You are on page 1of 15

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul KEPERAWATAN PALLIATIF PADA

KLIEN GAWAT DARURAT DAN KRITIS Adapun maksud dari penulisan makalah ini, selain merupakan tugas individu bagi kami mahasiswa, juga merupakan pembelajaran bagi komunitas perawat di dalam pelayanan kritis agar dapat meningkatkan pelayanan secara baik dan maksimal Kami sadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan. Terima kasih.

PENULIS

TIM

BAB I PENDAHULUAN Kematian tidak bisa dihindari dan semua orang cepat atau lambat pasti akan menemuinya. Bagi sebagian orang, kematian adalah hal yang menakutkan. Mereka tidak mau memikirkan, apalagi membicarakannya. Sebagian orang lain menganggap kematian adalah hal yang biasa, sebagai awal kehidupan baru di akhirat. Karena setiap orang akan mati, setiap orang juga akan melalui proses sekarat. Ada yang cepat ada juga yang lambat, menyakitkan dan menyengsarakan. Di sinilah perawatan paliatif diperlukan. Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lainbaik fisik, psikososial maupun spiritual. Paliatif berasal dari bahasa Latin pallium, sejenis jubah pada zaman Yunani kuno dan Romawi. Paliatif berarti berfungsi seperti jubah

yang melindungi, menyamankan, dan menyembunyikan atau mengurangi keburukan. Perawatan paliatif adalah perawatan yang menyelubungi seorang yang sakit dengan terapi yang penuh cinta kasih. Perawatan ini tidak hanya memikirkan aspek fisik, tetapi juga termasuk kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual seseorang. Perawatan paliatif tidak lagi ditujukan untuk penyembuhan, tetapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien di sisa usianya. Perawatan ini

diberikan ketika tidak ada lagi peluang kesembuhan secara medis. Perawatan hanya ditujukan untuk mengurangi penderitaan sebanyak mungkin. Selain itu, ada penekanan pada perawatan psikologis untuk pasien dan orang-orang dekatnya.

Pasien dipersiapkan untuk meninggal dunia dengan tenang dan mengakhiri kehidupan secara bermartabat. Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an di Inggris oleh Cicely Saunders. Dia adalah peletak konsep dasar perawatan paliatif. Sebagai perawat, pekerja sosial dan kemudian dokter, Cicely banyak menghadapi pasien yang sakit parah dan tergerak untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Filosofi dasar perawatannya adalah bahwa kematian adalah fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran, sehingga melihat kematian sebagai proses yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa sakit. Berkat jasanya, saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif (hospis) di Inggris dan lebih dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia, perawatan paliatif baru mulai berkembang akhir-akhir ini. Perawatan paliatif pertama dimulai pada tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo (Surabaya), yang disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling

dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:

Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.

Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.

Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.

Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.

Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat. Pada awalnya, perawatan paliatif hanya diberikan kepada pasien kanker

stadium akhir yang tidak mungkin sembuh. Namun, kini perawatan juga diberikan kepada pasien penyakit-penyakit lain yang mengancam jiwa seperti HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru, dan penyakit saraf. Lamanya perawatan paliatif mungkin hanya beberapa hari, tapi juga mungkin beberapa bulan.

BAB II KEPERAWATAN PALLIATIF PADA KLIEN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Intensive Care adalah suatu bentuk perawatan medis pada pasien yang potensial bisa disembuhkan, dimana perawatan yang diberikan berupa observasi dan terapi dengan standar yang lebih tinggi daripada yang ada di ruangan biasa ( ward ) Critical Care: suatu proses monitoring fisiologis yang ketat disertai dengan tindakan intervensi dengan response time yang cepat, meliputi intervensi farmakologis, support ventilasi, dan prosedur invasive. Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Prioritas pasien yang dikatakan kritis 1. Pasien prioritas 1 Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil, yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alatalat ventilasi, monitoring, dan obat obatan vasoaktif kontinyu dan lainlain, misalnya pasien bedah kardiotorasik, atau pasien shock septik. Pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. 2. Pasien prioritas 2 Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera, karenanya pemantauan

intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung, paru, ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya. 3. Pasien prioritas 3 Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masingmasing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu. Contohcontoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasienpasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut berat. Pasienpasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner. Adapun Kriteria untuk perawatan di ICU : a. Pasien yang butuh bantuan ventilatory support b. Pasien yang membutuhkan monitoring terapi, cairan dan farmakologis c. Pasien dengan major trauma, multitrauma dan luka bakar berat apalagi disertai instabilitas hemodinamika d. Pasien major trauma yang dilakukan prosedur Damage Control Surgery e. Pasien yang menjalani major surgery .

