You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi kelenjar Tiroid

1. Anatomi Tiroid: Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah. Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.

Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7. Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.

Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri: 1. A. thyroidea superior (arteri utama). 2. A. thyroidea inferior (arteri utama). 3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama: 1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna). 2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna). 3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri). Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: 1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis 2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior. Persarafan kelenjar tiroid: 1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak). Vaskularisasi Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral.

tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

Sistem Limfatik Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior. 2. Histologi Kelenjar Tiroid:

Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya. Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut. ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut.

SEL PARAFOLIKULER

Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompokkelompok sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada basal membran dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih pucat dari sel folikel. Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat menurunkan kadar kalsium darah.

3. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit. Proses pembentukan hormon tiroid adalah: (1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah; (2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid; (3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh

enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase. (4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat. (5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin) (6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997) EFEK HORMON TIROID Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah : (1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria; (2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP. Efek tiroid dalam transpor aktif : meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel. Efek pada metabolisme karbohidrat : menaikkan aktivitas seluruh enzim, Efek pada metabolisme lemak: mempercepat proses oksidasi dari asam lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas. Efek tiroid pada metabolisme vitamin: menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme.Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat

efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal. Efek Pada berat badan. Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan. Efek terhadap Cardiovascular. Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Efek pada Respirasi. Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida. Efek pada saluran cerna. Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID Regulasi hormon tiroid diprakarsai oleh hormon TSH (Tiroid Stimulating Hormone) yang dilepas hipotalamus. TSH berfungsi untuk : (1) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin (2) Meningkatkan aktivitas pompa iodium (3) Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan kecepatan proses coupling (4) Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel tiroid (5) Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai perubahan sel kuboid jadi kolumner. Hormon TSH dirangsang oleh TRH (Tirotropin Releasing Hormone). (Guyton. 1997). Tiroid-Hormon T3-T4 SINTESIS, SEKRESI, DAN TRANSPORT HORMON YANG DIHASILKAN TIROID

UPTAKE DAN SEKRESI IODIUM Kebutuhan iodium untuk pembentukan tiroksin. Untuk membentuk jumlah normal tiroksin, setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira50 mg iodium yang ditelan dalam bentuk iodide, atau kira-kira 1mg perminggu. Iodida yang ditelan secara oral akan diabsorbsi dari saluran cerna kedalam darah denga pola yang kira-kira mirip dengan klorida. Biasanya, sebagian besar dari iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan dipergunakan untuk sintesis hormone tiroid. Kemudian, agar dapat digunakan untuk pembentukan hormone tiroksin maka pertama-tama harus terjadi pengangkutan iodide dari darah kedalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal tiroid mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodide secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodide (iodide trapping). I. Sintesis tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) terdiri dari: 1, Thyroglobulin (Tg) and protein synthesis in the rough endoplasmic reticulum. 2, Coupling of the Tg carbohydrate units in the smooth endoplasmic reticulum and Golgi apparatus. 3, Formation of exocytotic vesicles. 4, Transport of exocytotic vesicles with noniodinated Tg to the apical surface of the follicle cell and into the follicular lumen. 5, Iodide transport at the basal cell membrane. 6, Iodide oxidation, Tg iodination, and coupling of iodotyrosyl to iodothyronyl residues. 7, Storage of iodinated Tg in the follicular lumen. 8, Endocytosis by micropinocytosis. 9, Endocytosis by macropinocytosis (pseudopods). 10, Colloid droplets. 11, Lysosome migrating to the apical pole. 12, Fusion of lysosomes with colloid droplets. 13, Phagolysosomes with Tg hydrolysis. 14, Triiodothyronine (T3) and thyroxine (T4) secretion. 15, Monoidotyrosine (MIT) and diiodotyrosine (DIT) deiodination. A. Pembentukan dan sekresi non-iodinated Tiroglobulin (non-iodinated Tg) 1) Proses di Retikulum endoplasma kasar

