You are on page 1of 2

ASWAJA VERSI NU yang paling berhak di cap sebagai ahlussunnah wajamaah adalah kalangan NU.

dan mereka singkat degan ASWAJA. namun inil hanyalah versi mereka NU. Dalam hal kepercayaan Animisme mengenai orang mati, Prof Hamka mengemukakan sebagai berikut: menurut kepercayaan datuk-nenek-moyang kita zaman purbakala, apabila seorang mati, datanglah roh orang yang mati itu ke dunia kembali, lalu dia mengganggu ke sana ke mari, sehingga ada orang yang sakit. Oleh sebab itu dianjurkan supaya kalau orang telah mati, hendaklah keluarga berkumpul-kumpul beramai-ramai di rumah orang yang kematian itu sejak hari pertama, hari ketiga, hari keempat sampai hari ketujuh. Kemudian dia akan datang lagi mengganggu pada hari yang ke empat puluh. Setelah itu dia akan datang lagi mengganggu pada hari yang ke seratus, dan paling akhir sekali dia akan datang kembali pada hari yang ke seribu. Sebab itu hendaklah orang beramai-ramai di rumah itu di hari-hari tersebut. Sebab roh itu takut datang kalau ada ramai-ramai! Maka setelah nenek-moyang kita memeluk Agama Islam belumlah hilang sama sekali kepercayaan animisme itu, sehingga berkumpul-kumpullah orang di rumah orang kematian di hari-hari yang tersebut itu, sebagai warisan zaman purbakala. Cuma diganti mantra-mantra cara lama dengan membaca alQuran, terutama Surat Yasin. ( H Rusydi, Afif (editor), Hamka Membahas Soal-Soal Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, cetakan IV, 1985, halaman 394.) Dalam hal yang sudah mendarah daging di kalangan orang NU, misalnya kebiasaan tahlilan memperingati orang meninggal, tidak terdengar adanya orang NU yang menyempal alias anti terhadap acara yang jelas bidah dan meniru orang musyrikin animisme itu. Kalau seseorang tidak mau upacara-upacara tahlilan memperingati orang mati model animisme itu maka biasanya di masyarakat NU langsung dicap/ dikecam sebagai orang Kramandiyah atau Kamandiyah yang maksudnya adalah Muhammadiyah, atau bahkan dicap WAHABI SESAT bukan Ahli Sunnah wal Jamaah. Di situlah kemudian dihembuskan di masyarakat bahwa yang Ahli Sunnah wal Jamaah itu adalah orang NU, yang oleh mereka kemudian sering disingkat menjadi Aswaja. Padahal, secara lafdhiyah maupun maknawiyah, yang namanya Ahli Sunnah wal Jamaah itu adalah yang konsisten dengan Al-Quran dan As-Sunnah, bukan yang menambah-nambah ajaran Islam dengan tradisi animisme ataupun amalan-amalan bidah lainnya. Sedang yang suka menambah-nambah itu dalam istilah aqidah disebut ahlul ahwa wal bida. Artinya ahli hawa nafsu dan bidah. Disebut demikian karena tidak menepati apa yang diajarkan oleh wahyu, tetapi mengikuti hawa nafsu, dan menciptakan atau melakukan hal-hal baru dalam hal beribadah atau taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Meskipun demikian, jangan coba-coba langsung mengatakan kepada orang-orang yang senang mengadakan selamatan memperingati kematian dengan ungkapan ahlul ahwa wal bida atau ahli bidah. Karena, mereka dalam mempertahankan kebidahannya itu kadang lebih gigih dibanding mempertahankan Islam itu sendiri. wallahu alam. Dari sisi lain, orang-orang Nahdliyin atau NU yang tampaknya bagai kodok kebanyon (katak mendapatkan air) berpolah tingkah sejadi-jadinya. Tidak puas dengan membuat acara-acara bikinan berupa apa yang mereka sebut Istighotsah, lalu digede-gedekan lagi dengan istilah Istighotsah Kubro mengumpulkan orang untuk membaca-bacaan-bacaan tertentu barengbareng dengan suara keras.

Padahal di dalam Al-Quran, berdoa itu dengan merendahkan diri tadhoru, khusyu dan tidak bersuara keras. . Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Araaf/ 7: 55). Nabi saw bersabda: ). . ) Wahai umat manusia, kasihanilah dirimu dan rendahkanlah suaramu, maka sesungguhnya kamu tidak menyeru Tuhan yang tuli atau yang jauh, sesungguhnya kamu menyeru Tuhan yang Pendengar, dekat, dan Dia menyertai kamu. )HR Al-Bukhari dan Muslim).

You might also like