You are on page 1of 39

1

KARSINOMA LARING

REFERAT

Dokter Pembimbing dr. H. Farid Wajdi Sp. THT-KL Disusun oleh : A. RIA KURNIAWATI 08310001

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI SMF THT-KL RSUD TASIKMALAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai gambaran, di luar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1 Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.2 Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol dan sinar radioaktif.1 Untuk menegakkan diagnosa karsinoma laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.1 Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring adalah dengan

pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita.1

1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan referat ini diantaranya adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai Karsinoma Laring. 1.3 Mafaat Penulisan Referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca mengenai Karsinoma Laring. Selain itu, referat ini juga akan dijadikan untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik di bagian THT FKU Malahayati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.3

Gambar 2. 1 : Gambar saluran pernafasan1

Laring terletak di bagian anterior leher setinggi korpus vertebra servikalis III-VI. Laring menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea.4 Kerangka laring terdiri dari Sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum dan membrana. Dari Sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (Kartilago tiroid, Kartilago Krikoid, Kartilago epiglotika).4

Tulang dan tulang rawan laring yaitu : a. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba 3 pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan.

Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak. b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior.5

Gambar 2. 2 : Anatomi laring2

Gambar 2. 3 Posisi Laring 3

2.1.1 Otot-otot Laring Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik yang utama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara berbagai struktur-struktur laring sendiri.6 a. Otot-otot ekstrinsik : 1) Otot elevator : - M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid meluas dari Os Hioid ke mandibula, lidah dan prosesus stiloideus pada cranium. 2) Otot depressor : - M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid

b. Otot-otot Intrinsik : 1) Otot Adduktor dan Abduktor : - M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : - M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid 2) Otot yang mengatur pintu masuk laring : - M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.7

Gambar 2. 4 : muskulus di laring 2

2.1.2 Rongga Laring


Batas atas rongga laring ialah aditus laring, Batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago

krikoid.

Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum

epiglotis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid
Batas belakangnya ialah M. Aritenoid transversus dan lamina

kartilago krikoid.7 Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum laring/supraglotik (di atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika vokalis).4

Gambar 2. 5 : Rongga Laring5

2.1.3 Persarafan Laring Saraf-saraf laring berasal dari Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) melalui ramus eksternus nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekurens. Nervus laringeus superior berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis yaitu nervus laringeus internus (sensoris dan otonom) dan nervus laringeus eksternus (motoris).4

Nervus laringeus rekurens mempersarafi semua otot laring intrinsik, kecuali M. Krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus laringeus eksternus. 4 2.1.4 Perdarahan Laring Arteri-arteri laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid superior dan arteri tiroid inferior memasok darah kepada laring. Arteri laring superior mengiringi ramus internus nervi laringealis superior melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah ke permukan dalam laring. Arteri laring inferior mengiringi nervus laringeus inferior dan memasok darah kepada membran mukosa dan otototot di aspek inferior laring.4 Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :
a. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid

superior. Berjalan melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini untuk berjalan disubmukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk mendarahi mukosa dari otot-otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid

inferior. Berjalan ke belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah M. konstriktor faring inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring.4 Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke

10

vena jugularis interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek anterior trachea.4

Gambar 2. 6 : Persarafan dan perdarahan Laring4

2.1.5 Pembuluh Limfa Laring

Pembuluh limfa eferen dari golongan superior bergabung dengan kelenjar bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikula.8

11

Gambar 2. 7 : Persarafan, perdarahan dan pembuluh limfe laring2

2.2 Fisiologi Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu: a. proteksi jalan nafas b. respirasi dan
c. fonasi.6

a. Proteksi jalan nafas Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot tiroaritenoid dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis

12

palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya.6 b. Respirasi Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup, memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan.6 c. Fonasi Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah pita suara, yang umumnya disebut tali suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.9 Fungsi laring sebagai fonasi yaitu dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka M. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan M. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi M. krikoaritenoid akan mendorong kartilago krikoaritenoid ke

13

depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.8 Fungsi laring lainnya yaitu: a. Refleks batuk Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan. b. Sirkulasi Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeobronkial akan mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh. c. Menelan Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak masuk lagi ke dalam laring. d. Emosi Laring berfungsi mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.8 2.3 Definisi Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan

14

laring yang paling sering terjadi (94%).6 Karsinoma sel skuamosa adalah karsinoma awal setempat yang berasal dari epitel skuamosa serta tampak sebagai sel-sel kuboid dan keratinisasi.10

Gambar 2. 8 : Karsinoma Laring 7

2.4 Prevalensi Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganansan di bidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1

