You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sirosis Hepatis banyak dibicarakan dan dipelajari para sarjana sejak Laennec menulis tentang kelainan ini dalam tahun 1819. Perkataan sirosis diambil dari perkataan yunani Kirrhos yang sebenarnya berarti kuning ketenguli-tengulian. Jadi nama sirosis untuk hati yang bertonjol-tonjol itu mulanya hanya berdasarkan warnanya saja. Baru 50 tahun yang akhir ini timbul pengertian baru mengenai kelainan patofisoiligik, yang mendasari dasar rangkaian gejalanya, setelah sirosis dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan cara memberi makanan tertentu dan lalu diselidiki kelainan anatomik, histologik dan faal hatinya. Perilaku klinik tiap-tiap kasus sirosis hepatis pada anak harus ditinjau dari sudut morfologik, etiologik dan fungsionilterapeutik. Insiden gangguan ini meningkat secara bermakna sejak perang dunia II, menyebabkan sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang cukup menonjol. Peningkatan ini diakibatkan oleh insiden hepatitis virus yang meningkat. Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis merupakan bentuk akhir dari kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak oleh jaringan fibrotik yang menyebabkan penurunan fungsi hati, gangguan sirkulasi darah intrahepatik, dan peningkatan tekanan portal. Sirosis mungkin makronoduler dengan nodul-nodul dari berbagai ukuran (> 5 cm)dipisahkan oleh sekat yang lebar, atau mikronoduler dengan nodul-nodul dengan ukuran yang sama (< 1 cm) dipisahkan oleh sekat yang halus. Ada juga bentuk campuran makronoduler dan mikronoduler.

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang kami bahas adalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari Sirosis Hepatis?
2. Apa saja ethiologi terjadinya Sirosis Hepatis?

3. Bagaimana manifestasi klinis Sirosis Hepatis?


4. Bagaimana patofisiologi terjadinya Sirosis Hepatis? 5. Apa saja komplikasi yang terjadi akibat Sirosis Hepatis? 6. Bagaimana proses tatalaksana pada pasien Sirosis Hepatis? 7. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis?

1.4

Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum Makalah Asuhan Keperawatan ini dibuat sebagai pedoman atau acuan kami dalam membandingkan antara teori dan praktik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Sirosis Hepatis, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai Sirosis Hepatis lebih dalam. B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Sirosis Hepatis 2. Mengetahui ethiologi dari Sirosis Hepatis 3. Mengetahui manifestasi klinis Sirosis Hepatis 4. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Sirosis Hepatis 5. Mengetahui komplikasi dari Sirosis Hepatis 6. Mengetahui bagimana tatalaksana pada pasien Sirosis Hepatis 7. Mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan

Sirosis Hepatis

1.4

Manfaat Penulisan a. Bagi Penulis Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit Sirosis Hepatis agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik. b. Bagi Pembaca Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Sirosis Hepatis lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit pneumonia. c. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Sirosis Hepatis sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik d. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah informasi tentang Sirosis Hepatis serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001) Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel- sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Mansjoer Arif, dkk 2001) Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo Aru W, dkk, 2006) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahewa sirosis hati adalah penyakit kronis yang ditandai oleh adanya peradangan nekrosis sel hati, diikuti dengan polirefasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul sehingga terjadi pengerasan dari hati.

2.2 Ethiologi dan Insiden

Insiden

Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang sangat menonjol. peningkatan ini disebabkan oleh insiden hepatis virus yang meningkat, dan juga alkoholisme merupakan penyebab kematian nomor Sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hinnga 28.000 kematian (NIAAA, 1998, Price, Sylivia Anderson). Penderita sirosis hepatic juga lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yang mengalami adalah usia 30 59 tahun.

Penyebab sirosis hepatis

Terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus sirosis hepatis, yaitu :
1. Sirosis Laennec (sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi), dimana jaringan

parut secara khas mengelilingi daerah portal terkait penyalahgunaan alcohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis.
2. Sirosis pascanekrotik, terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.

dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis biliaris, dimana kerusakan sel hati yang ditandai adanya jaringan parut

di sekitar duktus biliaris yang disebebkan oleh obstruksi biliaris dan stasis empedu yang menyebabkan penumpkan empedu didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. 2.3 Manifestasi Klinis A. Pembesaran Hati Nyeri abdomen bisa terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat. B. Obstruksi portal dan asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. C. Varises gastrointestinal Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat menimbulkan ruptur dan pendarahan. Kurang lebih 25% akan mengalami hematemesis ringan atau varises pada lambung dan esofagus.

D.

