You are on page 1of 8

I TINJAUAN PUSTAKA I

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anak Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheteriza on
Qadri Fauzi Tanjung

ABSTRACT The development of cardiac catheteriza on technique was originally started with a diagnos c and then followed by a therapy in which catheteriza on interven on has become a rou ne ac on in laboratory space catheteriza on. The con nued development of catheteriza on resulted in the need for higher safety measures so that ini ally only need seda on in anesthesia to the more complex ac on even general anesthesia. Anesthe c techniques also evolved from inially only mild seda on that does not require the anesthesiologist to perfomed seda on with anesthesiologist should be accompanied and even to general anesthesia that require monitoring, such as surgery and post procedure management Cardiac catheteriza on also can cause complica ons that make ananestesiologist should be ready to performes emergency mangement cooperate with the Cardiologist and radiologist Kew words: cardiac catheteriza on, the child, treatment of anesthesia ABSTRAK Perkembangan teknik kateterisasi jantung pada awalnya dimulai dengan diagnos k dan selanjutnya diiku dengan terapi dimana kateterisasi intervensi telah menjadi ndakan ru n di ruang laboratorium kateterisasi. Semakin berkembangnya kateterisasi mengakibatkan kebutuhan untuk ndakan yang aman semakin nggi sehingga yang pada awalnya hanya butuh sedasi menjadi ndakan anestesi yang lebih komplek bahkan anestesi umum. Teknik pembiusan juga berkembang dari awalnya hanya sedasi ringan yang dak membutuhkan dokter anestesi menjadi sedasi yang harus didampingi dokter anestesi dan bahkan sampai anestesi umum yang membutuhkan pemantauan seper pembedahan dan perawatan pasca ndakan.

Kateterisasi jantung juga dapat menimbulkan komplikasi yang membuat seorang anestesiologis harus siap dengan penatalaksanaannya bekerjasama dengan kardiologis dan radiologis Kata kunci: Kateterisasi jantung, anak, tatalaksana anestesi PENDAHULUAN Peningkatan jumlah ndakan anestesi di luar kamar operasi terutama ndakan anestesi di laboratorium kateterisasi jantung. Tindakan kateterisasi jantung pada awalnya murni untuk diagnos k namun sejak awal tahun 2000 perkembangan kateterisasi telah mengarah ke terapi terutama kateterisasi intervensi. Pada rumah sakit anak Boston kateterisasi intervensi tahun 2000 telah mencapai 60% dari semua prosedur kateterisasi jantung1. Kebanyakan dari prosedur kateterisasi diagnosk dapat dilakukan dengan sedasi pada hampir semua umur. Kateterisasi intervensi biasanya butuh waktu yang lebih lama dan berpotensi mengganggu hemodinamik sehingga anestesi umum lebih diutamakan. Laboratorium kateterisasi merupakan lingkungan yang cukup menyulitkan bagi anestesiologis melakukan anestesi. Harus ada kerjasama yang op mal antara pediatrik kardiologis dengan anestesiologis untuk memfasilitasi dan memberikan pelayanan yang op mal. Manajemen anestesi pada laboratorium kateterisasi tergantung pada evaluasi pasien praprosedural. Memhami status kardiovaskuler pasien serta memahami ndakan intervensi dan hasil akhir yang diharapakan. Data hemodinamik pasien sangat dibutuhkan sebelum intervensi dan pen ng karena bila hasil diagnos k yang diharapkan maka kondisi yang diharapkan harus senor-

Qadri Fauzi Tanjung Bagian Anestesi dan Reanimasi RS Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 81

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anak I Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheterization

mal mungkin (contoh nafas spontan dengan udara kamar, telentang). Selama anestesi efek konsentrasi oksigen, ven lasi mekanik dan efek hemodinamik dari obat-obat anestesi dapat mengubah data hemodinamik dan mempengaruhi interpretasi. Namun asidosis respiratorik karena nafas spontan juga dapat mengganggu hasil data yang didapat, sebaiknya kalau pasien dengan ven lasi mekanik harus dibuat dengan normoven lasi. Posprosedural harus dilakukan di ruang pemulihan atau rawat intensif. Sejarah kateterisasi jantung Pada tahun 1929 dokter Werner Forssmann melakukan pemasangan kateter ke axilla sendiri dengan panduan radiologi dan cermin ke jantung kanannya sendiri, ini dilakukannya dengan tujuan memberikan adrenalin langsung ke jantung pasien melalui kateter karena sebelumnya pemberian adrenalin pada pasien hen jantung dengan menyun kan langsung keotot jantung lewat dinding dada. Dokter warner mendapat hadiah nobel pada tahun 1956 atas prosedur yang dilakukannya. Tahun 1930 Dewey melakukan pengukuran curah jantung dengan metode Ficks, Andrecournad mempublikasikannnya pertama kali tahun 1941. Tahun 1950 Zimmerman dan Mason melakukan kateterisasi secara retrograde. Tahun 1953 Zeldinger mengembangkan pendekatan percutaneous. Tahun 1959 Ross dan Cope mengembangkan kateterisasi transeptal. Tahun 1977 Andrew Gruentzig melakukan pertamakali PTCA. Tahun 1980-1990 terjadi pengembangan kateterisasi diagnos k. Tahun 2000 perkembangan meningkat dengan kateterisasi intervensi2. Defenisi katerisasi jantung Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnos k dan intervensi yang dilakukan untuk menilai fungsi jantung dan pembuluh darah secara komprehensif dimana satu atau lebih kateter dimasukkan melalui pembuluh darah perifer dilengan seper vena dan arteri antecubital atau dari tungkai vena dan arteri femoralis dengan panduan pesawat uoroskopi dan dapat melakukan terapi koreksi anatomi untuk memperbaiki fungsi siologis jantung3. Manajemen kateterisasi pada kelainan kongenital Penyakit jantung kongenital saat ini mulai dapat di atasi dengan kateterisasi intervensi pada laboratorium kateterisasi4,5. Perubahan siologis bahkan komplikasi sering terjadi. Anestesiologis seringkali diminta mendampingi untuk kenyamanan dan keamanan serta monitoring se ap perubahan siologis6. Tabel memperlihatkan da ar kelainan kongenital yang dapat diterapi dengan kateterisasi intervensi beserta efek siologis dan komplikasinya. Perkembangan teknik dalam manajemen kelainan jantung kongenital telah mengubah manajemen anestesi jantung anak. ASD, VSD, PDA dan koarktasio aorta saat ini dapat diterapi dengan kateterisasi intervensi dan dak harus dengan pembedahan., bahkan dapat dilaku-

