You are on page 1of 115

ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE), PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI METRO CEMPAGA, KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

NURUL DWI PRIHUTAMI A24070058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN
NURUL DWI PRIHUTAMI. Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. (Dibimbing oleh ABDUL QADIR dan HARIYADI). Jenis data yang digunakan dalam magang ini berupa data primer dan data sekunder yang terdiri dari data untuk laporan umum dan laporan khusus. Data dari laporan khusus untuk analisis faktor penentu produksi yang telah dikumpulkan kemudian sebagian dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas

menggunakan persamaan regresi linear berganda dan sebagian lagi dianalisis menggunakan Uji-t. Alat bantu yang digunakan untuk mengolah data tersebut adalah Minitab 14 dan SAS 9.1.3. Faktor-faktor penentu produksi TBS yang diduga dapat meningkatkan produksi TBS di SBHE adalah faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland), umur tanaman (umur <7 tahun, 711 tahun, >11 tahun), dan faktor populasi tanaman per hektar (SPH) (SPH <135, 135-143, dan >143), serta analisis terhadap komponen produksi yang terdiri dari jumlah bunga betina per pohon, jumlah janjang per pohon, Berat Janjang RataRata (BJR), dan jumlah pohon produktif per hektar. Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang digunakan menunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat. Jumlah pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE (nilai signifikan sebesar 0.174) dan faktor jumlah pupuk hanya menyumbang 16.2 % terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh jumlah pupuk yang digunakan kurang sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan produksi TBS yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pengaruh aplikasi pupuk kurang sesuai dengan rekomendasi

menyebabkan kondisi fisik tanaman kelapa sawit di SBHE mengalami defisiensi hara tertinggi pada unsur Kalium (K). Curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE (nilai signifikan 0.566) dan faktor curah hujan menyumbang 12.3 % terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman populasi yang tinggi akibat adanya heterogenitas tahun tanam yang tinggi untuk setiap bloknya sehingga pengaruh pengukuran curah hujan yang dibutuhkan tanaman menjadi bias. Tenaga kerja yang digunakan dalam analisis adalah tenaga kerja pemanen. Tenaga kerja memiliki pengaruh yang sangat nyata dalam peningkatan produksi TBS di SBHE (nilai signifikan 0.000) dan faktor tenaga kerja menyumbang 98 % terhadap produksi TBS. Peningkatan produksi TBS dipengaruhi oleh jumlah tenaga pemanen, pengawasan yang ketat oleh pihak supervisi, adanya sistem denda, sanksi, dan premi. Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula. Hasil analisis pada populasi tanaman per hektar (SPH) yang memberikan pengaruh terbaik adalah kelompok SPH <135. Kelompok SPH ini memberikan produksi TBS yang maksimum. Hasil analisis pada faktor kondisi lahan yang memberikan pengaruh terbaik dalam produksi TBS kelapa sawit adalah kelompok daratan dibandingkan kelompok rendahan/lowland. SBHE memiliki luasan daratan sebesar 78.85% dan luasan rendahan/lowland sebesar 21.15%. Kehilangan hasil produksi TBS akibat areal rendahan sebesar 17.95 % dari total produksi TBS. Hal ini berpengaruh terhadap produksi TBS yang dihasilkan.

Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawi (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro, Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah The Analysis of Determinant Fresh Fruit Bunch (FFB) Production Factors Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq.) in Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro, Region VI Metro Cempaga, East Kotawaringin, Central Borneo Nurul Dwi Prihutami1, Abdul Qadir2 dan Hariyadi2 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
1

Abstract The internship started from February 14th to June 14th 2011. The aim of this internship is to find out and analyze about the effects determinant fresh fruit bunch (FFB production factors) of palm oil (Elaeis Guineensis Jacq.) in SBHE, PT Bumitama Gunajaya Agro, Central Borneo. Data used for this internship is time series data from 2008-2010. Independent variables are fertilizer, rainfall, employees, ages of plant, SPH, and topography. Dependent variable is FFB production. The data were gained primary data (direct method) and secondary data (indirect method). It used two different method, Cobb-Douglas method with double linear regression analysis equation and t-test method. The double linear regression analysis result shows that the variables of employees has positive and very significant effect, variable of fertilizer has negative and is not significant effect, and variable of rainfall has positive effect is not significant towards the palm production. The t-test results shows that ages of plants, SPH and topography has significant towards the palm production. The coefficient determining (R2) test result shows that the variables of the FFB production as dependent variable can be describe by the independent variables (fertilizer, rainfall and employees) for 98.2 %. Keywords: Palm Oil, FFB Production, Determinant Production Factors

ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE), PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI METRO CEMPAGA, KOTA WARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NURUL DWI PRIHUTAMI A24070058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul : ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE), PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI METRO CEMPAGA, KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Nama : NURUL DWI PRIHUTAMI NIM : A24070058

Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Abdul Qadir, MSi NIP 19620927 198503 1 001

Dr. Ir. Hariyadi, MSi NIP 19611008 198601 1 001

Mengetahui. Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc Agr NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1989 di Kuala Simpang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ismanto dan Ibu Dahlia. Pendidikan pertama dijalani penulis di SD DHARMA PATRA YKPP RANTAU pata tahun 1995 sampai 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMP SWASTA DHARMA PATRA RANTAU pada tahun 2001 sampai 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA SWASTA PATRA NUSA RANTAU tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007 Penulis diterima di Fakultas IPB pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) yang diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengikuti kegiatan kampus. Tahun 2007-2008 penulis mengikuti organisasi LDKM ALHurriyah yang berstatus sebagai anggota pada Divisi Hubungan Luar, mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Kedatangan Mahasiswa Baru (MPKMB) sebagai PJK pada tahun 2008. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara pada organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa di Divisi Sosial Kemasyarakatan (2008-2009). Tahun 2009 penulis mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) sebagai PAK. Penulis juga aktif dalam kepanitian Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yang bernama IMTR (Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong) pada Divisi Kewirausahaan sebagai anggota tahun 2007-2010. Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. Penulisan ini terlaksana atas dukungan serta bimbingan dari Ir. Abdul Qadir, MSi dan Dr. Ir. Hariyadi, MSi.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Alah SWT atas limpahan berkah, rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga magang dan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dapat terlaksana. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir magang penulis untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Abdul Qadir, MSi dan Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan, petunjuk serta nasihat selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Ir. Supijatno, MSi selaku dosen penguji. 3. Bapak Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MSi selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 4. Kak Arif yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengolah data. 5. Bapak Adityo Herlambang, SP selaku Asisten Divisi I dan sebagai pembimbing lapang selama kegiatan magang berlangsung. 6. Bapak Rudi Ismanto, SP selaku Estate Manager, Bapak Amsah Mulyadi, SP dan Bapak Darlin Bin Darwis, STP selaku Asisten Kepala, Bapak Adi Nugroho, SE selaku Kasie yang terus membantu dan membimbing penulis selama menjalani magang di SBHE. 7. Orang tua serta kakak dan adik atas doa, kasih sayang, perhatian, dukungan, nasehat dan kepercayaan kepada penulis. 8. Seluruh keluarga besar SBHE dan PT BGA, Kalimantan Tengah.

9. Sahabat tercinta Kalimatul Jumro dan Desi Agustiani yang selalu memberikan saran dan dukungan kepada penulis selama masa studi. 10. Teman-teman Agronomi dan Hortikulktura44 yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 11. Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, seperti halnya pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, demikian pula skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna. Semoga Allah SWT Meridhoi amal saleh dan memberikan imbalan yang setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... PENDAHULUAN .............................................................................................. Latar Belakang ............................................................................................. Tujuan .......................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... Botani Kelapa Sawit .................................................................................... Kondisi Iklim ............................................................................................... Curah Hujan ................................................................................................. Umur Tanaman ............................................................................................ SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman per Hektar ..................... Pemupukan ................................................................................................... Faktor Penentu Produksi .............................................................................. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................................... METODE MAGANG ......................................................................................... Tempat dan Waktu ....................................................................................... Metode Pelaksanaan ..................................................................................... Pengumpulan Data ....................................................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ KEADAAN UMUM ........................................................................................... Sejarah Perusahaan ...................................................................................... Profil Perusahaan ......................................................................................... Lokasi dan Letak Geografis ......................................................................... Keadaan Kondisi Lahan, Tanah dan Iklim................................................... Luas Areal dan Tata Guna Lahan ................................................................ Keadaan Tanaman dan Produksi .................................................................. Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan ................................ PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ...................................................... Aspek Teknis ............................................................................................... Aspek Manajerial ......................................................................................... PEMBAHASAN ................................................................................................. vi viii ix 1 1 3 4 4 5 6 7 8 8 9 9 12 12 12 13 15 18 18 18 19 19 20 21 22 25 25 57 61

Halaman KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... Kesimpulan .................................................................................................. Saran ............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................ 84 84 84 85 87

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman

1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010) ..................................... 1 2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit ....................... 6 3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS ............................. 6 4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata 8 (BJR) ........................................................................................................... 5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010 ...................................... 22 6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011 ........................................ 23 7. Ketentuan upah 2011................................................................................... 24 8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada 38

Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE ...................................................... 9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada 38 Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE ......................................................... 10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011 ....................... 39 11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS ................................................................... 46 12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE .................................................... 46 13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010 ............................................... 53 14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa 61 Sawit........................................................................................................... 63 15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS .......................... 16. Pendugaan Faktor Penentu Produksi terhadap Produksi TBS ................... 66 17. Persentase Realisasi Pemupukan (2007-2008) di SBHE ........................... 69 18. Persentase Defisiensi Unsur Hara di SBHE (2010) ................................... 70 19. Realisasi Pemanenan di SBHE Berdasarkan Luasan Hasil/HK ................. 75 20. Realisasi Pemanenan di Kebun SBHE Berdasarkan Janjang 76 Panen/HK ................................................................................................... 21. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi TBS di SBHE ..................... 78 22. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produktivitas TBS Kelapa 78 Sawit di SBHE ...........................................................................................

Nomor

Halaman

23. Pengaruh Faktor SPH terhadap Produksi TBS di SBHE .......................... 79 24. Pengaruh Faktor Kondisi Lahan terhadap Produksi TBS di 81 SBHE ........................................................................................................

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman

1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan ..................................................... 27 2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan .......................... 30 3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE ................................................................. 31 4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata ...................................................... 33 5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010 ..................................... 52 6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010 .................................... 55 7. Pengaruh Kondisi Lahan terhadap Produktivitas TBS di SBHE 82 2008-2010 ...................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman

1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Sungai Bahaur Estate 88 (SBHE), PT Bumutam Gunajaya Agro (2006-2010) .................................. 89 2. Peta SBHE................................................................................................... 3. Struktur Organisasi Kebun SBHE ............................................................... 90 4. Peta SBHE Divisi I ..................................................................................... 91 5. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan harian Lepas (KHL) ................. 92 6. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor ................................. 93 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten .................................. 94 8. Cara Perhitungan Premi pada Masing-Masing Model Tim 97 Pemanen ..................................................................................................... 99 9. Komposisi Pohon Kebun SBHE ................................................................. 10. Potensi Produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE .................................... 100

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (KPO-Kernel Palm Oil) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk terus memacu peningkatan akan harga CPO di dunia. Harga CPO di dunia mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir (2006-2010) pada Tabel 1. Tabel 1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010) Harga CPO (US$ per ton) 2006 478 2007 740 2008 733 2009 540 2010 875 Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2010) Tahun Prospek tanaman kelapa sawit cukup cerah, menjanjikan dan memiliki keunggulan dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Hal ini dapat diketahui dari adanya peningkatan jumlah konsumen yang disebabkan kegunaanya yang bermacam-macam, mulai dari penggunaan untuk bahan industri pangan sampai industri kimia. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kedelai, minyak sawit, minyak lobak (rapeseed oil), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kacang tanah. Kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya jika ditinjau dari segi produksi. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2010) pangsa produksi sawit telah mencapai 34 % di seluruh dunia, sementara minyak kedelai 30,1 % dan selebihnya untuk produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak lobak, minyak kapas, dan minyak kelapa.

2 Luas lahan untuk tanaman kelapa sawit di dunia hanya 4,5 %, sedangkan kedelai mencapai 40,5 %, lobak 11,3 %, dan bunga matahari 10,1 %. Perbandingan ini menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki luasan lahan yang efisien dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Efisiensi lahan ini disebabkan karena kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang berbuah sepanjang tahun. Menurut Palm Oil 4 Nation (2010) biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi CPO tergolong lebih murah daripada tanaman pesaing lainnya. Biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton CPO di lahan seluas satu hektar sebesar 250 US Dolar. Biaya investasi untuk memproduksi minyak kedelai senilai 380 US Dolar per ton per hektar, dan minyak lobak membutuhkan 370 US Dolar. Hal ini menjadi dasar pertimbangan mengapa harga CPO memiliki harga yang lebih terjangkau bagi konsumen dunia dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya. Produksi TBS merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman. Keberhasilan produksi TBS sangat tergantung oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, faktor tanaman dan faktor budidaya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor bahan tanam, curah hujan, pemupukan, populasi tanaman, kondisi lahan, umur tanaman, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, sarana dan prasarana panen, serta faktor pendukung lainnya. Ketersediaan sarana atau faktor-faktor produksi belum berarti

produktivitas yang diperoleh suatu perusahaan perkebunan akan tinggi pula. Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Komoditi kelapa sawit sebagai salah satu penghasil devisa negara terbesar memiliki peranan yang penting sehingga akan dilakukan magang mengenai analisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat faktor-faktor penentu produksi yang mempengaruhinya sehingga diharapkan dapat dibentuk sebuah sistem perkebunan kelapa sawit dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

3 Tujuan Kegiatan magang yang dilaksanakan secara umum bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan kerja dan pengalaman lapang mahasiswa dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, baik secara teknis maupun manajerial. Kegiatan magang secara khusus bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat faktorfaktor yang mempengaruhinya dengan harapan dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan produksi dan melatih mengembangkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari tiga kata yaitu Elaeis berasal dari Elation berarti minyak dalam bahasa Yunani, Guineensis berasal dari bahasa Guinea (pantai barat Afrika) dan Jacq. berasal dari nama Botanis Amerika Jacquin. Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah: Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Tracheophyta : Pteropsida : Angiospermae : Monocotyledoneae : Cocoideae : Palmae : Cocoideae : Elaeis : Elaeis guineensis Jacq.

Akar tanaman kelapa sawit adalah serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radikula yang panjangnya dapat mencapai 15 cm. Akar primer mampu bertahan sampai 6 bulan yang bertugas mengambil air dan makanan terkait dengan cadangan makanan pada endosperm biji telah habis yang ditandai dengan lepasnya biji. Akar primer ini akan tumbuh akar sekunder dengan diameter 2-4 mm yang tumbuh horizontal. Akar sekunder ini akan tumbuh pula akar tertier dan kuartener yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tertier dan kuartener inilah yang paling aktif mengambil air dan hara lain dalam tanah (Lubis, 1992). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pangkal pelepah daun (frond base). Batang berbentuk silindris berdiameter 0.5 m. Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang (Lubis, 1992). Menurut Setyamidjaja (2006) setiap tanaman memiliki 8 spiral yang letaknya agak tegak dan mengarah ke kanan atau ke kiri. Sifat ini merupakan sifat genetis.

5 Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Daun membentuk satu pelepah dengan panjang mencapai lebih dari 7.5-9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar 200-400 helai. Pelepah yang dihasilkan pada tanaman dewasa sekitar 40-50 pelepah. Setiap tahun tanaman kelapa sawit bisa menghasilkan 20-24 lembar daun (Fauzi et al., 2008). Bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas bunga jantan, bunga betina atau hermafrodit. Tiap tandan bunga jantan memiliki 100-250 cabang (spikelet) yang panjangnya antara 10-20 cm dan berdiameter 1-1,5 cm. Tiap cabang berisi 500-1 500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tandan bunga betina memiliki 100-200 cabang dan setiap cabang terdapat 15-20 bunga betina. Satu tandan buah tanaman dewasa dapat diperoleh 600-2 000 butir buah, tergantung besarnya tandan. Letak bunga betina dan bunga jantan pada satu pohon terpisah dan matangnya tidak bersamaan, sehingga tanaman kelapa sawit biasanya menyerbuk silang. Penyerbukan dilakukan oleh bantuan angin atau serangga (Setyamidjaja, 2006). Buah kelapa sawit disebut juga fructus. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai dengan buah matang siap dipanen kurang lebih 5-6 bulan. Buah kelapa sawit terdiri atas empat bagian yaitu: eksokarp, mesokarp, endokarp dan kernel. Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan 20-22 tandan/tahun. Kondisi Iklim Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12o pada ketinggian 0-500 m dpl. Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit memerlukan suhu optimum yaitu sekitar 24-28oC untuk tumbuh dengan baik, tetapi tanaman kelapa sawit masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18oC dan tertinggi 32oC. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80 %. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.

6 Faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi. Tabel 2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit Kelas 1 (Baik) Curah hujan (mm) 2 000-2500 Defisit air (mm/thn) 0-150 Hari tanpa hujan < 10 0 Temperatur ( C) 22-23 Penyinaran (jam) 6 Kelembapan (%) 80 Sumber: Sunarko (2007) Parameter Iklim Kelas 2 (Sedang) 1 800-2 000 150-250 < 10 22-23 6 80 Kelas 3 (Kurang Baik) 1 800-1 500 250-500 < 10 22-23 <6 < 80 Kelas 4 (Tidak Baik) < 1500 > 400 < 10 22-23 <6 < 80

Curah Hujan Menurut Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 1 250 2 500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit 2 500 3 000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Akar tanaman sulit menyerap unsur bila tanah dalam keadaan kering. Tabel 3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS Curah Hujan Setahun (mm) 2 500 mm atau lebih 2 500-2 000 mm 1 500 mm atau kurang Sumber : Sunarko (2007) Potensi Produksi (%) 100 80 60-70

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) terhadap produksi kelapa sawit. Water deficit merupakan kondisi suplai air yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk tanaman. Pengaruh water deficit terhadap produksi sebagai berikut:

7 a. Pengaruh terhadap produksi semester II 1. Water deficit mencapai batas stadia I (water deficit 200 300 mm), hal ini belum berpengaruh terhadap produksi. 2. Water deficit mencapai batas stadia II (water deficit 300 400 mm), maka kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 10 20 persen. 3. Water deficit mencapai batas stadia III (water deficit 400 500 mm), maka kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 20 40 persen. 4. Water deficit mencapai stadia IV (water deficit 500 mm), maka kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 40 60 persen. Akibat kekerinagn, buah menjadi lebih cepat matang tetapi akan berakibat turunnya rendemen minyak dan jumlah buah parthenocarpi meningkat. b. Pengaruh terhadap produksi tahun II dan III 1. Water deficit mencapai batas stadia I, maka pengaruhnya terhadap produksi tahun II tidak ada. 2. Jika seluruhnya terkena stadia II, maka kemungkinan kehilangan produksi tahunn II mencapai 0 10 persen. Jika seluruhnya terkena stadia III, maka kemungkinan kehilangan produksi semester I tahun II mencapai 10 20 persen karena mengganggu sex differentiation. Umur Tanaman Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit dipengarui oleh komposisi umur tanaman. Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas maksimal tanaman kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7 11 tahun. Menurut Pahan (2008) produksi optimal dapat dicapai saat rata-rata umur tanaman 15 tahun. Acuan penentuan batasan umur 15 tahun didasarkan pada umur 15 tahun akan tercapai produksi puncak. Menurut Sunarko (2007) jumlah bunga betina pada tanaman muda lebih banyak sehingga buah yang dihasilkan lebih banyak, tetapi bobot yang dihasilkan hanya mencapai kurang 10-15 kg. Kondisi seperti ini menyebabkan produktivitas tanaman rendah. Tanaman tua memiliki bobot tandan lebih berat dibandingkan tanaman muda. Berat janjang Rata-Rata (BJR) akan sama untuk setiap tahunnya saat tanaman berumur lebih dari 10 tahun.