Tiroglobulin merupakan suatu glikoprotein dimer. Sebagaimana protein lain, sintesis tiroglobulin diawali dengan protein sintesis yang terjadi pada reticulum endoplasma kasar untuk menghasilkan unit karbohidrat Tg. 2) Coupling unit karbohidrat Tg di RE halus dan apparatus golgi dan menghasilkan Tg yang belum teriodinasi (non-iodinated Tg) 3) Pembentukan vesikula yang berisi non-iodinated Tg. 4) Transport vesikel dan eksositosis non-iodinated Tg ke dalam lumen folikel tiroid melalui membran apical sel. B. Uptake dan pengangkutan iodida oleh tiroid 5) Iodida dari darah dijerat dan diangkut ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Penjeratan iodida dari darah ke sel terjadi pada membran basal sel tiroid melalui NIS (Natrium-Iodide Symport). C. Pembentukan T3 dan T4 dari Iodida dan Tg 6) Oksidasi iodide, Iodinasi Tg, dan coupling iodotyrosyl menjadi residu iodothyronyl i. Oksidasi iodida Proses oksidasi iodide melibatkan peran enzim peroksidase. Reaksi tersebut dirangsang oleh TSH, dan dihambat oleh tiourea, amino benzen dan imidazol. Enzim peroksidase ini terletak di bagian apical membrane sel atau bahkan melekat pada membrane apical sel, tempat dimana vesikula berisi non-iodinated Tg dieksositosis ke dalam folikel. ii. Proses Organifikasi TiroglobulinIodinasi gugus tirosil Yang dimaksud proses organisasi Tg adalah pengikatan iodium dengan molekul non-iodinated Tg. Iodium yang teroksidasi akan berikatan langsung dengan gugus tirosil yang ada di dalam Tg dengan dipercepat oleh enzim iodinase. mula-mula terbentuk monoiodotirosin (MIT), kemudian diiodotirosin (DIT). iii. Coupling (penggandengan) MIT dan DIT Baik MIT maupun DIT sama-sama bergandengan satu sama lainnya dan membentuk Tiroksin (T4) dan triiodo tironin (T3) D. Penyimpanan T3 dan T4 di dalam folikel 7) Hormon tiroid disimpan dalam folikel dalam bentuk molekul tiroglobulin yang mengandung 1-3 molekul tiroksin dan 1 molekul triiodotironin untuk tiap 14 molekul tiroksin.

II. Sekresi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) 1) Pembentukan vesikula pinositik Mula-mula bagian apical sel membentuk pseudopodia yang menjulur ke dalam folikel dan mengitari koloid di dalam folikel. 2) Pinositosis Vesikula pinositik yang berisi koloid terbentuk dan menelan cairan koloid ke dalam sel 3) Pembentukan droplet koloid 4) Migrasi lisosom ke bagian apical sel protease Lisosom berisi enzim-enzim digestif, yang terpenting 5) Fusi lisosom dengan koloid droplet Lisosom bergabung dengan droplet koloid membentuk suatu vesikula digestif. Enzim-enzim digestif yang ada di dalam lisosom memncerna koloid untuk melepaskan T3 dan T4 dari Tg 6) Hidrolisis tiroglobulin Di dalam vesikula digestif, terjadi proses digestif oleh protease yang melepaskan molekul molekul T3 dan T4 dari Tg. 7) Sekresi T3 dan T4 ke dalam darah Deiodinasi MIT dan DIT Pelepasan iodium dari gugus tirosin untuk bahan pembentukan hormone tiroid tambahan III. Transport tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) Pengangkutan T3 dan T4 ke jaringan Baik tiroksin dan triiodo tironin, hampir seluruhnya segera berikatan dengan protein plasma, yakni: o Tiroksin banding globulin (TBG) o Prealbumin banding globulin (pABG) o Albumin Pelepasan Lambat Tiroksin ke jaringan Pelepasan hormone dari protein plasma membutuhkan waktu yang lama, mengingat besarnya afinitas protein pengikat terhadap hormone. BAB II PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Hipotiroidisme merupakan kelainan yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid (Ranakusuma, B, 1992:35). Hipotiroidisme adalah suatu atau beberapa kelainan structural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormone-hormone tiroid menjadi isufisiensi (Haznam, M.W, 1991: 149). Hipotiroidisme adalah suatu keadaan hipometabolik akibat defisiensi hormone tiroid yang dapat terjadi pada setiap umur (Long, Barbara.C, 1996:102). Hipotiroidisme adalah tiroid yang hipoaktif yang terjadi bila kelenjar tiroid berhenti atau kurang memproduksi hormon tiroksin (Semiardji, Gatut, 2003:14).

2. ETILOGI

Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu


1. Hipotiroid primer

Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
2. Hipotiroid sekunder

Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal

fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
3. Hipotiroid tertier/ pusat

Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada goiter belt dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine. Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh :

Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah . Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen, ( Aminothiazole, tolbutamid ).