kan dengan prosedur rawat sehari8-11 Tabel 1. Pengaruh kateterisasi intervensi terhadap siologi dan komplikasi
Prosedure Koil embolisasi Lesi Kolateral aorto pulmoner Blalock-Taussig shunts Anomali arteri koroner Efek Menurunkan aliran paru Menurunkan aliran paru Meningkatkan aliran koroner, mengurangi aliran paru Menghilangkan shun ng, menurunkan aliran paru Menghilangkan shun ng, menurunkan aliran paru Menghilangkan shun ng, menurunkan aliran paru Meningkatkan aliran paru Meningkatkan aliran paru Meningkatkan aliran paru Meningkatkan aliran paru Meningkatkan aliran sistemik Meningkatkan aliran sistemik Meningkatkan aliran sistemik Meningkatkan aliran paru Menghilangkan disritmia, terutama SVT Komplikasi Hipoksemia, embolisasi sistemik

Penutupan shun ng via cateter

Patent ductus arteriosus Atrial septal defek Ventrikuler septal defek

Emboli udara, emboli dari alat,

Dilatasi balon dan sten

Stenosis pulmonal Blalock taussig shunts Stesnosis katup pulmoner Stenosis katup tricuspid Stenosis katup aorta Stenosis katup mitral Ko-arctasio aorta Septum interartrial Anomali konduksi

Embolisasi stent, disrupsi arteri pulmoner, edema paru, Insusiensi pulmoner, insusiensi aorta, insusiensi trikuspid dan diseksi aorta

Atrial septostomies Ablasi radiofrekuensi transkateter

Perforasi jantung, tamponade Blok Jantung komplit, SVT

Sumber : Anesthesiologi. .Mc Graw Hill Medical Companies. Inc. USA. 2008;52:11957 Percutaneous stent sudah digunakan sebagai teknik untuk menunda pembedahan. Perkembangan lebih lanjut adalah penggan an katup pulmoner, katup ditanam melalui vena jugularis. Teknik ini telah didemonstrasikan dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah. Kateterisasi intervensi seper tabel diatas dapat dilakukan untuk melengkapi pembedahan dan memperluas terapi yang masa sebelumnya dak dapat dilakukan12. Penatalaksanaan anestesi pada kateterisasi dengan penyakit jantung kongenital Kateterisasi jantung anak sebagai alat diagnos k

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 82

QADRI FAUZI TANJUNG

dilakukan pertama kali tahun 194713. Pada tahun 1958 Smith dkk melaporkan pengalaman aneste k dengan sedasi yang disebut ly c cocktail yang luas digunakan dan disebut DPT mixture yaitu Demerol (meperidine), Phenargan (prometazine) dan Thorazine (chlorpromazine)14. Tujuan sedasi pada kateterisasi jantung adalah untuk mencapai keadaan pasien yang koopera f dan meminimalisasi interferensi dengan parameter hemodinamik, dimana data yang ditemukan harus senormal mungkin. Perkembangan diagnos k noninvasif pada kardiologi anak terutama echocardiogra meningkat sehingga pengambilan data anatomi dan siologi melalui kateterisasi jantung berkurang. Saat ini perkembangan lebih mengarah pada kateterisasi intervensi. Kateterisasi biasanya jarang bisa ditoleransi oleh anak yang sadar. Anak sering membutuhkan anestesi umum untuk mencegah kecelakaan karena gerakan anak. Respirasi, miokard dan metabolik harus dinilai selama kateterisasi pada pasien dengan penyakit jantung kongenital. Neonatus mempunyai cadangan respirasi yang terbatas dan mudah terjadi gagal nafas. Peningkatan komplians dinding dada penurunkan kapasitas fungsional residual dan meningkatnya closing capacity. Diafragma adalah organ utama respirasi dan se ap abdomen distended akan mempengaruhi kapasitas residual fungsional dan mempercepat desaturasi jika hipoven lasi atau sumbatan jalan nafas. Miokard bayi baru lahir mempunyai keterbatasn kontrak litas karena masa otot yang rendah dan adanya gangguan diastolik karena berkurangnya pemendekan otot. Peningkatan a erload sangat sedikit bisa ditoleransi. Curah jantung dak dapat di ngkatkan dengan meningkatkan volume sekuncup. Curah jantung sangat tergantung pada laju jantung. Neonatus juga sangat tergantung pada kalsium ekstraseluler dalam menjaga kontrak litas. Neonatus dan infant mempunyai rasio luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan berat badan, laju metabolik juga lebih besar dan risiko besar hipotermia. Radiasi dan konveksi dari cairan dingin dan duk operasi yang basah dapat menyebabkan pasien kehilangan panas. Harus ada strategi pemanasan untuk mencegah kejadian hipotermia yang dapat mengakibatkan lambatnya waktu pulih sadar dari sedasi dan anestesi. Rencana sedasi dan atau anesthesia umum pada pasien kateterisasi jantung dimana anestesiologis harus menger penyakit yang mendasarinya, manfaat kateterisasi, dan perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh anestesi Efek samping kardiovaskuler dan respirasi karena obat-obat dan teknik anestesi harus diper mbangkan dengan ha -ha untuk mencegah distorsi dalam pengukuran hemodinamik, ven lasi sebaiknya dengan room air disaat pengambilan data. Obat sedasi dan anestesi harus seminimal mungkin mempengaruhi kardiovaskuler. Pada ins tusi tertentu kardiologis melakukan sedasi untuk diagnos k sederhana. Protokol berdasarkan guidelines of American Academy of Pediatricks15, dan

