You are on page 1of 14

BAB I LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Tanggal masuk RS : An. S F : 12 tahun : Perempuan : Cilampeni 1/6 Katapang, Bandung : Pelajar : 20 Juli 2012

Tanggal pemeriksaan : 20 Juli 2012 1.2 ANAMNESIS Keluhan utama : Pandangan kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan pandangan kedua mata terasa kabur sejak 2 minggu SMRS. Pandangan terasa kabur dialami pasien sejak 3 tahun yang lalu. Pandangan kabur timbul secara perlahan, awalnya dirasakan tidak terlalu mengganggu, kemudian lamakelamaan dirasakan pasien mengganggu kegiatan hariannya di sekolah. Hal ini semakin diperberat ketika pasien duduk di bangku paling belakang saat sekolah. Pasien juga mengeluhkan pandangan terasa kabur jika membaca dalam jarak yang jauh, namun membaik jika membaca dalam jarak dekat. Kebiasaan membaca sambil tiduran dan membaca di tempat gelap diakui. Cepat lelah saat membaca diakui. Keluhan mata merah disangkal, nyeri disangkal, penglihatan dobel disangkal, pandangan silau disangkal. Pasien pernah menggunakan kacamata sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengatakan mata kanan dan kiri pasien -3.0. Setelah memakai kacamata pasien merasa lebih baik dan keluhan pandangan kabur menghilang. Pasien mengatakan alasannya untuk datang ke rumah sakit dikarenakan kacamatanya patah sejak 2 minggu yang lalu dan ingin membuat kacamata baru.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat trauma pada daerah mata disangkal. Riwayat minum obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

1.3

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Kesadaran Kesan Tanda Vital Kepala Mata THT Mulut Leher Thorax Abdomen Ekstremitas : Compos mentis : tampak sakit sedang : TD : 120/80 N : 80x/menit : Normocephal : Lihat Status Ophtalmologis : tidak dilakukan : dalam batas normal : KGB tidak teraba : dalam batas normal : dalam batas normal : akral hangat, CRT<2 R : 20x/menit S : 36,5 C

STATUS OPHTAMOLOGIS a. Pemeriksaan subjektif Visus OD 3/60 6/12 S -4.00 D 6/6 UCVA Pinhole BCVA OS 6/60 6/9 S -3.50 D 6/6

b. Pemeriksaan Objektif Inspeksi 2

OD Muscle Balance Gerakan Bola Mata Palpebra Superior Palpebra Inferior Konjungtiva Tarsalis Superior Ortoforia Normal ke segala arah Tenang Tenang Tenang Tenang Tenang Jernih Sedang Bulat isokor (+/+) Sinekia (-) Jernih

OS

Tenang Tenang Tenang Tenang Tenang Jernih Sedang Bulat isokor (+/+) Sinekia (-) Jernih

Konjungtiva Tarsalis Inferior Konjungtiva Bulbi Kornea COA Pupil

Refleks cahaya direct/indirect Refleks cahaya direct/indirect

Iris Lensa b. Palpasi

Tekanan Intraokuler OD : Normal Tekanan Intraokuler OS : Normal 1.4 DIAGNOSIS KERJA ODS Miopia Simpleks 1.5 USUL PEMERIKSAAN - Autorefraktometer 1.6 PENATALAKSANAAN Umum : Membaca dengan pencahayaan yang cukup Menghindari membaca sambil tiduran Kacamata harus terus dipakai Beristirahat jika mata mulai terasa lelah Kacamata lensa sferis konkaf sesuai dengan koreksi : OD S 4.00 D 6/6 3

Khusus :

OS S 3.50 D 6/6 1.7 PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KELAINAN REFRAKSI Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh : 1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D) 2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D) 3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm) Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmat.

2.2 MIOPIA A. DEFINISI Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan

pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur.

Gambar 1. Miopia Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia.

B. KLASIFIKASI Dikenal beberapa tipe dari miopia : 1. Miopia Aksial Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri. 2. Miopia Refraktif Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam : 1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D 2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D 3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D 6

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk : a. Miopia stasioner, miopia yang menetap b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer (degenerasi latis). Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.

Gambar 2. Degenerasi Latis

Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi : a. Miopia simpleks Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang aksialnya. b. Miopia nokturnal Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari normal. c. Pseudomiopia Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar. d. Miopia yang didapat Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah, sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

C. GEJALA KLINIS Gejala subjektif miopia antara lain: a. b. c. Kabur bila melihat jauh Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan

akomodasi ). Gejala objektif miopia antara lain: 1. Miopia simpleks : a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. 2. Miopia patologik : Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada 1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan 8

miopia 2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

Gambar 2. Myopic cresent 3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer 5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 3. Fundus Tigroid

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :

1. Refraksi Subjektif Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif, metode yang digunakan adalah dengan metode trial and error. Jarak pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen. 2. Refraksi Objektif Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement). 3. Autorefraktometer Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.

E. PENATALAKSANAAN a. Lensa Kacamata Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt). b. Lensa Kontak Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan. Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar. Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa (kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras

10

dan lensa permeabel-udara mengatasi astigmatisme kornea dengan memodifikasi permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis. Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur, mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi silindris untuk membuat suatu lensa torus. c. Bedah Keratorefraktif Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis. d. Lensa Intraokular Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular. e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia tinggi.

F. KOMPLIKASI Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi berupa : Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis

11

Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina Ablasi retina Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaukoma

G. PROGNOSIS Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik. Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

12

PEMBAHASAN Dari anamnesis didapatkan keluhan : Pandangan kedua mata kabur yang timbul secara perlahan, pertama kali 3 tahun yang lalu Pandangan kabur saat melihat jauh dan membaik jika melihat dalam jarak dekat Mata cepat terasa lelah saat membaca Memiliki kebiasaan membaca ditempat gelap dan sambil tiduran

Dari pemeriksaan fisik didapatkan : VOD 3/60 S -4.00 D 6/6 VOS 6/60 S -3.50 D 6/6 ODS : Kornea jernih, COA sedang, lensa jernih

Hal ini mendukung diagnosis ke arah Miopia yang merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Pasien ini diterapi dengan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan adalah yang terkeci yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan visus maksimal. Prognosis quo ad vitam pada kasus ini adalah ad bonam, dan quo ad fungtionam pada kasus ini dubia ad bonam, karena derajat gangguan penglihatan pada pasien ini cukup parah, yaitu OD derajat 3 (kebutaan) dan OS derajat 2 (penglihatan kurang).

13

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1. Widya Medika, Jakarta. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai PenerbitFKUI, 2003:5 Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UG M,2007;185-7 Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbitSagung Seto,2002

14

You might also like