8 Tabel 4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata (BJR) Umur Tanaman (Tahun) 3 4 5 6-7 8-9 10 Sumber : Sunarko (2007) Berat Janjang Rata-Rata (kg) 3-4 4-5 6-7 8-9 10-11 > 12

SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman Per Hektar Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit. Risza (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penurunan produksi dengan kerapatan tanam. Kelapa sawit yang hidup di tempat yang terlindung dan kurang mendapatkan cahaya matahari pertumbuhannya akan meninggi, tidak normal, habitusnya kurus, lemah, jumlah daun sedikit, dan produksi bunga betina berkurang. Menurut Lubis (1992) bahan tanaman tipe Dolok Sinumbah, Bah Jambi, SP-540, dan Yangambi dianjurkan menggunakan kerapatan tanaman antara 128 130 pohon per hektar, sedangkan tipe Lame adalah 143 pohon per hektar. Daerah yang memiliki iklim relatif kering dianjurkan untuk menggunakan kerapatan tanaman 143 pohon per hektar. Pemupukan Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi. Pemupukan tergolong kedalam salah satu tindakan perawatan tanaman. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendapatkan target produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan, 1994). Adiwiganda (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 50 % biaya pemeliharaan berasal dari biaya pemupukan mulai dari biaya pengadaan, transportasi, dan pengawasan. Sugiyono et al. (2005) menambahkan bahwa biaya

9 yang diperlukan untuk pemupukan sekitar 30 % terhadap biaya produksi atau sekitar 60 % terhadap biaya pemeliharaan. Menurut Sastrosayono (2006) kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit untuk setiap fase pertumbuhan berbeda-beda. Jumlah unsur hara yang ditambahkan melalui pupuk harus memperhitungkan kehilangan hara akibat pencucian, penguapan, penambahan hara dari tanaman penutup tanah (cover crop), hara yang terikat dari udara, serta potensi fisik dan kimia tanah. Faktor Penentu Produksi Keberhasilan dalam produksi tergantung pada berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi kelapa sawit meliputi: pengaruh jenis tanah, iklim, defisit air, dan jenis bahan tanam. Kerapatan pohon juga menentukan produksi. Umur tanaman 79 tahun telah mencapai panjang pelepah daun yang maksimum. Produksi tertinggi terdapat pada tanaman berumur 7-11 tahun. Keadaan topografi dan kondisi jalan sangat mempengaruhi dalam kegiatan produksi. Jalan yang masih terkendala terkadang menyebabkan panen menjadi tertunda, buah tidak terangkut pada hari panen sehingga banyak buah yang membusuk di lapang. Hal tersebut merupakan contoh faktor yang langsung berhubungan dengan kegiatan produksi. Banyak faktor lain yang perlu dikaji seperti keterampilan pemanen, premi panen, dan lain-lain (Lubis, 1992). Fungsi Produksi Cobb-Douglas Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu faktor produksi lahan (tanah), modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen. Hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1991). Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Salah satu faktor tidak tersedia menyebabkan proses produksi tidak akan berjalan lancar. Beberapa bentuk fungsi produksi yang umum digunakan misalnya bentuk linier,

10 kuadratik, Cobb-Douglas dan CES (Constan Elasticity of Substitution). Fungsi produksi yang umum digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini disebabkan karena adanya kelebihan yang dipakai oleh fungsi produksi ini. Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan pendugaan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran perubahan output akibat penggunaan input produksi (elastisitas produksi). Besaran elastisitas produksi tersebut sekaligus menunjukkan besarnya respon output terhadap perubahan proporsional input yang disebut dengan skala usaha (retuns to scale). Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, dijelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku pada penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan dengan persamaan: Y = a X1 b1 X2 b2 ... Xi bi..... Xnbn eu = aXibi eu Keterangan: Y X a, b u e = variabel yang dijelaskan (dependen) = variabel yang menjelaskan (independen) = besaran yang akan diduga = kesalahan (disturbance term) = logaritma natural, e = 2,718 Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa nilai b1, b2 , bi ....bn adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini karena b1 , b2 ....bn pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y dan jumlah dari elastisitasnya merupakan ukuran returns to scale. Fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan sebagai hubungan Y dan X sehingga persamaannya menjadi: Y = f (X1, X2, X3 , .... Xi..., Xn) (1.2) (1.1)

Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (1.1) dapat diduga besarnya produksi yang dihasilkan dengan terlebih dahulu diubah menjadi bentuk

11 linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut yang ditulis dengan persamaan: Y = f (X1, X2) dan Y = a X1 b1 X2 b2 eu Logaritma dari persamaan diatas, adalah: Log Y = log a + b1 log X1 + log a + b2 log X2 + v Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2. Fungsi produksi memerlukan asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies). Hal ini berarti bila fungsi produksi yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Metode Pelaksanaan Metode magang yang digunakan adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang telah ditetapkan oleh kebun, baik aspek teknis di lapangan maupun aspek manajerial pada berbagai tingkatan pekerjaan mulai dari karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor sampai dengan pendamping asisten divisi. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi KHL selama satu bulan pertama meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM (Tanaman Menghasilkan), yaitu: pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan, DAK), pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan chemist dan oles anak kayu), rawat jalan, pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning), penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis sp., dongkel kentosan, pemupukan, dan pemanenan. Kegiatan sebagai pendamping mandor berlangsung selama satu bulan dengan tugas melaksanakan instruksi dari asisten divisi. Kemandoran yang diikuti meliputi kemandoran panen, kemandoran perawatan, kemandoran chemist, dan kemandoran pemupukan. Kegiatan sebagai pendamping kerani panen dan kerani divisi juga dilaksanakan saat menjadi pendamping mandor. Kegiatan sebagai pendamping asisten divisi dilaksanakan selama satu bulan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain: melakukan pemeriksaan ke lapang, menyusun rencana dan anggaran biaya divisi yang disebut dengan Rencana Kegiatan Bulanan (RKB), membantu membenahi administrasi kantor kebun dan melakukan kunjungan ke pabrik kelapa sawit. Kegiatan yang dilakukan selama satu bulan terakhir adalah mengikuti kegiatan manajerial di kantor induk kebun dan lebih banyak berdiskusi dengan

13 staf kebun terkait dengan kroscek kegiatan yang telah dilaksanakan selama menjadi KHL, pendamping mandor dan pendamping asisten divisi. Pengumpulan Data Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung melalui observasi kegiatan di kebun. Pengumpulan data primer terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer untuk laporan umum dan laporan khusus. Data primer untuk laporan umum adalah data prestasi kerja selama menjadi KHL, pendamping mandor dan pendamping asisten. Data primer untuk analisis produksi difokuskan pada pengamatan terhadap komponen produksi, yaitu jumlah bunga betina per pohon, jumlah TBS per pohon, bobot buah per TBS yang dilihat dari nilai Berat Janjang Rata-Rata (BJR) setiap blok berdasarkan tahun tanam dan jumlah pohon produktif. Teknik pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan pada blok contoh yang mewakili untuk beberapa tahun tanam kelapa sawit (tahun tanam 1998, 2002, 2003, 2005, 2007, dan 2008). Pengumpulan data untuk komponen-komponen produksi yang akan diamati diambil contoh pada luasan satu ha dari tiap-tiap blok contoh. Luasan satu hektar terdiri atas dua pasar pikul. Pengamatan pada pasar pikul pertama dilakukan pada baris tanaman ketiga yang terhitung dari pinggir blok dan pengamatan untuk pasar pikul kedua dilakukan selang 10 baris dari baris tanaman pada pengamatan awal. Pengamatan terhadap komponen produksi dilakukan dengan menghitung semua jumlah bunga betina/pohon, jumlah janjang/pohon dan jumlah pohon produktif yang ada dalam setiap pasar pikul pikul yang diamati. Nilai BJR diperoleh dari data kebun untuk blok contoh yang diamati. Pengamatan terhadap komponen produksi ini digunakan untuk mengetahui korelasi tiap-tiap komponen produksi, estimasi produksi semesteran dan potensi produksi per blok berdasarkan tahun tanam. Menurut Lubis (1992) rumus yang digunakan untuk menghitung produksi TBS 6 bulan mendatang dalam satu hektar adalah: P= axbxd e

14 Keterangan: P a b d e = Produksi (kg) = Jumlah tandan bunga betina dan janjang yang diamati (janjang) = Berat janjang Rata-Rata (BJR) (kg/janjang) = Jumlah pohon yang diamati (pohon) = Jumlah seluruh pohon dalam blok (pohon) Data sekunder diperoleh untuk melengkapi informasi di lapangan (data primer) selama kegiatan magang. Data sekunder yang dikumpulkan terbagi menjadi dua, yaitu data sekunder untuk laporan umum dan data sekunder untuk keperluan analisis produksi. Data sekunder untuk laporan umum diperoleh dari laporan manajemen mengenai keadaan umum perusahaan, letak geografis, keadaan tanah dan iklim, kondisi tanah dan produksi, luas areal dan tata guna lahan, organisasi dan manajemen, penerapan teknik budidaya dan peta kebun. Data sekunder yang diperlukan untuk keperluan analisis produksi berupa data produksi TBS setiap tahun (2008-2010), data curah hujan, umur tanaman, populasi tanaman per hektar, pemupukan, data penyebaran kondisi lahan, data kebutuhan tenaga kerja dan data-data pendukung lainnya. Data sekunder yang digunakan untuk keperluan analisis adalah data tiga tahun terakhir (2008-2010). Data untuk keperluan analisis ini disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada pada administrasi kebun dan melihat kondisi kebun yang baru dilakukan pemutihan umur tanaman pada tahun 2008. Pemutihan umur tanaman merupakan penggenapan perkiraan tahun tanam suatu blok yang heterogen ke dalam tahun penanaman terdekat atau dapat diketahui dengan menghitung komposisi umur tanaman berdasarkan Rata-Rata Umur Tanaman (RUT). Data pupuk merupakan data realisasi jumlah pupuk yang telah digunakan setiap bulannya. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan per bulan. Data curah hujan dan data realisasi pemupukan yang digunakan adalah data dua tahun sebelum produksi TBS karena pengaruh curah hujan dan realisasi pemupukan terhadap produksi dapat dilihat setelah dua tahun kemudian. Data kondisi lahan yang digunakan untuk areal daratan adalah pengurangan dari luasan total setiap blok dengan luasan areal rendahan/lowland pada blok tersebut. Persentase areal rendahan/lowland dan daratan tersebut dihubungkan dengan

15 produksi TBS pada blok tersebut. Data kelompok umur tanaman diperoleh dari hasil pengurangan tahun yang digunakan untuk analisis (2008-2010) dengan tahun tanaman kelapa sawit sehingga diperoleh data umur tanaman kelapa sawit yang dikaitkan dengan produksi TBS yang dicapai. Data SPH merupakan data SPH yang diambil pada setiap divisi dan dikelompokkan berdasarkan kategori SPH yang telah ditentukan yang dihubungkan terhadap pencapaian produksi TBS. Metode Pengolahan dan Analisa Data Data primer dan data sekunder yang dihasilkan selanjutnya dianalisis secara kuantitatif lalu diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan terhadap norma baku yang berlaku pada perkebunan kelapa sawit dan standar yang telah ditetapkan perusahaan. Data yang telah diperoleh sebagian dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan persamaan regresi linear berganda dan sebagian lagi dianalisis menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh kelengkapan data yang tersedia di kebun yang akan digunakan untuk keperluan analisis. 1. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Persamaan Regresi Linear Berganda Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda (double linear regression analysis) dengan alat bantu Minitab 14 Analisis regresi linear berganda adalah suatu teknik statistical yang digunakan untuk menganalisis variabel mana yang memberikan pengaruh yang terbaik di antara beberapa variabel independen (faktor-faktor penentu produksi) terhadap peubah dependen (produksi TBS). Model persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut : Y = aX1b1 X2b2 aX3b3 Fungsi produksi Cobb-Douglas diubah kedalam persamaan linier berganda setelah terlebih dahulu diubah dalam bentuk Ln (Logaritma natural). Persamaannya adalah sebagai berikut : Ln Y = Ln a + b1 Ln X1+ b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + U

16 Keterangan : Y = Produksi Tandan Buah Segar (TBS) yaitu TBS yang dihasilkan dari kebun dan siap untuk diolah (kg) X1 X2 X3 a bij i j u e = Faktor jumlah pupuk (kg) = Faktor curah hujan (mm/bulan) = Faktor tenaga kerja (orang) = intersep, merupakan besaran parameter = koefisien produksi yang juga merupakan elastisitas produksi = 1, 2, 3 = sub faktor produksi = kesalahan = Logaritma natural ( e = 2.718 ) Hasil perhitungan dari fungsi produksi Cobb-Douglas diuji pengaruh masing-masing faktor secara individu menggunakan Uji-t (Walpole, 1990). Hipotesa yang diajukan dalam analisa ini adalah sebagai berikut: H0 : bi = 0 H1 : bi 0 T hit = sbi , bi sbi = koefisien regresi variabel ke-i = standar error variabel ke- i tolak H0 terima H0
bi

Bila : t hit > t tab t hit < t tab

H0 ditolak membuktikan bahwa faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. H0 membuktikan bahwa faktor produksi tidak berpangaruh nyata terhadap hasil produksi. Nilai koefisien determinasinya (R2) digunakan untuk melihat besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2 semakin mendekati nol memperlihatkan semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 semakin mendekati satu memperlihatkan semakin besar pula pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.

17 2. Analisis Menggunakan Uji-t Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan untuk keperluan analisis adalah menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh data yang diperoleh berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel faktor penentu produksi yang digunakan untuk analisis. Variabel faktor produksi yang digunakan adalah variabel kelompok umur tanaman (umur tanam <7 tahun, 7-11 tahun dan > 11 tahun), kelompok SPH (SPH <135, SPH 135-143, dan SPH > 143) dan kelompok kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland). Nilai yang diperoleh dari analisis selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari variabel faktor penentu produksi tersebut yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS.

KEADAAN UMUM
Sejarah Perusahaan Bumitama Gunajaya Agro (BGA) berawal dari pengusahaan perkebunan kelapa sawit berskala kecil di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang dimulai pada tahun 1998 dengan dibangunnya PT Karya Makmur Bahagia (KMB) seluas 255 ha. BGA telah mengelola lahan perkebunan kelapa sawit seluas 3 000 hektar hingga akhir 2000. BGA mengakuisisi tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah pada tahun 2001. Percepatan tanam yang spektakuler dimulai sejak tahun 2004 dengan pencapaian luasan tanam 7 718 ha, tahun 2005 dengan pencapaian luasan tanam 12 040 ha dan tahun 2006 dengan pencapaian luasan tanam 12 731 ha. Total luasan kebun kelapa sawit hingga akhir tahun 2006 mencapai 45 549 ha. BGA mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai areal tanam lebih dari 90.000 hektar pada akhir tahun 2009. Areal perkebunan BGA juga tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. BGA menargetkan total luas areal yang digarap mencapai sedikitnya 200.000 ha dalam rangka mewujudkan langkah pertumbuhan yang pesat untuk jangka waktu hingga 2015. Profil Perusahaan Bumitama Gunajaya Agro Group (BGA Group) adalah kelompok perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari (sustainable palm oil). BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) demi terwujudnya kelapa sawit lestari. BGA menaungi beberapa perusahaan diantaranya PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah bergerak di bidang pengusahaan kayu yang kemudian beralih ke bidang perkebunan dengan HPH (Hak Pengusahaan Kayu). PT Surya Barokah mulai mengusahakan

19 perkebunan untuk mendapatkan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu). Pengusahaan ini dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi (PT WNA) dengan luas areal tanam 9 589. PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Bangun Koling Estate (BKLE) dan Sungai Cempaga Estate (SCME). Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin Timur dengan luas areal 3 987 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761 karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT, 244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan sebesar 0.12 HK/ha kegiatan panen sebesar 0.06 HK/ha. Lokasi dan Letak Geografis Secara geografis SBHE berada antara 113.01o-113.07o BT dan 1.80o-1.86o LS yang terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara adalah Sungai Cempaga Estate (SCME) dan sebelah timur berbatasan dengan PT Bisma Darma Kencana. Keadaan Kondisi lahan, Tanah dan Iklim SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun 2006-2010. Curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di SBHE adalah 3 207 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133.8 hari/tahun. Rata-rata bulan kering 1.00 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 10.40 bulan/tahun. Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A (sangat basah). Keadaan curah hujan di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1.

20 Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan tingkat kemiringan 0-8 % dan sedikit daerah bergelombang dengan tingkat kemiringan 9 15 %. Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28%, kaolin sebesar 19.86%, ultisol sebesar 17.73% dan tanah entisol sebesar 0.71%. Menurut Resman, et al. (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam

mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T (2005) kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineralmineral. Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan. Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan. Menurut Utami dan Handayani (2003) tanah entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara yang tersedia rendah. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S3 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan siklus tanaman kelapa sawit.

21 Luas Areal dan Tata Guna Lahan Luas areal tanam PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589 ha yang terbagi ke dalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE) 3 987 ha, Bangun Koling Estate (BKLE) 2 505 ha, dan Sungai Cempaga Estate (SCME) 3 097 ha. SBHE terdiri dari 5 Divisi. Divisi I memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 696.16 ha. Divisi II memiliki 31 Blok dengan luas areal tanam 855 ha. Divisi III memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 672 ha. Divisi IV memiliki 32 Blok dengan luas areal tanam 959 ha. Divisi V memiliki 30 Blok dengan luas areal tanam 806 ha. Luas keseluruhan areal perkebunan SBHE adalah 3 987 ha yang terdiri dari luas kebun kelapa sawit inti 1 987 ha dan luas kebun kelapa sawit plasma 2 000 ha. Peta SBHE dapat dilihat pada Lampiran 2. Keadaan Tanaman dan Produksi Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di SBHE adalah varietas Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan jarak tegak lurus antar baris adalah 7.97 m dan jarak dalam barisan 9.2 m sehingga populasi tanaman per hektarnya 136 pohon. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa populasi tanaman per hektarnya beragam. Tanaman kelapa sawit sebelum berpindah tangan kepada PT WNA kurang terawat dan hanya areal daratan saja yang ditanami pohon kelapa sawit dengan jarak tanam yang digunakan beragam. Tanaman kelapa sawit tersebut di lakukan konsolidasi dan ditambah dengan tanaman kelapa sawit sisipan setelah berganti kepemilikan. Standar yang digunakan untuk populasi tanaman di SBHE adalah 136 pohon/ha. Kondisi ini yang menyebabkan SBHE memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu dalam satu blok memiliki beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam. Keragaman populasi tanaman juga disebabkan oleh adanya tanaman yang mati karena terserang hama dan penyakit, kondisi lahan yang banyak terdapat sungai-sungai sehingga ada sebagian tanaman yang terkena erosi dan kondisi lahan lainnya yang tidak mungkin untuk ditanami.

22 SBHE memiliki tanaman kelapa sawit TM dan TBM. Luas areal TBM adalah 502 ha dan areal TM seluas 3 485 ha. Terdapat delapan tahun tanam kelapa sawit, yaitu tahun tanam 1998, 2000, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Setiap divisi di SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda. Produksi TBS di SBHE setiap tahunnya terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terkhir (2006-2010) yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010 Produksi TBS Produksi Jumlah Janjang BJR (ton) (buah) (kg/janjang) 1 2006 11 579.04 1 294 791 8.94 2 2007 21 595.80 2 397 493 9.01 3 2008 32 828.72 3 355 822 9.78 4 2009 45 781.83 4 372 208 10.47 5 2010 54 781.80 4 830 847 11.34 Sumber: Data Produksi TBS SBHE (2006-2010) No. Tahun Produksi TBS di SBHE terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006 yaitu sebesar 11 579.04 ton TBS hingga tahun 2010 yaitu 54 781.80 ton TBS (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh adanya pertambahan luas areal TM kelapa sawit, perawatan yang intensif, curah hujan yang cukup, dan pemupukan yang teratur. TBS yang dihasilkan oleh SBHE kemudian dibawa ke PKS yang terletak di Wilayah II bernama Pundu Nabatindo Mill (PNBM) dan Wilayah VI bernama Selucing Agro Mill (SAGM) untuk selanjutnya diproses menghasilkan CPO dengan kapasitas 45 ton TBS/jam dan kernel. Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh seorang Estate Manager (EM) yang dibantu oleh seorang Asisten Kepala (Askep). Asisten kepala dibantu oleh lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani divisi, kerani transport, kerani panen, mandor panen, mandor perawatan, mandor pupuk, dan mandor chemist. Bagian administrasi dipegang oleh seorang kepala administrasi (Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri tanaman,

23 accounting, kasir dan dibawahnya terdapat kerani divisi. Struktur organisasi SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3. Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung kepada Kepala Wilayah dan memiliki bawahan langsung kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Kepala Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas dalam mengelola kebun, meliputi: 1) melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta melaporkannya secara komprehensif kepada atasan langsung, 2) menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital, Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan kinerja. Asisten Kepala (Askep) memiliki atasan langsung kepada Estate Manager dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1) membantu manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2)

bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3) melaksanakan kunjungan secara periodik ke setiap divisi Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor dan Kerani. Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1) membuat dan menjabarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kerja Bulanan (RKB), 2) mengadakan rapat kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya peningkatan kinerja, 3) melaksanakan kunjungan langsung secara rutin pada setiap kemandoran di lapangan. Status pegawai di SBHE terdiri atas karyawan staf, karyawan bulanan, Karyawan Harin Tetap (KHT), dan Karyawan Harian Lepas (KHL) dapat dilihat pada Tabel 6.