American Society of Anesthesiologist16. Untuk prosedur yang lama, intervensi yang komplek atau pasien kri s, anestesiologis biasanya diminta untuk melakukan sedasi atau anestesi umum. Penutupan ASD dan VSD yang membutuhkan transesofageal echocardiogra untuk mengontrol penempatan alat membutuhkan anestesi umum dengan intubasi endotrakea. Sebelum memulai prosedur, fasilitas harus disiapkan untuk penatalaksanaan anestesi yang aman. Lokasi laboratorium dekat dengan kamar operasi. Semua peralatan dan monitor yang diperlukan harus ditempatkan ditempat yang mudah di akses, diantaranyan sumber oksigen, suksion, sumber listrik, pembuangan dan semua monitor untuk monitor intraopera f sesuai American Society of Anestesiologist17 . Monitoring ru n diantaranya elektrokardiogra, tekanan darah non invasif, pulse oksimetri, suhu, end dal CO2 baik melalui nasal untuk nafas spontan maupun sirkuit nafas pada anesthesia umum, alat pencegah hipotermia Tabel 2. Akses intravena harus diamankan sebelum sedasi dan selama prosedur. Petunjuk puasa menurut American Society of Anesthesiogist harus diiku 18. Tabel 3 . Karena status kardiovaskuler dapat mengalami perburukan selama prosedur obat-obat resusitasi harus tersedia dalam dosis yang tepat sebelum memulai ndakan. An bio k prolaksis harus tersedia bila dibutuhkan. Tabel 2. Petunjuk anestesi non kamar opera f 1. Tersedia oksigen dan cadangannnya Tersedia suc on 2. 3. Sis m pembuangan Alat resusitasi serta obat-obatnya 4. 5. Alat monitoring dengan standar dasar 6 Sumber Listrik Ada tempat untuk peralatan 7. Debrilator dan obat emerjensi 8. 9. Alat komunikasi dua arah 10.. Standar gedung dengan kode dan fasilitas keamanan Sumber : American Society of Anesthesiologist16 Tabel 3. Petunjuk sedasi pediatrik Fasilitas, SDM, serta peralatan untuk manajemen situasi emerjensi Harus ada protokol cadangan bila ada situasi emerjensi Peralatan ada ditempat - Peralatan cocok untuk anak semua umur dan semua ukuran - Tersedia bagan penatalaksanaan emerjensi - Semua obat dan peralatan harus dicek dan dijaga sesuai jadwal
Dokumentasi Inform consent Puasa Presedasi Catatan medic

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 83

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anak I Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheterization

Sumber American Academy of pediatric15 Teknik sedasi Obat-obatan dan dosis sedasi biasanya mempunyai efek minimal terhadap hemodinamik pada pasien dengan kompensasi yang baik. Per mbangan yang lain adalah menjaga jalan nafas dan mencegah depresi nafas. Personil yang terlibat harus terla h bantuan hidup dasar pediatrik dan sangat dianjurkan menguasai bantuan hidup lanjut, mempunyai tanggung jawab untuk terus menerus memantau dan mencatat tanda vital, jalan nafas, ven lasi yang cukup dan medikasi sesuai protokol yang dianut15. Sedasi dengan infus con nue harus dilakukan oleh personil yang menguasai manajemen jalan nafas. Pilihan sedasi disertai analgesia merupakan cara yang efek f19. Teknik sedasi banyak cara yang dilakukan, bayi dapat diberikan 50-100mg/kg peroral chloralhidrat sebelum ditransfer ke ruangan laboratorium, namun cara ini sering gagal20. Sedasi klasik dengan campuran DPT pertama digunakan 195814 efek sedasinya sangat lambat hilangnya karena masa kerjanya yang panjang dan berhubungan dengan sedasi yang berlebihan dengan akibat depresi nafas atau sedasi yang dangkal yang berakibat prosedur dak dapat dilakukan. Dosis DPT yang umum digunakan 2mg/kg meperidin, 1mg/kg promethazine dan 1mg/kg chlorpromazine. Komposisi klasik adalah 25mg meperidin, 6,25 mg promethazine dan 6,25 mg chlorpromazine dan diberikan 0,11ml/kg sampai 2ml. Saat ini protokol sedasi yang popular adalah midazolam 0,7-1mg/kg peroral atau 0,1-0,2mg/kg intravena ditambahkan 0.1-0,2 mg/kg morn intramuskular atau intravena untuk mendapatkan sedasi dan analgesia yang cukup20. Sejak tahun 1969 ketamin menjadi pilihan utama sedasi kateterisasi, dapat digunakan intramuscular 3-8mg/kg, 1mg/kg intravena dilanjutkan 50-70ug/kg/ min untuk pemeliharaan atau midazolam oral dengan dosis 10mg/kg10. Ketamin sebaiknya diberikan dengan an sialogoge seper glikopirolat 0,005mg/kg untuk mencegah hipersalivasi. Ketamin dapat menjaga stabilitas kardiovaskuler kecuali pada pasien dengan fungsi ventrikel yang buruk yang dapat berakibat memburuknya fungsi kardiovaskuler. Protokol yang lain yang aman adalah ketamin midazolam dengan dosis ketamin 1-2mg/ kg dan midazolam 0,1-0,2mg/kg21. Alfentanil dan fentanil juga telah dipelajari untuk sedasi22. Premedikasi unitrazepam 0,1mg/kg po, fentanil dosis inkrimental 0,5-1 ug/kg menghasilkan sedasi yang cukup dengan depresi nafas yang minimal. Alfentanil 3-5 ug/kg dosis inkrimental juga menghasilkan sedasi yang cukup kedua cara ini membutuhkan perha an dari anestesiologis. Masa kerja sangat singkat remifentanil juga dapat diberikan pada dosis 0,1mg/kg/min dengan bolus 0,02 mg/kg, sering sedasi dak cukup dan kadang ditambah dengan ketamin23. Anestesi Umum - Persiapan

Faktor pasien dan prosedur menjadi per mbangan ke ka merencanankan anestesi umum. Sedasi dapat digunakan untuk hampir semua diagnos k, namun pasien dengan cadangan kardiorespirasi terbatas mungkin dak dapat mentoleransi prosedur yang lama dalam sedasi intravena, terutama bila terjadi depresi nafas atau obstruksi jalan nafas. Kateterisasi intervensi berhubungan dengan komplikasi yang dapat mengancam nyawa. Distress pernafasan dapat terjadi pada pasien jika mempunyai penyakit gagal jantung konges f, hipertensi pulmoner atau terbatasnya gerakan diafragma karena pembesaran ha atau asites. Penilaian preanestesi sangat menentukan implikasi siologis dan anatomis terhadap kelainan jantung, fungsi kardiorespirasi, efek anestesi atau sedasi dan efek dari prosedur kateterisasi dan intervensinya. Penilaian utama adalah jalan nafas, kardiovascular, sis m respirasi, tanda vital, saturasi, gejala klinis yang berhubungan dengan kelainan jantung seper siano k, gagal tumbuh, ispa dll. Laboratorium yang relevan seper hemoglobin, fungsi koagulasi, ginjal,elektrolit dan golongan darah serta riwayat kateterisasi sebelumnya bila ada. - Premedikasi Tindakan awal adalah pemberian premedikasi untuk memfasilitasi perpisahan dengan orangtua dan harus diberikan secara trasi seseuai kondisi klinis pasien. Pen ng sekali dari awal mencegah stress dan ansietas pada pasien terutama untuk pasien yang kemungkinan lebih dari satu intervensi. - Induksi Pasien stabil atau toleransi baik biasanya dapat menerima induksi intravena dengan baik seper thiopental maupun propofol. Untuk yang hemodinamik terbatas pilihannya adalah ketamin, etomidate, opiod dan benzodiazepine kombinasi24-25 Midazolam intravena ditoleransi baik pada kebanyakan pasien namun hipotensi dapat juga terjadi pada pasien gagal jantung yang sedikit terkompensasi yang tergantung pada endogen katekolamin untuk menjaga tahanan perifer dan tekanan darah. Opioid merupakan analgesia yang kuat namun tanpa sedasi sehingga perlu dikombinasikan dengan seda f seper benzodiazepin. Opiod sinte k seper fentanil. Alfentanil dan sufentanil sangat sedikit melepaskan histamine dibandingkan morn sehingga dak punya efek vasodilatasi dan hipotensi, memblok stress respon sesuai dosis sehingga dapat menjaga stabiltas sistemik maupun pulmoner17. Sangat berguna selama prosedur kateterisasi. Remifentanil merupakan opiod dengan masa kerja sangat singkat karena segera dimetabolisme oleh nonspesik esterase. Masa kerjanya hanya 3 sampai 5 menit sehingga harus diberikan secara con nue. Remifentanil mempunyai efek depresi nafas sangat kuat sehingga pasien harus di intubasi dan diberikan ven lasi tekanan posi f. Sangat berguna untuk pasien dengan cadangan kardiorespirasi yang terbatas karena analgesia tanpa mempengaruhi hemodinamik. Pasien biasanya

