You are on page 1of 40

MAKALAH SISTEM PERSYARAFAN PARKINSON

Disusun Oleh Kelompok II : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tiara Simarmata Rosiana Veronika Khristina Damayanti Sri Setyani Regina Luvy Septiana K Rangga Sandy S Sri Handayani (201111099) (201111107) (201111091) (201111065) (201111100) (201111088) (201111070)

S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH SEMARANG 2012/2013

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Parkinson. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SISTEM PERSYARAFAN. Dalam menyelesaikan makalah ini kami berusaha menyusun dengan baik.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan untuk kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun.

Semarang,

Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan BAB II PENYAKIT PARKINSON 2.1 Proses degenerative susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi 2.2 Fisiologi susunan saraf pusat dan tepi 2.3 Patofisiologi Parkinson 2.4 Diet untuk Parkinson 2.5 Farmakologi untuk Parkinson 2.6 Penatalaksanaan medis Parkinson 2.7 Askep Parkinson 2.8 Keterampilan memberikan pendidikan kesehatan tentang Parkinson 2.9 Keterampilan memberikan terapi modalitas 2.10 2.11 2.12 Keterampilan melakukan pemenuhan ADL Keterampilan melakukan PF system persyarafan Keterampilan memberikan penkes ke keluarga tentang perawatan

pasien persyarafan selama di rumah (cara berjalan dengan tripon dan walker) 2.13 2.14 Askep Pertanyaan pemicu

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia

Alzheimer.Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887.Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan. Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system

nigrostriatal.Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam.Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom. Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun. Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremorakan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata. Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan kelelahan.Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan.Otot-otot kecil di tangan seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -hari (misalnya mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan.Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya.Jika

penderita Penyakit Parkinson sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik.Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke belakang.Wajah penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresifkarena otototot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit Parkinson yang akhirnya mengalami depresi.Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka dan matanya jarang mengedip.Penderita Penyakit Parkinson seringkali ileran atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan.Penderita Penyakit Parkinson berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya.Sebagian besar penderita memiliki intelektual yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.

2.2 Tujuan 1.2.1 Mahasiswa/i mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan. 1.2.2 Mahasiswa mampu/i mampu menganalisa asuhan keperawatan

PARKINSON Pneumonia pada lansia dengan mengintegrasikan ilmu biologi, biokimia, anatomi, fisiologi, patologi, patofisiologi, farmakologi, dan gizi.

2.3 Manfaat 1.3.1 Agar mahasiswa/i mampu memahami tentang sistem persyarafan, khususnya pada lansia. 1.3.2 Agar mahasiswa/i mampu memahami tentang PARKINSON. 1.3.3 Agar mahasiswa/i mampu mengimplementasikan penatalaksanaan dengan pasien parkinson.

BAB II ISI 2.1 Proses degeneratif susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi Sel-sel saraf baik pada sistem saraf pusat ataupun sistem saraf perifer sejak sudah dahulu dianggap tidak dapat membelah diri pada individu yang telah selesai perkembangan sistem sarafnya.Hasil-hasil penelitian pada akhirakhir ini menunjukan bahwa kemungkinan besar sel-sel saraf tersebut masih dapat membelah diri walaupun sangat lamban.Sedangkan tonjolan-tonjolan sel saraf pada sistem saraf pusat apabila mengalami kerusakan sangat sulit dapat tumbuh kembali.Sebaliknya pada sistem saraf perifer penggantian tonjolan saraf berlangsung mudah selama bagian perikarion tidak mengalami kerusakan.

Apabila sebuah saraf mati bersama tonjolan-tonjolannya, maka sel-sel saraf yang berhubungan dengan sel saraf tersebut tidak ikut mati, kecuali untuk sel neuron yang hanya berhubungan dengan sel saraf mati tadi.Peristiwa semacam ini dinamakan Degenerasi-transneral.

