You are on page 1of 18

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 ASAM URAT 2.1.1 Metabolisme

Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin) merupakan konstituen asam nukleat. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang subtansial. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat kemudian mengalir melalui darah ke ginjal, tempat zat ini difiltrasi, direabsorpsi sebagian, dan disekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urine. Pada diet rendah purin, ekskresi harian adalah sekitar 0,5 g dan pada diet normal ekskresinya adalah sekitar 1 g per hari. Daging, leguminosa (tumbuhan polong), dan ragi merupakan makanan yang banyak mengandung purin.1 Produksi tersebut juga meningkat setara dengan perputaran sel akibat penguraian asamasam nukleat, seperti pada keganasan. Terapi keganasan dengan obat sitolitik dengan sendirinya menyebabkan peningkatan kadar asam urat selama beberapa hari.1

Pada keadaan-keadaan seperti ini perlu dilakukan tindakan khusus untuk mencegah gagal ginjal akibat pengendapan urat di ginjal. Gagal ginjal tentu saja

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan asam urat urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid dan aspirin dosis rendah menurunkan ekskresi urat. Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan ekskresi urat.1

2.1.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KADAR ASAM URAT DALAM DARAH Rentang acuan : 4-8,5 mg/dl untuk pria, 2,7-7,3 mg/dl untuk wanita Peningkatan Produksi, Peningkatan Kadar Serum :1 Mekanisme idiopatik yang berkaitan dengan gout primer Diet purin yang berlebihan [jeroan, leguminosa, anchovies (sejenis ikan kecil), dll Pengobatan sitolitik untuk keganasan, terutama leukemia dan limfoma Polisitemia Metaplasia mieloid Psoriasis Anemia sel sabit Penurunan Ekskresi, Peningkatan Kadar Serum :1 Ingesti alkohol Diuretik tiazid Asidosis laktat Aspirin dosis <2 g/hari Ketoasidosis, terutama pada diabetes atau kelaparan Gagal ginjal, sebab apa pun Peningkatan Ekskresi, Penurunan Kadar Serum :1

Universitas Sumatera Utara

Probenesid, sulfinpirazon, aspirin dosis lebih dari 4 g/hari Kortikosteroid dan ACTH Antikoagulan koumarin Estrogen

Penurunan Produksi, Penurunan Kadar Serum :1 Allopurinol Pembentukan asam urat dapat dikurangi dengan pemberian obat-obat yang dapat menghambat aktifitas xantin oksidase yaitu allopurinol sehingga kadar urat serum menurun tanpa menyebabkan beban ekskresi pada ginjal.

2.2 STROKE

Berdasarkan defenisi World Health Organization, stroke adalah Gangguan fungsi serebral yang bersifat fokal atau global, terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, disebabkan semata-mata karena gangguan pembuluh darah. 5,6 Selain penyebab kematian stroke juga penyebab pertama kecacatan. Stroke diklasifikasikan dalam dua golongan besar : - Stroke Iskemik - Stroke Hemorhagik17

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Stroke Iskemik Pada stroke iskemik suplai darah kebagian otak berkurang sehingga jaringan otak mengalami hipoperfusi, hipoksia dan kematian sel akibat kegagalan produksi energi.17 Stroke iskemik dapat disebabkan oleh thrombosis emboli hipoperfusi sistemik dan thrombosis vena. Stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang menyumbat arteri. Seringkali emboli berasal dari thrombus yang terlepas dari tempat lain tetapi paling sering berasal dari jantung khususnya pada atrial fibrilasi.18 Hipoperfusi iskemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh yang sering disebabkan oleh kegagalan pompa jantung.18 2.2.2 Stroke Hemorhagik Stroke hemorhagik disebabkan oleh perdarahan intraserebral dan perdarahan

subarahnoid.17

2.2.3 Stroke Trombotik Terdapat 2 jenis stroke trombotik, yaitu 70% mengenai pembuluh darah besar seperti arteri karotis interna, arteri vertebra dan sirkulus Wilisi dan 30% mengenai pembuluh darah kecil di dalam jaringan otak atau stroke lakunar. Thrombosis pada pembuluh darah besar, biasanya terbentuk pada plak aterosklerotik. Aterosklerosis cenderung terjadi pada tempat penebalan intima, yang dianggap merupakan adaptasi fisiologis terhadap stress mekanik. Penebalan intima yang difus umumnya jinak, tetapi penebalan intima yang eksentrik yang sering dijumpai pada bifurkasio atau percabangan kemudian hari cenderung berkembang menjadi plak aterosklerotik.19