3. ANATOMI PATOLOGI

Kelenjar tiroid/gondok terletak di leher bawah laring bagian depan, kanan dan kiri. Panjangnya 5 cm menyatu di garis terngah dan beratnya kurang dari 20 gram. Kelenjar tiroid berfungsi mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi kelenjar tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormone tersebut ke pembuluh darah. Yodium merupakan unsur penting hormone tersebut. Jika kelenjar tiroid kekurangan yodium maka kelenjar akan bekerja lebih aktif dan membesar. Pada orang sehat kadar hormone T3 dan T4 dipetahankan dalam batas normal oleh TSH. TSH diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior di bagian otak di belakang mata. Bila kadar hormone Tiroid menurun, produksi TSH meningkat. (http//www. medicastore.com/med/detail_pyk.php?)

4. PATOFISIOLOGI

Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan

respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia. Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh. Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat. (Lukman and Sorrensons, 1993: 1810; Rumaharbo, H, 1999:)

Pathways

5. MANIFESTASI KLINIS Kulit dan rambut Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal Pembengkakan, tangan, mata dan wajah Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk Tidak tahan dingin Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal Muskuloskeletal Volume otot bertambah, glossomegali Kejang otot, kaku, paramitoni Artralgia dan efusi sinovial Osteoporosis Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis Kadar fosfatase alkali menurun Neurologik Letargi dan mental menjadi lambat Aliran darah otak menurun

Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian

kurang, penurunan reflek tendon) Ataksia (serebelum terkena) Gangguan saraf ( carfal tunnel) Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu Kardiorespiratorik Bradikardi, disritmia, hipotensi Curah jantung menurun, gagal jantung Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang) Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar/inverse Penyakit jantung iskemic Hipotensilasi Efusi pleural Dispnea Gastrointestinal Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen Obstruksi usus oleh efusi peritoneal Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa Renalis Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun Retensi air (volume plasma berkurang) Hipokalsemia Hematologi Anemia normokrom normositik Anemia mikrositik/makrositik Gangguan koagulasi ringan Sistem endokrin Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi Gangguan fertilitas

Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat hipoglikemi Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak

Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bulan (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi wajah kosong dan lemah.

(Stevenson, J. C& Chahal, P, 1993: 52-53)

6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang serius dari hipotiroidisme adalah koma miksedema dan kematian, efusi pericardial dan pleura, megakolon dengan paralitik ileus dan kejang. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran hingga koma. Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah
1. Penyakit Hashimoto Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid. Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. 2. Gondok Endemic Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. 3. Karsinoma Tiroid Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Terapiterapi tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

(Long, Barbara.C,2000:261 dan Hudak and Gallo,1996:479)

7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang didapatkan pada pasien hipotiroidisme didapatkan hasil sebagai berikut:

T3 dan T4 serum rendah TSH meningkat pada hipotiroid primer TSH rendah pada hipotiroid sekunder 1. Kegagalan hipofisis : respon TSH terhadap TRH mendatar 2. Penyakit hipotalamus : TSH dan TRH meningkat Titer autoantibody tiroid tinggi pada > 80% kasus Peningkatan kolesterol Pembesaran jantung pada sinar X dada EKG menunjukkan sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS& gelombang T datar atau inversi

(Haznam, M.W, 1991: 152)

8. FOKUS PENGKAJIAN

Bayi baru lahir dapat memiliki tanda-tanda yaitu diantaranya fontanel posterior terbuka dengan jelas, ikterik fisiologis yang berkepanjangan, sulit makan, kulit dingin, mengelupas, hipotonia dan hernia umbilikalis. Setelah usia 6 bulan tanda-tanda yang muncul gagal tumbuh, pembesaran dan penonjolan ludah, wajah kasar, pola makan buruk, konstipasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala hipotiroidisme mencakup keletihan, kelemahan, penurunan bising usus, penurunan nafsu makan, kenaikan BB, dan perubahan gambaran EKG. Koma miksedema merupakan menifestasi yang jarang pada hipotiroidisme, ditandai dengan depresi berat pada fungsi sensorium, hipotermia, hipoventilasi, hiponatremia, hiporefleksia, hipotensi, dan bradikardia. Pasien dengan koma miksedema tidak menggigil, meskipun dilaporkan suhu tubuh dapat mencapai 800F. Diagnosa koma miksedema tergantung pada pengenalan gejala-gejala klinis, dan identifikasi factor pencetus

yang mendasari. Faktor pencetus yang paling umum adalah infeksi paru; yang lain meliputi trauma, stress, infeksi, obat-obat seperti narkotik atau barbiturate, pembedahan dan gangguan metabolic. (Nettina, S.M, 2001: 293)

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif. 2. Perubahan suhu tubuh : hipotermi berhubungan dengan penurunan 3. 4. 5. 6. 7. metabolisme Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernafasan. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan lambatnya laju metabolisme tubuh Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.