Keadaan untuk sel-sel glia pada sistem saraf pusat dan sel schwann serta sel satelit ganglion pada sistem saraf perifer berlawanan dengan sel-sel saraf, oleh karena mereka sangat mudah melangsungkan pembelahan sel. Akibatnya kematian sel-sel saraf akan cepat diganti oleh sel-sel glia atau sel schwann atau sel satelit. Sangatlah perlu untuk membedakan perubahan-perubahan yang berlangsung pada bagian proksimal dan distal dari kerusakan sebuah serabut saraf, sebab bagian proksimal dari kerusakan yang dekat dengan badan sel lebih mudah mengalami degenerasi total. Kerusakan pada axon akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam perikarion sebagai berikut : - Hilangnya badan Nissl sehingga neroplasma berkurang basofil (khromatolisis) - Membesarnya volume perikarion - Perpindahan inti kedaerah tepi Bagian sebelah distal dari kerusakan, degenerasi total dialami oleh seluruh axon bersama selubung mielin yang di ikuti oleh pembersihan sisasisa degenerasi oleh sel makrofag. Sementara proses ini berlangsung, sel-sel schwann akan membelah diri secara aktif sehingga membentuk batang solid yang mengisi bekas yang dilalui oleh axon. Rangkain sel-sel ini akan

bertindak segai pengarah untuk pertumbuhan axon yang bertunas dalam fase perbaikan. Serabut otot yang di persarafi axon yang rusak tampak mengecil.

Sekitar 3 minggu setelah kerusakan serabut saraf, ujung serabut saraf sebelah proksimal dari kerusakan akan tumbuh dan bercabang-cabang sebagai serabut-serabut halus ke arah pertumbuhan sel-sel schwann. Diantara sekian banyak percangan axon beberapa akan terus tumbuh, khususnya yang dapat menerobos rangkain sel-sel schwann untuk mencapai sel efektor, misalnya otot. Apabila celah yang memisahkan bagian proksimal dan bagian distal dari axon cukup lebar atau pada keadaan hilangnya sama sekali bagian distal, misalnya amputasi, maka saraf-saraf sebagian hasil pertumbuhan baru tersebut membentuk gulungan yang menyebabkan rasa sakit. Pembentukan gulungan tersebut diberi nama yang sebenarnya kurang benar sebagai neroma amputasi. Proses perubahan degeneratif pada bagian distal dari kerusakan dinamakan degenerasi sekunder dari Waller. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi degenerative system saraf Faktor-faktor yang mempengaruhi degeneratif sistem syaraf khususnya pada penyakit parkinsson adalah : Usia Karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 30 tahun Ras Di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada orang Asia dan Afrika. Genetik, factor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita Parkinson pada usia muda. Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg, CS2, methanol, etanol dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta jangkitan. Cedera kranio serebral, meski peranannya masih belum jelas, dan Tekanan emosional, yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

Pada Penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui.

2. Letak dan produksi neurotransmitter Sinaps adalah struktur yang terdapat diantara neuron. Impuls ditransmisi dari neuron ke neuron lain dan pada organ tubuh yang berhubungan. Sinaps adalah titik pertautan antara dua neuron.Neurotransmitter adalah agen kimiawi yang berperan dalam mentransmisi impuls melalui sinaps.Neurotransmitter yang bersifat eksitasi adalah acetylcholine, norepinephrine, dopamine, glutamate dan histamine.Sedangkan neurotransmitter yang pada umummnya menginhibisi adalah gamma aminobutyric acid (GABA) pada jaringan otak dan glycine pada medula spinalis. Serotonin menghambat dan mengontrol tidur, lapar dan mempengaruhi kesadaran

3. Peran neurotransmitter dan efeknya jika kadarnya berubah Asam amino adalah bahan baku untuk neurotransmiter dan berbagai vitamin dan mineral adalah co-faktor yang diperlukan untuk produksi mereka. Ada sekitar 28 asam amino yang digunakan dalam tubuh. Hati memproduksi sekitar 80 persen dari mereka, sedangkan 20 persen sisanya harus diperoleh dari diet kita, maka 'asam amino esensial' nama mereka. Asam amino esensial yang berasal dari protein, dan penelitian menunjukkan bahwa diet kekurangan protein akan menyebabkan tingkat neurotransmitter yang lebih rendah dan akibatnya masalah kesehatan mental.Asam amino esensial untuk produksi serotonin triptofan, fenilalanin dan tirosin sementara adalah blok bangunan untuk dopamin dan noradrenalin. Gambar di bawah menunjukkan beberapa langkah biokimia penting yang dibutuhkan untuk produksi neurotransmitter dopamin dan serotonin.Seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah ini, tirosin dan triptofan pergi melalui sejumlah proses metabolisme dalam tubuh sebelum akhirnya diubah menjadi neurotransmitter dopamin dan serotonin. Untuk hal ini terjadi secara efektif, tubuh harus memiliki toko-toko yang cukup vitamin dan mineral tertentu.Sebagai contoh, asam folat, zat besi, vitamin B6, vitamin C, magnesium dan tembaga adalah penting co-faktor penting untuk produksi dopamin. Produksi serotonin bergantung pada tingkat yang memadai kalsium, asam folat, zat besi, magnesium, vitamin B6, vitamin C dan zinc dalam tubuh. Fakta ini sering dilupakan ketika datang untuk mengobati masalah suasana hati. Kecuali tubuh memiliki pasokan nutrisi yang baik, sejumlah proses fisiologis akan terhenti dan akan menghasilkan masalah mood. Tingkat neurotransmitter dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Jelas gizi dan kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi memainkan peran besar, tetapi ada sejumlah pengaruh utama lainnya pada produksi