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 84

QADRI FAUZI TANJUNG

langsung pulih bila dihen kan dan efek samping minimal karena masa kerja yang singkat. Ketamin adalah derivate phencyclidin sebagai anesthesia disosia f. Yang bekerja di sis m limbik menghasilkan analgesia yang kuat, onset cepat, durasi pendek 10-15 menit, efek f diberikan baik intramuscular maupun intravena. Dosis nggi ketamin 75-100ug/kg/min sebagai infusan con nue dapat menghasilkan anesthesia umum yang cukup dengan efek minimal pada kardiovaskuler karena baik laju nadi maupun tekanan darah meningkat karena pelepasan katekolamin dan penghambatan ambilan kembali dari pasca ganglion. Namun obat ini merupakan depresan miokard sehingga harus ha -hapada pasien dengan fungsi miokard terbatas. Ven lasi terkontrol dibutuhkan untuk menjaga kadar gas darah tetap normal, cara ini sangat berguna untuk pasien sakit. Efek pada pulmonal biasanya terjadi sedikit peningkatan tekanan arteri pulmonal, untuk menjaga agar dak terlalu pertahankan normoven lasi. Sekresi jalan nafas meningkat walaupun jalan nafas tetap terbuka namun aspirasi dapat terjadi. Pen ng sekali pasien puasa sebelum pemberian ketamin dan harus tersedia peralatan jalan nafas. Peningkatan sekresi jalan nafas dapat memicu laringospasme selama manipulasi jalan nafas dan sebaiknya diberikan an sialogoge seper atropine dan glikopirolat bersamaan dengan pemberian ketamin. Efek samping terbesar adalah delirium, halusinasi dan mimpi buruk. Dapat dikurangi dengan pemberian benzodiazepine. Tiopental dan methoheksital adalah barbiturat kerja singkat dan dapat digunakan pada prosedur kateterisasi intervensi dan diberikan oleh orang yang terla h dalam anestesi. Efek samping yang siknikan adalah depresi miokard dan hipotensi karena vasodilatasi. Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan fungsi kardiovaskular yang terbatas Propofol adalah derivate phenol yang terlarut dalam kacang soya dan phospolipid telur membentuk emulsi yang dapat diberikan intravena. Kegunaannya terutama untuk induksi dan telah ditambahkan sebagai salah satu obat yang dapat dipergunakan untuk anestesi intravena total dengan atau tanpa sedasi midazolam oral, anesthesia di induksi dengan propofol 1-2 mg/kg dilanjutkan dengan pemeliharaan 100-150ug/kg/min. Anak-anak membutuhkan dosis propofol yang lebih besar dibandingkan dewasa26. Keuntungan popofol onset dan masa kerja singkat, waktu pulih sadar cepat, mudah di trasi dan punya efek an muntah dan euphoria, namun propofol mempunyai insiden hipotensi dan desaturasi ringan yang lebih nggi dibandingkan ketamin27 , sehingga terbatas penggunaannya pada kateterisasi jantung terutama dengan fungsi kardiovaskular terbatas. Propofol dapat dikombinasikan dengan remifentanil yang dapat menghasilkan stabilitas kardiovaskuler yang lebih baik. Etomidate adalah agen induksi dengan keuntungan depresi minimal pada kardiovaskuler dan respirasi dan pemulihan yang cepat. Dosis induksi 0,3mg/kg cepat menghilangkan kesadaran dengan durasi 3-5 menit, nyeri

pada tempat sun kan, gerakan spontan, cegukan dan mioklonus. Reek jalan nafas meningkat dengan risiko laringospasme terbatas hanya sebagai obat induksi pada pasien dengan cadangan kardiovaskular terbatas. Induksi dengan inhalasi yang kuat seper sevouran dan halothan dilakukan pada pasien dengan fungsi kardiovaskular stabil dan terkompensasi dengan baik. Perha an lebih pada teknik ini adalah pasien dengan gagal jantung atau pasien dengan dekompensasi dengan volume cairan yang berlebih, hipertensi pulmoner, tekanan a erload yang besar. Induksi dilakukan bila sulit mendapat akses intravena karena pasien dak kooperaf. Sekali pasien terinduksi segera dilakukan pencarian jalur intravena dan segera berikan analgesia opiod dan pelumpuh otot untuk memfasilitasi intubasi kemudian gas inhalasi di trasi disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Efek sampingnya adalah inotropik nega f dan vasodilatasi, obtruksi jalan nafas dapat terjadi saat induksi yang dapat berakibat desaturasi dan hipoksia serta kehilangan curah jantung pada pasien dengan fungsi kardiovaskular terbatas. Depresi pada neonatus lebih besar lagi karena otot jantung yang belum matang. Penggunaan gas inhalasi sevourane telah terbuk sebagai agen ideal dibandingkan gas inhalasi yang lain 28. Sevoflurane direkomendasikan untuk pasien yang membutuhkan anestesi umum dengan intubasi endotrakea. Pelumpuh otot non depol dipilih yang masa kerjanya pendek atau sedang untuk mencegah paralisis yang lama pasca prosedur. Sebaiknya diberikan obat anesthesia lokal EMLA ( eutec c mixture of lidocaine and prilocaine) ditempat penusukan kateter akan sangat mengurangi dosis sedasi dan opioid yang dibutuhkan . Pemeliharaan anestesi dapat dengan anestesi intravena total (fentanil, ketamin/midazolam, opioid dan pelumpuh otot), inhalasi (nitrous oksida dengan isouran atau sevouran) atau kombinasi dengan teknik. Status klinis pasien, lama prosedur, manajemen pasca prosedur dan biaya, isouran adalah agen yang paling sering digunakan untuk pemeliharaan dapat menyebabkan vasodilatasi dan depresi miokard pada dosis nggi. Halothan sudah jarang digunakan karena efek depresi miokard yang besar, masa pulih sadar yang besar dan efek hepatotoksik. Selain itu halothan juga memicu aritmia pada kondisi hiperkarbia dan peningkatan kadar katekolamin endogen. Terbatasnya jalan nafas, prosedur yang lama, perubahan hemodiamik karena fungsi kardiovaskular terbatas dan perubahan pada tahanan paru karena perubahan PaCO2, PaO2, atau ven lasi spontan selama anestesi umum. Intubasi dengan pelumpuh otot disertai ven lasi tekanan posi f dapat mengontrol PaCO2 dan PaO2. Namun ven lasi tekanan posi dapat mengurangi preload pada pulmonal maupun sistemik dan meningkatkan a erload pada pulmonal dan menurunkan a erload sistemik sehingga dapat mempengaruhi interpretasi data yang didapat. Penggunaan LMA direkomendasikan untuk untuk mengontrol ven lasi tanpa perlu penambahan