Edema

Konsentrasi albumin plasma menurun, produksi aldosteron yang berlebuhan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan kalium. E. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. F. Kemunduran Mental Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

2.4

WOC Alkoholisme, Mal nutrisi, Virus Hepatitis, Zat toksik Peradangan Kerusakan hepatocyte Gg. nurtisi krg dr kebutuhan Gg. pola nafas Gg. Ekspansi paru Gg. system kerja paru Menekan diafragma ketidakseimbangan volume cairan Feses pucat Anoreksia Rasa penuh pada perut menekan gaster Asites Tekanan Hidrostaltik Pembentukn jar. parut disertai septa fibrosa Distorsi pembuluh darah Gg. Aliran darah portal Hipertensi portal Serosis Hepatis Gg. fungsi hati Gg. Sintesi Vit. K Faktor Pembekuan darah Resti perdarahan Gg. metabolism zat besi be Gg. Asam folat Penurunan sel darah merah Anemia An urinaria kelemahan Intoleransi Aktivitas Splenomegali Esophagus Colon Variceal Gg. Nyaman nyeri Nekrosis hepatoseluler kolaps lubulus hati diskontunuitas jaringan Nyeri pelepasan Ig E

Penumpukan bilirubin dibwh kulit

Bilirubin tak terkonjugasi Urin pekat

Pruritus

Kerusakan Integritas kulit

Gg. eliminasi urin

2.5

Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah lengkap : hemoglobin (Hb)/hematokrit (Ht) dan sel darah merah mungkin menurun karena perdarahan.
2) Kenaikan kadar serum glutamik oksaloasetic transaminase (SGOT) biasanya

dibawah 250 unit, serum glutamic piruvic transaminase (SGPT)


3) Albumin serum menurun karena penekanan sintesis. Penurunan kadar albumin

dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya hati dalam mengahdapi stress. 4) Hipokalemi (pada pemeriksaan kadar elektrolit)
5) Pemanjangan masa protrombin

6) Glukosa serum : hipoglisemi 7) Fibrinogen menurun


8) Blood urea nitrogen (BUN) meningkat menunjukkan kerusakan darah/ protein. 9) Kadar amonia darah meningkat, karena ketidakmampuan untuk berubah dari

amonia menjadi urea, menunjukkan adanya gabungan kegagalan faal hati dan shunting dari darah portal ke sirkulasi siskemik. 10) Urobilinogen urine: ada/tidak ada. Sebagai penunjuk untuk membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik, dan obstruksi bilier.
b. Pemeriksaan Jasmani Hati :

1) Hati Perkiraan besar hati, biasanya hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal seleba telapak tangan sendiri.(7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati. 2) Limpa Pembesaran limpa diukur dengan cara:
a. Schuffner: hati membesar dengan ke medial dan kebawah umbilikus (SI-IV)

dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII). b. Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).
c. Perut dan ekstra abdomen: pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

Perhatikan spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medusa, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya

eritemapalmaris, ginekomastia, dan atrovi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid. c.Pemerikasaan penunjang lain: 1. Radiologi: dengan barium swallow dilihat dengan adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal. 2. Esofaguskopi: dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/ hipertensi portal. Kelebihan endoskopi adalah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda difus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar. 3. Ultrasonoografi: pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit ini.Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, spelenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu atau adanya SOL (space occuping lession). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirisis hati terutama stadium dekompensata, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu. 4. Sidikan hati: radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kalainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpu-tumpu (patchy) dan difus. 5. Tomografi komputerisasi: walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosa kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati. 6. Endoscopie cholangio pancreatography (ERCP): digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik. 7. Angiografi: angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena portal. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.

8. Pemeriksaan dan cairan asites: dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemerikasaan kadar protein, amilase dan lipase. (Dongoes, Marilyn E.1999) 2. 6 Penatalaksanaan 1. Konservatif a. Istirahat, dan bila perlu istirahat total b. Diet rendah garam dan batasi asupan cairan c. Ukur urin 24 jam d. Evaluasi kadar elektrolit darah / urin e. Evaluasi cairan ascites f. Spironolaktone 100 200 mg / hari g. Setelah 4 hari, perlu dipikirkan penambahan furosemide, bila jumlah urin belum memadai h. Stop diuretik bila ada gejala precoma, hipokalemia, azothemia, atau alkalosis i. Bila asites permagna, lakukan parasintesis j. Secara rutin evaluasi berat badan k. Diuretika : dosis dapat dinaikan sesuai kondisi pasien 2. Terapi parasintesis abdominal ascites a. Seleksi pasien Ascites tense atau permagna : diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila edema kaki ditemukan bila pemberian spinolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.