Universitas Sumatera Utara

Menurut teori response to injury aterogenesis dimulai oleh cedera minimal yang kronis pada endotel vaskuler dan diikuti dengan interaksi antara lipid, monosit, trombosit, limfosit dan sel otot polos. Cedera minimal yang kronis ditandai dengan disfungsi endotel yaitu perubahan fungsi endotel tanpa perubahan morfologi endotel. Diduga hal ini terutama disebabkan oleh aliran darah yang turbulens, meskipun factor lain juga berperan seperti hipertensi, hiperkolesterolemia kompleks imun, vasoactive amine, infeksi virus dan iritan kimia seperti asap rokok.19 Menurut internet Stroke Center at Washington University yang mengutip dari Hajjar dan Nicholson, adhesi monosit ke permukaan endotel yang utuh merupakan kejadian yang mengawali pembentukan lesi aterosklerotik.19

Adhesi ini didahului dengan ekspresi molekul adesi yaitu Vascular cellular adhesion molecule (VCAM) dan lipid bertanggung jawab dalam aktivasi gen VCAM. Ekspresi VCAM juga dipengaruhi oleh shear stress. Setelah bermigrasi ke lapisan di bawah endotel, monosit berubah jadi makrofag yang memfagosit oxidized low density lipoprotein (ox LDL) sehingga tampak seperti busa sehingga disebut sel busa. Pembentukan ox LDL dipicu oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh makrofag, sel endotel dan sel otot polos. Hati beperan membersihkan LDL dari sirkulasi karena adanya hepatic receptor, tetapi reseptor ini tidak dapat menangkap ox LDL. Pada makrofag terdapat scavenger receptor yang dapat menangkap ox LDL, sehingga terbentuk sel busa. Oxidized LDL berkontribusi pada aterogenesis melalui 3 jalur yaitu : Bersifat sitotoksik sehingga merusak endotel,

Universitas Sumatera Utara

Berfungsi sebagai chemoattractant terhadap monosit yang beredar untuk berkumpul di tempat plak.

Menghambat keluarnya makrofag dari plak19

2.2.4 Stroke Lakunar Stroke Lakunar atau thrombosis pada pembuluh darah kecil adalah suatu infark pada area yang berukuran antara 0,5 20 mm. Ini terjadi sebagai akibat oklusi arteri kecil yang menembus struktur jaringan otak. Arteri ini mempunyai diameter antara 40 .20 Stroke Lakunar merupakan suatu tipe stroke iskemik yang berlangsung singkat dengan prognosis baik, meliputi 20% dari seluruh stroke iskemik.20

Menurut Fisher yang dikutip oleh Hinton lesi yang paling sering dijumpai adalah lipohyalinosis karena kandungan lipid maupun gambarannya mirip hyaline yang eosinofilik. Lipohyalinosis adalah proses destruksi vaskuler dengan ekspansi vocal, oklusi trombotik, ekstravasasi perdarahan dan deposit fibrinoit. Apabila proses berlanjut maka terbentuk mikroaneurisma. Lesi ini sering dijumpai pada percabangan atau bifurkasio, manifestasi klinis ringan dan hampir sering dijumpai pada pasien hipertensi.20

2.2.5 Stroke Emboli Emboli yang menyebabkan stroke dapat berasal dari jantung maupun arteri. Stroke kardio emboli dapat disebabkan oleh atrial fibrilasi, infark miokard baru, katup jantung prostetik, menyakit katup jantung, endokarditis, mural trombi dan kardiomiopati.18

Universitas Sumatera Utara

Jika terdapat defek pada septum atrium atau ventrikel, maka emboli dari jantung kanan dapat masuk ke jantung kiri dan sampai ke otak, keadaan ini disebut paradoxical emboli. Emboli dari arteri dapat berupa emboli kolesterol atau aterotrombotik yang berkembang di arkus aorta dan arteri ekstrakranial seperti arteri karotis dan arteri vertebra. Pada stroke emboli, onset cenderung tiba-tiba dan Neuroimaghing menunjukkan adanya gambaran infark lama pada beberapa area arteri.18

2.2.6 Faktor Risiko Stroke Yang termasuk faktor risiko stroke adalah keadaan yang memudahkan terjadinya aterosklerosis seperti :21 - Umur - Jenis kelamin - Obesitas abdomen berupa lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau wanita > 88 cm - Trigliserida > 150 ml/ dl - Kadar Kolestrol HDL < 40 mg/dl pada laki-laki dan < 50 mg/dl pada wanita - Tekanan darah > 130/ > 85 mm Hg - Glukosa darah puasa > 126 mg/ dl - Perokok