15

Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis (1979), rata-rata 1,2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.1 Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun.1 Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97%, menduduki peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77%, diikuti oleh keganasan hidung dan paranasal 10,11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%, esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.1 Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.11 Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.2 2.5 Etiologi Etiologi karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok-kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah: a. Rokok b. Alkohol

16

c. Terpajan oleh sinar radioaktif. 1

Pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikkan jumlah rokok yang dihisap.1 Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan atau tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.1 2.6 Histopatologi Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkatan diferensiasi : a. berdiferensiasi baik (grade 1) b. berdiferensiasi sedang (grade 2) c. berdiferensiasi buruk (grade 3). Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.1 Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah: a. karsinoma anaplastik b. karsinoma pseudosarkoma c. adenokarsinoma

17

d. sarkoma. 12

Karsinoma Verukosa Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.12 Adenokarsinoma Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar, two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi paska operasi.11 Kondrosarkoma Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.4

18

2.7 Klasifikasi dan Stadium

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas : a. Supraglotis (30-35%) b. Glotis (60-65%) c. Subglotis (1%) Supraglotis Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

Gambar 2. 9 : tumor ganas supraglotis6

Glotis

19

Yang termasuk glotis adalah : mengenai pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Batas inferior glotis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otototot intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.

Gambar 2. 10 : Tumor ganas glotis6

Subglotis Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis. Tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.8

20

Gambar 2. 11 : Tumor ganas subglotis6

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC : a. Tumor primer (T) Supraglottis : T is : tumor insitu T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi. T 1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam. T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring. Glotis : T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer

21

T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli T 1b : tumor mengenai kedua pita suara T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu. T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring Subglotis : T is : tumor insitu T 0 : tak jelas adanya tumor primer T 1 : tumor terbatas pada subglotis T 1a : tumor terbatas pada satu sisi T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

22

b. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) Nx: kelenjar tidak dapat dinilai N0: secara klinis tidak ada kelenjar. N1: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3cm N2: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm N2a: klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - 6 cm. N2b: klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm N3: kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral N3a: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm N3b :klinis terdapat kelenjar bilateral N3c: klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral c. Metastase jauh (M) M0: tidak ada metastase jauh M1: terdapat metastase jauh d. Stadium : Stadium I : T1 N0 M0 Stadium II : T2 N0 M0 Stadium III : T3 N0 M0

23

T1, T2, T3, N1, M0 Stadium IV : T4, N0, M0 Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1.1

2.8 Gejala Klinis 2.8.1 Gejala-gejala Dini Gejala-gejala dini dari karsinoma laring ialah : a. suara parau (serak) dan sesuai dengan keterlibatan timbul b. nyeri c. dispnea dan akhirnya d. disfagia.6 Serak Disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamentum krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar,

mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasanya.

24

Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.1 Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian baeah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).3 Nyeri Keluhan nyeri tenggorok dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.1 Dispnea dan stridor Adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.1 Disfagia

25

Adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri saat menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.1

2.8.2 Gejala-gejala Lain a. Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.1 b. Nyeri alih ke telinga ipsilateral c. Halitosis d. penurunan berat badan Menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.1 e. Perbesaran kelanjar getah bening leher Dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.1 f. Nyeri tekan laring Adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.1

26

2.8.3 Gejala dan tanda sumbatan laring Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak adalah :8
a. Sesak napas (dispnea). b. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi. c. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,

epigastrium, supraklavikula, interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
d. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger). e. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :
a. Stadium 1 : cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,

stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.


b. Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal

makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
c. Stadium 3 : cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium

juga terdapat di infra klavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

27

d. Stadium 4 : cekungan- cekungan di atas bertambah jelas, pasien

sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah dan tertidur,akhirnya meninggal karena asfiksia.8

2.9 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesa b. Pemeriksaan THT rutin c. Laringoskopi d. Radiologi foto polos leher dan dada e. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI f. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.13 Berikut ini adalah algoritma diagnosa karsinoma laring :13

28

Anamnesa

Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit bernafas, nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan kadangkadang ditemukan bau mulut, penurunan berat badan.8
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung

menggunakan kaca laring atau langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomi.1 Radiologi

29

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologi. Foto torak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru.6 Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survei yang baik. Udara digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumen laring dan trachea. Ketebalan jaringan retrofaringeal dapat dinilai. Epiglotis dan lipatan ariepiglotik dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki perandalam

manajemen kanker laring saat ini.13 CT Scan laring Dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya perjalanan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah preepiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.3 Penentuan stadium awal pada diagnosa klinis berdasarkan pada

keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara. Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a. ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.13

30

Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya dengan pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Crosssectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor.13 Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan artefak minimal akibat gerakan.13

Gambar 2. 12 : Normal laring pada CT-Scan potongan Axial6

Gambar 2. 13 : Karsinoma laring pada CT-Scan potongan Axial6

31

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1 2.10 Diagnosis Banding
a. TBC laring b. Sifilis laring c. Tumor jinak laring d. Penyakit kronis laring

2.11 Penatalaksanaan 2.11.1 Penatalaksanaan Karsinoma Laring Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. a. Pembedahan Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari : 1) Laringektomi a) Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. b) Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

32

2) Diseksi Leher Radikal Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.

Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. b. Radioterapi Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad. Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama 46 minggu diikuti dengan laringektomi total. c. Sitostatika Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum

33

memburuk, di samping harga obat ini yang relatif mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.1 d.Rehabilitasi Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation.1 Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang berada di dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher. 14 Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah

submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar. 14 Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini. Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan adanya wadah perkumpulan guna menghimpun pasienpasien tuna laring guna menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi.14 2.11. 2 Penatalaksanaan Sumbatan Laring Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa

34

dilakukan pada sumbatan laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada stadium 2 dan 3 yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi dilakukan pada stadium 4.8 a. Intubasi endotrakea Indikasi intubasi endotrakea yaitu:
1) Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas 2) Membantu ventilasi 3) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial 4) Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal

dari lambung. Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk dewasa dipakai yang diameter dalamnya 78,5 mm. Pipa endotrakea tidak boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.

b. Trakeostomi Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/ anterior trakea untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu :
1) Mengatasi obstruksi laring 2) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus 3) Untuk memasang respirator 4) Untuk mengambil benda asing dari subglotis c. Krikotirotomi

35

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat nafas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12 tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.8 2.12 Prognosis Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Tumor laring merupakam tumor yang cukup sering ditemui di THT. Tumor pada laring terbagi menjadi 2, yaitu tumor laring jinak dan tumor laring ganas. Tumor laring jinak jarang ditemukan, hanya kurang dari 5% dari seluruh tumor laring. Etiologi dari karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan oleh beberapa ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang

36

yang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Terpajan dengan sinar radioaktif pun dikatakan dapat menyebabkan penyakit ini. Suara serak merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Dispnae dan stidor cukup sering ditemukan juga, gejala ini disebabkan oleh sumbatan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret dan fiksasi oleh pita suara. Nyeri tenggorok, disfagia, batuk, hemoptisis, nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan dapat juga terjadi pada pasien. Pembesaran kelenjar getah bening pada leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukan tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring positif bila sudah terjadi komplikasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anmnesis, pemeriksaan laring secara langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan, seperti pemeriksaan laboratorium, foto thorak dan CT Scan laring. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dan hasil dari patologi anatomi yang 36 terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. Stadium awal tumor kepala dan leher merupakan penyakit yang dapat disembuhkan bila mendapatkan pengobatan yang tepat. Keputusan untuk pengobatan, radiasi maupun operasi tergantung dari ukuran dan lokasi dari tumor itu sendiri, keadaan pasien dan tentu saja pengetahuan dan pengalaman dokter yang menanganinya. Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma

37

laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.

DAFTAR PUSTAKA

1. H e r m a n i

B.

Tumor Buku

Laring. Ajar Ilmu

Dalam

Soepardi Telinga

EA,dkk, Hidung

penyunting.

Kesehatan

Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta:FKUI; 2009; h 194-98.


2. Castellanos PF, Spector JG, Kaiser TN. Tumors of the larynx and

laryngopharynx. In: Otorhinolaryngology head and neck surgery. Ballenjer JJ. Snow JB Eds. Fifteenth Edition. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London, Munich, Sidney, Tokyo. Lea & Febiger 1996: p. 585-652

38

3. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A.

Pocket Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-432.
4. Keith L. Moore. Anatomi Klinik Dasar. Hipocrates. Jakarta. 2002. h.433-

438
5. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck

Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 13131360.


6. Lawrence R. Boies, Jr. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC. Jakarta.

1997. h. 446-447
7. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,

Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533560. 8.
9. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta.

2007.
10. Kumala P, et al. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC. Jakarta.

1998.
11. Siti

Hajar

Haryuna.

http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti

%20hajar.pdf. Diunduh pada tanggal 22 September 2012, Pukul 20.00 WIB.


12. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP,

Essential of Head and Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223239.

39

13.
14. Charous Steven J.Early. Stage Head & Neck Cancer Surgery. Head and

Neck Cancer.United States of America.K luwer Academic Publishers. 2004. h. 85-114

You might also like