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 85

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anak I Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheterization

pelumpuh otot pada pasien dengan tanpa risiko aspirasi. LMA sangat baik digunakan pada anak ukuran kecil yang sangat mudah hipoven lasi dengan hanya sedasi29. Prosedur kateterisasi telah lebih invasif, menggunakan kateter ukuran besar dan mul pel, perdarahan yang lebih banyak dan lebih nyeri pada pasien yang lebih kecil. Ruang kateterisasi jantung harus bersebelahan dengan kamar operasi bedah jantung dengan kondisi, dokter bedah dan dokter anestesi siap untuk melakukan pembedahan dan anestesi bila terjadi komplikasi mayor akibat peningkatan prosedur invasif30. Walaupun banyak pasien pediatrik dapat disedasi oleh kardiologis, prosedur yang komplek pada anak sakit membutuhkan perawatan anestesi. Monitoring dan manajemen hemodinamik dibutuhkan pada banyak prosedur invasif pada anak dan berkontribusi pada kesuksesan prosedur31. Banyak pasien dapat dilakukan dengan sedasi intravena namun banyak juga yang membutuhkan anestesi umum. Pemilihan teknik anestesi sangat tergantung pada kondisi pasien, prosedur dan an sipasi komplikasi. Manajemen anestesi kadang dipengaruhi oleh lingkungan laboratorium. Masalah termasuk sulitnya akses kepasien, cahaya yang kurang, radiasi dan kurangnya komunikasi dengan kardiologis. Anestesiologis harus mengupayakan monitor sendiri yang dak terkait dengan monitor dari operator, selain itu akses jalan nafas dan jalur intravena yang mudah dicapai sehingga pencegahan dan pertolongan segera dari komplikasi dapat segera dilakukan. Anestesiologis juga harus memiliki pengetahuan tentang prosedur kateterisasi dan kemungkinan komplikasi yang mbul. Masalah dan komplikasi hemodinamik Komplikasi yang mbul tergantung dari jenis prosedur intervensi, dan biasanya berhubungan dengan akses perkutaneous pembuluh darah besar baik arteri maupun vena. Se ap masalah yang mbul biasanya segera tanpa ada peringatan. Seper di dalam kamar operasi kesukesesan manajemen komplikasi tergantung pada kesigapan dan aksi dari anestesiologis bekerjasama dengan radiologis dan kardiologis. Kehilangan kontrol terhadap emboli dan alat penutup, sten dan coil dapat menyebabkan emboli paru dan sistemik. Alat emboli harus bisa diambil kembali dengan menggunakan kateter, namun kadang diperlukan ndakan pembedahan untuk mengambil alat ini. Jika alat ini tersangkut pada jantung dan pembuluh darah besar, mesin CPB kadang dibutuhkan. Komplikasi lain yang mungkin mbul adalah kerusakan pada pembuluh darah besar terutama arteri pulmoner pada ndakan dilatasi katup pulmoner dan arteri pulmoner yang di tandai dengan aneurisma, diseksi dan rupture yang ditandai hemop sis, atau masuknya kontras kepleura, atau mbulnya robekan paru yang sangat mengancam nyawa. Bila mbul harus dilakukan intubasi endotrakea untuk mengontrol jalan nafas dan berikan ven lasi tekanan posi , berikan resusitasi cairan dan darah untuk menjaga tekanan perfusi, heparin harus