(Smeltzer, S. C, 2001: 1304)

10. INTERVENSI DAN RASIONALISASI 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.

Kriteria hasil: Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian berupa:


Beraktifitas dalam perawatan mandiri Melaporkan penurunan tingkat kelelahan Memperlihatkan perhatian dan kesadaran pada lingkungan Berpartisipasi dalam aktivitas dan berbagai kejadian dalam lingkungan

Berpartisipasi dalam peristiwa dan aktivitas keluarga Melaporkan tidak adanya rasa nyeri dada, peningkatan kelelahan atau gejala sesak napas yang menyertai peningkatan aktivitas.

Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


1. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.

Rasionalisasi: Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
2. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.

Rasionalisasi: Memberikan kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan-mandiri.
3. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktivitas yang tidak menimbulkan stress.

Rasionalisasi: Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.


4. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktivitas.

Rasionalisasi: Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan gangguan BMR

Kriteria hasil: Pemeliharaan suhu tubuh yang normal berupa:

Mengalami berkurangnya gangguan rasa nyaman dan intoleransi terhadap hawa dingin. Mempertahankan suhu tubuh dasar Melaporkan rasa hangat yang adekuat dan berkurangnya gejala menggigil. Menggunakan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut. Menjelaskan rasional untuk menghindari sumber panas dari luar.

Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


1. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.

Rasionalisasi: Meminimalkan kehilangan panas.


2. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).

Rasionalisasi: Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler


3. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunanya dari nilai dasar suhu normal pasien.

Rasionalisasi: Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema.


4. Lindungi terhadap pajanan hawa dingin dan hembusan angina.

Rasionalisasi: Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal.

Kriteria hasil:

Pemulihan fungsi usus yang normal ini di buktikan dengan:

Mencapai pemulihan kepada fungsi usus yang normal. Melaporkan fungsi usus yang normal. Mengenali dan mengkonsumsi makanan yang kaya serat Minum cairan sesuai dengan yang dianjurkan setiap hari. Berpartisipasi dalam peningkatan latihan yang ditingkatkan secara bertahap. Menggunakan pencahar seperti yang diresepkan dan menghindari ketergantungan yang berlebihan pada pencahar serta enema.

Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


1. Dorong peningkatan asupan cairan dalam batas-batas restriksi cairan.

Rasionalisasi: Meminimalkan kehilangan panas.


2. Berikan makanan yang kaya akan serat

Rasionalisasi: Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar.


3. Ajarkan kepada pasien tentang jenisjenis makanan yang banyak mengandung air.

Rasionalisasi: Memberikan rasional peningkatan asupan cairan kepada pasien.


4. Pantau fungsi usus.

Rasionalisasi: Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.

5. Dorong pasien untuk meningkatkan mobilitas dalam batas-batas toleransi latihan.

Rasionalisasi: Meningkatkan evakuasi usus.


6. Dorong pasien untuk menggunakan pencahar dan enema hanya bila diperlukan saja.

Rasionalisasi: Meminimalkan ketergantungan pasien pada pencahar serta enema, dan dorong pola evakulasi usus yang normal.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.

Kriteria hasil: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal , ini dibuktikan dengan:

Memperhatikan perbaikan status pernafasan dan pemeliharaan pola pernafasan yang normal. Menunjukkan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi yang normal. Menarik nafas dalam dan batuk ketika dianjurkan. Menunjukkan suara napas yang normal tanpa bising tambahan pada auskultasi. Menjelaskan rasional penggunaan obat yang berhat-hati. Berpartisipasi pada saat dilakukan pengisapan dan ventilasi.

Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


1. Pantau frekuensi, kedalaman, pola pernafasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.

Rasionalisasi: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektivitas intervensi.
2. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.

Rasionalisasi: Mencegah atelektasis dan meningkatkan pernafasan yang adekuat.


3. Berikan obat (hipnotik dan sedative) dengan hati-hati.

Rasionalisasi: Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernafasan akibat penggunaan obat golongan hipnotik-sedatif.
4. Perhatikan saluran nafas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.

Rasionalisasi: Penggunaan saluran nafas artificial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernafasan.

5. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernafasan.