24 Tabel 6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011 No. 1 2 3 4 Status Pegawai SBHE (Karyawan) 8 40 424 244 716 0.18

Staf Karyawan Bulanan Karyawan Harian Tetap Karyawan Harian Lepas Jumlah ITK Sumber: Data Tenaga Kerja SBHE (2011)

Kebutuhan jumlah karyawan dapat ditentukan berdasarkan ITK (Indeks Tenaga Kerja) sebuah kebun. Menurut Pahan (2008), ITK standar sebuah perkebunan adalah 0.2 HK/ha. ITK pada SBHE sudah memenuhi standar karena telah mendekati dari ITK standar sebuah perkebunan. Ini menunjukkan bahwa jumlah karyawan di SBHE telah memenuhi standar dari jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk sebuah perkebunan. Hari kerja karyawan dalam seminggu adalah 6 hari dengan lama kerja 7 jam/hari kecuali hari jumat yaitu 5 jam/hari. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan. Seorang KHT mendapatkan tunjangan beras, listrik gratis, pengobatan gratis dan tunjangan cuti tahunan. Sistem penggajian staf dan karyawan di SBHE dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7. Ketentuan Upah 2011 Tunjangan Beras Status Upah Pekerja Istri Anak (kg/hari) (*kg/hari) (**kg/hari) KHL Rp 49.765,-/hari KHT Rp 1.244.135,-/hari 0.5 0.3 0.25 Bulanan Berdasarkan golongan, struktur 0.5 0.3 0.25 dari upah bulanan Sumber: Data Administrasi SBHE (2011) Ket: *) Istri sah pekerja dan tidak bekerja, tinggal di perkebunan (unit usaha) **) yang berhak adalah anak yang tinggal di perkebunan (unit usaha) maksimal 2 anak.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG


Aspek Teknis Selama menjalani kegiatan magang di SBHE berstatus sebagai karyawan harian lepas selama satu bulan, pendamping mandor selama satu bulan, pendamping aisten divisi selama satu bulan dan kegiatan manajerial di kantor kebun selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi karyawan harian lepas meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM maupun TBM yaitu: 1) pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan manual, DAK), 2) pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan chemist, oles anak kayu), 3) pemeliharaan tanaman dan areal pertanaman (penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis bisserata, rawat jalan, pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning), pemupukan), 5) kegiatan simulasi kebun (Field Visit dan simulasi Leaf Sampling Unit, LSU), 6) kegiatan pemanenan. Aspek teknis ini dilakukan di Divisi I. Peta Divisi I terdapat pada Lampiran 4. Kegiatan sebagai KHL, pendamping Mandor dan pendamping Asisten Divisi terlampir pada Lampiran 5, 6 dan 7. Pemeliharaan dan Perawatan Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi dua fase, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dalam menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit, disamping kondisi lingkungan dan potensi genetik. Pengendalian Gulma secara Manual Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman yang sedang dibudidayakan. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pohon (Gupta 1984). Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis. Pembersihan Piringan dan Gawangan Manual. Pengendalian/

pemberantasan gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada dua tempat

26 yaitu di piringan dan gawangan (inter row). Piringan merupakan areal disekitar pertanaman kelapa sawit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus bebas gulma atau dikenal dengan zona W0 yaitu piringan harus benar-benar bersih dari semua gulma. Tujuan pengendalian rumput di piringan dibedakan berdasarkan pada fase pertumbuhan tanaman kelapa sawit, yaitu: 1) fase TBM, pengendalian gulma dapat mengurangi kompetensi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan, 2) fase TBM dan TM, pengendalian gulma ditujukan untuk memudahkan kontrol pemupukan, 3) fase TM, pengendalian gulma bertujuan untuk memudahkan pengutipan berondolan. Pembersihan piringan dilakukan di Blok A 4/5. Pembersihan piringan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berada di piringan kelapa sawit selebar proyeksi tajuk kelapa sawit pada jari-jari 1-1.5 m. Seorang mandor perawatan membawahi 8 orang tenaga kerja. Standar yang digunakan adalah 0.5 ha/HK. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3-4 pasar pikul dan disesuaikan juga dengan kondisi gulma di lapang. Pekerja juga menggaru brondolan-brondolan di sekitar areal piringan agar tetap bersih. Gawangan merupakan areal pertanaman kelapa sawit yang memiliki jarak 1.5-3 m dari tempat tumbuh pohon kelapa sawit. Gawangan juga memerlukan perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Pengendalian gulma di areal gawangan ditujukan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan hara, air, dan sinar matahari, mempermudah pekerja untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan maupun pemanenan. Pengendalian gulma di gawangan juga ditujukan untuk mempermudah pengawasan di lapang dan efektifitas pemupukan. Dongkel Anak Kayu (DAK) . Kegiatan dongkel anak kayu merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual selektif dengan cara mencabut semua jenis gulma berkayu yang berada pada piringan, gawangan maupun pasar pikul kemudian dibuang ke pasar mati. Kegiatan ini dimandori oleh seorang mandor pupuk dan 16 pekerja. Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 ha/HK.

27 Kondisi di lapang menunjukkan bahwa gulma dominan yang ditemukan meliputi: Melastoma malabatricum, Asystasia coromandeliana, Chromolaena odorata, Cyperus cyperoides, Cyperus rotundus, dan Mikania micrantha. DAK dilakukan sekali dalam setahun dan disesuaikan dengan kondisi gulma di lapang. Kebun yang telah di DAK dibiarkan kurang lebih selama 1 bulan agar gulmagulma tersebut mengering dan mati yang dilanjutkan dengan kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi. Kondisi pertanaman kelapa sawit saat dilakukan DAK kurang bagus buat pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan sebagian areal di Blok C1 tergenang air yang dapat menimbulkan kondisi anaerob. Tanaman kelapa sawit yang tergenang oleh air menyebabkan tanaman tumbuh kerdil bahkan mati yang terlihat pada Gambar 1.

(a)

(b)

Gambar 1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan (a) Tanaman Tergenang Air (b) Tanaman Mati Kondisi di lapang juga menunjukkan banyak bunga jantan dan bunga betina yang terendam dan berlumut. Pohon-pohon siap panen menjadi tidak dapat dipanen dan pada akhirnya buah membusuk di pohon. Keadaan ini dapat berakibat pada rendahnya produksi buah yang akan diperoleh pada blok ini. Perbaikan saluran air atau drainase untuk memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman yang sedang dibudidayakan. Pengendalian Gulma secara Kimiawi Gawangan dan Piringan Chemist. Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan salah satu cara pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia

28 (herbisida). Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan pemupukan, pemanenan, memudahkan pengontrolan dan sanitasi terhadap hama dan penyakit. Pengendalian gulma secara kimiawi di SBHE menerapkan sistem kerja BGA Spraying System (BSS). BSS merupakan program penyemprotan yang dilakukan secara terintegrasi dan terorganisir dari awal hingga akhir kegiatan penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah untuk meningkatkan output pekerja semprot, baik dari segi luasan (hancak semprot) maupun dari kualitas hasil semprotan. Sistem penyemprotan BSS ini mulai diterapkan di SBHE pada Bulan Maret. SBHE memiliki 2 Rayon yaitu Rayon A untuk Div. I sampai Div. III dan Rayon B untuk Div. IV sampai Div. V. Jumlah anggota BSS untuk setiap Rayon adalah 25 orang. SOP (Standard Operating Procedure) pada BSS meliputi: 1) pembuatan rencana kerja, 2) persiapan tim BGA Spraying System, 3) persiapan alat, 4) persiapan kerja terkait dengan pengisian air ke tangki dan pencampuran bahan herbisida, 5) teknis kerja yaitu tahapan pelaksanaan aplikasi herbisida ke lapang, 6) perawatan dan pengumpulan alat, 7) cek mutu semprot oleh mandor chemist, dan 8) pertanggungjawaban oleh supervisi. Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan di Blok C1. Seorang mandor chemist membawahi 16 pekerja yang terdiri dari 1 orang pekerja lelaki sebagai operator, pembuat larutan herbisida, pelangsir herbisida sekaligus sebagai pengisi herbisida pada knapsack sprayer pekerja dan 15 orang pekerja perempuan yang bertugas mengaplikasikan herbisida ke lahan yang menjadi target semprot. Standar yang digunakan adalah sesuai dengan 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 11-12 kep herbisida dalam kondisi standar. Output yang dihasilkan untuk penyemprotan piringan dan pasar pikul sebesar 3 ha/HK sedangkan output untuk gawangan sebesar 2 ha/HK. Rotasi penyemprotan adalah 4 kali dalam setahun. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan kapasitas kep 15 liter. Perlengkapan lainnya seperti: nozzle VLV (Very Low Volume) 200, nozzle VLV 100, gelas ukur, bendera merah kuning, parang, ember, angkong, nozzle polizet (berwarna merah, kuning), sarung tangan, tang, masker, dan topi. Penggunaan VLV diaplikasikan jika kondisi gulma tergolong berat saat

29 kondisi sangat semak. Nozzle VLV 200 digunakan untuk aplikasi herbisida pada spot gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 900-915 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 200 dalam keadaan standar adalah 156 l/ha blanket. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan flow rate 400-430 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 100 dalam keadaan standard adalah 69 l/ha blanket. Efisiensi penggunaan dosis herbisida dapat dicapai jika terlebih dahulu melakukan kalibrasi alat semprot. Perhitungan kebutuhan larutan untuk aplikasi ke lapang adalah sebagai berikut: = Ket: F x 10 000 Vxa

L = kebutuhan larutan dalam 1 ha (l/ha), dengan mengetahui kebutuhan larutan per ha maka dapat diketahui konsentrasi bahan dalam larutan F = Flow rate yaitu jumlah larutan yang keluar melalui nozzle setiap satu menit dengan tekanan tertentu, biasanya 1 bar (l/menit) V = Kecepatan berjalan (m/menit), merupakan kecepatan rata-rata penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot a = Lebar semprot (m), merupakan lebar hasil semprotan yang keluar dari nozzle yang ditentukan oleh jenis nozzle, tekanan alat semprot, dan ketinggian semprotan

Contoh perhitungann : Semprot piringan menggunakan herbisida A 1.5 liter per ha dengan nozzle VLV 200. Flowrate 0.9 l/menit, lebar semprot 1.2 m dan kecepatan penyemprot berjalan 48 m/menit. Kebutuhan larutan VLV = 10.000 x 0.9 l/menit 48 m/menit x 1.2 m L atau setara dengan 156 l/ha m2

= 156 Konsentrasi herbisida A

= (1.5 l/ha/ 156 l/ha) x 100 % = = 0.96 %

30 Perhitungan diatas memperlihatkan jika knapsack yang digunakan berisi 15 liter, maka herbisida A yang dicampurkan dalam setiap knapsack adalah 15 l x 0.96 % = 0.144 liter atau setara dengan 144 cc. Jenis herbisida yang digunakan adalah herbisida dengan merk dagang Primaxone dan Meta Prima. Primaxone merupakan herbisida purna tumbuh bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, dan berbahan aktif parakuat diklorida 276 g/l yang berfungsi untuk mengendalikan jenis gulma berdaun lebar, sempit dan teki. Meta prima merupakan herbisida pra dan purna tumbuh yang bersifat selektif, berbentuk butiran berwarna putih keabuan, dan berbahan aktif metil metsulfuron 20 % yang berfungsi untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit. Penyemprotan gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dengan merk dagang Kleenup 480 SL yang berbahan aktif isopropil amina glifosat 480 g/l (setara dengan glifosat 356 g/l) ampuh untuk mengendalikan gulma alang-alang. Jenis herbisida ini merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda. Dosis yang digunakan 3-6 l/ha dan volume air yang dibutuhkan 200-400 l/ha. Waktu penyemprotan yang tepat adalah pada saat gulma tumbuh subur dan kematian gulma akan tampak pada saat seminggu setelah aplikasi. Jenis herbisida yang digunakan SBHE terlihat pada Gambar 2.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan (a) Meta Prima (b) Primaxone (c) Kleen Up Perbandingan primaxone dan air yang digunakan saat penyemprotan gulma 1:1 yaitu penggunaan primaxone untuk kapasitas satu kep sebanyak 60 cc

31 dan air sebanyak 60 cc. Cara pengaplikasian meta prima terlebih dahulu melarutkan bahan dan air dengan perbandingan 1:10. Meta prima yang digunakan sebanyak 3 gram dilarutkan kedalam 30 cc air. Premi yang diperoleh oleh seorang pekerja apabila melebihi basis akan memperoleh extra fooding (kerajinan semprot) sebesar Rp 2 500/hari dan 1 kaleng susu kental manis setiap 6 hari sekali. Seorang mandor chemist akan memperoleh premi sebesar Rp 20 000 jika ia berhasil menyelesaikan penyemprotan dalam waktu minimal 15 hari dan maksimal 20 hari. Kegiatan penyemprotan di Divisi 2 menggunakan sistem Tim Unit Semprot (TUS) yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE Keuntungan dibentuknya Tim Unit Semprot adalah menghemat tenaga supervisi, kontrol lebih baik, mobilitas yang tinggi, kualitas kerja lebih baik dan pengorganisasian yang lebih mudah. Perlengkapan utama Tim Unit Semprot terdiri dari 1 buah kendaraan roda empat (truk tangki air) dan 20-25 unit alat semprot sekaligus tenaga semprot (wanita yang tidak berganti-ganti). Tangki ini berfungsi sebagai tempat percampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki adalah 1900-2000 l dan cukup untuk 126 kep. Oles Anak Kayu. Kegiatan oles anak kayu dilakukan beriringan dengan kegiatan pengendalian manual DAK. Oles anak kayu dilakukan di Blok C1. Bahan olesan anak kayu menggunakan campuran herbisida dengan merk dagang Starlon dan solar. Perbandingan yang digunakan 1:20 yaitu penggunaan 1 liter Starlon membutuhkan campuran solar sebanyak 20 liter. Cara aplikasi meliputi anak kayu yang telah didongkel atau ditebas hingga kulitnya mengelupas sampai terlihat kambium dilanjutkan dengan mengoleskan herbisida pada anak

32 kayu tersebut. Pengolesan dengan menggunakan jenis herbisida ini tergolong ampuh dalam memberantas DAK karena bekerja secara sistemik sehingga anak kayu tersebut cepat mati. Aplikasi oles anak kayu dilakukan pada areal rendahan/lowland. Kondisi ini tergenang oleh air sehingga menyebabkan pengaplikasian bahan kimia kurang efektif dan menyebabkan tercemarnya air akibat olesan bahan kimia tersebut. Pengendalian Hama Pengendalian hama dilakukan menggunakan pertisida nabati, khususnya untuk mengendalikan keberadaan ulat api. SBHE menggunakan tanaman Turnera ulmifolia dan Nephrolepis biserata untuk mengendalikan hama ulat api. Turnera ulmifolia ditanam di sepanjang jalan utama, jalan antar blok, dan sebagian di pinggiran pasar pikul. Nephrolepis biserata ditanam di gawangan mati dan di sekitar tanaman berbentuk U-Shape. Nephrolepis biserata yang berfungsi sebagai predator hama ulat api juga dapat menjaga iklim mikro tanaman kelapa sawit. Pemeliharaan Tanaman dan Areal Pertanaman Penanaman Muccuna bracteata (MB). Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit TBM salah satunya adalah dengan melakukan penanaman MB yang merupakan jenis tanaman penutup tanah (LCC). Menurut BGA Group (2007) kelebihan MB adalah: 1) pertumbuhannya sangat cepat, 2) lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif, 3) memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, 4) tahan terhadap naungan, 5) memproduksi biomasa perbanyakan (stek) yang lebih banyak, 6) lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dan 7) lebih baik dalam mempertahankan erosi tanah karena mempunyai perakaran yang dalam. Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan vegetatif (stek) dan generatif (biji). MB ditanam di sela-sela tanaman kelapa sawit di sekitar gawangan mati menghadap timur-barat. Penanaman terbaik dilakukan saat musim hujan karena pada kondisi ini tanaman akan mendapatkan cukup air untuk membantu pertumbuhannya.

33 Tingkat pertumbuhan MB sangat cepat. Pertambah panjang mencapai 14 cm dalam waktu satu minggu sehingga membutuhkan pemeliharaan khusus agar pertumbuhannya tidak merambat ke jalan dan menutupi tanaman kelapa sawit yang sedang dibudidayakan. Penanaman MB ini dilakukan oleh 4 orang pekerja dengan norma 2 HK/Ha. Teknik perbanyakan MB dapat dilakukan dengan beberapa cara, meliputi: teknik penanaman 5 ruas batang, 3 ruas batang, dan 1 ruas batang (Gambar 4).

(a)

(b) Gambar 4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata (a) Teknik 5 Ruas (b) Teknik 3 Ruas (c) Teknik 1 Ruas

(c)

Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 5 ruas batang adalah yang umum dipakai di SBHE. Teknik penanaman ini memiliki persentase hidup yang tinggi dibandingkan dengan teknik lain. Tahapan penyetekannya meliputi: 1) tanah dibuat guludan sepanjang ruas batang yang akan ditanam, 2) bagian tengah guludan dibuat larikan, 3) menyiapkan stek yang siap ditanam. Kriteria stek siap tanam adalak kondisi stek yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, 4) setiap guludan ditanam 5 batang MB. Ruas kedua sampai ruas keempat ditimbun kedalam tanah, sedangkan ruas pertama dan kelima dibengkokkan kedalam tanah dengan mata tunas menghadap keluar dan berhati-hati saat membengkokkan batang agar tidak patah. Daun pada batang dipotong setengah yakni mengurangi evaporasi, 5) menutup MB yang telah ditanam dengan dedaunan atau jerami untuk mengurangi penguapan. Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 3 ruas batang dilakukan dengan cara dibengkokkan. Ruas pertama dan ketiga ditimbun kedalam tanah dan ruas kedua menghadap keluar tanah. Teknik ini diharapkan untuk ruas kedua akan

34 mundul calon daun baru dan ruas pertama dan ketiga akan menjadi calon akar baru. Teknik ini juga memiliki tingkat persentase hidup yang tinggi. Perbanyakan MB dengan teknik satu ruas umumnya dilakukan untuk tujuan pembibitan yang ditanam di dalam polibag. Penanaman MB ini umumnya ditanam didalam polibag. Teknik penanamannya adalah menancapkan ujung ruas kedalam tanah dan ujung satunya lagi mengarah keluar. Teknik penanaman ini memiliki memiliki tingkat persentase hidup yang rendah dan kurang efisien dari segi waktu dan biaya. Pertumbuhan MB akan terlihat setelah 1 BST (Bulan Setelah Tanam). Pemupukan pertama menggunakan RP atau Guano dengan dosis 100 gram per tanaman atau setara dengan 100 kg/ha yang diaplikasikan dengan cara disebar diatas kacangan. Pemupukan kedua dilakukan pada 3 BST dengan dosis 200 kg/ha. Penanaman Nephrolepis biserata. Nephrolepis merupakan jenis pakupakuan yang tumbuh secara liar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Jenis tanaman ini sangat berguna dalam menjaga kelembaban disekitar tanaman kelapa sawit dan sebagai tanaman inang untuk predator ulat api. Penanaman nephrolepis dikhususkan untuk areal TM yang telah ternaungi. Nephrolepis ditanam di sekitar gawangan mati tepatnya di rumpukan pelepah yang berbentuk U-Shape. Bibit yang ditanam berasal dari tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit sebelumnya. Teknik penanamannya tergolong mudah dengan membuat lubang tanam di dekat rumpukan pelepah dan menananam nephrolepis tersebut. Rata-rata nephrolepis yang ditanam sebanyak lima lubang tanam pada satu pohon kelapa sawit. Nephrolepis tidak memerlukan pemeliharaan khusus karena sifatnya yang mudah tumbuh. Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan penanaman nephrolepis adalah 1.5 ha/HK. Dongkel Kentosan. Dongkel kentosan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman dengan membuang tanaman sawit liar yang tumbuh di sekitar tanaman kelapa sawit utama yang terdapat di piringan, gawangan maupun pasar pikul. Sawit liar dicabut bertujuan agar penyerapan hara oleh tanaman kelapa sawit utama tidak terganggu. Kegiatan ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja

35 dengan norma kerja 1-2 ha/HK untuk 1 blok dan 17 ha/HK untuk 1 CR (Collection Road). Rawat Jalan. Sarana jalan pada suatu kebun menjadi hal yang perlu diperhatikan karena kelancaran pengangkutan hasil panen dari TPH ke PKS ditentukan oleh bagus tidaknya kondisi jalan. Jalan yang baik adalah jalan yang memiliki muka jalan padat, cembung, rata dengan tingkat kemiringan jalan kurang dari 10% (4.5o) serta kering (sistem drainase baik). Rawat jalan dilakukan dibawah kemandoran perawatan. Kemandoran ini membawahi 6 orang pekerja dengan standar 7 jam kerja. Alat yang digunakan meliputi cangkul, ember, dodos, gergaji, dan kapak. Rawat jalan dilakukan secara manual tanpa menggunakan alat berat terkait dengan kondisi jalan yang tidak terlalu parah sehingga. Pemeliharaan jalan secara manual dan sedini mungkin akan mencegah jalan dari kerusakan lebih parah dan menekan biaya pemeliharaan jalan dan penggunaan alat berat. Rawat jalan dimulai dengan membuatan parit-parit kecil di kanan kiri jalan kemudian dilanjutkan pengerukan lumpur yang menggenangi jalan. Menunggu beberapa saat hingga tanah menjadi agak kering. Jalan yang rusak diberi kayu balok dan ditimbun dengan menggunakan tanah laterit untuk dipadatkan. Kayu tersebut berfungsi sebagai palang jalan untuk menopang jalan jika ada truk atau kendaraaan berat lewat. Pemadatan jalan dengan tanah laterit diusahakan dalam kondisi benar-benar padat sehingga kemungkinan kecil air dapat menggenangi jalan. Sistem perbaikan jalan pada musim hujan dan kemarau memiliki perbedaan dari segi pekerjaannya. Perbaikan jalan pada musim hujan terlebih dahulu dengan mengeruk lumpur hingga kering, dilanjutkan dengan penimbunan dengan kayu balok dan tanah laterit hingga benar-benar dalam kondisi padat. Perbaikan jalan di musim kering dilakukan dengan membongkar balok kayu yang terdapat di jalan dan diganti dengan tanah laterit secara keseluruhan untuk dipadatkan kembali. Pembongkaran balok kayu ini disebabkan karena kayu merupakan bahan organik yang lama kelaman akan mengalami pelapukan sehingga dapat menyebabkan jalan akan mengalami kerusakan kembali.