diberikan an dotnya yaitu protamin, . Perdarahan dapat berhen namun ada yang dak terkendali yang dapat berakibat kema an dan memerlukan ndakan operasi segera32 Edem paru juga dapat mbul karena peningkatan aliran darah paru yang besar secara ba- ba dan memberikan tekanan pada paru yang dak terperfusi selama ini dengan gejala batuk, hipoksemia, distress pernafasan, hemop sis. Penatalaksanaan dengan melakukan intubasi endotrakea segera kalau perlu sebelum ndakan pasien sudah terintubasi33. Emboli udara dapat terjadi pada pemasangan alat penutup shun ng ASD, VSD dan PDA, alat cukup besar adalah rongga potensial untuk masuknya udara kepembuluh darah, penggan an kateter yang berulang yang dapat mbul iskemia mioard dengan gejala berupa perubahan segmen ST, hipotensi, desaturasi, bradikardia yang kebanyakan respon dengan aspirasi udara diiku dengan penutupan tempat masuk dan pemberian vasoak f untuk menjaga tekanan perfusi koroner . Bila emboli kesistemik dapat menyebabkan stroke dengan desit neurologis Regurgitasi mitral dan trikuspid kadang dapat mengganggu hemodinamik ke ka kateter besar melewa bagian ini. Kateter besar dapat mengakibatkan stenosis, masalah ini dapat diatasi dengan reposisi kateter dan kadang dibutuhkan inotropik dan monitoring ketat. Curah jantung dapat turun ba- ba ke ka terjadi regurgitasi akut yang dapat menyebabkan dekompensasi sirkulasi yang bisa berakibat kardiak arrest. Harus segera dilakukan resusitasi dengan obat vasoak f dan cairan. Jika terjadi kerusakan katup harus segera dilakukan operasi. Bahaya lain adalah perforasi miokard karena wire atau kateter atau karena prosedur septostomi yang dapat mengakibatkan kardiak tamponade. Harus segera dilakukan volum dan presure supor f dan drainase dengan pericardiosintesis sesegara mungkin, jaga nafas tetap spontan dan persiapan operasi jantung terbuka bila perlu. Pengaruh posisi Terdapat risiko tekanan karena prosedur yang lama dan meja radiologis yang keras. Harus dilakukan proteksi yang cukup terutama pada daerah yang rentan penekanan seper pleksus brakhialis apabila lengan diabduksikan terlalu lebar. Karena sulitnya jalan nafas dan akses intravena karena posisi pesawat uroskopi, radiasi dan pemisahan dengan ruangan control yang biasanya anestesiologis memonitoring. . Pelvis biasanya diangkat yang dapat mengakibatkan. Isi abdomen terdorong kesefalad yang membuat risiko ke respirasi dan dapat memperburuk ven lasi dan perfusi terutama neonatus dan infant.

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 86

QADRI FAUZI TANJUNG

Perawatan pasca kateterisasi Pemulihan pasca ndakan harus dilakukan diruang pulih sadar yang disediakan dekat dengan laboratorium. Monitoring dan perawatan yang memadai harus tersedia . Tanda vital harus diukur se ap 15 menit selama 1 jam dan lebih jarang sesudahnya jika pasien stabil. Kalau pasien mengalami anesthesia umum perawatan harus sesuai dengan standar American Society of Anestesi26. Karena kebanyakan prosedur merupakan rawat sehari monitor komplikasi vaskular dilakukan selama 4 jam sebelum pasien keluar dari fasilitas laboratorium. Pada saat itu pasien sudah sadar penuh dan minum air pu h secukupnya. Karena efek osmo k dari bahan kontras harus diberikan hidrasi yang cukup. Tempat pungsi arteri harus cukup tertutup dan dak ada rembesan darah. Perfusi dari distal pungsi harus dinilai dan tanda vital pasien dalam batas normal. Berkurangnya pulsa nadi distal dari pungsi kemungkinan terjadi spasme vaskular dan kalau berlangsung lebih dari 2 jam kemungkinan terjadi thrombosis. Bila komplikasi ini mbul harus dirawat di rumah sakit dan diberikan terapi an koagulan selama 24-48 jam . Terapi ini cukup untuk mengembalikan aliran darah dan nadi. Kadang-kadang dibutuhkan obat trombolisis untuk mengembalikan perfusi. Kateterisasi biasanya dak terlalu nyeri sehingga analgesia dengan asetaminophen sudah cukup menghilangkan nyeri. Pasien sakit kemungkinan butuh rawat intensif samapai status kardivaskularnya stabil. Tindakan balon dilatasi atau sten dan pemasangan alat penutup septum harus dirawat dirumah sakit. SIMPULAN 1. Prosedur kateterisasi telah berkembang dari awalnya untuk diagnos k menjadi terapai berupa kateterisasi intervensi. 2. Penatalaksanaan anestesi harus memper mbangkan,persiapan, kondisi pasien, prosedur ndakan dan kemungkinan komplikasi yang mbul 3. Anestesiologis harus siap memberikan penatalaksanaan bila terjadi keadaan emerjensi 4. Pasca anestesi pasien harus diper mbangkan tempat perawatan tergantung kondisi awal pasien, prosedur dan komplikasi yang mbul.

DAFTAR PUSTAKA 1. Verma R. Keane JF. Percutaneous therapy of structural heart disease. Pediatric Disease. Prog Cardiovascular Disease 1997;40:37-54 2. Kozak M. Robertson BJ. Chambers CE. Cardiac catheteiriza on laboratory: Diagnos c and Therapeu c Procedures In the Adult Pa ent. Kaplans Cardiac Anesthesia. Saunders Elsevier. 5Ed. Philadelphia. 2006;12:299-354 3. H p://medical dic onary. thefreedic onary.com/ cardiac+catheteriza on