Kriteria hasil: Perbaikan proses berfikir, ini dibuktikan dengan:


Memperlihatkan perbaikan fungsi kognitif. Mengidentifikasi waktu, tempat, tanggal dan kejadian dengan benar. Bereaksi ketika dirangsang. Mengadakan interaksi secara spontan dengan keluarga dan lingkungan. Menjelaskan bahwa perubahan dalam proses mental dan kognitif merupakan hasil dari proses penyakit.

Menggunakan obat seperti yang dipreskripsikan untuk mencegah penurunan pada proses kognitif.

Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


1. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal, dan kejadian di sekitar dirinya.

Rasionalisasi: Memudahkan orientasi realitas pada pasien


2. Berikan stimulasi lewat percakapan dan ajktivitas yang tidak bersifat mengancam.

Rasionalisai: Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.


3. Jelaskan pada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dari proses penyakit.

Rasionalisasi: Meyakinkan pasaien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakuan terapi yang tepat.
4. Pantau proses kognitif serta mental dan responnya terhadap pengobatan serta terapi lainnya.

Rasionalisasi: Memumngkinkan evaluasi terhadap efektifitas pengobatan.

6. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan lambatnya laju metabolisme tubuh

Kriteria hasil: Pasien akan menunnjukkkan berat badan yang normal, ini dibuktikan dengan penuruna berat badan kukrang lebih 2 pound/ minggu Intervensi dan rasionalisasi kaeperawatan: Dengan pengobatan tiroid, tingkatan aktivitas klien dan penurunan edema dapat menurunkan berat badan secara signifikan tanpa perubahan dari dietnya. Biasanyna nafsu makan meningkat karena obat sedang bekerja. Ini penting untuk menghasilkan diet kalori rendah sampai berat badan stabil pada berat badan ideal.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.

Kriteria hasil: Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan. Hal ini dibuktikan dengan:

Mengurikan program pengobatan dengan benar Mengenali hasil akhhir terapi penggantian hormone tiroid yang positif. Menggunakan obat bagi diiri sendiri sesuai yang diresepkan Mengenali efek samping yang merugikan dan segera melapor kepada dokter: jika timbul kembalil gejala hipotiroidisme dan terjadinya gejala hipertiroidisme

Intervensi dan rasionalisasi keperawatan


1. Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi pengantian hormone tiroid.

Rasionalisasi: memberikan rasional pengunaan terapi penggantian hormone tiroid seperti yang diresepkan kepada pasien.
2. Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pasien.

Rasionalisasi: mendorong pasien untk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormone tiroid.
3. Bantu pasien menyusun jadwal dan checklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi pengagn tian hormon tiroid.

Rasionalisasi: Memastikan bahwa obat digunankan seperti yang direasepkan.


4. Uraikan tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang kurang/ berlebihan.

Rasonalisasi: Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.

Rasionalisasi: Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati. (Smeltzer, S. C, 2001: 1304- 1306)

BAB III PENUTUP

1. KESIMPULAN o Hipotiroidisme adalah suatu atau beberapa kelainan structural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormone-hormone tiroid menjadi isufisiensi o Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu
o o o o

Hipotiroid primer Hipotiroid sekunder Hipotiroid tertier/ pusat Manifestasi Klinis yang dapat di jumpai pada hipotiroidisme yaitu : 1. Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal 2. Pembengkakan, tangan, mata dan wajah 3. Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk 4. Tidak tahan dingin 5. Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal Komplikasi yang terjadi yaitu:

Komplikasi yang serius dari hipotiroidisme adalah koma miksedema dan kematian, efusi pericardial dan pleura, megakolon dengan paralitik ileus dan kejang. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran hingga koma.

2. SARAN DAN KRITIK

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca semua.

DAFTAR PUSTAKA

1.http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=11&judul= Hipertiroidisme&iddtl=1 24&UID=20071121172513125.163.255.129.Last update : copyright 2005 Last log in : november 30,2007 2.www.wrongdiagnosis.comhttp://www.wrongdiagnosis.com/h/ hyperthyroidism/treatments.ht m Last update : november 13,2007 Last log in :november 30,2007 3. Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients treated for thyroid dysfunction, http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log in : December 1,2007 4. McDermott MT, Woodmansee WW, Haugen BR, Smart A,Ridgway EC. The Management of subclinical hyperthyroidism by thyroid specialists. Thyroid 2004,90-110 5. Van Sande J, Parma J, Tonacchera M, Swillens S, Dumont J,Vassart G. Somatic and clinical in thyroid diseases.2003, 201-220

You might also like