neurotransmiter. Beberapa ini adalah rinci dalam tabel di bawah ini. Penyebab ini dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan kita dan pada proses metabolisme dalam tubuh kita. Penyebab Ketidakseimbangan Neurotransmitter

Pola makan yang buruk misalnya, protein rendah, gula tinggi, tinggi lemak jenuh, lemak tak jenuh yang rendah

Toksisitas logam Masalah pencernaan Alergi Kimia & makanan sensitivitas Tinggi stres dan / atau trauma psikologis

Penggunaan alkohol menggunakan / narkoba Kelebihan

Gizi kekurangan Obat-obat tertentu Kronis stres fisik dan emosional Bedah / operasi Kondisi medis misalnya, diabetes, kondisi tiroid, penyakit

Kurang tidur Virus & infeksi Kurangnya, atau berlebihan, olahraga Hormon ketidakseimbangan Penting kekurangan asam lemak Ketidakseimbangan gula darah Terlalu menetap gaya hidup

kardiovaskular.

Membatasi diet Genetik individu membuat & biokimia

Gangguan metabolic

Adapun cara meningkatkan keseimbangan neurotransmitter Obat utama memperlakukan kekurangan neurotransmiter dan masalah kesehatan konsekuen mental melalui penggunaan obat-obatan farmasi. Lebih khusus, antidepresan seperti Prozac, dan Zoloft Cipramil digunakan untuk pengobatan depresi, sedangkan benzodiazepin seperti valium dan Serapax digunakan untuk pengobatan kecemasan, stres dan insomnia. Studi

menunjukkan bahwa obat antidepresan efektif untuk manapun antara 30 hingga 60 persen orang depresi. Sayangnya ini masih menyisakan manapun antara 40 sampai 70 persen orang masih tidak sehat. Ditambah dengan hal ini adalah efek samping yang sering yang sering dialami oleh orang. Sementara antidepresan yang lebih baru telah terbukti lebih baik ditoleransi, efek samping yang masih mempengaruhi sebagian besar penderita. Beberapa efek samping yang lebih umum meliputi: kecemasan & kegugupan; sembelit atau diare, pusing, mengantuk; mulut kering, sakit kepala, insomnia, mual, disfungsi seksual, tremor, retensi urin, dan berat badan. Terapi psikologis

adalah alternatif yang efektif untuk obat untuk mengobati masalah suasana hati. Meskipun dampaknya terhadap tingkat neurotransmitter masih tak menentu sekarang juga diakui bahwa terapi psikologis memang memiliki dampak positif pada suasana hati, mungkin melalui pengaruhnya terhadap pemikiran dan sistem keyakinan. Meskipun kepercayaan umum bahwa obat adalah cara utama untuk meningkatkan produksi neurotransmitter, ini tidak bisa lebih jauh dari kebenaran. Seperti yang dapat Anda lihat dari "penyebab ketidakseimbangan neurotransmitter 'tabel di atas ada sejumlah penyebab masalah neurotransmitter dan untungnya banyak dari mereka yang berubah. Meskipun kita mungkin tidak mampu mengubah gen kita, kita tentu dapat memodifikasi gaya hidup dan perilaku kita.Misalnya, olahraga teratur dapat secara dramatis meningkatkan produksi neurotransmitter. Makan makanan yang sehat, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan santai dan menyenangkan dan membatasi asupan alkohol juga semua pengaruh positif.Penggunaan suplemen herbal tertentu dan juga penting dan telah terbukti dalam sejumlah studi untuk menjadi efektif dalam meningkatkan level neurotransmitter dan mengangkat mood seseorang. Meskipun tidak lengkap, daftar di bawah ini rincian beberapa nutrisi penting yang diperlukan untuk sintesis neurotransmiter:

St John Wort SAMe Asam amino tirosin, triptofan dan 5-HTP Kalsium Magnesium B-vitamin Asam Folat Vitamin C Seng Besi Tembaga

Neurotransmitter gangguan / ketidakseimbangan adalah penyebab penting dari masalah kesehatan mental. Sebagaimana dibahas, bagi kebanyakan orang, mereka untungnya bisa diobati melalui diet, gaya hidup dan suplemen gizi. 4. Hubungan neurotransmitter dengan proses penghantar saraf Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson.Zat kimia ini

dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis dan direabsorbsi untuk daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Setiap neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan

perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat menyalurkan impuls, tergantung dari neuron dan transmitter tersebut. Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tubuh.Implus neuron bersifat listrik disepanjang neuron dan bersifat kimia diantara neuron. Secara anatomis, neuron-neuron tersebut tidak bersambungan satu dengan yang lain. Tempat-tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain atau dengan organ-organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satusatunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari satu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya (atau organ efektor) dikenal dengan nama celah sinaptik. Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut neuron

prasinaptik.Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron possinaptik. Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls disepanjang neuron. Permeabilitas membrane sel neuron terhadap ion natrium dan kalium bervariasi dan dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik dalam neuron tersebut ( terutama neurontransmiter dan stimulus oragan reseptor). Dalam keadaan istirahat, permeabilitas membrane sel menciptakan kadar kalium intrasel yang tinggi dan kadar natrium yang rendah, bahkan pada kadar natrium ekstrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh pemisahan muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan ekstrasel yang dibatasi membran sel. Bila rangsang yang menimbulkan perubahan listrik dalam membrane sel neuron menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap ion kalium, maka neuron menjadi hiperpolarisasi dan terhambat.Neuron yang mengalami hiperpolarisasi tak sanggup meneruskan impuls saraf.Jika rangasan

menyebabkan perubahan listrik yang menimbulkan peningkatan permeabilitas terhadap ion natrium, neuron itu dikatakan dalam keadaan terangsang atau depolarisasi. Bila membrane mengalami depolarisasi sampai suatu tingkatan kritis disebut ambang eksitasi, maka terjadi perubahan permeabilitas membrane dengan influks natrium secara mendadak, depolarisasi cepat, dan pembentukan potensial aksi pada tempat perangsangan. Potensial aksi disalurkan melalui akson sebagai suatu fenomena tuntas atau tidak sama sekali, dan bukan sebagai respon bertahap. Bila potensial aksi tersebut

mencapai ujung ( terminal) suatu akson, maka terjadi pelepasan neuron transmitter oleh gelembung sipnaptik dengan eksositosis kedalam celah sinaptik. Transmitter itu melekatkan diri pada reseptor neuron possinaptik atau membran efektor, dan dapat atau tidak dapat menimbulkan potensial aksi pada membrane possinaptik.Setiap neuron diliputi oleh banyak sinaps. Apakah potensial aksi akan timbul atau tidak ditentukan oleh keseimbangan antara impuls eksitasi dan inhibisi yang diterima oleh neuron pada saat itu dari semua hubungan sinaptik yang dimilikinya

2.2 Fisiologi susunan saraf pusat dan tepi Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiriterutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh Fungsi sistem saraf yaitu Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi2. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain3. Mengolah informasi sehingga dapat digunakan segera atau menyimpannya untuk masamendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran. Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu: 1. Sistem saraf pusat (sentral), terbagi atas: a. Otak

b. Sumsum tulang belakang (medula spinalis) Fungsi sumsum tulang belakang

Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls saraf dari dan ke otak). Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

2. Sistem saraf perifer (tepi) terdiri atas: Divisi Aferen, membawa informasi ke SSP (memberitahu SSP mengenai lingkungan eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yg diatur oleh SSPB. Divisi Eferen, informasi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor (otot ataukelenjar yg melaksanakan perintah untuk menimbulkan efek yg diinginkan), terbagi atas: -Sistem saraf somatik, yg terdiri dari serat-serat neuron motorik yg mempersarafi otot-otot rangka -Sistem saraf otonom, yg mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar, terbagi atas : 1. Sistem saraf simpatis 2. Sistem saraf Parasimpatis

2.3 Patofisiologi Parkinson A. Definisi Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga

parkinsonisme idiopatik atau primer. Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.