4. Rashkind WJ Transcatheter treatment of congenital heart disease. Circula on 1983;67:771716. 5. Perry SB, Keane JF, Lock JE. Interven onal catheteriza on in pediatric congenital and acquired heart disease. Am J Cardiol 1988;61:109G117G. 6. Laussen PC, Hansen DD, Perry SB, et al. Transcatheter closure of ventricular septal defects: hemodynamic instability and anesthe c management. Anesth Analg 1995;80:10761082. 7. Harrington JS. Shukla AC. Hickey PR. Anesthesia for Surgical Treatment of Congenital Heart Disease: A Problem-Oriented Approach. Anesthesiology.Mc Graw Hill Medical Companies. Inc. USA. 2008;52:1174-1212 8. Preopera ve transcatheter closure of congenital muscular ventricular septal defects. N Engl J Med 1991;324:13121317. 9. Lock JE, Rome JJ, Davis R, et al. Transcatheter closure of atrial septal defects. Experimental studies. Circulaon1989;79:10911099. 10. Rome JJ, Keane JF, Perry SB, et al. Double-umbrella closure of atrial defects. Ini al clinical applica ons. Circula on 1990;82:751758. 11. Wessel DL, Keane JF, Parness I, et al. Outpa ent closure of the patent ductus arteriosus. Circula on 1988;77:10681071 12. Bonhoeer P, Boudjemline Y, Qureshi SA, et al. Percutaneous inser on of thepulmonary valve. J Am Coll Cardiol 2002; 39:16641669. 13. Hollinger I. Mi nach A. Cardiac Catheteriza on and Other Radiographic Examina on. Pediatric Cardiac Anesthesia.4 ed.Lippincot Willian and Wilkins 2005;7:112-135 14. Smith C. Rowe RD. Vlad P. Seda on of Children for Cardiac Catheteriza on with an atarac c mixture. Canadian Anaesthesia Society Journal. 1958;5:35-40 15. CharlessJT. Wilson S. Guidelines for Moni oring and Management of Pediatric Pa ents During and A er Seda on for Diagnos c and Therapeu c Procedure: An Update American Academy of Pediatric. Pediatrics 2006;118:6:2587-2602 16. Prac ced Guidelines for Seda on and Analgesia by Non-Anesthesiologist. An Updated Report By The American Society of Anesthesiologist Task Force on Seda on and Analgesia by Non Anesthesiologist.Anesthesiologi 2002;96:1004-1017 17. Standards for basic anesthe c monitoring. American Society of Anesthesiologist. Approved by the ASA house of Delegates on October 21, 1986 and Last Amended on October 20, 2010 with an eec ve date of Juli 2011 18. Prac ce Guidelines for preopera ve fas ng and the Use of Pharmacologic Agents to Reduce the Risk of Pulmonary Aspira on: Applica on to Healthy Pa ents Undergoing Elec ve Procedures.: A Report by the American Society of Anesthesiologist Task Force on Preopera ve Fas ng. Anesthesiology 1999;90:896-905

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 87

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anak I Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheterization

19. Mace E. Cravero JV. Clinical Policy: Evidence Based Approach to Pharmacologic Agents Used in Pediatric Seda on and Analgesia in the Emergency Department. Ann Emerg Medicine 2004;44:342-377 20. Use of Chloral Hydrate for Seda on in Children. American Academy of Pediatric. Pediatric 1993;92:471473 21. Anthony S. Frederick O. Seda on for Pediatric procedures using ketamine and midazolam in primarily adult Intensive Care Unit:A Retrospec ve Evalua on. Cri cal Care Medicine 1998;26:1900-1904 22. Meretoja OA. Rai anen P. Alfentanil and fentanil seda on in infants and small children during cardiac catheteriza on. Canadian Journal Anesthesia. 1990;37:624-628 23. Deonmez A. Kizilkan A. Breksum H, et al. One Centers Experience with Remifentanil infusion for pediatric cardiac catheteriza on. Journal Cardiothoracic and Vascular Anesthesia2001;15-736-739 24. Hickey PR. Hansen DD. Cramolini GM. Pulmonary and Systemic Hemodynamic Responses to Ketamine in Infants with Normal and Elevated Pulmonary Vascular Resistance. Anesthesiology 1985;62:287-293 25. Hickey PR. Hansen DD. Wessel DL. Pulmonary and Systemic Hemodynamic Responses to Fentanyl in Infants. Anesthesia Analgesia 1985;64:483-486 26. Frankville DD. Spear RM. Dyck JB. The Dose of Propofol Required to Prevent Children from Moving During Magne c Resonance Imaging. Anesthesiology 1993;79:953-958 27. Compara on of Propofol vs Ketamine for Anesthesia in pediatric pa ent cardiac catheteriza on. Anesthesia-Analgesia 1992;74:490-494 28. Russel IA. Hance WCM. Gregory G. The Safety and Ecacy of Sevourane in Infants and Children with Congenital Heart Disease. Anesthesia Analgesia 2001;92:1152-1158 29. Chhibber AK. Fickling K. Kolano W, et al. Comparaon of End Tidal and Arterial Carbon Dioxide in Infants Using Laringeal Mask and Endotracheal Tube. Anesthesia-Analgesia 1997;84:51-53 30. Hickey PR. Wessel DL. Streitz SL, et al. Transcatheter Closure of Atrial Septal Defects Hemodynamic Complica on and Anesthe c Management. AnesthesiaAnalgesia 1992;74:44-50 31. Malviya S, Burrows FA, Johnston AE, et al. Anaesthetic experience with paediatric interven onal cardiology. Can J Anaesth 1989;36:320324. 32. Rothman A, Perry SB, Keane JF, et al. Early results and follow-up of balloon angioplasty for branch pulmonary artery stenoses. J Am Coll Cardiol 1990;15:11091117. 33. Arnold LW, Keane JF, Kan JS, et al. Transient unilateral pulmonary edema a er successful balloon dila on of peripheral pulmonary artery stenosis. Am J Cardiol 1988;62:327330. 34. Prac ce Guidelines for Postanesthe c care. A

Report by the American Society of Anesthesiologist Task Force on Postanesthe c Care. Anesthesiology 2002;96:742-752

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 88

You might also like