You are on page 1of 18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastropati NSAID 1. Definisi Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi.1,2 2. Epidemiologi Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di Amerika Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID secara teratur. Sekitar 70 juta resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID dijual setiap tahun. Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan peningkatan prevalensi terjadi gastropati NSAID.3 3. Factor Resiko Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi: a. usia lanjut >60 tahun b. Riwayat pernah menderita tukak c. Riwayat perdarahan saluran cerna d. Digunakan bersama-sama dengan steroid e. Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID f. Menderita penyakit sistemik yang berat Mungkin sebagai faktor risiko a. Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory b. Merokok c. Meminum alcohol

4. Fisiologi Lambung Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen dibawah diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil, terletak sebelah kiri garis tengah. Ukuran dan bentuk setiap individu bervariasi. Secara anatomi, lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Fungsi lambung antara lain, penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein, produksi mucus dan produksi faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang disekresi sel parietal.6,7 Sekresi kelenjar lambung menurut bagian-bagian histologi lambung : a. Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus b. Kelenjar fundus-korpus terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi pepsinogen, Sel parietal mensekresi asam klorida (HCl) dan faktor intrinsik, serta sel leher mukosa mensekresi mukus. c. Kelenjar pilorus di antrum pilorus mensekresi mukus dan gastrin.6 Tahap-tahap fisiologi sekresi HCl lambung, terdiri dari 3 tahap : a. Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan menelan makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. b. Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel G) di kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan peptida di lumen dan mungkin distimulasi vagal. c. Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi menuju lambung. Sekresi dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum jika PH di bawah 2 dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin dan hormon pembersih enterogastron.7

Gambar 1. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel parietal meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau vagal lambung, menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor 3 kolinergikmuskarinik menghasilkan peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat aktivasi pompa proton. Gastrin mengaktivasi reseptor gastrin sehingga mengningkatkan Ca2+ sitoplasma dalam sel parietal. sel-sel

Enterochromaffin-like (ECF) memainkan peranan sentral, gastrin dan aferen vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL, yang mana histamin akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini dianggap paling penting untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa reseptor pada permukaan sel parietal menghambat produksi asam. Reseptor tersebut meliputi reseptor somatostatin, prostaglandin seri E, dan faktor pertumbuhan epidermal.6 5. Pathogenesis Gastropati NSAID Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan

menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan demikian mencegah/ mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama diantara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.3 Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal

merupakan prostaglandin endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,endotelin,otak dan trombosit : dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yag juga bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.4

Gambar 2. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung. 6. Gejala Klinis Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating. Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan komplikasi mematikan.2 30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6 minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan GI memiliki integritas mukosa normal.2 Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi juga dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan penyebab mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan.7

7. Diagnosis Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesilesi ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.3 Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan

Modified Lanza Skor (MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai berikut: a. Grade 0 b. Grade 1 c. Grade 2 d. Grade 3 e. Grade 4 f. Grade 5 : tidak ada erosi atau perdarahan : erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi 2 : erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 lesi : erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 lesi : erosi dan perdarahan> 3 daerah atau lebih dalam lambung : sudah ada tukak lambung1

8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari nonmediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit.7 Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni:8 1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.

2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima 3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan. 4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap. 5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah 6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan) 7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; dianjurkan minum susu terlalu banyak. 8. Makan secara perlahan 9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberikan istirahat [ada lambung. Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID, obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostaglandin.3 Tiga strategi saat ini diikuti secara rutin klinis untuk mencegah kerusakan yang disebabkan gastropati NSAID: a. coprescription agen gastroprotektif, b. penggunaan inhibitor selektif COX-2, dan c. pemberantasan H. pylori. umumnya tidak

Gastroprotektif a. Misoprostol Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk menggantikan secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh NSAID. Menurut analisis-meta dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi secara signifikan dalam kedua penggunaan NSAID, kronis dan akut, sedangkan ulserasi duodenum berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi-co aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu, penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala dispepsia. b. Sukralfat / antasida Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif. Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif. Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi. Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan

mempertahankan PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare

c. H2-reseptor antagonis H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus sampai pengembangan PPI. Mereka adalah obat pertama yang efektif untuk menyembuhkan esofagitis refluks serta tukak lambung. Namun, dalam pencegahan Gastropati NSAID, H2RA pada dosis standar tidak hanya kurang efektif tetapi juga dapat meningkatkan risiko ulkus pendarahan. Menggandakan dosis standar (famotidin 40 mg dua kali sehari) secara signifikan menurunkan kejadian 6 bulan ulkus lambung. d. Proton-pump inhibitor Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan sekarang terapi standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro-esofageal-penyakit (GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi asam harian dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah molekul pompa yang baru dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain diantaranya lanzoprazol, esomeprazol, rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari PPI mungkin bahwa mereka tidak mungkin untuk melindungi terhadap cedera mukosa di bagian distal lebih dari usus (misalnya di colonopathy NSAID). Namun, dalam ringkasan, PPI menyajikan comedication pilihan untuk mencegah NSAID-induced gastropathy4. Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa. Indikasi operasi terbagi 3 yaitu : a. Elektip (tukakak refrakter/gagal pengobatan) b. Darurat ( komplikasi : perdarahan massif, perforasi, senosis polorik) c. Tukak gaster dengan sangkutan keganasan.7 9. Komplikasi Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi yakni:

a. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI. b. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda. c. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik. d. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak. Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan NSAID yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di ginjal, pada kulit, maupun sistem syaraf4.