36 Pembuatan Pasar Pikul. Pasar pikul merupakan jalan yang dibuat diantara baris tanaman kelapa sawit yang diperuntukkan bagi pemanen agar mempermudah dalam hal akses jalan, mempermudah pelaksanaan panen, pengangkutan buah ke TPH dan memudahkan dalam perawatan. Terdapat 2 pasar pikul pada luasan 1 ha kelapa sawit. Kegiatan pembuatan pasar pikul di bawah kemandoran perawatan yang terdiri dari 9 pekerja. Standar yang digunakan adalah mengikuti 7 jam kerja dan tidak diberlakukan sistem premi. Pembuatan pasar pikul dilakukan di Blok A3. Pekerja membuat parit kecil di kanan dan kiri pasar pikul yang berfungsi sebagai saluran drainase untuk mencegah pasar pikul tidak tergenang air. Pruning atau pemangkasan merupakan kegiatan pembuangan daun-daun tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman over pruning harus dihindari. Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Jumlah pelepah pada setiap pohon harus dipertahankan dalam jumlah tertentu sesuai dengan umur tanaman. Jumlah pelepah yang optimal untuk

tanaman berumur antara 3-8 tahun sekitar 48-56 pelepah (6-7 lingkaran daun). Jumlah pelepah yang harus dipertahankan untuk tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun sekitar 40-48 pelepah (5-6 lingkaran daun). Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali untuk TBM dan 8 bulan sekali untuk TM. Pruning dilakukan di Blok C 5/6. Alat yang digunakan meliputi dodos, egrek, dan batu asah. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang. Standar yang digunakan mengikuti 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3 pasar pikul. Pruning juga dapat dilakukan dengan sitem borongan. Upah yang diperoleh untuk kelapa sawit TBM sebesar Rp 1 500/pohon dan TM sebesar Rp 700/pohon. Seorang pekerja akan memperoleh premi berdasarkan jam lemburnya setelah melewati 7 jam kerja. Premi yang diperoleh sebesar Rp 6 000/jam. Cara melakukan pemangkasan adalah memotong pelepah yang tergolong pelepah sengkleh, pelepah kering, maupun pelepah negatif yang melebihi jumlah standar hingga mepet ke batang. Pemupukan. Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara kepada tanaman. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara

37 tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan normal (pertumbuhan vegetatif) dan berproduksi dengan maksimal (pertumbuhan generatif) serta kesuburan tanah dapat dipertahankan. Pemupukan di SBHE menerapkan sistem kerja BGA Manuring System (BMS). BMS merupakan program pemupukan yang dilakukan terintegrasi, mulai dari pupuk sampai digudang kebun hingga pupuk sampai dilahan. Tujuan dibentuknya sistem BMS untuk meningkatkan output pekerja pemupukan dari segi luasan (hancak pupuk) dan kualitas hasil pemupukan (5T). Sistem pemupukan secara BMS mulai diterapkan di SBHE pada Bulan Maret. Pusat BMS dibagi kedalam 2 Rayon yaitu Rayon A yang berpusat di Div. I dengan daerah tugas pada Div. I hingga Div. III dan Rayon B berpusat di Div. IV dengan daerah tugas pada Div. IV dan Div. V. Jumlah tenaga kerja pemupukan untuk setiap rayonnya adalah 58 karyawan, yang terdiri dari 28 penabur, 14 pengecer, 12 penguntil, dan 4 Bongkar Muat (BM). Pencapaian output sistem BMS tidak terlepas dari prosedur atau langkahlangkah kerja, seperti: 1) persiapan alat dan bahan, 2) teknis kerja, 3) pemeriksaan mutu pemupukan oleh mandor pupuk, 4) melakukan management goni, dan 5) pertanggungjawaban oleh tim supervisi. Pemupukan dilakukan di Blok A5 dan A6. Rekomendasi pemupukan yang dilakukan berdasarkan uji analisis daun, jenis tanah, status hara, dan potensi produksi yang diharapkan. Pemupukan dilakukan secara berkelompok yang dikenal dengan KKP (Kelompok Kerja Pupuk). KKP terdiri dari 2 BMP, 10 penabur pupuk, 5 pengecer dan 3 penguntil. Pemupukan dilakukan secara manual. Alat-alat yang digunakan meliputi karung, tali pengikat, ember, timbangan cantelan, mangkuk paralon (cepuk) ukuran 500 gram, cangkul, sekop, tali untuk menggendong, sarung tangan, masker, dan angkong. Pupuk yang digunakan adalah Rock Phosphate (RP). Rotasi pemupukan RP dilakukan dua kali dalam setahun. Kandungan dari pupuk RP adalah P2O5 29.73 %. Fungsi pupuk ini adalah merangsang pertumbuhan akar tersier dan kuartener. Tahapan dalam kegiatan pemupukan adalah: 1) para penguntil menimbang dan membagi pupuk kedalam sejumlah karung dengan berat 18 kg/karung untuk 8

38 pohon/ karung (tergantung dosis yang direkomendasikan untuk setiap pohonnya), 2) mengikat karung, 3) pupuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam truk pengangkut pupuk dan dibawa ke blok yang akan menjadi target aplikasi pemupukan, 4) BMP meletakkan pupuk di pinggir pasar untuk selanjutnya di langsir oleh pelangsir ke pasar pikul, 5) para pelangsir pupuk menempatkan pupuk-pupuk ke areal pasar pikul hingga mencapai pasar tengah. Pelangsir meletakkan 1 untilan pupuk pada setiap 8 pohon sehingga dalam satu pasar pikul terdapat 4 until pupuk hingga pasar tengah, 6) para penabur mengambil pupuk dan mengaplikasikannya ke pohon yang menjadi target pemupukan. SBHE dalam aplikasi pemupukan menggunakan RP, Guano, Urea, MOP, Kieserite, ZinCopper, dan HGF-B. Tanaman kelapa sawit TBM menggunakan jenis pupuk majemuk dan jenis pupuk tunggal diaplikasikan pada kelapa sawit TM. Jenis dan cara aplikasi pemupukan pada TBM dan TM dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE Jenis Pupuk HGF-B, Cu, NPK 1610-18, NPK 14-8-21 Cu (areal pasir, gambut) Urea, MOP, NPK 1515-15, NPK 12-12-17 RP atau Guano Kelompok Aplikasi Mikro Diaplikasikan dekat dengan pangkal batang ( 20 cm dari pangkal batang) Mikro Sistem tugal dekat dengan pangkal batang Makro

Di piringan di bawah tajuk terluar mengarah ke dalam dengan sistem tabur Makro Dibawah tajuk mengarah keluar dengan sistem tabur U-Shape Sumber: Lembaga Researh BGA Plantations (2010) Tabel 9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE Jenis Pupuk Zn, Borate, CuSO4, dan FeSO4 NPK 16 dan 14 (Palmo) Aplikasi Di sekeliling pohon dengan radius 0.5-1 Mikro meter dari pangkal pohon Pada areal pasir dilakukan dengan sistem Makro pocket dekat dengan pangkal batang Berbentuk U-Shape dengan radius 1.5-2 Urea dan MOP Makro meter dari pangkal pohon (arah dalam piringan) Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010) Kelompok

39 Pasar pikul tidak boleh diaplikasikan pupuk. Hal ini disebabkan kurang efektif dan efisiennya pemanfaatan pupuk karena pasar pikul adalah akses jalan dan bukan merupakan areal peresapan unsur hara oleh akar tanaman. Aplikasi pemupukan untuk setiap jenis pupuk memiliki waktu aplikasi yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kondisi curah hujan, peranan dari unsur hara yang terkandung pada pupuk tersebut, sifat dan karakteristik dari jenis pupuk, ketersediaan pupuk di unit kebun, dan lain-lain. Rotasi masing-masing jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011

Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010) Aplikasi RP dilapang sebanyak 8 ton pupuk. Dosis yang digunakan 2.25 kg/pohon sehingga jumlah pohon yang dipupuk sebanyak 3556 pohon. Aplikasi pupuk dilakukan dengan membagi karyawan menjadi beberapa KKP. Masingmasing KKP terdiri dari 3 orang yaitu 1 pelangsir dan 2 penabur yang memiliki hancak tugas 5 pasar pikul atau setara dengan 2.5 ha. Standar yang digunakan dalam pemupukan adalah 500 kg/HK. SBHE menerapkan sistem basis dalam pemupukan untuk memperoleh premi. Kelebihannya adalah: 1) hemat dalam penggunaan jumlah tenaga kerja, 2) output karyawan pupuk menjadi lebih tinggi dan 3) kesejahteraan karyawan khususnya karyawan pemupukan akan meningkat. Ketentuan sistem premi di SBHE sebagai berikut: a. Mandor Pupuk Seorang mandor pupuk akan mendapatkan premi sebesar Rp 20 000 per hari jika karyawannya telah mencapai basis tugas.

40 b. Penabur Premi diberikan kepada penabur apabila telah mencapai basis tugas sebesar 500 kg/HK sehingga mendapatkan uang tambahan sebesar Rp 2 500 sebagai Extra Fooding dan 1 kaleng susu kental manis setiap minggunya. Tambahan penghasilan sebesar Rp 100/kg akan diberikan setelah melebihi basis. c. Penguntil Premi diberikan kepada penguntil apabila telah mencapai basis tugas sebesar 2 ton/HK. Seorang penguntil yang mencapai basis tugasnya dan menguntil pupuk lagi sebanyak 1 ton maka akan mendapatkan premi sebesar Rp 24 000/HK/ton dan tambahan uang Rp 2 500 sebagai Extra Fooding. d. BMP (Bongkar Muat Pupuk) Premi diberikan kepada BMP apabila telah mencapai basis tugasnya sebesar 4 ton/HK. Premi sebesar Rp 12/kg akan diberikan setelah mencapai basis tugas dan ditambah dengan Rp 2 500 sebagai Extra Fooding. Kegiatan Simulasi Kebun Field Visit. Field Visit merupakan kegiatan kunjungan lapang yang bertujuan untuk memeriksa kondisi kebun pada waktu yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang terjadi di kebun sehingga dapat dicari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Kegiatan ini dihadiri oleh Estate Manager, Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Mandor I yang dilakukan di setiap divisi secara bergiliran. Field visit dilakukan setiap hari Jumat. Kegiatan-kegiatannya meliputi sosialisasi mengenai deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transpor serta sosialisasi mengenai mutu buah dan mutu hancak. Sosialisasi deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transport merupakan salah satu upaya yang dilakukan pihak kebun dalam menjaga kelancaran buah yang telah dipanen hingga sampai ke PKS untuk diproses ke tahap selanjutnya tepat waktu. Sosialisasi ini dipimpin oleh Estate Manager. Kelancaran buah sampai ke PKS tepat pada waktunya harus diperhatikan, seperti: akses jalan tidak boleh rusak dan harus tembus oleh motor, mobil maupun unit pengangkut buah.

41 Kroscek atau pengawasan ulang oleh Mandor I dan Asisten tiap-tiap divisi bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sehingga dapat dicari jalan keluarnya. Kegiatan Field Visit juga membahas mengenai mutu buah yang layak panen untuk dibawa ke PKS. Sosialisai mutu buah ini disampaikan oleh Asisten Kepala Kebun di Blok G 15 dan 16. Kategori buah layak panen adalah buah yang telah membrondol 5 alami di piringan. Buah membrondol 1-4 dikategorikan kedalam buah kurang matang (under ripe). Pemanen harus lebih teliti sebelum melakukan pemanenan dengan melihat karakteristik dari buah tersebut. Output yang diharapkan dari kegiatan Field Visit untuk membangun suatu kompetisi yang sehat pada setiap divisi sehingga dapat memacu untuk bekerja lebih baik, menimbulkan budaya malu antar sesama divisi dalam menciptakan suatu perubahan dan memperbaiki kualitas panen. Simulasi Kegiatan LSU (Leaf Sampling Unit). LSU merupakan kegiatan pengambilan contoh daun sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan untuk satu tahun yang akan datang. Kegiatan LSU dilakukan setiap satu tahun sekali oleh kebun yang dikoordinasi oleh Departemen Riset. Saat kondisi normal waktu pelaksanaan LSU sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan semester I dilakukan. Jumlah tanaman yang diambil sebagai sampel dalam satu blok LSU adalah 1 % dari total pohon pada blok. Simulasi dilakukan di Blok B11 dan B12, beranggotakan 4 orang dari utusan Lembaga Research, Asisten Kepala, dan perwakilan dari masing-masing divisi (Asisten Divisi, Mandor I, dan 3 karyawan sebagai pelaksana LSU). Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: parang atau gergaji, egrek, pisau yang tajam dan bersih, kantong plasik untuk tempat sampel daun, cat dan kuas cat, form pencatatan pohon sampel, dan alat tulis. Pengambilan sampel daun harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan prosedur untuk menghindari adanya kontaminasi. Langkah kerja dalam pengambilan LSU meliputi: 1) pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul 06.00-12.00 WIB, terkait klorofil daun yang masih aktif pada batasan waktu tersebut, 2) kelompok pengambilan sampel terdiri dari 3 orang; ketua kelompok bertugas dalam mencatat hasil dan gejala defisiensi tanaman, anggota I bertugas

42 mengukur dan mengambil sampel daun dan anggota II bertugas mencari pohon sampel, menentukan pelepah ke 17 dan memotongnya, 3) pohon sampel yang berada di pinggir jalan posisinya minimal selang tiga baris pohon kearah dalam blok, 4) sampel daun yang telah diambil jangan sampai terjatuh ke tanah, 5) tenaga kerja dilarang merokok saat mengambil sampel daun. Metode Pengutipan Brondolan. Ada 2 metode pengutipan brondolan yang berlaku di SBHE yaitu metode kutip jagung (hand picking) dan metode pengutipan dengan garu. Metode hand picking merupakan metode pengutipan brondolan dengan cara mengutip brondolan satu per satu secara manual menggunakan tangan. Brondolan yang dihasilkan bersih dari sampah dan kontaminan lainnya. Metode ini bisa digunakan untuk menangani lahan yang memiliki piringan sempit karena terhalang gulma dan piringan tidak rata. Hand picking dapat diterapkan dengan ketentuan pusingan normal 6/7 dan kondisi pasar pikul baik. Metode pengutipan dengan garu menggunakan alat bantu garu untuk mengutip brondolan. Pemanen dapat mengumpulkan brondolan yang jatuh di piringan lebih cepat dengan sekali raup. Metode ini lebih mudah diterapkan dengan lahan piringan datar dan bersih. Metode handpicking dilakukan pada 11 pohon dan metode pengutipan dengan garu dilakukan terhadap 16 pohon. Hasil pengamatan memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk mengutip brondolan pada masing-masing metode tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dilakukan pada jumlah pohon yang sama. Perbedaan nyata tampak pada kualitas brondolan saat dikumpulkan di TPH. Brondolan dengan metode handpicking hasilnya lebih bersih dan pemanen tidak perlu membersihkan ulang brondolan saat di TPH. Hasil brondolan menggunakan garu menunjukkan brondolan kotor yang tercampur dengan tanah, daun kering, ranting, dan kerikil sehingga pemanen harus membersihkan ulang brondolan saat di TPH. SBHE lebih menganjurkan pengutipan brondolan dengan menggunakan hand picking untuk mendapatkan kualitas buah yang lebih baik. Syarat diberlakukannya hand picking adalah pusingan blok dan pohon harus normal serta

43 sarana maupun prasarana harus bagus, baik dari alat yang digunakan, pasar pikul, piringan, pemanen, dan lain-lain. Kegiatan Pemanenan Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi panen, sistem panen, serta mutu panen. Panen di SBHE menerapkan sistem BGA Harvesting System (BHS). Metode ini memiliki sistem panen yang lebih terkosentrasi, adil, bersinergi, dan terigentrasi. Kelebihan sistem BHS diantaranya: memberikan pendapat yang lebih baik kepada pemanen, memberikan tingkat kemudahan dalam aktivitas kegiatan potong buah, dan adil. Ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan meliputi: 1) setiap divisi hanya mempunyai satu seksi per hari (rotasi 6/7), 2) seluruh kemandoran panen melakukan potong buah pada seksi yang sama per hari, 3) batas hancak kemandoran dalam blok, seksi panen dan tenaga panen harus jelas, 4) dibentuknya Kelompok Kecil Pemanen (KKP) untuk mengantisipasi ketidakhadiran salah satu anggota KKP (3-4 pemanen per KKP), 5) hancak mandor, KKP dan pemanen bersifat tetap, 6) kegiatan panen dimulai dan diakhiri dengan arah yang sama, 7) pengerjaan panen diselesaikan block by block secara menyambung ke arah collection road. Kriteria matang panen Kriteria matang panen ditentukan saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA) minimal. Kriteria matang panen bergantung pula pada berat tandan. Berat tandan > 10 kg minimal 2 brondolan/kg untuk tiap tandan dan berat tandan <10 kg minimal 1 brondolan/kg. SBHE menggunakan ketentuan kriteria matang panen sebanyak 5 brondolan alami yang jatuh di piringan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para

44 pemanen dalam menentukan kriteria masak buah sehingga dapat meminimalkan adanya buah kurang matang (under ripe) dan menghindari buah lewat matang (over ripe) di pusingan berikutnya. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa terdapat buah yang disebut buah abnormal. Buah abnormal terdiri atas buah parthenocarpi dan buah keras atau buah batu (hard bunch). Buah parthenocarpi memiliki lebih dari 75% total brondolan di permukaaan buah cengkeh yang tidak terbentuk secara sempurna. Buah ini berwarna hitam dan tidak mempunyai kandungan minyak. Buah batu memiliki tanda-tanda kematangan dengan memperlihatkan adanya keretakan atau pecah-pecah, buah tidak membrondol dan saat itulah buah siap untuk dipanen. Buah batu kebanyakan muncul saat musim kemarau. Buah landak adalah buah yang mempunyai banyak duri pada satu tandan. Buah landak sulit membrondol di piringan. Ketelitian pemanen sangat diperlukan sebelum melakukan pemanenan dengan melihat kondisi buah dan karakteristik buah yang ada di pohon. Rotasi atau Pusingan Panen Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen bergantung pada kerapatan panen, kapasitas pemanenan, dan keadaan pabrik. Rotasi panen juga dipengaruhi oleh iklim yang menimbulkan adanya panen puncak dan panen kecil. SBHE menggunakan sistem rotasi 6/7, artinya dalam satu luasan areal tertentu dibagi menjadi 6 hari panen yaitu hari senin sampai dengan hari sabtu dengan rotasi ulangan 7 hari. Rotasi yang dilakukan lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan meningkatnya buah yang terlalu matang sehingga brondolan yang dihasilkan akan lebih banyak dan meningkatkan ALB. Sistem Panen Hancak panen merupakan luasan areal yang akan dipanen dalam satu hari. Ada dua sistem hancak panen yaitu sistem giring dan sistem tetap. Sistem hancak yang digunakan di SBHE adalah sistem hancak giring tetap. Sistem hancak giring tetap yaitu sistem hancak pada setiap kemandoran panen yang memiliki hancak tetap, sementara pemanen dalam kemandoran tersebut dapat dilakukan giring atau

45 perubahan hancak sesuai dengan kebutuhan, misalnya berdasarkan kerapatan panen, output pemanen dan lain-lain. Angka Kerapatan Panen (AKP) Tujuan dari penentuan AKP adalah mengetahui banyaknya janjang yang akan dipanen pada hari tersebut, jumlah tenaga pemanen yang diperlukan dan kebutuhan transportasi (truk). Perhitungan AKP dilakukan melalui taksasi atau sensus potong buah dengan sampel yang diambil secara acak sebanyak 10% dari luas blok yang akan dipanen. Cara penentuan AKP adalah sebagai berikut: % kerapatan = Contoh: Seorang mandor panen melakukan taksasi produksi untuk menentukan jumlah janjang yang akan dipanen besok di Blok B3. Taksasi produksi dilakukan pada 125 pohon sampel dan didapatkan hasil bahwa jumlah janjang yang telah dihitung sebanyak 37 janjang. AKP pada blok tersebut dan estimasi janjang yang akan dipanen besok adalah sebagai berikut: Jawab: = 37 janjang x 100 % = 27.21 % janjang/pohon 125 pohon jumlah janjang yang akan dipanen x 100 % jumlah pohon yang diamati

Besarnya estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok pada blok tersebut adalah: = AKP x populasi pohon/ha x luasan blok yang diamati = 27.21 % janjang/pohon x 134 pohon/ha x 29.08 ha = 1 060 janjang Jadi, dapat diketahui bahwa pada Blok B3 memiliki AKP sebesar 27.21 % dengan estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok sebanyak 1 060 janjang. Kebutuhan Tenaga Kerja Panen (TKP) Perencanaan Setiap pemanen dapat memanen dengan luasan lahan 3-4 ha/hari pada kondisi normal. ITK pemanen di SBHE adalah 0.06. Kebutuhan tenaga kerja panen dalam sehari dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:

46 AxBxCxD E

Kebutuhan TKP = Keterangan: A B C D E

= Luas ancak yang akan dipanen (ha) = Kerapatan panen = Berat janjang rata-rata (BJR) (kg) = Populasi tanaman/ha = Kapasitas panen/HK

Fraksi TBS dan Mutu Panen Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Ada lima fraksi TBS dengan kriteria layak untuk dipanen adalah berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Tabel 11). Tabel 11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan Sangat mentah Mentah Kurang matang matang I Matang II Lewat matang I Lewat matang II

00 Tidak ada, buah berwarna hitam 0 1-12.5% buah luar membrondol 1 12.5-25% buah luar membrondol 2 25-50% buah luar membrondol 3 50-75% buah luar membrondol 4 75-100% buah luar membrondol 5 buah dalam juga membrondol, ada buah busuk Sumber: Pusat Penelitian Marihat (1982)

SBHE memiliki ketentuan yang berbeda dalam menentukan kriteria derajat kematangan buah. Kriteria kematangan buah di SBHE pada Tabel 12. Tabel 12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE Fraksi 0% buah membrondol < 2 brondol/kg 2 brondol/kg > 75% membrondol semua 100% buah luar membrondol semua Sumber: BGA Group Plantations (2010) Tingkat Kematangan Mentah Kurang matang Matang Lewat matang Janjang kosong