10

Didapatkan edema tungkai Child B Protombine > 40% Bilirubin < 10 mg/dl Trombosit > 40.000/ mm3 Kreatinin serum < 3 mg/dl Jumlah cairan 5-10 liter Infus albumin 6-8 g/l cairan diambil

b. Rutin

c. Acsites refraktur Adalah ascites yang gagal dengan pengobatan konservatif atau tidak dapat dicegah timbul kembali meskipun dengan obat-obat yang maksimal Penatalaksaan ascites refraktur antara lain: Parasintesis berulang
(Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt) TIPS

Transplantasi hati 2.7 Komplikasi 1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah

11

sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak 3. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

12

2.8 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI A. Pengkajian 1. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, register dan diagnosa. B. Riwayat kesehatan 1. Keluhan utama Biasanya pasien dengan sirosis hati mengeluh nyeri pada abdomen bagian kanan atas, mual dan muntah 2. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan keluhan yang dirasakan sebelum MRS, biasanya pasien mengeluhkan mual, muntah, anoreksia, badan lemas. 3. Riwayat penyakit sebelumnya Pasien dengan penyakit sirosis hati biasanya mempunyai riwayat penyakit hepatitis, penyakit saluran empedu (sirosis bilier primer obstruksi saluran empedu), atau penyakit metabolik (penyakit Wilson) 4. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti hepatitis yang diturunkan dari ibu yang mengandung anaknya, jika hepatitis tersebut menurun ke anaknya dan menjadi kronik, maka anak tersebut bisa mengidap penyakit sirosis hepatitis. 5. Riwayat penaykit kesehatan lingkungan Lingkungan tempat tinggal cukup bersih 6. Psikososial C. Pola fungsi kesehatan 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Klien dengan sirosis hati biasanya kebanyakan disebabkan oleh alkoholik dan malnutrisi 2. Pola nutrisi dan metabolik meliputi: a. Pola eliminasi Klien sirosis hati biasanya tidak mangalami ganganguan dalam proses eliminasi tetapi warna tinja lebih hitam dan warna urin lebih pekat seperti teh.

13

b. Pola aktivitas dan latihan Biasanya klien dengan sirosis hepatis tidak bisa melakukan aktivitasnya sendiri karena mengalami kelemahan c. Pola tidur dan istirahat Klien sering mengalami kelemahan dan kelelahan, biasanya mengalami gangguan pola tidur karena sesak d. Pola hubungan dan peran Klien tidak ada masalah dengan hubungan dengan orang lain dan dapat berkomunikasi dengan baik e. Pola sensori dan kognitif Klien tidak mempunyai keluhan dalam hal penglihatan, pendengaran, penciuman,pengecapan dan perasa, tetapi biasanya klien mengeluh pada daerah perut bagian kanan atas. f. Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa cemas dengan penyakitnya karena takut penyakitnya parah dan tidak bisa sembuh g. Pola reproduksi dan seksual Gangguan menstruasi, impoten, atrofi testis h. Pola tata nilai dan kepercayaan Terganggunya aktivitas ibadah karena kondisi tubuh yang tidak mendukung i. Pola penanggulangan stres Karena penyakit sirosis hepatis tidak bisa disembuhkan sehingga mengakibatkan stres pada penderita, kadang penderita menolak pengobatan karena menurut penderita penyakitnya tidak bisa disembuhkan dan jika dilakukan pengobatan akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi D. Pemeriksaan fisik a. B1( Breathing ) Inspeksi karena asites.
Auskultasi

: Simetris, dispnea, takipnea, ekspansi paru terbatas : Suara nafas vesikuler +/+

Penurunan

Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru

14

b. B2 ( Blood ) Adanya Obstruksi vena porta yang mengakibatkan Hipertensi porta. c. B3 ( Brain ) Kesadaran komposmentis menurun, konjungtiva normal. d. B4 ( Blader ) Produksi urin dalam batas normal, warna urin kuning pekat, warna feses hitam. e. B5 ( Bowel ) Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan nyeri abdomen karena asites dan juga adanya pembesaran hepar. f. B6 ( Bone ) Kemampuan pergerakan sendi normal, ektremitas dalam batas normal, warna kulit ikterik. 2.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asites, ditandai dengan

ekspansi paru terganggu, nafas cepat dan dangkal. 2. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor pembekuan ditandai dengan penurunan hemoglobin 3. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan asites
4. Gangguan rasa nyaman & nyeri berhubungan dengan proses proses inflamasi

pada hati ditandai dengan adanya respon nyeri 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan penurunan berat badan. 6. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dibawah kulit ditandai dengan eritema dan pruritus.
7. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

terganggunya

metabolisme

penghasil energi ditandai dengan kelemahan 2.10 INTERVENSI 1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terganggunya sistem kerja paru ditandai dengan ekspansi paru terganggu, nafas cepat dan dangkal. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit, pola nafas pasien menjadi efektif

