlanjutan wisata dan masyarakat seutuhnya. c. Memanfaatkan keinginan dan harapan masyarakat yang sepenuhnya mendukung konsep ecovillage dalam rangka mewujudkan terlaksananya konsep wisata perdesaan yang berkelanjutan sebagai alternatif wisata yang mencakup peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) serta program Pemda (pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat). d. Menjalin kerja sama dengan pihak swasta di bidang infrastruktur. 2 Strategi memanfaatkan kekuatan dan mengatasi ancaman a. Meningkatkan wawasan masyarakat tentang pengelolaan limbah melalui pembelajaran dalam kerangka konsep ecovillage. b. Mencanangkan program pelestarian budaya yang didukung oleh partisipasi aktif masyarakat dan peraturan pemerintah daerah mengenai pelestarian budaya. c. Menyusun paket wisata sebagai alternatif peningkatan ekonomi masyarakat; diperlukan partisipasi aktif masyarakat sebagai penyedia jasa dan kegiatan wisata. 3 Strategi mengatasi kelemahan dan mengisi peluang a. Meningkatkan fungsi bangunan masyarakat setempat dalam memenuhi standar fasilitas wisata agar dapat meminimalisir bangunan baru dengan fungsi yang sama. b. Memperkaya khasanah budaya masyarakat dengan meningkatkan kualitas kegiatan khas berupa gotong royong dan memunculkan kegiatan khas lainnya (misalnya kerajinan sangkar burung) sebagai bukti nyata partisipasi aktif masyarakat dalam program pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat. c. Meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam penanaman saham wisata di Desa Mangunkerta, yakni sebagai penyedia lapangan kerja baru untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. 4 Strategi mengatasi kelemahan dan menghadapi ancaman a. Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan wisata perdesaan yang berkelanjutan (sustainable eco-rural tourism). b. Meningkatkan wawasan dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyediaan fasilitas wisata (home-stay, toilet, ruang kegiatan wisata) sebagai alternatif fasilitas wisata yang ramah lingkungan (minimally effect of tourism facilities). c. Mempertahankan kegiatan khas gotong royong sebagai salah satu cara memunculkan kegiatan khas lainnya, sekaligus sebagai tindakan preventif terhadap budaya luar.

KESIMPULAN DAN SARAN


1.

2.

3.

Kesimpulan Potensi bio-fisik kawasan yang dapat menjadi daya tarik wisata perdesaan berkelanjutan, meliputi aspek letak geografis, iklim, tanah dan topografi, air, biota (flora dan fauna), bunyi dan pemandangan, pola permukiman / pola ruang, serta arsitektur bangunan. Akan tetapi dalam hubungannya dengan wisata / ekowisata (khususnya eco-rural tourism), beberapa karakter lanskap tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor penting dalam wisata / ekowisata yaitu faktor atraksi wisata, akomodasi wisata, dan aksesibilitas (kondisi jalur dan sarana transportasi). Hasil penelusuran tingkat keberlanjutan masyarakat yang ditinjau pada tiga aspek penting (ekologis, sosial dan spiritual) merupakan salah satu pendukung dan penjamin berlangsungnya kegiatan wisata secara berkelanjutan (sustainable tourism). Hal ini juga dapat menjadi suatu pertanda atau sebagai indikator kepastian keinginan dan kesiapan masyarakat setempat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan wisata perdesaan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil penilaian, ternyata indikasi tingkat keberlanjutan masyarakat di Desa Mangunkerta menunjukkan suatu awal yang baik menuju ke arah keberlanjutan (baik itu aspek ekologis, sosial atau pun spiritual). Sehingga, hal tersebut dapat menjadi peluang terlaksananya konsep wisata perdesaan berkelanjutan yang ditinjau dari aspek ekologis, sosial dan spiritual kawasan. Penerapan konsep wisata perdesaan yang berkelanjutan (sustainable rural tourism) memerlukan langkah-langkah jitu (aksi / strategi jitu). Strategi jitu dirumuskan melalui analisis matriks SWOT. Hal ini dikarenakan dengan perantara dan bantuan teknik Matriks SWOT, dapat ditemukan strategi yang tepat untuk mengatasi dan mengambil kesempatan bagi penerapan konsep wisata perdesaan di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur yang menjadi fokus analisis ini. Strategi alternatif / rekomendasi penerapan konsep wisata perdesaan (hasil rumusan analisis matriks SWOT) tersebut (ditinjau secara umum) meliputi : a) Meningkatkan koordinasi antara Pemda dengan anggota masyarakat dalam program pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat dalam kerangka konsep ecovillage. b) Mengkoordinasikan kepada Pemda dan anggota masyarakat mengenai pentingnya konsep ecovillage untuk keberlanjutan wisata dan masyarakat seutuhnya. c) Memanfaatkan keinginan dan harapan masyarakat yang sepenuhnya mendukung konsep ecovillage dalam rangka mewujudkan terlaksananya konsep wisata perdesaan yang berkelanjutan sebagai alternatif wisata yang mencakup peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) serta program Pemda (pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat). d) Menjalin kerja sama dengan pihak swasta (di bidang infrastruktur). e) Meningkatkan wawasan masyarakat tentang pengelolaan limbah melalui pembelajaran dalam kerangka konsep ecovillage. f) Mencanangkan program pelestarian budaya yang didukung oleh partisipasi aktif masyarakat dan peraturan pemerintah daerah mengenai pelestarian budaya. g) Menyusun paket wisata sebagai alternatif peningkatan ekonomi masyarakat; diperlukan partisipasi aktif masyarakat sebagai penyedia jasa dan kegiatan wisata. h) Meningkatkan fungsi bangunan masyarakat setempat dalam memenuhi standar fasilitas wisata agar dapat meminimalisir bangunan baru dengan fungsi yang sama. i) Memperkaya khasanah budaya masyarakat dengan meningkatkan kualitas kegiatan khas berupa gotong royong dan memunculkan kegiatan khas lainnya (misalnya kerajinan sangkar burung) sebagai bukti nyata partisipasi aktif masyarakat dalam program pelestarian dan peningkatan budaya, kesenian dan kerajinan setempat. j) Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan wisata perdesaan yang berkelanjutan (sustainable eco-rural tourism).