47 Basis Panen Basis yang diterapkan di SBHE adalah basis borong (tugas), basis waktu dan basis hancak. Seorang pemanen harus memenuhi persyaratan dari 3 basis tersebut. Basis ditentukan berdasarkan BJR dan topografi. Basis tugas atau borong adalah jumlah tandan yang harus dipanen dalam satu hari kerja oleh seorang pemanen dalam satu hari kerja (7 jam). Basis tugas ditentukan berdasarkan tahun tanam, keadaan buah dan topografi. Penetapan basis borong di SBHE berdasarkan tahun tanam. Basis tugas untuk tahun tanam 1998 adalah 110. Basis borong untuk tahun tanam 2002, 2003, 2005, 2007 dan 2008 adalah 120. Basis waktu adalah jumlah tandan yang harus dipanen berdasarkan ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jam kerja seorang pemanen di SBHE hingga pukul 14.00 WIB. Seorang pemanen yang telah mencapai basis borong juga harus memenuhi basis waktunya. Basis hancak adalah jumlah tandan yang harus dipanen oleh seorang pemanen sesuai dengan ketetapan luasan hancak pada kebun tersebut. Premi dan Denda Panen Premi panen merupakan pemberian pendapatan diluar gaji pohon apabila pemanen telah memanen janjang melebihi dari basis yang telah ditetapkan. Besarnya premi panen di SBHE ditentukan berdasarkan tim atau model pemanen dan berdasarkan tahun tanam. Tim pemanen terdiri atas 3 model, yaitu model BHS Non-DOL, BHSDOL 2 dan BHS-DOL 3. Tim pemanen BHS NonDOL adalah pemanen melakukan potong buah (cutter) sekaligus bertugas sebagai pengutip brondolan (LF Picker) dan membawa hasil panen langsung ke TPH (Carrier). BHSDOL 2, kegiatan pemanenan terdiri atas dua orang pekerja, yaitu satu orang sebagai potong buah dan mengangkut hasil panen ke TPH (cutter+carrier) dan satu orang lagi sebagai pengutip brondolan (LF Picker). BHSDOL 3, kegiatan pemanenan terdiri atas tiga orang pekerja. Satu orang sebagai potong buah dan potong pelepah sekaligus merumpuknya berbentuk U-Shape (Cutter+Frond Stacking), satu orang

48 sebagai pembawa buah hasil panen ke TPH (Carrier), dan satu orang sebagai pengutip brondolan (LF Picker). Ketentuan pemberian premi juga didasarkan pada tahun tanam. Hal ini disebabkan semakin lama tahun tanam maka berpengaruh terhadap BJR janjang yang semakin besar pula yang dihubungkan pada kemampuan pemanen dalam memotong buah. Premi lebih borong yang diberikan untuk janjang dengan tahun tanam 1998 sebesar Rp 380/janjang, sedangkan untuk tahun tanam 2000, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008 premi lebih borong yang diberikan sebesar Rp 320/janjang. Sistem pemberian premi pada setiap model pemanen memiliki ketentuan yang berbeda. Cara perhitungan premi pada masing-masing model tim pemanen dapat dilihat pada Lampiran 8. Perbedaaan masing-masing model sebagai berikut: 1. Model BHS Non DOL Sistem premi yang diberikan jika telah mencapai basis siap borong yaitu sebesar Rp 8 500. Pemanen yang telah mencapai basis borong akan mendapatkan uang tambahan yang besarnya dihitung dengan mengalikan premi lebih borong dengan janjang yang dihasilkan. 2. Model BHSDOL 2 Seorang cutter+carrier yang telah mencapai 150 % dari basis borong akan memperoleh premi sebesar Rp 1 500, apabila telah mencapai 165 % dari basis borong maka akan mendapatkan premi sebesar Rp 3 000 dan ditambah Rp 1 500. Pencapaian janjang panen sebesar 180 % dari basis borong, pemanen akan mendapatkan premi sebesar Rp 6 000 dan ditambah Rp 4 500. Seorang LF Picker akan memperoleh premi apabila telah mencapai basis borong sebesar 275 kg brondolan. Setiap kilogram brondolan yang dihasilkan akan dikalikan Rp 90 setelah melebihi dari basis borongnya. 3. Model BHSDOL 3 Kriteria premi yang diberikan pada model BHSDOL 3 adalah: 1) pemanen Cutter+Frond Stacking dan Carrier akan memperoleh premi sebesar Rp 1 000 jika telah mencapai 220 % dari basis borong. Premi sebesar Rp 1500 akan diperoleh setelah mencapai 240 % dari basis borong dan ditambah dengan Rp 1 000. Premi sebesar Rp 5 000 akan diperoleh setelah

49 mencapai 260 % dari basis borong dan ditambah dengan Rp 2 500, 2) pemanen LF Picker akan memperoleh premi setelah mencapai basis 275 kg brondolan. Banyaknya brondolan per kilogramnya akan dikalikan dengan Rp 90 setelah mencapai basis borong. Premi juga diberikan kepada Mandor Panen, Kerani Buah, Mandor I dan Kerani Transpor. Premi yng diberikan kepada Mandor Panen adalah 150 % dari rata-rata premi pemanen kemandorannya. Premi yang diberikan kepada Kerani Buah adalah 125 % dari rata-rata premi panen pemanen kemandoran yang bersangkutan. Premi Mandor I adalah 125 % dari premi Mandor Panen. Premi Kerani Transpor adalah 110 % dari rata-rata premi kerani buah. Penerapan sistem denda diberikan kepada pemanen yang melanggar ketentuan yang telah diterapkan. Bentuk kesalahan dan denda di SBHE seperti: potong buah mentah, < 6 berondolah/janjang di TPH, buah masak tidak dipotong, buah masak dipotong tinggal di hancak, loose fruit tidak dikutip, memotong buah tidak sempurna, buah tidak distempel, brondolan banyak sampah, gagang panjang dengan panjang rata-rata lebih dari 3 cm, pelepah tidak disusun, pelepah sengkleh, buah busuk, karung atau alas karung tercecer, janjang tinggal di TPH, over pruning, dan lain-lain. Rata-rata kesalahan yang umum dilakukan oleh pemanen adalah buah mentah dipotong, brondolan < 6 brondol/Jjg di TPH, brondolan tidak dikutip yang tertinggal di pohon, piringan, pasar rintis maupun di TPH. Pemanen yang memanen buah mentah akan mendapatkan denda sebesar Rp 5 000/janjang. Pemanen yang memanen buah dengan ketentuan < 6 brondol/janjang akan mendapatkan denda sebesar Rp 500/janjang. Brondolan tinggal di pohon, piringan, maupun TPH akan dikenakan denda sebesar Rp 500/pohon. Sistem denda yang di terapkan di SBHE juga diberlakukan untuk supervisi, yaitu Mandor I, Mandor Panen, Kerani Buah, dan Kerani Transpor. Jenisjenis kesalahan meliputi: under ripe > 10%, kesalahan tidak didenda mutu hancak dan mutu buah, tidak mencatat sesuai mutu buah pada hari tersebut, mencatat hasil TBS+LF Picker berlebihan dari aktual, empty bunch > 5 % terangkut ke PKS, buah tinggal di TPH (buah restan), pengangkutan tidak FIFO, berondolan tinggal > 60 brondol/ha, pusingan panen < 9 hari, dan janjang tinggal > 1 janjang/ha. Bentuk denda yang dikenakan kepada para supervisi; Mandor I,

50 Mandor Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor berupa premi hari tersebut tidak dibayar. Pelaksanaan Panen Pelaksanaan panen di SBHE dibagi kedalam dua kemandoran. Setiap kemandoran terdiri atas 16 orang pemanen. Sistem panen yang diberlakukan menggunakan sistem KKP (Kelompok Kecil Pemanenan). Setiap 1 orang pemanen harus menyelesaikan 2 pasar pikul pada luasan 1 ha. Setiap pemanen harus membawa perlengkapan panen, seperti: angkong, egrek, dodos, gancu, garu, stempel, dan karung untuk alas brondol. Seorang pemanen harus memperhatikan mutu buah yang dipanen (ripe, unripe, under ripe, over pruning, empty bunch, long stalk, kontaminasi, alas brondolan, dan brondolan busuk/TPH) dan mutu hancak (buah tinggal, brondolan tinggal, pelepah sengkleh, pohon over pruning). Grading Buah Grading Buah TBS adalah kegiatan menggolongkan buah berdasarkan tingkat kematangan sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Grading TBS dilakukan minimal 10 % dari total estimasi taksasi produksi pada hari pelaksanaan panen. Terdapat ketetapan oleh pihak PKS terhadap kebun dalam menentukan standar grading buah agar tercapainya kualitas minyak yang tinggi. Standar yang digunakan untuk buah masak (ripe) > 85 %, unripe (0 %), under ripe (< 8 %), over ripe (<7 %), empty bunch (0 %), buah abnormal (< 2 %), long stalk (0%), brondolan segar (100 %), sampah/kontaminasi (<5 %), losses fruit (> 8 %), dan serangan tikus (0 %). Pengawasan Panen Target dari kegiatan panen adalah mendapatkan buah dengan kualitas dan kuantitas yang baik sehingga menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi. Pencapaian target tersebut tidak terlepas dari pengawasan panen. Pengawasan kegiatan panen dilakukan oleh tim supervisi.

51 Mandor panen bertugas mengawasi pemanen sampai hancaknya selesai, mengawasi mutu buah hingga buah terangkut ke PKS dan melakukan taksasi produksi harian. Mandor I dan Asisten melakukan inspeksi panen sebanyak 5 kali per minggu bersama mandor panen. Kerani panen bertugas mencatat jumlah TBS yang telah dipanen dan melakukan grading buah sebelum diangkut ke PKS. Transportasi Panen Alat angkut yang digunakan di SBHE untuk mengangkut buah ke PKS adalah truk. SBHE memiliki 10 unit truk. Penentuan kebutuhan truk berdasarkan hasil taksasi yang telah dilakukan sehari sebelumnya oleh mandor panen. Kapasitas satu unit truk adalah 7-7.5 ton TBS. Pengangkutan TBS dari lapangan ke PKS menggunakan dua sistem, yaitu: 1) pengangkutan dengan kendaraan kebun (intern) yaitu pengangkutan TBS dilaksanakan dan diawasi oleh kebun dan 2) pengangkutan oleh pemborong (extern) yaitu pengangkutan TBS dilakukan oleh kontraktor namun

pelaksanaannya dibawah pengawasan/kontrol kebun. Biaya angkut dihitung berdasarkan harga per kilogram TBS yang jumlahnya sesuai dengan hasil penimbangan di PKS.

52 Analisis Produksi TBS Besarnya tonase produksi TBS dalam satu tahun yang akan dicapai oleh suatu kebun dapat diketahui berdasarkan hasil sensus produksinya. Sensus produksi dilakukan dua kali dalam setahun yaitu untuk mengetahui produksi TBS pada semester I (kondisi lowcrop) dan semester II (kondisi peakcrop). Musim panen puncak berlangsung 2-3 bulan dalam setahun dan biasanya pada bulan panen puncak produksi TBS meningkat 12-13 % dari produksi setahun. Angka ini selalu dipakai untuk memperhitungkan kapasitas pabrik. Besarnya estimasi produksi TBS untuk satu tahun berdasarkan hasil sensus, selanjutnya disebar pada setiap bulannya dengan melihat potensi buah yang disebut dengan sebaran produksi (Gambar 5).
14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0

% Sebaran

2009 2010

Bulan

Gambar 5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010 Sebaran produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi setiap bulannya dari tahun sebelumnya (2009). Sebaran terendah pada Bulan Agustus dan tertinggi dicapai di Bulan Desember (Gambar 5). Kondisi ini disesuaikan dari sebaran produksi pada tahun-tahun sebelumnya dengan melihat faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat dijadikan sebagai acuan oleh pihak kebun dalam mengestimasikan kebutuhan tenaga kerja, baik tenaga kerja pemanen maupun BM (Bongkar Muat), kebutuhan alat kerja, dan kebutuhan unit transportasi (untuk kegiatan evakuasi buah). Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat juga digunakan oleh pihak

53 Marketing Departement sebagai dasar penentuan untuk kegiatan penjualan CPO dan KPO. Potensi produksi merupakan kemampuan tanaman dalam memenuhi semua asumsi-asumsi agronomis dan fisiologis, saat tanaman mampu beradaptasi terhadap lingkungan sebagai tempat tumbuhnya serta mendapat cukup pasokan hara dan air tanpa ada gangguan hama dan penyakit. Besarnya potensi produksi yang dimiliki digunakan oleh kebun sebagai dasar atau acuan dalam perencanaan biaya (cost) yang akan dikeluarkan perusahaan pada periode tertentu, baik untuk semesteran maupun tahunan. Potensi produksi TBS di SBHE dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010 Potensi Produksi TBS 2009 2010 (RUT) (S. Marihat) (RUT) (S. Marihat) .....ton/ha 1998 25 25 25 25 1999 2000 25 25 25 25 2001 2002 16 25 19 25 2003 16 23 19 23 2004 2005 13 16 16 16 2006 13 13 16 13 2007 16 6 2008 Keterangan : RUT = Rata-Rata Umur Tanaman S. Marihat = Standar Marihat Tahun Tanam Potensi produksi pada umur tanam yang berbeda akan menghasilkan potensi produksi yang berbeda pula. Semakin tua komposisi umur tanam pada tingkat umur tertentu maka potensi produksi yang dihasilkan semakin tinggi (Tabel 13). Hal ini disebabkan semakin tua komposisi umur tanam pada tingkat umur tertentu jumlah janjang yang dihasilkan semakin sedikit tetapi BJR yang dihasilkan akan semakin besar yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi per hektarnya yang tinggi.

54 Penentuan potensi produksi didasarkan oleh standar potensi produksi PPKS Marihat. Potensi produksi yang dicapai oleh SBHE menunjukkan bahwa kebun ini telah mampu untuk mencapai potensi produksi sesuai dengan standar PPKS Marihat. Terdapat pencapaian potensi produksi yang melebihi potensi standar marihat (Tabel 13). Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi SBHE yang memiliki tingkat heterogenitas umur tanam yang tinggi pada setiap bloknya. Sebagai contoh perhitungan RUT untuk mengetahui potensi produksi pada tahun 2010, luasan areal dengan tahun tanam 2007 seluas 512.92 ha memiliki potensi sebesar 16 ton/ha, sedangkan standar marihatnya adalah 6 ton/ha. Kondisi ini disebabkan pada luasan areal tersebut terdapat beberapa tahun tanam. Pohon dengan tahun tanam 2000 memiliki luasan 10.37 ha, tahun tanam 2002 seluas 58.87 ha, tahun tanam 2003 seluas 124.54 ha, tahun tanam 2005 seluas 23.97, tahun tanam 2006 seluas 47.20 ha, dan tahun tanam 2008 seluas 62.33 ha, sedangkan tahun tanam 2007 memiliki luasan 185.64 ha sehingga potensi produksi yang dihasilkan melebihi dari potensi produksi yang didasarkan pada standar marihat. Kebijakan yang diambil dalam menentukan potensi produksinya adalah berdasarkan RUT (Rata-Rata Umur Tanaman). Komposisi pohon di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 9. RUT merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui potensi produksi yang sebenarnya pada kebun yang memiliki komposisi umur pohon yang beragam dalam satu bloknya. RUT dihitung dengan cara mengidendifikasi komposisi pohon dan luasan areal tanam dari masing-masing blok berdasarkan tahun tanam yang berbeda. Potensi produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut adalah contoh perhitungan potensi produksi SBHE: a. Tahun tanam 2000 = 10 tahun x 10.37 ha = 103.70 tahun ha Tahun tanam 2002 = 8 tahun x 58.87 ha = 470.96 tahun ha Tahun tanam 2003 = 7 tahun x 124.54 ha = 871.78 tahun ha Tahun tanam 2005 = 5 tahun x 23.97 ha = 119.85 tahun ha Tahun tanam 2006 = 6 tahun x 47.20 ha = 188.80 tahun ha Tahun tanam 2007 = 3 tahun x 185.64 ha = 556.92 tahun ha Tahun tanam 2008 = 2 tahun x 62.33 ha = 124.66 tahun ha
+

2436.67 tahun ha

55 b. 2436.67 tahun ha / 512.92 ha = 5 tahun. Perhitungan diatas memperlihatkan bahwa areal dengan tahun tanam 2007 yang memiliki umur 3 tahun pada tahun 2010 memiliki potensi produksi di umur 5 tahun. Umur 3 tahun memiliki potensi produksi 6 ton/ha, sedangkan umur 5 tahun memiliki potensi 16 ton/ha. Jadi, dapat diketahui bahwa sebenarnya pada blok tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan TBS sebesar 16 ton/ha. Berdasarkan hasil sensus produksi dan potensi produksi dibuat proyeksi produksi (budget produksi) sebagai bentuk estimasi anggaran atau rencana biaya produksi yang ditetapkan oleh perusahaan untuk memonitor sebaran produksi yang dicapai setiap tahun bahkan setiap bulannya. Budget produksi tidak boleh lebih dari 5 % dari sensusnya. Hal ini berhubungan dalam pembuatan budget produksi karena perusahaan telah membuat anggaran-anggaran biaya yang terkait dengan proses produksi, mulai dari biaya perawatan dan pemeliharaan, biaya transportasi, biaya untuk kegiatan panen, upah tenaga kerja, dan lain-lain. Kondisi tersebut menuntut perusahaan harus lebih cermat dan teliti dalam pembuatan budget dan sebaran produksi untuk meminimalisasi terhambatnya budget yang diperlukan dalam proses produksi yang berpengaruh terhadap produksi yang akan dicapai. Sensus produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi tiap bulannya terhadap realisasi produksi yang dapat dilihat pada Gambar 6.
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0

Tonase (Ton)

sensus produksi budget

Bulan

Gambar 6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010 Pencapaian produksi yang lebih rendah dari hasil sensus dan pencapaian produksi yang melebihi dari hasil sensus produksi. Pencapaian produksi lebih

56 rendah dari hasil sensus dapat disebabkan oleh: 1) tidak akuratnya sensus pohon terutama pada pohon produktif, 2) saat sensus dilakukan, bunga cengkeh yang belum membuka sempurna diestimasikan dapat dipanen untuk semester I atau 15 % dari total sensus, namun buah baru dapat dipanen pada semester II yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya, 3) kurang maksimalnya dalam mengeksploitasi buah. Eksploitasi buah yang kurang dipengaruhi oleh: a) kurang maksimalnya transportasi yang disebabkan oleh faktor jalan yang kurang mendukung, b) kurangnya sarana panen meliputi: titi panen, pasar pikul dan piringan, c) pusingan tinggi karena kurangnya tenaga kerja pemanen dan produksi TBS yang melebihi kapasitas pabrik. Kapasitas pabrik yang terbatas menyebabkan kegiatan panen diberhentikan untuk sementara waktu yang berakibat kepada kerapatan panen tinggi. Realisasi produksi yang melebihi dari hasil sensus. Faktor-faktor yang mempengaruhinya meliputi: 1) semester II merupakan kondisi peakcrop, 2) terdapat pohon kelapa sawit dengan tahun tanam 2008 yang mulai dapat dipanen dengan melihat kondisi fisik buah yang telah memenuhi kriteria buah layak panen, 3) jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR yang diperoleh, produksi yang diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang diperoleh menurun yang disebabkan oleh BJR yang dihasilkan beragam akibat adanya tahun tanam pohon kelapa sawit yang beragam. BJR yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya tonase produksi TBS yang dihasilkan.

Aspek Manajerial

Manajemen tingkat karyawan non staf adalah karyawan yang bertugas membantu jalannya kegiatan, baik kebun maupun pada administrasi kantor. Karyawan yang termasuk tenaga kerja tingkat non staf terdiri atas Mandor I, Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Mandor perawatan, Mandor Chemist, Mandor Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor. Manajemen tingkat karyawan meliputi pengelolaan di bidang administrasi terkait kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh asisten, mandor, petugas administrasi kebun atau kerani lainnya. Kegiatan yang diikuti pada aspek manajerial yaitu berstatus sebagai pendamping Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Kerani Panen, Mandor Chemist, dan Mandor Perawatan. Mandor I Setiap divisi memiliki seorang Mandor I. Tanggung jawab seorang Mandor I meliputi: 1) melakukan koordinasi antar mandor, 2) memonitor pekerjaan di divisi, 3) memeriksa pusingan potong buah yang dibuat mandor panen, 4) memeriksa buah hasil laporan kerani panen, 5) mengatur angkutan buah untuk pengangkutan ke PKS, 6) mengecek brondolan di TPH dan mutu hancak. Kerani Divisi Tanggung jawab seorang Kerani Divisi adalah: 1) membuat laporan harian, mingguan dan bulanan, 2) membuat usulan permintaan bahan atau material yang dibutuhkan di lapang, 3) mengisi Buku Prestasi Kerja (BPK), 4) membuat daftar hadir dan mengabsen kehadiran karyawan saat apel pagi dan sore serta merekapitulasi daftar absensi per tahapan, 5) merekapitulasi pengangkutan janjang kosong, 6) membantu pembayaran gajian, 7) membuat BPB (Bon Permintaan Barang), dan 8) mencatat karyawan berobat. Kegiatan-kegiatan yang diikuti antara lain: mengisi papan rencana kerja harian/mingguan/bulanan untuk monitoring pengiriman TBS ke PKS, realisasi pemupukan, monitoring persediaan bahan di gudang, melakukan input data ke

58 website perusahaan yaitu BPS (Bumitama Plantations System), membuat LHA (Laporan Harian Asisten) dan membantu pembayaran gaji karyawan. Mandor Pupuk Tanggung jawab seorang Mandor Pupuk adalah: 1) melaksanakan program BMS (Block Manuring System) yang telah dibuat, 2) mengarahkan dan menghancakan karyawan, 3) menjaga kualitas kerja, kontrol dan cek mutu kerja, 4) mengawasi pelaksanaan pemupukan sesuai rencana yang telah ditentukan, 5) koordinasi dengan bagian traksi untuk pengangkutan pupuk. Kegiatan yang diikuti selama satu minggu menjadi pendamping Mandor Pupuk adalah membantu menghitung kebutuhan pupuk yang diperlukan saat akan dilakukan aplikasi pemupukan, memonitoring pupuk mulai dari pengangkutan dari gudang, pengeceran, pelangsiran, sampai kegiatan penaburan pupuk ke lapang. Jumlah karyawan yang diawasi 9 orang pada luasan 15 ha. Mandor Perawatan Tanggung jawab seorang Mandor Perawatan adalah: 1) membagi hancak karyawan sesuai lokasi yang akan dikerjakan, 2) memastikan semua alat yang digunakan dalam kondisi baik dan siap pakai, 3) mengontrol dan mengawasi pekerjaan karyawan, dan 4) mengawasi karyawan secara optimal. Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Mandor Perawatan, meliputi: mengawasi karyawan yang bekerja saat rawat jalan sebanyak 3 orang selama 2 hari kerja, pembuatan pasar pikul sebanyak 8 orang dalam 1 hari kerja, pembersihan piringan manual sebanyak 8 orang selama 1 hari kerja dengan luasan 4 ha, dan pruning sebanyak 2 orang selama 1 hari dengan luasan 4 ha. Mandor Chemist Tanggung jawab pekerjaan seorang Mandor Chemist adalah memberikan pengarahan dan penghancakan karyawan, melakukan control dan cek mutu kerja dan menjaga keselamatan diri, bawahan dan lingkungan, dan melakukan pemeriksaan Quality Check Mutu Semprot.