Tugas dan tanggung jawab perawat dalam penatalaksanaan pasien kritis : a. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan b. Monitoring ketat disertai kemampuan menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan. d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien. e. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien. Untuk meningkatkan pelayanan keperawatan dalam bidang perawatan pasien dengan keadaan kritis disini WHO sebagai lembaga tertinggi dalam bidang kesehatan mencanangkan dalam bentuk pelayanan paliatif yang di lakukan secara komprehensif. Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lainbaik fisik, psikososial maupun spiritual. Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalahmasalah yang dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun

psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite careadalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dll.

Tujuan dalam keperawatan paliatif : 1. Meyakini bahwa hidup dan mati adalah proses yang normal, tidak menghambat atau menundan kematian, mengurangi nyeri dan gejala penyakit lainnya, integrasi fisik, psikis, sosial, emosional dan spiritual dalam keluarga. 2. Menyediakan sistem untuk membantu individu hidup seoptimal mungkin sampai menjelang kematiannya 3. Menyediakan sistem dukungan untuk membantu keluarga mengatasi masalah sepanjang perawatan pasien dan masa berduka dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individu dan

Sasaran kebijakan pelayanan paliatif : 1. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia. 2. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya. 3. Institusi-institusi terkait, misalnya: a. Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota b. Rumah Sakit pemerintah dan swasta c. Puskesmas d. Rumah perawatan/hospis e. Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

Lingkup kegiatan perawatan paliatif : 1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi : a. Penatalaksanaan nyeri. b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain. c. Asuhan keperawatan d. Dukungan psikologis e. Dukungan sosial f. Dukungan kultural dan spiritual g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement). 2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah.

Aspek midokelegal dalam perawatan paliatif di ruang kritis : 1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif. 2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif. b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif. c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consentmenjelang ia kehilangan kompetensinya. d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas

pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.

e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan

untuk tidak

melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut. 3. Perawatan pasien paliatif di ICU a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuanketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas. b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-supporting.

4. Beberapa karakteristik perawat paliatif di ruangan kritis :


a. b.

Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.

c. d.

Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.

e. f.

Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.

g.

Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.

h.

Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.

i.

Bersamaan

dengan

terapi

lainnya

yang

ditujukan

untuk

memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan

mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat. Isu Kebijakan Perawatan Paliatif : 1. Kurangnya SDM serta mekanisme pembiayaan kesehatan merupakan hambatan yang besar untuk mengakses Palliative and end-of-life care 2. Palliative care dipengaruhi oleh isu sosial, organisasi dan kebijakan ekonomi secara keseluruhan 3. Mengintegrasikan konsep palliative care untuk seluruh penyakit dalam konteks pelayanan dan pendidikan 4. Ada sistem yang mengatur pendidikan berkelanjutan terkait dengan Palliative Care untuk tenaga kesehatan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien

dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien yang berada di ruang keperawatan kritis dan keluarganya Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan

pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan yang berada di keperawatan kritis untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif secara maksimal.

B. SARAN Pada permasalahan dalam keperawatan paliatif di ruang perawatan kritis memerlukan kesiapan yang baik oleh setiap perawat yang berada dalam tatanan kerja tersebut sehingga dalam pelayanannya dapat dilakukan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA Anderson , Ian .D : Care of the Critically Ill Surgical Patient, 1999, The Royal College of Surgeons of England Hopkinson R.B : General Care Units, in Critical Care, Standards Audit and Ethics, ED. Tinker, Browne and Sibbald, 1996, Arnold p. 37 54 Moore E.E, Mattox K.L, Feliciano D.V ; Principles of Critical Care, in

Trauma Manual, ED. Moore E.E, Mattox K.L, Feliciano D.V ; 2003, McGraw Hill Book Coy.,p. 441 451 Rivet E.B and Coopersmith C.M : Critical Care, in The Washington MANUAL OF surgery, 5th ed. , Ed. Klingensmith M.E, Lie E.C, Glasgow S.C et al, 2008, Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 134 52.

You might also like