4.

k) Meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam penanaman saham wisata di Desa Mangunkerta, yakni sebagai penyedia lapangan kerja baru untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. l) Meningkatkan wawasan dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyediaan fasilitas wisata (home-stay, toilet, ruang kegiatan wisata) sebagai alternatif fasilitas wisata yang ramah lingkungan (minimally effect of tourism facilities). m) Mempertahankan kegiatan khas gotong royong sebagai salah satu cara memunculkan kegiatan khas lainnya, sekaligus sebagai tindakan preventif terhadap budaya luar. Pengelolaan pada daerah tengah Sungai Cianjur (Desa Mangunkerta, kampung Burangkeng) diprioritaskan pada upaya optimalisasi fungsi penggunaan ruang untuk kegiatan wisata perdesaan dan fungsi lainnya (misal : fungsi pertanian, perladangan, perkebunan, talun); perbaikan sistem drainase serta perbaikan dan perlindungan terhadap bangunan tradisional. Hal ini dikarenakan kawasan yang terletak pada ketinggian 700 1000 m dpl ini merupakan kawasan yang cocok apabila diperuntukan sebagai daerah tujuan wisata (berdasarkan pertimbangan sumberdaya alam biofisik). Langkah pengelolaan kawasan tersebut dapat menjadi rekomendasi strategis untuk penerapan / pengembangan wisata perdesaan yang berkelanjutan di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Saran Mengundang para investor untuk menggarap peluang kekosongan rantai nilai (value chain) dari kegiatan penerapan wisata perdesaan di Desa Mangunkerta; seperti pengelolaan, penyediaan sarana penunjang wisata dan penyediaan jasa wisata lainnya. Melibatkan partisipasi aktif penuh dari masyarakat dalam kegiatan dan program penerapan wisata perdesaan sehingga tercapai suatu kondisi yang saling menguntungkan antar pelaku yang terlibat dalam kegiatan penerapan dan pengelolaan wisata perdesaan yang berlokasi di Desa Mangunkerta Kabupaten Cianjur. Untuk menghindari benturan yang akan terjadi pada masa datang yang berakibat pada kerugian semua pihak, maka penerapan wisata perdesaan ini harus memperhatikan nilai-nilai yang ada dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat, khususnya masyarakat setempat, yang dapat merusak budaya mereka serta nilai-nilai agama yang dianut. Perlu penelitian lebih lanjut tentang tata ruang lokasi wisata perdesaan, karena faktor-faktor dalam analisis SWOT baik faktor internal maupun faktor eksternal belum memuat pendekatan spasial (ruang), dimana pendekatan spasial memiliki relevansi dalam pengembangan kawasan karena dapat menggambarkan pemanfaatan dan pengendalian kawasan. DAFTAR PUSTAKA

1.

2.

3.

4.

Bappeda Kabupaten Cianjur. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur : 2005 2015. Pemerintah Kabupaten Cianjur. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cianjur. Cianjur. 197 hal. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2005. Potensi Desa serta Profil Desa dan Profil Kelurahan : Desa Mangunkerta Kecamatan Cugenang. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa. Pemerintah Kabupaten Cianjur. Nurlaelih, EE. 2005. Aplikasi Konsep Desa Berkelanjutan (Ecovillage) dalam Pengelolaan Lanskap Perkampungan Tradisional (Studi Kasus : Perkampungan Sunda di DAS Cianjur, Jawa Barat). Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Puspar UGM. 2003. Pengembangan Model Pariwisata Perdesaan sebagai Alternatif Pembangunan Berkelanjutan (Identifikasi Potensi untuk Perencanan Pengembangan Model Pariwisata Perdesaan). Html File: Abstrak Penelitian. Puspar Library. Center for Tourism Studies Gadjah Mada University. Yogyakarta. Website: www.pusparugm.org/pdln2003/. (4/3/06). Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

SEMINAR TUGAS AKHIR / PENELITIAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III EKOWISATA


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA NOMOR POKOK PROGRAM STUDI JUDUL

: ERIK KURNIAWAN : E. 33203002 : DIPLOMA III EKOWISATA : STUDI POTENSI WISATA PERDESAAN (RURAL TOURISM) DI DESA MANGUNKERTA KABUPATEN CIANJUR

PEMBIMBING HARI / TANGGAL PUKUL TEMPAT

: Ir. RACHMAD HERMAWAN, M. Sc. F. : SELASA / 21 NOVEMBER 2006 : 13.00 S.D. 14.00 WIB : RUANG SEMINAR LG - 109

You might also like