59 Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Chemist, meliputi: monitoring dan mempersiapkan kebutuhan bahan sebelum dibawa ke lapang dan mengawasi karyawan selama kegiatan penyemprotan berlangsung. Jumlah pekerja yang diawasi sebanyak 16 karyawan dalam satu hari kerja pada luasan 3 ha. Mandor Panen Tanggung jawab seorang Mandor Panen adalah: 1) mengarahkan dan membina karyawan, 2) mengontrol pekerjaan karyawan dan meminimalkan accident, 3) membagi hancak pemanen, 4) mengontrol hancak pemanen, 5) koordinasi dengan kerani panen untuk pengecekan buah, dan 6) melaporkan hasil pemeriksaan mutu buah dan mutu hancak kepada Asisten Divisi. Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Panen selama satu minggu pada dua blok adalah: melakukan taksasi harian, mengawasi pemanen selama kegiatan panen berlangsung dan melakukan penilaian terhadap mutu hancak dan mutu buah pemanen. Jumlah pemanen yang diawasi dalam satu kemandoran sebanyak 12 orang secara bergantian pada luasan 12 ha. Kerani Panen Pencapaian mutu buah ditentukan oleh seorang kerani panen dalam menggrading buah yang telah dipanen. Tugas seorang kerani panen meliputi: 1) memeriksa buah di TPH, 2) mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke dalam Buku Penerimaan Buah (BPB), 3) mengisi buku notes potong buah, 4) mengisi laporan potong buah SKU, 5) mengisi daftar premi potong buah, 6) mengecek buah sisa (restan), 7) mengisi buku mutu buah, dan 8) merekapitulasi laporan potong buah. Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Kerani Buah selama dua hari, meliputi: membantu menggrading buah dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori buah ripe, under ripe, unripe, empty bunch, buah abnormal dan buah busuk sebelum diangkut ke unit, mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke dalam Buku Penerimaan Buah (BPB), dan memeriksa stempel buah.

60 Kerani Transpor Tugas seorang kerani transpor meliputi: 1) mengisi BPB, 2) memeriksa realisasi permintaan barang dengan BPB, 3) melayani kebutuhan spare part, pelumas, BBM dan lain-lain, 4) mengarsipkan surat-surat masuk, 5) membuat laporan premi transport, 6) merekapitulasi laporan produksi TBS, 7) mencatat produksi TBS yang diangkut ke PKS, 8) mengisi buku register permintaan kendaraan. Asisten Divisi Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Asisten Divisi selama satu bulan, yaitu: membantu membuat RKB (Rencana Kerja Bulanan), mengikuti Field Visit, bersama dengan asisten melakukan pemeriksaaan ke lapang meliputi kegiatan penggunaan alat berat (Excavator), pemupukan sesuai dengan pedoman BMS, penanaman MB dan Nephrolepis, penyemprotan herbisida, dan kegiatan pemanenan, membantu asisten dalam melengkapi dan merapikan administrasi kantor kebun karena akan dijadikan sebagai kantor percontohan untuk divisi lain sesuai dengan SAP (Standard Administrasi Procedure) yang telah ditetapkan oleh perusahaan, membantu asisten

memperindah TPA (Tempat Penitipan Anak) dengan menggambar mural yang bertujuan untuk memberikan kesenangan dan kenyaman kepada anak-anak selama berada di TPA.

PEMBAHASAN
Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Tujuan utamanya untuk menghasilkan produksi yang optimal. Produk yang dihasilkan berupa TBS yang diharapkan dapat mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dengan kandungan rendemen minyak yang tinggi pula. Kaitannya terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan, terdapat komponen-komponen produksi (faktor pengali produksi) dan faktor penentu produksi yang harus diperhatikan. Komponen Produksi (Faktor Pengali Produksi) Produksi TBS tidak terlepas dari komponen-komponen produksi yang mempengaruhinya. Ada empat komponen produksi tanaman kelapa sawit yang dikenal juga dengan istilah faktor pengali produksi, meliputi: jumlah bunga betina per pohon, jumlah TBS per pohon, Berat Janjang Rata-Rata (BJR), dan jumlah pohon produktif. Berikut data komponen-komponen produksi tanaman kelapa sawit di SBHE pada Tabel 14. Tabel 14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa Sawit Tahun Pohon Bunga Jumlah (X1) (X2) Tanam Sampel Betina janjang 1998 97 2 0.2 436 4 2002 116 24 0.2 580 5 2003 192 35 0.2 746 4 2005 125 42 0.3 943 8 2007 130 31 0.2 624 5 2008 194 51 0.3 1192 6 Keterangan : X1 = Jumlah bunga betina/pohon X2 = Jumlah janjang/pohon X3 = BJR (Berat Janjang Rata-Rata) X4 = Jumlah pokok produktif/ha (X3) 114 109 93 128 122 111 (X4) 18.0 13.5 13.5 10.2 7.6 7.5

Hasil korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon yang dilihat dari nilai signifikan sebesar 0.023 (Tabel 15), sedangkan untuk

62 perbandingan komponen produksi dengan komponen produksi lainnya

menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hubungan keeratan antar variabel yang menunjukkan hubungan yang sangat erat yaitu antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon sebesar 87.3 %. Hubungan terlemah terdapat antara komponen BJR dengan pohon produktif yaitu sebesar 35.8 %. Hubungan korelasi yang erat memperlihatkan semakin berpengaruhnya komponen produksi yang diamati terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Uji korelasi juga memperhatikan arah korelasi yang searah atau berlawanan arah yang dilihat dari nilai koefisien yang diperoleh bernilai positif atau negatif. Hasil korelasi menunjukkan hubungan tidak searah yaitu antara komponen jumlah bunga betina dengan BJR, antara jumlah janjang dengan BJR, dan antara komponen BJR dengan pohon produktif. Hubungan yang searah ditunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon, antara bunga betina per pohon dengan pohon produktif dan antara jumlah janjang per pohon dengan pohon produktif. Hubungan yang searah memperlihatkan semakin besar jumlah komponen produksi yang bernilai positif tersebut akan berpengaruh kepada semakin besar pula produksi TBS yang akan diperoleh. Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang diamati yang memiliki hubungan nyata, searah dan sangat erat adalah antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon. Hasil korelasi ini dapat diartikan bahwa semakin banyak jumlah bunga betina per pohon maka semakin banyak pula jumlah janjang yang akan terbentuk sehingga berpengaruh kepada semakin besar pula pencapaian produksi TBS yang akan dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh potensi buah pada tanaman kelapa sawit pada blok yang diamati cukup tinggi. Banyaknya janjang kelapa sawit yang dihasilkan dipengaruhi oleh umur tanaman dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Semakin tua komposisi umur tanaman maka semakin sedikit pula jumlah janjang yang dihasilkan, tetapi BJR yang dihasilkan semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Komponen Berat Janjang Rata-Rata (BJR) dan komponen pohon produktif memiliki pengaruh yang tidak nyata. Jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR

63 yang diperoleh, produksi yang diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang diperoleh menurun. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun yang memiliki tingkat heterogenitas umur tanaman yang tinggi yang berpengaruh kepada pencapaian BJR kebun beragam. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa nilai BJR yang diperoleh dari data produksi kebun untuk tahun tanam 1998 adalah 18.50 kg sedangkan menurut Standar Marihat dengan kesesuaian lahan S3, pohon dengan umur 13 tahun dapat menghasilkan BJR sebesar 19.5 kg. Perbedaan nilai BJR untuk umur tanam yang sama sangat berpengaruh terhadap besarnya tonase produksi TBS yang akan dihasilkan. Pohon produktif merupakan pohon yang memiliki potensi untuk menghasilkan buah. Pohon produktif tidak memiliki pengaruh nyata yang disebabkan oleh rendahnya jumlah pohon produktif pada setiap blok dalam satu hektarnya. Data populasi tanaman per hektar terkait dengan komponen jumlah pokok produktif pada Blok B4, B5, D1, B6, D2, dan D3 secara berturut-turut adalah 136, 119, 138, 143, 141, dan 140. Jumlah pohon produktif yang rendah dapat disebabkan oleh adanya pohon yang terserang HPT, pohon mandul, terdapat areal rendahan, dan adanya pohon sisipan yang menyebabkan rendahnya jumlah tandan yang akan dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS per hektarnya yang rendah pula. Hasil uji korelasi pada komponen-komponen produksi TBS di SBHE pada Tabel 15. Tabel 15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS Variabel X2 X3 X4 Keterangan :* tn X1 r (koefisien) 0.873* P-value 0.023 r (koefisien) -0.548 tn -0.550 tn P-value 0.260 0.258 r (koefisien) 0.524 tn 0.687 tn P-value 0.286 0.132 = berbeda nyata pada taraf uji 5 % = tidak berbeda nyata Statistik Uji Variabel X2 X3

-0.358 tn 0.487

64 Jumlah bunga betina dan jumlah janjang digunakan untuk menduga produksi semesteran yang dikenal dengan istilah ramalan produksi atau sensus produksi. Ramalan produksi dapat menduga produksi untuk satu tahun yang didistribusikan setiap bulannya (Januari-Desember) yang dikelompokkan menjadi semester I (kondisi lowcrop) dan semester II (kondisi peakcrop). Ramalan produksi dapat juga digunakan untuk menduga produksi satu bulan maupun ramalan untuk seminggu. Jumlah janjang siap panen yang diamati digunakan untuk menduga produksi TBS esok hari atau yang dikenal dengan istilah taksasi produksi harian. Menurut Lubis (1992) untuk mengetahui ramalan tahunan maka data-data yang diperlukan adalah: 1. data produksi 5 tahun terakhir, 2. umur atau komposisi umur tanam, 3. iklim 2 tahun terakhir dan tahun mendatang (ramalan), 4. potensi bahan tanam, 5. pelaksanaan pemupukan, 6. serangan hama dan penyakit, 7. pemeliharaan tanaman, 8. topografi areal. Menurut Sunarko (2007) penyebaran produksi setiap bulan dalam setahun sangat dipengaruhi oleh curah hujan pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor iklim yang mempengaruhi fluktuasi produksi adalah sebagai berikut: 1 Dua puluh empat bulan setelah kemarau panjang (bulan kering) bunga jantan lebih banyak daripada bunga betina 2 3 Sebelas bulan setelah bulan kering, bunga-bunga berguguran atau abortus Enam bulan setelah bulan kering, buah abortus. Sebagai contoh pengamatan untuk mengetahui produksi TBS 6 bulan yang akan datang dilakukan pada Blok B5 dengan tahun tanam 2002 seluas 26.6 ha. Pohon yang dijadikan sampel sebanyak 116 pohon dan diperoleh data bahwa jumlah bunga betina yang diamati sebanyak 24 tandan dan janjang yang diamati sebanyak 580 janjang. BJR pada blok tersebut sebesar 14 kg dan jumlah pohon

65 produktif pada Blok B5 sebanyak 2 984 pohon (Tabel 14). Ramalan produksi TBS pada blok tersebut adalah sebagai berikut: P= kg 580 janjang x 14 janjang x 116pohon/ha 2984 pohon = 315.7 kg/ha Ramalan produksi untuk 6 bulan yang akan datang berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan memperlihatkan pada Blok B5 berpotensi untuk menghasilkan 8 396.5 kg TBS atau setara dengan 8.39 ton TBS. Produktivitas Blok B5 jika disesuaikan dengan potensi Standar Marihat untuk 6 bulan mendatang berpotensi menghasilkan 12.5 ton/ha TBS. Perbedaaan potensi produksi ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti banyak tanaman kelapa sawit yang mandul (dalam satu pohon hanya memiliki bunga jantan saja), terdapat areal rendahan/lowland, kondisi gulma yang telah mencapai diatas ambang ekonomi, terdapatnya pohon yang terserang hama dan penyakit dan defisiensi hara, terdapat pohon yang belum menghasilkan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Melihat kondisi di lapang bahwa dalam pencapaian produksi yang optimal dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan, genetis, maupun faktor teknis budidaya sehingga perlu dilakukannya suatu analisis faktor-faktor penentu produksi yang paling berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS tanaman kelapa sawit khususnya di SBHE. Analisis Faktor - Faktor Penentu Produksi TBS Peningkatan hasil produksi TBS tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor penentu produksi. Faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kurangnya satu faktor produksi atau lebih akan berdampak pada pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS khususnya di SBHE adalah faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, SPH, dan kondisi lahan. Pemilihan faktor-faktor yang dianalisa didasarkan pada asumsi dan kelengkapan data yang tersedia di kebun.

66 Fungsi produksi menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan tingkat sumberdaya tertentu yang digunakan untuk menghasilkan produk. Penentuan fungsi produksi yang digunakan adalah untuk melihat pengaruh faktor produksi terhadap produksi TBS dengan menggunakan analisis yang berbeda. 1. Pengujian Fungsi Produksi Cobb-Douglas Analisis dilakukan terhadap 3 variabel faktor penentu produksi, yakni curah hujan, pupuk dan tenaga kerja. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Ln Y = 12.1 - 0.00187 X1 + 0.00407 X2 + 0.59400 X3 Persamaan diatas menunjukkan pada saat semua variabel atau peubah bebas (X) yang digunakan diasumsikan bernilai 0 maka nilai Y (peubah tak bebas) yang dihasilkan adalah 12.1 satuan. Hasil signifikan dari ketiga variabel X yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap produksi TBS (Y) pada taraf uji 5% adalah faktor tenaga kerja yang terlihat dari nilai signifikan yang dihasilkan adalah 0.000 (Tabel 16). Berdasarkan model persamaan regresi diatas, jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar satu satuan maka produksi TBS yang dicapai akan meningkat sebesar 0.999 X satuan. Tabel 16. Pendugaan Faktor Penentu Produksi terhadap Produksi TBS No. Variabel t-hitung Peluang 1 Pupuk -1.390 tn 0.174 2 Curah Hujan 0.580 tn 0.566 3 Tenaga Kerja 35.950** 0.000 : ** = berpengaruh nyata pada taraf uji 1 % tn = tidak berpengaruh nyata

Keterangan

Nilai koefisien determinasi atau R2 yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2 %. Ini dapat diartikan bahwa 98.2 % variasi variabel Y (produksi TBS) di SBHE dapat diterangkan oleh variabel X (faktor penentu produksi berupa faktor pupuk, curah hujan dan tenaga kerja) yang dijelaskan dalam model dan kecil sekali (hanya 1.8 %) pengaruh faktor lain diluar model. Hasil uji analisis ini membuktikan bahwa faktor-faktor penentu produksi yang digunakan untuk

67 analisis telah cukup kuat mewakili dalam memperkirakan atau menduga pengaruh faktor-faktor penentu produksi terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE. Pengaruh faktor penentu produksi terhadap produksi TBS berdasarkan model fungsi produksi Cobb-Douglas akan dijelaskan pada masing-masing faktor penentu produksi yang digunakan dalam analisis ini. Jumlah Pupuk Faktor penentu produksi pada variabel jumlah pupuk yang digunakan untuk keperluan analisis lebih menitik beratkan kepada pencapaian realisasi pemupukan terhadap rekomendasi yang telah di tetapkan perusahaan, mengingat bahwa jumlah pupuk yang diaplikasikan ke lapang harus tepat dan sesuai rekomendasi. Nilai koefisien regresi untuk faktor jumlah pupuk adalah -0.00187. Nilai signifikan yang diperoleh untuk faktor jumlah pupuk adalah 0.174 yang berarti bahwa penggunaan pupuk dengan jumlah tertentu tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS. Nilai koefisien regresi yang bernilai negatif

memperlihatkan peningkatan jumlah pupuk sebesar satu satuan menyebabkan produksi akan menurun sebesar 0.00187 X satuan. Pengaruh jumlah pupuk terhadap pencapaian produksi TBS dari hasil analisis sebesar 16.2 %. Ini membuktikan bahwa pengaruh jumlah pupuk masih tergolong kecil dan jauh dari besarnya persentase yang diharapkan oleh sebuah kebun untuk mencapai produksi TBS yang optimum. Pengaplikasian pupuk di lapang sering terkendala pada selisih antara rencana pemupukan berdasarkan rekomendasikan dengan realisasi pemupukan (Tabel 17). Menurut PPKS (2006) realisai pemupukan di kebun umumnya belum memenuhi dosis yang direkomendasikan. Hal ini terutama terkait dengan ketersediaan pupuk di kebun, waktu aplikasi pupuk yang tidak sesuai dengan waktu yang telah disarankan oleh petugas rekomendasi sehingga sering terjadi kemunduran aplikasi pupuk dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Penetapan waktu aplikasi didasarkan pada pola curah hujan di daerah tersebut. Menurut Pahan (2008) seorang rekomendator dalam menentukan jenis, dosis, frekuensi, cara aplikasi, serta kebutuhan pupuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya mengacu pada analisis daun dan tanah, potensi pertumbuhan

68 dan produksi, pelaksanaan pemupukan dan perawatan tanaman sebelumnya, hasil percobaan pemupukan, dan penilaian lingkungan tumbuh seperti iklim, hama, penyakit, kondisi lahan, dan sebagainya. Faktor jumlah pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS berdasarkan pada analisis yang telah dilakukan. Penyebab tidak nyatanya pengaruh faktor jumlah pupuk terhadap produksi dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk pada dua tahun sebelumnya yang kurang sesuai dengan rekomendasi yang telah ditentukan oleh perusahaan, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Hal ini dapat dilihat dari persentase realisasi pemupukan di SBHE tahun 2007-2008 (Tabel 17). Persentase realisasi pemupukan di SBHE berdasarkan data pemupukan dua tahun sebelumnya mengalami fluktuasi dari tahun 2007 hingga 2008. Realisasi pemupukan dikategorikan baik apabila realisasi mencapai 100 %, jika kurang atau melebihi dari 100 % dikatakan kurang baik yang berpengaruh kepada produksi TBS yang ingin dicapai. Rata-rata pencapaian realisasi pemupukan tertinggi tahun 2007 sebesar 94.41 % dan terendah tahun 2008 yaitu 40.12 %. Rendahnya realisasi pemupukan pada tahun 2008 dapat disebabkan oleh ketersediaan pupuk yang langka sehingga kegiatan pemupukan pada tahun tersebut terganggu. Data historis pemupukan tahun 2007 memperlihatkan pencapaian realisasi pemupukan lebih dari 100 % (Tabel 17). Pencapaian ini dikategorikan kurang baik. Menurut Lubis (1992) pemberian pupuk yang berlebih akan menekan dan menghambat pertumbuhan tanaman dan berakibat kematian pada tanaman kelapa sawit yang sedang dibudidayakan. Realisasai aplikasi pemupukan berlebih terdapat pada pupuk makro, yaitu Urea sebesar 101.94 %, RP sebesar 104.46 % dan Kieserite sebesar 101.54%. Pencapaian realisasi melebihi dari 100 % dipengaruhi oleh: 1) kurang telitinya mandor pupuk dalam menghitung kebutuhan pupuk terhadap rekomendasi, 2) akibat adanya heterogenitas tahun tanaman setiap bloknya yang tinggi sedangkan perhitungan kebutuhan dosis pupuk yang dilakukan adalah berdasarkan tahun tanam blok yang menyebabkan adanya selisih perhitungan antara rekomendasi dengan realisasi, 3) terdapatnya figur-figur pohon

69 kerdil sehingga membutuhkan pemupukan ekstra karena pohon tersebut berada di areal marjinal. Data historis pemupukan tahun 2008 memperlihatkan terdapat realisasi pemupukan pada pupuk makro maupun mikro yang rendah. Realisasi aplikasi pupuk makro yang telah digunakan di SBHE adalah Urea sebesar 30.53 %, RP sebesar 42.30 % dan kieserite sebesar 2.91 %. Pupuk makro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar sehingga rendahnya realisasi ini sangat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Realisasi pupuk mikro yang digunakan adalah HGF Borate sebesar 68.74 dan CuSO4 sebesar 1.11 %. Pupuk mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil, namun kekurangan akan unsur mikro tersebut berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu. Tabel 17. Persentase Realisasi Pemupukan (2007-2008) di SBHE Realisasi Pemupukan (%) 2007 2008 Urea 101.94 30.53 Rock Phospat 104.46 42.30 MOP 93.63 95.11 Kiesrite 101.54 2.91 HGF Borate 82.36 68.74 CuSO4 82.51 1.11 NPK 15 NPK 12 Guano Dolomit ZinCopper Rata-Rata 94.41 40.12 Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010) Jenis Pupuk Aplikasi pupuk dua tahun sebelumnya akan terlihat produksi TBS yang dihasilkan pada dua tahun kemudian. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit membutuhkan waktu untuk proses pertumbuhan dan perkembangan vegetatif maupun generatifnya. Khusus untuk pertumbuhan generatif, tanaman kelapa sawit membutuhkan waktu untuk mencapai tingkat kematangan tanaman sehingga tanaman kelapa sawit tersebut sudah mulai dapat memproduksi buah hingga buah tersebut termasuk kedalam kriteria buah layak untuk dipanen. Pengaplikasian