B. Melena 1. Definisi Melena adalah feses berwarna hitam seperti bercampur darah, umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis.9 2. Etiologi Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas seperti hematemesis biasanya terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan pada saluran cerna bagian atas paling sering disebabkan oleh ulkus peptikum, varises esophagus, gastritis erosive atau ulseratif (mengkonsumsi alcohol dalam jumlah besar, obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, dan stress),

esofagitis,

karsinoma

lambung,

penyakit

darah

(leukemia,
9

DIC

(disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia). 3. Patofisiologi

Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya varices esophagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak factor yang

mempengaruhi prognosis penderita seperti factor umum, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain.9 4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien hematemesis melena adalah syok (frekuensi denyut jantung, suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38-39C, nyeri pada lambung, hiperperistaltik, penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus.9 5. Penatalaksanaan Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat dirumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran cerna bagian atas meliputi : a. Pengawasan dan pengobatan b. Pemasangan pipa nasogastrik Tujuan pemasangan pipa naso gastric adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (umbah lambung) dengan air, dan pemberian obatobatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi local sehingga diharapkan terjadi penurunan aliaran darah dimukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-150

ml dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih. c. Pemberian pitresin (vasopressin) d. Pemasangan balon sengstaken-blakemore tube untuk penderita

perdarahan akibat pecahnya varises. e. Pemakaian bahannya sklerotik f. Tindakan operasi.9 6. Komlikasi Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah koma hepatic (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovoemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas), anemia posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak didasari).10

C. Anemia 1. Definisi Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Untuk mendapatkan pengertian tentang anemia maka kita perlu menetapkan definisi anemia a. Anemia merupakan sebuah kondisi dimana jumlah sel darah merah dibawah angka normal.11 b. Keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang beredar tdak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.12 c. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell).13

2. Patofisiologi Anemia Anemia berdasarkan etiopatogenesisnya dapat disebabkan oleh produksi yang kurang baik dan pemecahan eritrosit yang terlalu cepat.14 a. Anemia yang disebabkan produksi yang kurang baik Hal ini ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1) Tidak cukup tempat dalam sumsum tulang untuk membentuk eritrosit 2) Kerusakan dari sumsum tulang 3) Sel asal yang memproduksi eritrosit rusak karena infeksi. 4) Sel asal rusak oleh pengarug obat-obat tertentu 5) Kekurangan protein pada malnutrisi yang berat dapat menimbulkan anemia 6) Zat besi (Fe) 7) Hidroksikobalamin (vit B12) dan atau asam folat. 8) eritropoetin b. Pemecahan eritrosit yang terlalu cepat (anemia hemolitik) Pada dasarnya gejala anemia timbul karena : a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia.12 3. Diagnosis Diagnosis anemia dapat sederhana, tetapi sering juga bersifat sangat kompleks, oleh karena itu langkah-langkah diagnosis harus dilakukan secara sistematik san efisien. Untuk menegakkan diagnose anemia perlu dikerjakan: a. Anamnesis Anamnesis mengeksplorasi 1) Riwayat penyakit sekarang 2) Riwayat penyakit dahulu pada kasus anemia harus ditunjukan untuk

3) Riwayat gizi 4) Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia dan fisik serta riwayat pemakaian obat 5) Riwayat keluarga.12 b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada : 1) Warna kulit : pucat, sianosis ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami 2) Purpura : petechie dan echymosis 3) Kuku : koilonychias (kuku sendok) 4) Mata : ikterus, konjungtiva pucat, perubhan fundus 5) Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan stomatitis angularis 6) Limfadenopati 7) Hepatomegali 8) Splenomegali 9) Nyeri tulang 10) Hemarthosis atau ankilosis sendi 11) Pembengkakan testis 12) Pembengkakan parotis 13) Kelainan sistem saraf c. Pemerikasaan laboratorium hematologik 1) Tes penyaring 2) Pemeriksaan rutin 3) Pemeriksaan sumsum tulang d. pemeriksaan laboratorium non hematologik 1) faal ginjal 2) faal endokrin 3) asam urat 4) faal hati