KLASIFIKASI Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu : 1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini. 2. Parkinson sekunder atau simtomatik Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler.Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-

tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi. 3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration) Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, parkinsonism-

amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter(Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral).

B. Etiologi Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang nonkonvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).Akibatnya, penderita tidak bisa

mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu : 1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.

2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 3. Faktor Lingkungan a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria. b) Pekerjaan :Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama. c) Infeksi :Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan

substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides. d) Diet :Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif. 4. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit berwarna. 5. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar. 6. Stress dan depresi :Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

C. Manifestasi klinis Gejala Motorik

Gambaran klinis penyakit Parkinson

a. Tremor

Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang

beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi.Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi

metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling).Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik.Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor). Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar.Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar).Artinya, jika disadari, tremortersebut bisa berhenti.Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.

b. Rigiditas/kekakuan Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).

c. Akinesia/Bradikinesia Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.Wajah menjadi tanpa ekspresi.Kedipan dan lirikan

mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat.Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.

d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi darisaraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, padalevel talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaanposisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

e. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.

g. Bicara monoton Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.

h. Dimensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif.

i. Gangguan behavioral Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

j. Gejala Lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif) Gejala non motorik a. Disfungsi otonom Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik Pengeluaran urin yang banyak Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme. b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) e. Gangguan sensasi kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).

D. Patofisiologi Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis.Bagian

ini menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan.Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas). Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain : Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.

E. Pathway

2.4 Diet untuk Parkinson Beberapa nutrisi telah diuji dalam studi klinik untuk kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa menunjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien. THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah

dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel. Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10. Pada pasien Parkinson juga sangat baik mendapatkan asupan kalsium dan vitamin D untuk menambah kekuatan tulang.

2.5 Farmakologi untuk Parkinson 1. Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin. 2. Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak. 3. Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak. 4. Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak. 5. Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.

2.6 Penatalaksanaan medis Parkinson EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif) CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo).

2.7 Askep Parkinson

Tn. Beno (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis Parkinson. Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn Beno sering kaku otot dan gemetaran pada wajah, ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut, keseimbangan tubuh berkurang, biasa bangun tetapi sempoyongan. Tn. Beno mengeluh mual, sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulut tampak kering. TTV : T =370 C, TD 120/80 mmHg, RR 16x/menit. Tn.Beno mendapat terapi levodopa, benztropin, dulcolac supp, diit lunak.

ANALISA DATA Data DS: -sering kaku otot ( Rigidity) - gemetaran pada wajah ekstremitas ( Tremor ) -keseimbangan tubuh berkurang ( Akinisia ) -bisa bangun tetapi sempoyongan DO : DS : Tn. Beno mengeluh mual Tn. Beno Mengeluh sulit makan Tn. Beno Mengeluh mulut tampak kering DO : - makan sedikit DS : DO: Keseimbangan tubuh Risiko cedera Kerusakan menelan Kerusakan neuromuskular (penurunan atau tidak ada reflek menelan) Problem Kerusakan mobilitas fisik Etiologi Kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, control dan atau massa

berkurang, bisa bangun tetapi sempoyongan.

Diagnosa keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa ditandai dengan -sering kaku

otot ( Rigidity), gemetaran pada wajah ekstremitas ( Tremor, keseimbangan tubuh berkurang ( Akinisia ) , bisa bangun tetapi sempoyongan 2. Kerusakan menelan berhubungan dengan Kerusakan neuromuskular

(penurunan atau tidak ada reflek menelan) ditandai dengan keluar air liur pada mulut, mual, sulit makan, mulut tampak kering, makan sedikit. 3. Resiko jatuh berhubungan dengan usia > 65 th, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan, hipotensi ortostatik, penurunan kekuatan

ekstremitas bawah

Tgl/jam

NO . DP

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Rasional

10/12/1 2 12.00

Kerusakan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x 24 jam dengan kriteria hasil: - tidak kaku otot ( Rigidity) - tidak gemetaran pada wajah -(ekstremitas tidak Tremor ) keseimbanga n tubuh tidak berkurang -bisa bangun