70 pupuk pada dua tahun sebelumnya akan berpengaruh kepada banyaknya janjang yang akan dihasilkan oleh pohon, sedangkan pengaplikasian pupuk 6 bulan setelah aplikasi akan berpengaruh kepada pertumbuhan vegetatif dan berat janjang TBS tersebut. Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan rekomendasi dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit, seperti terjadinya defisiensi hara. Kekurangan atau defisiensi unsur hara tanaman dapat diketahui dari gejala-gejala penampakan fisik tanaman. Defisiensi unsur hara yang tinggi dapat menurunkan produktivitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman kelapa sawit. Pemberian pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar tanaman, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian, serta jenis dan dosis pupuk. Keadaan di lapang memperlihatkan terdapat beberapa blok yang mengalami defisiensi unsur hara. Kondisi pertanaman kelapa sawit di SBHE secara umum tergolong kepada kebun yang memiliki tingkat permasalahan defisiensi hara yang tinggi (Tabel 18). Total keseluruhan luasan areal SBHE menunjukkan terdapat tiga jenis unsur hara yang dikategorikan mengalami defisiensi hara, yaitu unsur Nitrogen (N), Kalium (K) dan Tembaga (Cu). Tabel 18. Persentase Defisiensi Unsur Hara di SBHE (2010) Status Hara Daun Luas (ha) % Defisiensi N 312.1 8 K2O 734.3 20 Cu 499.2 13 Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010) Jenis Hara Unsur Kalium menempati proporsi defisiensi yang terbesar dibandingkan dengan unsur lain. Kebijakan yang diambil oleh pihak kebun dengan melihat defisiensi unsur hara yang terjadi yaitu melakukan pengajuan rekomendasi pemupukan susulan kepada Departemen Riset perusahaan untuk mendapatkan rekomendasi yang sesuai terhadap permasalahan yang terjadi. Unsur Kalium

71 menempati defisiensi hara dengan tingkat proporsi terbesar dibandingkan dengan unsur lainnya. Unsur Kalium merupakan unsur utama dalam proses pembentukan buah sehingga Departemen Riset merekomendasikan untuk mempercepat aplikasi MOP pada awal tahun dari program pemupukan sebelumnya agar potensi buah pada periode berikutnya tetap optimal. Hasil analisis yang menunjukkan bahwa pemupukan di SBHE pada dua tahun sebelumnya yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS dapat diantisipasi dan di cari jalan keluarnya dengan tetap melakukan pemupukan sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan. Pemupukan yang dilandaskan pada rekomendasi akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan tersedia dalam jumlah yang cukup yang berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS yang tinggi. Curah Hujan Ketersediaan air merupakan faktor utama yang membatasi tingkat produksi tanaman. Pengembangan perkebunan kelapa sawit sering kali berhadapan dengan lahan yang memiliki keterbatasan pada agroklimat khususnya ketersediaan air. Curah hujan yang rendah dan tidak merata sering menyebabkan terjadinya kondisi defisit air yang berdampak negatif terhadap tanaman. Menurut Pangaribuan (2001) suplai air yang kurang dalam jangka waktu lama, secara morfologi menyebabkan meningkatnya kerusakan vegetatif tanaman, yaitu terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya pengeringan daun muda, rusaknya hijau daun, dan juga dapat berakibat seluruh kanopi mengalami kerusakan bahkan bila kondisi sangat ekstrim dapat menyebabkan kematian. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif tanaman kelapa sawit khususnya dalam menghasilkan TBS. Pengaruh curah hujan terhadap pencapaian produksi TBS berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 12.3 %. Besarnya persentase yang dihasilkan ini masih tergolong kecil jika dikaitkan dengan produksi TBS yang diharapkan. Nilai signifikan yang diperoleh untuk faktor curah hujan adalah 0.566. Nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara produksi TBS

72 terhadap curah hujan yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih besar dari taraf uji 0.05 ( = 5%). Hasil analisis yang memperlihatkan tidak berpengaruhnya curah hujan terhadap produksi TBS dapat disebabkan oleh adanya keragaman populasi yang tinggi akibat adanya heterogenitas tahun tanam yang tinggi untuk setiap bloknya. Heterogenitas tahun tanam yang tinggi pada setiap bloknya berdampak pada pengaruh pengukuran curah hujan yang dibutuhkan tanaman menjadi bias. Pengaruh curah hujan dapat terukur dengan akurat apabila populasi yang digunakan relatif seragam. Hal ini disebabkan pada jumlah curah hujan tertentu, jika terdapat populasi yang beragam, maka respon tanaman terhadap curah hujan tersebut akan beragam pula. Kondisi tersebut yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi beragam dan berdampak pada produksi TBS yang akan dicapai beragam pula. Faktor curah hujan terhadap produksi TBS berpengaruh dalam hal penyerapan unsur hara oleh akar, membantu perkembangan bunga betina, membantu kemasakan buah menjadi lebih sempurna dan berpengaruh terhadap berat janjang. Curah hujan yang cocok untuk kegiatan pemupukan adalah 60-300 mm. Curah hujan dalam jumlah ini memberikan kondisi tanah yang cukup basah dan tidak jenuh (kapasitas lapang) sehingga memudahkan perakaran dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pengaruh curah hujan terhadap produksi TBS akan terlihat pada 6 bulan berikutnya, yaitu pengaruh curah hujan pada semester I akan terlihat pada semester II terkait waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan bunga betina menjadi buah serta berpengaruh kepada berat janjang. Rata-rata jumlah curah hujan tertinggi terdapat pada semester II yaitu saat kondisi buah mengalami peakcrop (kondisi buah melimpah). Menurut Anonim (2010), kekurangan air akan berpengaruh negatif terhadap produksi TBS sampai dengan dua tahun ke depan. Penurunan produksi tahun pertama berkisar antara 6-10 % dari produksi normal per 100 mm defisit air dan tahun kedua berkisar antara 2-5 % dari produksi normal per 100 mm defisit air. Besarnya pengaruh defisit air terhadap produksi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya umur tanaman, tingkat produksi saat terjadi kekeringan, fisiologis

73 tanaman dan sebagainya. Pengaruh negatif umumnya dimulai 6 bulan setelah terjadi defisit air, misalnya aborsi janjang. Akibat adanya defisit air yang besar, ada kemungkinan akan terjadinya perubahan pola produksi. Sunarko (2007) menambahkan bahwa kemarau panjang bisa menyebabkan gagalnya pembentukan bakal bunga pada 19-21 bulan berikutnya (abortus bunga) dan keguguran buah pada 5 6 bulan berikutnya. Curah hujan yang terlalu tinggi terkadang menjadi masalah, baik dari segi kondisi pertanaman kelapa sawit maupun kondisi kebun terutama akses jalan. Pengaruh curah hujan yang terlalu tinggi pada tanaman kelapa sawit berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan bunga betina menjadi buah yang gagal terbentuk karena bunga betina menjadi gugur (abortus) dan tanaman kelapa sawit lebih rentan terhadap hama penyakit sehingga poduksi TBS dapat menurun. Kondisi tanaman pada areal rendahan/lowland dengan curah hujan yang terlalu tinggi berdampak pada tanaman menjadi tergenang sehingga perakarannya menjadi anaerob. Curah hujan yang terlalu tinggi dan terus menerus juga dapat menyebabkan kondisi jalan menjadi becek, tergenang air dan rusak. Hal ini sangat berpengaruh kepada angkutan unit buah yang tidak dapat menembus akses jalan sehingga dapat menyebabkan buah restan dan berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS yang diharapkan menurun. Tenaga Kerja Kelancaran kegiatan pemanenan tidak terlepas dari faktor tenaga kerja yaitu tenaga pemanen. Kualitas dan kuantitas TBS yang dipanen dipengaruhi oleh pemanen. Banyaknya tenaga pemanen yang diperlukan pada perkebunan kelapa sawit berbeda-beda antara satu kebun dengan kebun yang lain. Hal ini tergantung pada luasan hancak (kappel) yang akan dipanen, kerapatan panen, BJR buah, populasi tanaman/ha, kapasitas panen/HK, jumlah hari kerja, dan lain-lain. Nilai signifikan untuk faktor tenaga kerja adalah 0.000. Nilai signifikan ini membuktikan faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi TBS yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari taraf uji 0.01 ( = 1%).

74 Pengaruh faktor tenaga kerja adalah sebesar 98 %. Besarnya persentase yang dihasilkan membuktikan pengaruh faktor tenaga kerja terkait produksi TBS yang dicapai sangat besar. Ini menunjukkan apabila perusahaan ingin memaksimalkan pencapaian produksi TBS, maka perusahaan tersebut harus lebih memperhatikan faktor tenaga kerja khususnya tenaga pemanen. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang diperoleh bahwa tenaga kerja berpengaruh sangat nyata terhadap pencapaian produksi TBS dan persentase yang dihasilkan tergolong sangat tinggi. Kebutuhan tenaga kerja pada semester I lebih sedikit daripada semester II. Hal ini disebabkan kerapatan buah pada semester I lebih rendah dibandingkan pada semester II. Jumlah tenaga pemanen yang tersedia pada musim peakcrop biasanya kurang. Kekurangan tenaga pemanen berdampak terhadap banyaknya buah yang tidak dipanen. Kekurangan tenaga pemanen dapat diantisipasi oleh pihak kebun dengan melakukan suatu kebijakan yaitu mengalokasikan karyawan laki-laki dari kemandoran lain, seperti dari kemandoran pemupukan dan kemandoran perawatan untuk membantu kegiatan panen. Harapannya adalah pelaksanaan panen tidak terganggu dengan pusingan panen tetap terjaga dan buah yang dipanen dari segi kualitas maupun kuantitasnya dapat maksimal. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dilihat dari ITK kebun. ITK merupakan kebutuhan tenaga kerja per satuan luas (ha). ITK yang digunakan di SBHE adalah 0.06 yang berarti bahwa dalam 1 ha luas areal panen membutuhkan tenaga pemanen sebanyak 6 orang untuk setiap hari kerja dengan rotasi 6/7. Seorang pemanen dalam kondisi buah normal dapat memanen dengan luasan 3-4 ha/HK. Luasan ini merupakan luasan standar yang digunakan di SBHE untuk sekali panen dalam satu seksi. Seorang pemanen pada Divisi I dan II dapat memanen sebanyak empat blok dalam sehari, sedangkan pada Divisi III, IV dan V seorang pemanen dapat memanen 5-6 blok. Perbedaan luasan areal panen ini disebabkan oleh luasan kebun pada setiap divisi yang berbeda-beda. Cara yang ditempuh oleh pihak kebun dalam menjaga agar keseluruhan blok dapat dipanen dalam rotasi 6 hari adalah membagi setiap harinya kedalam beberapa blok panen, sehingga pusingan panen dapat terjaga dan buah yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.

75 Realisasi pemanenan di SBHE berdasarkan luasan hasil/HK (basis hancak) diperoleh dari banyaknya tenaga kerja pemanen yang bekerja pada setiap kemandoran di lima divisi dengan menjumlahkan tenaga kerja pada setiap divisi kemudian menganalisis luasan lahan yang dipanen telah memenuhi standar atau belum. Data yang digunakan adalah data rata-rata pemanen memanen pada luasan tertentu selama 6 hari (satu rotasi panen) pada bulan April. Hasil yang diperoleh umumnya tenaga kerja pemanen pada setiap divisi telah memenuhi standar luasan panen yang telah ditetapkan, namun Divisi I rata-rata pemanen tidak mampu untuk menyelesaikan hancaknya (Tabel 19). Hancak yang tidak selesai dipengaruhi oleh kondisi areal yang masih terkendala dalam hal pasar pikul yang sulit diakses oleh pemanen, kondisi piringan yang masih banyak gulma sehingga menghambat pemanen dalam memotong buah dan mengutip brondolan, areal yang berawa, titi panen yang belum ada, peralatan panen yang belum lengkap, dan lain-lain. Keterampilan dan kecepatan pemanen dalam memotong buah, mengutip brondolan dan mengangkut buah ke TPH juga sangat mempengaruhi hancak dapat diselesaikan atau tidak. Keterampilan dan kecepatan seorang pemanen ini dipengaruhi oleh lamanya pengalaman memanen yang dimiliki oleh seorang tenaga pemanen. Tabel 19. Realisasi Pemanenan di SBHE Berdasarkan Luasan Hasil/HK Jumlah Standar Realisasi Realisasi Divisi Blok HK (ha/HK) (ha) (ha/HK) 1 8 29 3 81.80 2.85 2 9 33 3 104.39 3.17 3 9 29 3 97.15 3.46 4 13 37 3 115.00 3.12 5 12 38 3 138.69 3.72 Basis yang harus dipenuhi oleh seorang pemanen selain basis hancak dan waktu adalah basis tugas. Basis tugas atau yang dikenal dengan istilah basis borong harus dipenuhi oleh seorang pemanen dalam satu hari kerja sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang pemanen dan sebagai dasar penentuan untuk mendapatkan premi panen. Rata-rata pemanen setiap divisi di SBHE telah memenuhi basis tugas. Divisi II rata-rata pemanen tidak mampu memenuhi basis tugasnya yang terlihat dari basis tugas pada blok tersebut adalah

76 120 janjang tetapi realisasinya hanya mencapai 85 janjang/HK (Tabel 20). Tidak terpenuhinya basis tugas yang telah ditetapkan dapat disebabkan oleh AKP pada blok tersebut yang rendah. AKP yang rendah mengharuskan pemanen untuk memanen lebih dari standar luasan yang telah ditetapkan agar terpenuhinya basis borong. AKP yang rendah mendorong pemanen untuk cenderung memanen buah mentah (under ripe). Pencegahan pemanen dalam memanen buah mentah dapat diantisipasi dengan melakukan pengawasan secara rutin oleh Mandor Panen maupun dari tim supervisi. Pemberlakukan sistem denda dan sangsi kepada pemanen yang melanggar ketentuan harus lebih tegas dan benar-benar diterapkan demi menjaga kondisi buah masak (ripe) yang diharapkan tetap tinggi. Tabel 20. Realisasi Pemanenan di Kebun SBHE Berdasarkan Janjang Panen/HK Divisi 1 2 3 4 5 Blok 8 9 9 13 12 Jumlah Jumlah HK Janjang 3 931 29 2 746 32 3 832 29 4 573 37 4 468 38 Basis Borong 99 120 105 118 96 Realisasi JJG/HK 137 85 135 136 122

Seorang pemanen cenderung berusaha agar mencapai basis borong atau basis tugas yang telah ditetapkan. Hal ini terkait dengan diberlakukannya sistem premi yang diberikan oleh kebun kepada pemanen yang telah melebihi basis. Sistem premi ini berkorelasi positif terhadap output pemanen dalam satu hari kerja dan berpengaruh kepada banyaknya produksi TBS yang dihasilkan pada kebun tersebut. Keuntungan dari adanya sistem premi ini selain dari output yang dihasilkan tinggi adalah dapat meningkatkan pendapatan pemanen sehingga kesejahteraan pemanen dapat tercapai. 2. Pengujian Secara Parsial atau Individu (Uji-t) Kegiatan magang ini dilakukan dengan memperhatikan nilai t hitung untuk mengetahui signifikan variabel X berupa faktor penentu produksi secara terpisah atau parsial terhadap variabel Y yaitu produksi TBS pada tingkat alfa 5%. Berikut akan dijelaskan pengaruh faktor penentu produksi terhadap produksi TBS kelapa sawit berdasarkan masing-masing variabel yang digunakan dalam analisis.

77 Umur Tanaman Umur tanaman berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Semakin luas komposisi umur tanaman menunjukkan tingkat kedewasaan dan kematangan tanaman semakin tinggi pula. Hal ini juga berlaku untuk tanaman kelapa sawit. Umur tanaman berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit yaitu berpengaruh dalam pembentukan pelepah yakni jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun. Tanaman yang berumur tua jumlah pelepah dan anak daun yang dihasilkan lebih banyak. Pelepah yang terbentuk juga lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda. Ini berkolerasi positif terhadap ketersediaan makanan bagi tanaman karena pelepah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan generatif yakni berpengaruh terhadap organ reproduksi tanaman yaitu dalam proses pembentukan dan perkembangan buah. Kelapa sawit yang memiliki komposisi umur tanam muda akan memiliki jumlah janjang yang lebih banyak tetapi berat janjang yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang memiliki komposisi umur tanaman yang lebih tua. Kondisi ini berpengaruh pada BJR kebun yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Faktor produksi untuk peubah umur tanaman kelapa sawit dikelompokkan berdasarkan umur produktifnya. Analisis dengan menggunakan Uji-t yang dilakukan berdasarkan kelompok umur tanam menunjukkan kelompok umur tanaman yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS terdapat pada peubah kelompok umur tanaman 7-11 tahun dibandingkan dengan kelompok umur tanaman yang lain (Tabel 21). Hasil ini terlihat dari kelompok umur tanaman 7-11 tahun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil. Nilai tengah yang diperoleh dari hasil analisis untuk umur tanaman 7-11 tahun memiliki produksi yang maksimum dibandingkan dengan variabel kelompok umur tanaman lainnya. Nilai tengah untuk peubah kelompok umur tanam < 7 tahun, umur tanam 7-11 tahun dan umur tanam > 11 tahun secara berturut-turut adalah 1.39 juta ton TBS, 1.88 juta ton TBS dan 1.38 juta ton TBS. Hal tersebut sesuai dengan

78 pendapat Lubis (1992) yang mengemukakan bahwa produksi tertinggi tanaman kelapa sawit dicapai pada saat tanaman berumur 7-11 tahun. Tabel 21. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi TBS di SBHE Nilai Tengah (juta ton) <7 7_11 >11 t-hitung Pr > |t| umur < 7 tahun dengan umur 7-11 tahun 1.39 1.88 2.52* 0.015 umur < 7 tahun dengan umur > 11 tahun 1.39 1.38 0.02tn 0.989 umur 7-11 tahun dengan umur > 11 tahun 1.88 1.38 2.94** 0.005 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji 5 % ** = berbeda nyata pada taraf uji 1 % Perbandingan Umur Tanaman SBHE memiliki komposisi umur tanam tertua yaitu tahun tanam 1998 dan termuda dengan tahun tanam 2008. Hingga tahun 2010 tanaman kelapa sawit di SBHE telah berumur 12 tahun sehingga SBHE tergolong kebun produktif karena pohon-pohon yang ditanam termasuk kedalam umur ekonomis yaitu dibawah umur 25 tahun. Tanaman kelapa sawit dengan umur produktif mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula. Tanaman yang melebihi dari umur ekonomisnya mengharuskan untuk segera dilakukan peremajaan, yaitu dengan mengganti tanaman kelapa sawit yang sudah tua dengan tanaman yang baru agar kestabilan produksi TBS suatu kebun tetap terjaga. Pengaruh tahun tanam terhadap produksi TBS di SBHE dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produktivitas TBS Kelapa Sawit di SBHE (2008-2010) Luasan Produktivitas TBS (ton/Ha) Tahun Tanam (Ha) 2008 2009 2010 1998 27 14.0 17.4 17.5 2000 31 10.7 13.9 15.3 2002 29 9.2 12.3 12.5 2003 58 8.4 12.6 25.9 2005 30 5.9 9.6 12.0 2006 36 3.5 6.0 17.8 2007 28 4.4 6.5 6.3 2008 26 2.3 4.2 5.2 Sumber: Data Produksi Kebun SBHE (2010)

79 Populasi Tanaman per Hektar (SPH) Kerapatan tanaman mempunyai hubungan erat dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi tanaman kelapa sawit. Kerapatan tanam terkait dengan keefisienan dalam hal pemanfaatan cahaya untuk proses fotosintesis dan persaingan antar tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara. Produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi tinggi karena tercapainya penggunaan sinar matahari, air dan unsur hara secara maksimum di awal pertumbuhan. Penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, air dan unsur hara. Kerapatan tanaman yang optimum hanya dapat ditentukan dengan mengetahui potensi produksi pada beberapa tingkat kerapatan tanaman. Adanya peningkatan kerapatan tanaman ternyata menyebabkan tanaman lebih cepat meninggi, daun lebih panjang dan diameter batang lebih kecil serta berakibat pada produksi TBS yang semakin menurun. Menurut Fauzi et al. (2008) populasi tanaman kelapa sawit 143 pohon/ha merupakan populasi yang paling ekonomis karena tanaman cukup kondusif untuk mendapatkan sinar matahari, kelembaban tanaman terjaga dan pelepah antar pohon tidak saling berimpitan sehingga produksi TBS per hektarnya akan mencapai optimum. Hal inilah yang menjadi dasar pengklasifikasian kelompok SPH dalam analisis ini. Hasil analisis pada kelompok SPH yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi TBS pada kelompok SPH < 135 dan SPH 135-143 (Tabel 23). Namun dari dua kelompok SPH tersebut yang memberikan pengaruh terbaik adalah kelompok SPH <135 yang dilihat dari nilai tengah yang diperoleh. Kelompok SPH < 135 memberikan nilai tengah yang lebih tinggi sebesar 1.39 juta ton dibandingkan dengan kelompok SPH lainnya. Tabel 23. Pengaruh Faktor SPH terhadap Produksi TBS di SBHE
Perbandingan Populasi per Hektar (SPH) SPH < 135 dengan SPH 135-143 SPH < 135 dengan SPH > 143 SPH 135-143 dengan SPH > 143 <135 1.39 1.39 Nilai Tengah (juta ton) 135-143 >143 t-hitung 1.26 -0.52tn 0.06 7.69** 1.26 0.06 7.41** Pr > |t| 0.60 0.00 0.00

80 Keterangan : tn ** = berbeda tidak nyata = berbeda nyata pada taraf uji 1 %

Kenyataannya di lapang bahwa penerapan populasi tanaman kelapa sawit 143 pohon/ha kurang sesuai diterapkan di SBHE. Hal ini terkait dengan SBHE merupakan kebun take over. Kebun ini sebelumnya memiliki SPH yang beragam pada setiap hektarnya. Keragaman ini disebabkan ketika SBHE belum di take over jarak tanam yang digunakan tinggi dan beragam sehingga kerapatan yang dihasilkan rendah dan beragam. SBHE melakukan rehabilitasi dengan cara melakukan konsolidasi tanaman (tanam sisip) untuk lahan yang masih belum ditanami pada areal rendahan dengan menggunakan standar kerapatan tanaman 136 pohon/ha. Pengelompokan yang dilakukan terhadap SPH yang memberikan hasil terbaik adalah kelompok SPH < 135. Hasil analisis ini telah cukup membuktikan dengan penerapan kelompok SPH ini telah memberikan pengaruh yang terbaik untuk produksi TBS dengan syarat pemeliharaan tanaman dilakukan secara teratur dan kontinyu seperti pada pemeliharaan sebelumnya. Keuntungan yang diperoleh jika dilihat dari segi ekonomisnya terkait dengan kelompok SPH <135 dan kelompok SPH 135-143 memberikan pengaruh yang sama terhadap produksi TBS, maka perusahaan dapat menerapkan sistem penanaman kelapa sawit menggunakan SPH <135. Hal ini berhubungan dengan efisiensi biaya yang akan dikeluarkan pada SPH <135 yang lebih rendah dibandingkan dengan SPH 135-143. Kondisi lahan Kondisi lahan dapat dijadikan sebagai faktor pembatas apabila dalam penggunaan untuk pertanaman menjadi salah satu kendala untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang sedang dibudidayakan. Pencapaian produktivitas yang tinggi dapat tercapai apabila disertai dengan penerapan kultur teknis sesuai dengan kaedah yang telah ditentukan. SBHE terdiri atas daratan dengan kemiringan 0-8o dan rendahan berupa areal berawa. Produktivitas TBS di SBHE sangat dipengaruhi oleh kedua tipe kondisi lahan ini.