5) biakan kuman e. pemeriksaan penunjang lain 1) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan denagan pemeriksaan histopatologi 2) Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi 3) Pemeriksaan sitogenik 4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR =polymerase chain reaction, FISH= flurescence in situ hybridization, dan lain-lain).12 f. Penatalaksanaan Penderita baru dengan anemia tidak perlu dirawat inap bila mana tidak ada indikasi antara lain : 1) Keadaan umum jelek, gagal jantung (mengancam), dan ada pendarahan. 2) Anemia berat Hb < 7gr% 3) Ada tanda-tanda keganasan atau penyakit lain dengan indikasi perlu perawatan 4) Diagnosis belum jelas dan perlu pemeriksaan intensif, khususnya untuk menemukan etiologi atau penyakit primer.11 Tatalaksana penderita rawat inap tergantung pada jenis anemia dan etiologinya. Pasien dengan anemia harus ditransfusi pada keadaan: 1) Sebelum operasi segera , jika Hb < 10 gr % 2) Pendarahan aktif 3) Tampaknya tidak ada terapi spesifik yang efektif 4) Selama terapi supresif sumsum tulang (misal kemoterapi) 5) Jika ada defek yang berkaitan dalam transfer oksigen (misal dekompensasi jantung atau dekompensasi pernafasan) 6) Jika ada peningkatan kebutuhan oksigen.11 Sedangkan terdapat berbgai kondisi tertentu dimana pasien dengan anemia tidak boleh ditarnsfusi, yaitu pada keadaan : 1) Anemia ringan pada pasien muda 2) Jika anemia dapat pulih kembali dalam waktu singkat

3) Sebagai persiapan utama properatif untuk operasi efektif, jika tersedia terapi devininif (misal defisiensi besi) 4) Jika efek hemodilusi dari anemia mungkin menguntungkan (misalnya kehamilan anemia pada penyakit kronis, penyakit vaskular).11 Tatlaksana penderita rawat jalan pada perinsipnya serupa dengan penderita rawat inap, yaitu : 1) Medika mentosa tergantung dari jenis anemianya 2) Pengawasan kedaan klinis dan laboratorium, dengan kemungkinan perlu dirawat inap atas berbagai indikasi.11

D. Hipertensi 1. Definisi Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika melewati dinding arteri. Tekanan darah dicatat dalam dua angka, tekanan sistolik (ketika jantung kontraksi ) dan tekanan diastolik (ketika jantung dilatasi). Tekanan sistolik yang normal kurang dari 120 mmHgdan dilatasi kurang dari 180 mmHg.15 2. Patofisiologi Tekanan darah mencerminkan kerja jantung. Angka sistolik (angka atas) merupakan angka saat jantung memompa darah ke seluruh organ tubuh. Setelah darah samapai ke jaringan dan mengeluarkan oksigen, vitamin dan mineral, darah kembali ke jantung kanan sehingga didapatkan angaka diastolik. Hambatan pada aliran darah seperti oleh lemak atau pengecilan pembuluh darah, memerlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mengalirkan darah.15 3. Diagnosa Diagnosis hipertensi dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang oleh dokter. a. Anamnesis dan gejala Seringkali pasien menganggap bila tidak ada keluhan, berarti tekanan darah tidak tinggi. Hal tersebut perlu diwaspadai karena gejala

hipertensi mulai dari tanpa keluhan atau tidak ada gejala sama sekali samapai tampak gelaja yang berat, gejala yang dapat timbul : 1) Tanpa gejala sampai gejala ringan seperti: pusing, melayang, berdenyut seperti ditusuk, dan lain-lain. 2) Mual sampai muntah 3) Pelupa 4) Pandangan mata kabur atau tidak jelas bahkan langsung buta 5) Kaki bengkak 6) Mimisan 7) Yang lebih berat seperti : sesak nafas hebat akibat gagal jantung, komplikasi tidak sadarkan diri akibat perdarahan otak atau stroke.15 b. Pemeriksaan fisik 1) Pengukuran tekanan darah a) Bila pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi, cukup dilakukan pengukuran tekanan darah satu kali. b) Jika tidak diketahui riwayat hipertensi, maka pengukuran tekanan darah dua kali dalam interval waktu 10 menit. Tekanan darah 140/90 mmHg memnuhi kriteria hipertensi atau tekanan darah < 140/90 mmHg tetapi pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi. c) Rekomendasi pemeriksaan ulang tekanan darah untuk dewasa tanpa kerusakan organ yaitu untuk tekanan darah normal pengukuran dilakukan setiap dua tahun, tekanan darah

prehipertensi diukur setiap tahun, hipertensi derajat 1 diukur setiap dua bulan dan hipertensi derajat 2 diukur setiap bulan. Pasien dengan tekanan darah lebih tinggi (missal 180/110) dievaluasi dan terapi segera atau dalam satu minggu tergantung situasi klinis. 2) Pemeriksaan sistem kardiovaskuler terutama ukuran jantung,

auskultasi, palpasi ekstremitas bawah 3) Pemeriksaan paru untuk untuk mencari ronki dan bronkospasme 4) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui pembesaran dan massa di ginjal

5) Palpasi kelenjar tiroid 6) Pemeriksaan fundus okuli dan neurologi untuk melihat kerusakan serebrovaskuler.15 c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin dan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan tekanan darah tinggi : 1) EKG 2) Urinalisis (eritrosit, protein, glukosa dan mikroskopik) 3) Kimia darah (kadar glukosa puasa, hematokrit, kalium kreatinin, kalsium, kolesterol total) Pemeriksaan lain yang bisa dipilih yaitu profil lipid, assay hormon sperti plasma renin activity, aldosteron plasma, katekolamin urin, albumin creatinin ratio (ACR), USG vascular atau ginjal.15

You might also like