1. bantu pemenuhan ADL klien

1. dgn membantu pemenuhan ADL, klien dpat terpenuhi keb sehari-hari

2. beri terapi modalitas

2. terapi modalitas mencegah kontraktur

3. dengan membantu terapi ambulasi memperbaiki status muskoskeletal 3. bantu dan ajarkan terapi ambulasi dengan menggunakan alat bantu 4. dengan melatih rom aktif / pasif dapat mencegah kekakuan lanjut dan melatih keseimbangan antara 4. kolaborasi dengan ahli fisioterapi latihan rom aktif / pasif 5. dengan pemberian obat levodopa untuk mngurangi regiditas, akinesia dan benztropin kontraksi dan relaksasi klien

tidak sempoyongan

Digunakan untuk menyekat impuls saraf yang di stimulasi oleh asetilkolin

6. mengurangi gejala parkinson yang 5. kolaborasi pemberian obat levodopa dan benztropin berkelanjutan

6. kolaborasi tindakan pembedahan stereotaktik Kerusakan menelan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x 24 jam dengan kriteria hasil : tidak drolling 3. kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian makan diit 2. anjurkan makanan hangat sedikit tapi sering 1. bantu latihan menelan 1. dengan membantu latihan menelan dapat melatih stimulus menelan klien 2. dengan menganjurkan makan sedikit tapi sering dapat memenuhi kebutuhan nutrisi 3. dengan pemberian makan diit lunak dapat memudahkan proses menelan

mulut tampak lembab

lunak 4. pemasangan NGT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien melalui selang. 5. Kolaborasi dokter dalam pemberian obat anti emetik

4. Kolaborasi pemasangan NGT bila perlu

tidak sulit menelan

tidak mual

porsi makan cukup

5. Klien mengeluh mual sehingga perlu diberikan obat anti mual sebelum makan untuk mengurangi frekuensi mual klien

Tidak terjadi cedera setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 3x24 jam dengan

1. Dekatkan barang-barang yang diperlukan klien berada sehingga pada

1. Jangkauan klien yang terbatas memerlukan

perhatian khusus dengan mendekatkan barang

yang klien perlukan

jangkauan klien

criteria hasil: Keseimbanga n tubuh berkurang, bisa bangun tetapi sempoyongan dapat dipertahanka n

2. Pasang Bedtrain

2. Pemasangan difungsikan

bedtrain untuk

menjaga klien tetap pada posisinya di atas tilam

3. Tempatkan klien diruangan dengan cahaya dan kadar cukup berikan

3. Kadar

cahaya

yang

cukup dan menonton tv membuat klien merasa lebih terhibur

hiburan seperti menonton tv

atau mendengar music

4. Bantu

semua

4. Klien

mengalami tubuh

ADL klien

keseimbangan yang kurang

2.8 Keterampilan memberikan pendidikan kesehatan tentang Parkinson Keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah parkinson, diantara yaitu : Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan terapi penderita parkinson termasuk gangguan fungsi tubuh dari pasien, oleh karena itu perlu control dan berobat secara teratur dan lanjut. Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama dirawat dan dirumah nantinya Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar tidak terjadi cidera pada neuromuskuler Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya pulang, kapan harus istirahat, aktifitas dan kontrol selama kondisi masih belum optimal terhadap dampak dari penyakin parkinson pasien. 2.9 Keterampilan memberikan terapi modalitas Macam-macam Terapi Lansia Pengertian Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.

Tujuan a. Mengisi waktu luang bagi lansia

b. Meningkatkan kesehatan lansia c. Meningkatkan produktifitas lansia

d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia

Jenis Kegiatan : Psikodrama

Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.

Terapi Musik

Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan

Terapi Okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)

Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsifungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masingmasing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga,

peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

2.10

Keterampilan melakukan pemenuhan ADL

Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan (Kart, 1963). Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz 1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri 2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ bantuan 3 Pergi toilet ke Dapat mengerjakan sendiri 4 Berpindah (berjalan) 5 BAB BAK 6 Makan Tanpa bantuan Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak melakukan dapat pada bagian Seluruhnya dengan bantuan Tidak dapat pergi ke WC Sebagaian/pada tertentu dibantu bagian Sebagian besar/

seluruhnya dibantu

tertentu dibantu Memerlukan bantuan

dan Dapat mengontrol Kadang-kadang ngompol / Dibantu seluruhnya defekasi di tempat tidur Dapat makan sendiri kecuali Seluruhnya dibantu hal-hal tertentu

Klasifikasi: A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain. D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain G : Tergantung untuk 6 fungsi. Keterangan: Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

2.11

Keterampilan melakukan PF system persyarafan Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan 1. Refleks hammer 2. Garputala 3. Kapas dan lidi 4. Penlight atau senter kecil 5. Opthalmoskop 6. Jarum steril 7. Spatel tongue 8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin 9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh 10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum 11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka 12. Baju periksa 13. Sarung tangan

Untuk Pemeriksa Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution, metode yang digunakan cepalo kadral atau distal ke proksimal.