81 Hasil analisis pada faktor kondisi lahan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS kelapa sawit adalah kelompok daratan dibandingkan kelompok rendahan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan dan nilai tengah yang dihasilkan. Kelompok daratan memiliki nilai tengah yang lebih besar dibandingkan kelompok rendahan yaitu sebesar 3.03 juta ton, sedangkan nilai tengah untuk kelompok rendahan sebesar 0.68 juta ton (Tabel 24). Nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0.00 membuktikan bahwa produksi TBS sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan. Tabel 24. Pengaruh Faktor Kondisi Lahan terhadap Produksi TBS di SBHE Nilai Tengah (juta ton) Daratan rendahan t-hitung Pr > |t| daratan dengan rendahan 3.03 0.68 14.91** 0.00 Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf uji 1 % Variabel Perbandingan Kondisi lahan SBHE memiliki luasan daratan sebesar 78.85% dan luasan rendahan mencapai 21.15%. Data yang diperoleh memperlihatkan akibat dari kondisi lahan berupa areal rendahan, rata-rata persentase kehilangan hasil di SBHE adalah mencapai 17.95% dari total produksi TBS yang diperoleh. Angka kehilangan hasil dapat disebabkan kondisi tanaman kelapa sawit tergenang oleh air sehingga menyebabkan kondisi perakaran menjadi anaerob. Kondisi ini sangat menghambat akar tanaman dalam menyerap oksigen dan unsur hara di dalam tanah. Hasil analisis pada faktor kondisi lahan menunjukkan jika kebun ingin meningkatkan produksi TBS, sebaiknya faktor kondisi lahan lebih diperhatikan terkait dengan angka kehilangan hasil yang diperoleh sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan produksi TBS. Kondisi tanah di daerah rendahan pada umunya bersifat asam. Menurut Yulianti (2007) keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalam tanah tersebut. Kepekatan ion hidrogen di dalam tanah yang terlalu tinggi menyebabkan tanah akan bereaksi asam dan begitu pula sebaliknya. Kepekatan ion hidrogen terlalu rendah menyebabkan tanah akan bereaksi basa. Tanah yang terlalu asam menyebabkan akar tanaman sulit dalam menyerap unsur hara tertentu dan dapat berakibat pada unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan tersedia sebagai unsur yang toksik.

82 Pengamatan terhadap kondisi tanaman kelapa sawit pada daerah rendahan memperlihatkan penampakan fisik tanaman umumnya kerdil bahkan mati serta buah yang dihasilkan umumnya berlumut dan busuk. Akibat dari adanya areal rendahan dapat menghambat pemanen yakni terkait dengan kondisi areal yang berawa, akses pasar pikul yang susah ditembus dan titi panen yang belum tersedia. Kondisi ini ditambah dengan SBHE yang dikelilingi oleh sungai-sungai sehingga rentan akan terjadinya banjir saat musim hujan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehilangan produksi TBS di SBHE. Pengaruh faktor kondisi lahan terhadap produktivitas TBS di SBHE dari tahun 2008 hingga tahun 2010 terus mengalami peningkatan (Gambar 7).
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 2008 2009 Tahun 2010

Ton/ha

Lowland Dataran

Gambar 7. Pengaruh Kondisi Lahan terhadap Produktivitas TBS di SBHE 2008-2010 Peningkatan produksi TBS ini tercapai akibat telah dilakukannya upayaupaya perbaikan kondisi areal rendahan oleh pihak kebun. Pada dasarnya di daerah rendahan ini memiliki potensi untuk dapat menghasilkan TBS yang lebih tinggi dibandingkan areal daratan. Hal ini disebabkan areal rendahan tersebut berperan sebagai tempat penampungan sisa-sisa pupuk akibat proses pencucian yang terbawa oleh air hujan yang berasal dari areal pertanaman dengan kondisi lahan yang lebih tinggi. Tanaman kelapa sawit pada areal rendahan ini akan selalu tersedia oleh unsur hara dan air. Pengelolaan areal rendahan dengan membuat saluran drainase dengan baik dapat mencegah tanaman tergenang air yang berpengaruh kepada produkstivitas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan areal daratan. Pemanfaatan pengelolaan daerah rendahan mencakup pekerjaan

pembuatan sistem tata saluran untuk menurunkan muka air di lahan (water

83 management). Water management merupakan konsep pengelolaan air dengan cara mengeluarkan kelebihan air dan menahan air untuk pertumbuhan tanaman budidaya dengan cara: 1) membuat parit-parit, baik dipinggir blok maupun

didalam blok dengan ukuran parit yang berbeda-beda, 2) pembuatan tapak timbun, 3) pemberian air irigasi, 4) reklamasi atau perbaikan kualitas tanah, dan 5) pengendalian banjir.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, SPH dan kondisi lahan. Hasil analisis pada komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang memiliki pengaruh terhadap produksi TBS di SBHE adalah antara jumlah bunga betina per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari hasil uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat. Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE secara berturut-turut adalah faktor tenaga kerja, kondisi lahan, SPH, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2 % yang diartikan bahwa 98.2 % variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang terdapat di dalam model. Saran Kondisi pertanaman kelapa sawit di SBHE dengan tingkat heterogenitas umur tanam yang tinggi menyebabkan beberapa faktor penentu produksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi TBS sehingga diperlukan perhatian yang khusus terhadap faktor tersebut, seperti dilakukan manajemen terhadap faktor jumlah pupuk dan curah hujan. Manajemen jumlah pupuk dengan cara mengaplikasikan pupuk sesuai dengan rekomendasi dan manajemen curah hujan dengan memperbaiki sistem drainase disekitar areal tanaman kelapa sawit. Sistem administrasi kebun sebaiknya dikelola dengan lebih baik lagi sehingga diketahui berbagai permasalahan yang terjadi dan dapat dicari jalan keluar dari permasalahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwiganda, R. dan M. M. Siahaan. 1994. Kursus Manajemen Perkebunan Dasar Bidang Tanaman. Lembaga Pendidikan Perkebunan Kampus Medan. Medan. 68 hal. _____________________________ 2002. Field management on fertilizer application at oil palm plantation. Seminar on Fertilizer Management for Oil Palm, Organized by PT Sentana Adidaya Pratama, Canadian Potash Exporter (Canpotex), Potash and Phosphate Institut (PPI) and Indonesia Oil Palm Research Institut (IOPC). Bali. 40 p. Anonim. 2010. Manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit. http://h0404055.wordpress.com/2010/04/05/manajemen-pemupukantanaman-kelapa-sawit/. [5 Juli 2010]. BGA Group. 2007. Pedoman Teknis Agronomis Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). BGA Group Plantations. Jakarta. 154 hal. Ditektorat Jenderal Perkebunan. 2010. Eksporimpor http://ditjenbun.deptan.go.id. [9 Februari 2010]. kelapa sawit.

Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono.2008. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal. Gupta, O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows. Printers and Pub. New Delhi, India. 102 p. Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta. 175 hal. Jalaluddin, T. J. 2005. Pemanfaatan kaolin sebagai bahan baku pembuatan aluminium sulfat dengan metode adsorps. Jurnal Sistem Teknik Industri. Vol. 5 (6):7173. Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan. 435 hal. Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 408 hal. Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu HIngga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.

86 Palm Oil 4 Nation. 2010. Sawit paling unggul dari sumber minyak nabati lain. http://palmoil4nation.com/artikel/sawit-paling-unggul-dari-sumberminyak-nabati-lain. [5 Juli 2010]. Pangaribuan, Y., Asmono, D., Latif, S. 2001. Pengaruh cekaman air terhadap karakter morfologi beberapa varietas tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Vol. 9 (1):1-19. Prasetyo, B.H., Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 25 (2):39-47. ________________________ 2006. Budidaya Kelapa Sawit. PPKS. Medan. 153 hal. Resman, Syamsul, A.S., Bambang, H.S. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan fisika inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 6 (2):101-108. Risza, S. 2009. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius. Yogyakarta. 189 hal. Sastrosayono, S. 2006. Kiat Mengatasi Permasalahn Praktis Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 65 hal. Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal. Soekartawi.1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta. 202 hal. Sugiyono, E., S. Sutarta, W. Darmosarko, dan H. santoso. 2005. Peranan perimbangan K, Ca, dan Mg tanah dalam penyusunan rekomendasi pemupukan kelapa sawit. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005, Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Vol. 1:44-56. Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal. Utami, S.N.H, Suci, H. 2003. Sifat kimia entisol pada sistem pertanian organic. Ilmu Pertanian. Vol. 10 (2): 63-69. Walpole, R.E. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 516 hal.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (2006-2010)
2006 2007 2008 2009 HH MM HH MM HH MM HH MM Januari 5 143 11 320 13 236 20 348 Februari 9 307 13 165 1 1 9 203 Maret 12 271 16 501 10 209 9 203 April 12 282 16 690 14 397 9 292 Mei 3 114 8 336 7 73 7 213 Juni 5 87 17 353 8 180 6 270 Juli 13 134 12 215 9 106 5 280 Agustus 0 0 4 49 7 165 1 22 September 6 104 8 377 10 278 2 32 Oktober 5 76 14 318 9 217 12 405 November 16 192 15 493 11 269 15 235 Desember 25 427 15 496 18 304 19 297 Jumlah 111 2 137 149 4 313 117 2 435 114 2 800 BB 9 11 10 10 BK 1 1 1 2 HH = Hari Hujan MM = Curah hujan (mm) BK = Bulan Kering (<60 mm) BB = Bulan Basah (> 100 mm) Q = Nilai untuk menentukan batas-batas tipe iklim Klasifikasi Iklim menurut Schimidth-Ferguson A = Daerah sangat basah E = Daerah agak kering B = Daerah basah F = Daerah kering C = Daerah agak basah G = Daerah sangat kering D = Daerah sedang H = Daerah ekstrim kering Bulan HH 19 14 17 18 16 13 16 15 16 11 14 9 178 2010 MM 357 326 268 312 291 431 473 293 531 337 521 209 4 349 12 0 Rataan HH 13.60 9.20 12.80 13.80 8.20 9.80 11.00 5.40 8.40 10.20 14.20 17.20 133.80 10.40 1.00 MM 280.80 200.40 290.40 394.60 205.40 264.20 241.60 105.80 264.40 270.60 342.00 346.60 3 207

Keterangan:

Rata rata BK Rata rata BB 1.00 = 10.40 = 0.096 (Tipe iklim A)

88

89 Lampiran 2. Peta SBHE

LEGENDA

KETERANGAN BATAS KEBUN BATAS DIVISI JALAN POROS KANTOR UTAMA PERUMAHAN KARYAWAN PERUMAHAN STAF
KETERANGAN I. AREAL YANG DIUSAHAKAN A. AREAL YANG DITANAM 1. TM 1998 2000 2002 2003 2005 2006 2007 2. TBM 2008 1. Sedang dikerjakan 2. Belum dikerjakan
LUAS (Ha)

B u ild in g 2

H o u s e

LEGENDA

4,168 3,987 848 282 350 1,182 181 130 513 502 -

89

90

Lampiran 3. Struktur Organisasi Kebun SBHE

90

91

Lampiran 4. Peta SBHE DIVISI I

30.57

29.46

27.92

26.00

31.46

29.81

26.55

30.88

TT : L : TT : L : TT : L :

1998 317.02 Ha 2002 144. Ha 2003 120.87 Ha 2005 27.92 Ha 2007 56.65 Ha 2008 29.7 Ha

29.55

29.64

28.86

25.64

29.7

29.35

29.08

23.26

TT : L : TT : L : TT : L :

31.01

27.45

29.81

27.53

29.38
D

30.64
C

31.14
B

31.47
A

91

92 Lampiran 5. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL)


Prestasi Kerja Penulis Karyawan Standar ..(satuan/HK)..

Tanggal

Uraian Kegiatan

Lokasi

14 Februari 2011 15 Februari 2011 16 Februari 2011 17 Februari 2011 18 Februari 2011 19 Februari 2011 20 Februari 2011 21 Februari 2011

Orientasi Kebun Divisi I LIBUR Babat Manual dan DAK 0,5 ha 0,5 ha C1 Pemupukan 150 kg 500 kg 500 kg A5-6 Field Visit G15-16 Cek Brondolan Jatuh B5-6 LIBUR Penyemprotan (Mandor Semprot) 7 jam 7 jam C1 Rawat Jalan (Mandor Perawatan) A 3/4 22 Februari 2011 7 jam 7 jam A 4/5 23 Februari 2011 Simulasi Pengutipan Brondolan G16-17 24 Februari 2011 Grading Buah E11F11 25 Februari 2011 Field visit E11F11 26 Februari 2011 Cek Brondolan Jatuh B5-6 27 Februari 2011 LIBUR 28 Februari 2011 Penunasan 7 jam 7 jam C6 01 Maret 2011 Piringan Manual 7 jam 7 jam A4 02 Maret 2011 Pembuatan Pasar Pikul 7 jam 7 jam A3 03 Maret 2011 Pengolahan Data Kantor SBHE 04 Maret 2011 Panen (Mandor Panen) 3 ha 3 ha C6, B6, LIBUR B5, B4, 05 Maret 2011 LIBUR 06 Maret 2011 Pengolahan Premi Panen Kantor 07 Maret 2011 Divisi I Pengamatan Panen A1, A2 08 Maret 2011 Grading mutu buah D6, D5 09 Maret 2011 Grading mutu buah (Krani Buah) D2, D2 10 Maret 2011 Sensus Harian 11 Maret 2011 1 ha 4 ha 4 ha B6, B5 Sensus Harian 12 Maret 2011 1 ha 4 ha 4 ha B4, B3 LIBUR 13 Maret 2011

93 Lampiran 6. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor


Prestasi Kerja Penulis Jumlah Luas Lama KHL areal yang yang Kegiatan diawasi diawasi (Orang) (Ha) (Jam) 6 10 5 9 15 5 9 15 5 9 15 5 9 15 5 9 15 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

Tanggal

Uraian Kegiatan

14 Maret 2011 15 Maret 2011 16 Maret 2011 17 Maret 2011 18 Maret 2011 19 Maret 2011 20 Maret 2011 21 Maret 2011 22 Maret 2011 23 Maret 2011 24 Maret 2011 25 Maret 2011 26 Maret 2011 27 Maret 2011 28 Maret 2011 29 Maret 2011 30 Maret 2011 31 Maret 2011 01 April 2011 02 April 2011 03 April 2011 04 April 2011 05 April 2011 06 April 2011 07 April 2011 08 April 2011 09 April 2011 10 April 2011

Mandor Pupuk Mandor Pupuk Mandor Pupuk Mandor Pupuk Mandor Pupuk Mandor Pupuk LIBUR Krani Divisi Krani Divisi Krani Divisi Krani Divisi Krani Divisi Krani Divisi LIBUR Admin Admin Admin Admin Admin Admin LIBUR Krani Divisi Krani Divisi Krani Divisi Membantu adm (Tutup Buku) Membantu adm (Tutup Buku) Membantu pembayaran gaji LIBUR

94 Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten


Prestasi Kerja Penulis Jumlah Luas KHL areal Lama yang yang Kegiatan diawasi diawasi (Orang) (Ha) (Jam) 5 6 4 4 4 1 3 2 2 4 2 7 4 2 7

Tanggal

Uraian Kegiatan

11 April 2011 12 April 2011 13 April 2011 14 April 2011 15 April 2011 16 April 2011 17 April 2011 18 April 2011 19 April 2011 20 April 2011 21 April 2011 22 April 2011 23 April 2011 24 April 2011 25 April 2011

Pembuatan RKB Kuliah Pemupukan Field Visit Kantor induk Simulasi Tabur Pupuk Urea Supervisi Dosen LIBUR Pengawasan Alat Berat (Excavator) Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I Field Visit Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I LIBUR Penilaian mutu hanca dan mutu buah LIBUR Pembenahan administrasi Divisi I

4 4

26 April 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 27 April 2011 Membantu administrasi di kantor Induk 28 April 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 29 April 2011 Menggambar TPA mural 30 April 2011 Menggambar TPA mural 01 Mei 2011 LIBUR 02 Mei 2011 Membantu administrasi di kantor Induk (Tutup Buku) 03 Mei 2011 Simulasi LSU (Leaf Sampling Unit)

7 3 3 7 2 4

95 Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)


Prestasi Kerja Penulis Jumlah Luas KHL areal Lama yang yang Kegiatan diawasi diawasi (Orang) (Ha) (Jam) 2

Tanggal

Uraian Kegiatan

04 Mei 2011 Menganalisa pemanen terbaik berdasarkan mutu hancak dan mutu buah 05 Mei 2011 Review kantor besar 06 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 07 Mei 2011 Membantu pembayaran gaji karyawan 08 Mei 2011 LIBUR 09 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 10 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang pupuk 11 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang pupuk 12 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang pupuk 13 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 14 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 15 Mei 2011 LIBUR 16 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun Div. I 17 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 18 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 19 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 20 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 21 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 22 Mei 2011 LIBUR 23 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BMS kantor besar 24 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS kantor besar

4 4 4 4 4 4

5 3 3 3 3 3 5 5

96 Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)


Prestasi Kerja Penulis Jumlah Luas KHL areal Lama yang yang Kegiatan diawasi diawasi (Orang) (Ha) (Jam) 5 5 5 5

Tanggal

Uraian Kegiatan

25 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS kantor besar 26 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis perawatan manual di kantor besar 27 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis perawatan manual di kantor besar 28 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis perawatan manual di kantor besar 29 Mei 2011 LIBUR 30 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di kantor besar 31 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di kantor besar 01 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di kantor besar 02 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar 03 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar 04 Juni 2011 Membantu pembayaran gaji karyawan 05 Juni 2011 LIBUR 06 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar 07 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar 08 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di kantor besar 09 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan Magang kantor besar 10 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan Magang kantor besar 11 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan Magang kantor besar 12 Juni 2011 LIBUR 13 Juni 2011 Review kantor besar

6 5 5 6 5

7 7 7 7 7 7

97

Lampiran 8. Cara Perhitungan Premi Pada Masing-Masing Model Tim Pemanen A. Non-DOL Basis Borong Realisasi Panen Pemanen A Premi yang diterima : 1. Premi Siap Borong 2. Premi Lebih Borong (95-85 janjang) x Rp 470/janjang Total Premi yang diterima Pemanen A pada hari itu B. BHS-DOL 2 Cutter+Carrier Basis Borong = 128 janjang = Rp = Rp 8 500 4 700 = 85 janjang = 95 janjang

= Rp 13 200

a. Bila ealisasi Panen Cutter+Carrier A adalah 130 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong 2. Premi Lebih Borong (130-128) x 235 3. Total premi = Rp 1 500 = Rp 470

= Rp 1 970

b. Bila Realisasi panen Cutter+carrier A adalah 145 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000) 2. Premi Lebih Borong (145-128) x 235 3. Total Premi = Rp 4 500 = Rp 3 995 = Rp 8 495

c. Bila Realisasi panen Cutter+carrier adalah 168 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000 + Rp 6 000) 2. Premi Lebih Borong (168-128) x 235 3. Total Premi LF Picker Bila Realisasi LF Picker 285 kg, premi yang diterima (285-275) x 90 = Rp 900 C. BHS DOL 3 Cutter+Frond Stacking Basis Borong = 187 Janjang a. Bila Realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong 2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 3. Total premi = Rp 1 000 = Rp 1 650 = Rp 2 650 = Rp 10 500 = Rp 9 400 = Rp 19 900

98 b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking 206 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) 2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 3. Total Premi = Rp 2 500 = Rp 3 135 = Rp 5 635

c. Bila Realisasi panen Cutter + Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) 2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 3. Total Premi Carrier Basis Borong = 187 janjang a. Bila realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong 2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 3. Total Premi = Rp 1 000 = Rp 1 650 = Rp 2 500 = Rp 7 500 = Rp 5 940 = Rp 13 440

b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 206 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) 2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 3. Total Premi = Rp 2 500 = Rp 3 135 = Rp 5 635

c. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang diterima 1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) 2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 3. Total Premi = Rp 7 500 = Rp 5 940 = Rp 13 440

Lampiran 9. Komposisi Pohon Kebun S

Lampiran 10. Potensi produksi TBS ber

You might also like