15

Kriteria Hasil: mengalami perbaikan status pernafasan, melaporkan pengurangan gejala sesak nafas, memperlihatkan frekuensi pernafasan yang darah yang normal, tidak mengalami sianosis. Intervensi: a. Tingkatkan bagian kepala tempat tidur Rasional: mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan thorak dan ekspansi paru yang maksimal b. Hemat tenaga pasien Rasional: mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen pasien c. Ubah posisi dengan interval Rasional: meningkatkan ekspansi dan oksigenasi pada semua bagian paru 2. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor pembekuan ditandai dengan penurunan hemoglobin Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam, terjadi pengurangan resiko perdarahan dan tidak terjadi perdarahan. Kriteria Hasil: tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal, memperlihatkan tanda-tanda vital yang normal, memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan, melakukan tindakan untuk mencegah trauma. Intervensi: a. Amati feses yang diekskresikan untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlah Rasional: memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal b. Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, epistaksis, ptekie, dan perdarahan gusi Rasional: menunjukkan perubahan pada mekanisme pembekuan darah. c. Catat tanda-tanda vital dengan interval waktu tertentu Rasional: memberikan dasar dan bukti adanya syok hipifolemia d. Jaga agar klien tenang dan membatasi aktivitasnya Rasional: meminimalkan resiko perdarahan dan mengejan e. Berikan vit. K seperti yang diresepkan Rasional: meningkatkan pembengkuan dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembekuan darah 3. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan asites normal (1624x/menit) tanpa terdengarnya suara pernafasan tambahan, memperlihatkan gas

16

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan volume cairan dapat seimbang. Kriteria Hasil : volume cairan seimbang. Intervensi : a. Ukur masukan dan pengeluaran. Timbang berat badan tiap hari Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi. Peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut. b. Awasi TD dan CVP Rasional : peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume ciran. c. Ukur lingkar abdomen Rasional : menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma / cairan ke dalam peritonial d. Dorong untuk tirah baring bila ada asites Rasional : dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis e. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Rasional : natrium mungkin dibatasi untuk memenimalkan retensi cairan f. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, contoh spironolakton (aldakton), furosemid (lasix) Rasional :digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites
4.

Gangguan rasa nyaman & nyeri berhubungan dengan proses proses

inflamasi pada hati ditandai dengan adanya respon nyeri Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam rasa nyeri dapat terkontrol sampai hilang Kriteria hasil : melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen,mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa, ekspresi wajah rileks. Intervensi : a. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen Rasional : mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati b. c. Berikan anti spasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan Ajarkan menagement nyeri Rasional : mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri Rasional : mengurangi keluhan nyeri.

17

5. badan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan penurunan berat Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi. Kriteria Hasil: memperlihatkan asupan makanan yang tinggi kalori tinggi protein dengan memadai, mengenali makanan dan minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet, pertambahan berat badan tanpa memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites, melaporkan peningkatan nafsu/selera makan, turut serta dalam memelihara oral hygiene sebelum makan dan menghadapi mual. Intevensi: a. b. Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering Rasional: motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia. Rasional: makanan dengan porsi sedikit dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia c. d. Pelihara hygiene oral sebelum makan Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual dan muntah Rasional: mengurangi cita rasa yang tidak enak dan merangsang selera makan Rasional: mengurangi parasaan tidak enak di perut yang mengurangi selera makan 6. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dibawah kulit ditandai dengan eritema dan pruritus. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam intergritas kulit pasien tetap terjaga. Kriteria Hasil: memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas, tidak memperlihatkan luka pada kulit, memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna/ peningkatan suhu. Intervensi: a. b. Batasi natrium sesuai yang diresepkan Berikan perawatan pada kulit Rasional: meminimalkan pembentukan edema

18

Rasional: jaringan dan kulit yang edema mengganggu suplai nutrien yang rentan terhadap tekanan serta trauma c. Ubah posisi klien dengan sering Rasional: meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema d. Lakukan latihan gerak secara pasif, tingkatkan ekstremitas edema Rasional: meningkatkan mobilisasi edema
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil

energi ditandai dengan kelemahan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien melaporkan peningkatan energi dan partisipasi dan aktivitas Kriteria hasil : melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien, merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup, meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan. Intervensi: a. Tawarkan diet tinggi kalori tinggi protein Rasional : memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan b. Berikan suplemen vitamin (A, B Kompleks, C, dan K) Rasional : memberikan nutrien bagi pasien c. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat Rasional : menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. d. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional : memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

19

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia : Lippincott William & Wilkins. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

20

You might also like