Prosedur Pemeriksaan Fisik Persyarafan Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk disisi tempat tidur. Amati cara berpakaian klien, postur tubuh klien, ekspresi wajah dan kemampuan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan kemudahan berespon terhadap pertanyaan. Nilai kesadara dengan menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS).Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana.Kaji kemampuan klien untuk berfikir abstrak. Saraf Kranial 1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius) Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien

diminta menebak bau tersebut.Lakukan untuk lubang hidung yang satunya. 2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus) a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk) 3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen) a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak mata b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya 4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus) a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri. b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul. c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien

menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan. d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah

wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata. f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan

merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula. 5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis) a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk

menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari. 6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear) a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran

mengguanakan weber test dan rhinne test b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi 7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus) a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat. b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara. 8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris) a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.

b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong. d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong 9. Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus) a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain Fungsi Motorik Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron. Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan. 1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi 2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.

b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus. 3. Kekuatan otot : Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa.Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki nilai 0 5) 0 1 2 = = = tidak ada kontraksi sama sekali. gerakan kontraksi. kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau

melawan tahanan atau gravitasi. 3 4 5 = = = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi. cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh. kekuatan kontraksi yang penuh.

Fungsi Sensorik Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa stimulus.Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi: 1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial. 2. Kapas untuk rasa raba. 3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu. 4. Garpu tala, untuk rasa getar.

5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti : a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination. b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis c. Pen / pensil, untuk graphesthesia. Fungsi Refleks Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu : 0 = tidak ada respon 1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+) 2 = normal (++) 3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggapabnormal (+++) 4 = hyperaktif, dengan klonus (++++) Refleks-refleks yang diperiksa adalah : 1. Refleks patella Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. 2. Refleks biceps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 ,supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu. 3. Refleks triceps Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 12 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara. 4. Refleks achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. 5. Refleks abdominal Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores. 6. Refleks Babinski Merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan

pemeriksaan : 1. Kaku kuduk Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+). 2. Tanda Brudzinski I Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. 3. Tanda Brudzinski II Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. 4. Tanda Kernig Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akanmenyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5. Test Laseque Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi : 1. Decorticate corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi. 2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi. posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus

2.12

Keterampilan memberikan penkes ke keluarga tentang perawatan

pasien persyarafan selama di rumah (cara berjalan dengan tripot dan walker) Walker 1. Pengertian. Wallker yaitu alat digunakan untuk menyangga membantu pasien berjalan, bisaberbentuk kotak, tripod, dll, sesuai dengan permintaan pelanggan 2. Tujuan a. Memperbaiki keseimbangan dengan meningkatkan titik tumpu pasien,

b. Memperkaya stabilitas lateral, dan c. Menopang berat badan pasien.

3. Indikasi a. Pasien dengan kelemahan kaki

b. Post stroke. c. d. Obesitas Parkinson

4. Kontra Indikasi a. Penderita dalam keadaan bedrest.

b. Penderita dengan post op.

5. Persiapan Pasien a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin c. Menyiapkan lingkungan

6. Persiapan Alat a. Alat bantu jalan ( Walker )

7. Prosedur Kerja a. Kaji toleransi aktivitas, kekuatan, nyeri, kemampuan fungsional, cedera dan penyakitnya b. Memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan di jalan pasien c. Menentukan tempat istirahat klien setelah latihan

d. Meminta klien berdiri dengan posisi tripod, sebelum walker dijalankan e. Atu kesejajaran kaki dan tubuh pasien

f. Klien memposisikan walker pertama kali lalu memposisikan kaki yangberlawanan g. Klien mengulangi cara ini dengan kaki yang lainnya h. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan i. Catat tindakan dan respons pasien Hal hal yang perlu di perhatikan : jangan di gunakan pada lantai licin jangan digunakan pada karpet lepas jangan digunakan pada saat naik dan turun tangga

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi.Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi.Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinsons Disease & Other Movement Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377. 3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144. 4. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243. 5. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.

You might also like