2.2.7 Pembentukan Trombus

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar gejala sindroma koroner akut dan stroke terjadi karena thrombus yang terbentuk akibat yang robek atau erosi. Pinggir plak yang cenderung mudah rupture mengandung banyak makrofag dan limfosit, tetapi sedikit sel otot polos. Menurut heistad, plak yang mudah robek atau vulnerable plaque ditandai dengan fibrous cap yang tipis antara 60 - 150 m, inti lipid yang besar yaitu lebih dari 40% volum, dan banyaknya makrofag yang berisi lipid.22,23 Menurut Davies di samping tanda-tanda itu, pada vulnerable plaque kandungan sel otot polos sedikit. Jika fibrous cab robek, maka inti lipid yang sangat trombogenik terpapar darah dalam lumen arteri.24 Pembentukan thrombus ini terjadi karena aktivasi trombosit dan eksprsi faktor jaringan(tissuefactor=TF) oleh makrofag dan sel otot polos. Tissue faktor akan memicu proses pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dengan mengaktifkan factor VII. Faktor VII aktif dapat mengaktifkan faktor X maupun IX yang akhirnya menghasilkan bekuan fibrin.25

2.2.8 Hubungan Stroke dengan Trombosis Vena Pada umumnya stroke iskemik terjadi akibat thrombosis arteri. Namun pada kondisi tertentu thrombosis vena juga biasa dihubungkan dengan stroke.19 Pada thrombosis vena sinus sagitalis superior, dapat terjadi stroke jika tekanan intra vena lebih tinggi dari tekanan arteri. Infark yang terjadi lebih sering mengalami transformasi hemorhagis dibandingkan jenis stroke iskemik lain, karena darah akan bocor ke daerah otak yang rusak. Jika terdapat hubungan antara jantung kanan dan kiri maka emboli yang

Universitas Sumatera Utara

berasal dari thrombosis vena dalam melalui jantung kanan dapat sampai ke jantung kiri dan dapat menimbulkan stroke kardioembolik.19 Sebaliknya pasien stroke yang mengalami paralisis mempunyai risiko untuk thrombosis vena karena mobilitasnya terganggu sehingga aliran darah stasis. Seperti diketahui aliran darah stasis dan hiperkoagulabilitas merupakan faktor yang sangat berperan untuk terjadinya thrombosis vena.19

2.3 Diabetes Melitus


2.3.1 Defenisi Diabetes Melitus Diabetes mellitus ( DM ) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnyaproduksi insulin, atau gangguan aktifitas dari insulin ataupun keduanya. Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.26,27,28,29

2.3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM menurut American Diabetes Assosiation ( ADA ), World Health Organisation ( WHO ). Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI ( Perkumpulan Endokrin Indonesia ) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM menurut ADA 1997.26,38

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi DM menurut PERKENI :26 1. Diabetes mellitus tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute ). 2. Diabetes mellitus tipe 2 ( bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai devisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin). 3. DM tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta. b. Defek genetic kerja insulin. c. Penyakit endokrin pangkreas. d. Karena obat atau zat kimia e. Infeksi. f. Sebab imunologi yang jarang. g. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Melitus Gestasional.

2.3.3 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus Diagnostic klinis DM umumnya bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika di jumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan kadar glukosa darah ( KGD ) sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa 126mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Universitas Sumatera Utara

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa 126 mg/dl, KGD sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil tes toleransi glukosa oral ( TTGO ) yang abnormal.26,31,32,33,34

2.3.4 Diabetes mellitus Tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) umumnya ditemukan pada usia dewasa ( resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun ). Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95% dari tital penderita DM. Penyebab utama DM tipe 2 adalah adanya defisiensi insulin dan atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90% kasus dan merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.35,36,37 Akibat dari pada resistensi itu kadar insulin makin lama makin tinggi, hingga timbul hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia sering sekali ditemukan pada DM tipe 2 apalagi bila ditemukan bersama-sama dengan obesitas.39,40 Dislipidemia pada DM umumnya ditandai dengan hipertrigliseridemia dan kadar kolesterol HDL yang rendah. Hipertrigliseridemia disebabkan oleh peningkatan trigliserida VLDL dan trigliserida-LDL. Resistensi insulin tidak berkaitan dengan perubahan konsentrasi LDL, tetapi lebih pada peningkatan small dense LDL yang sangat aterogenik.

Universitas Sumatera Utara

Resistensi insulin ternyata berkaitan dengan sejumlah gangguan metabolisme yang meliputi hiperglikemia, gangguan metabolisme lipid dan lipoprotein, gangguan fibrinolisis dan hipertensi.40

Diabetes mellitus dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Sampai saat ini DM memang belum dapat disembuhkan, tetapi kadar glukosa darah pasien dapat dikendalikan agar selalu dalam keadaan normal atau mendekati normal.26,41

Hiperglikemia kronik pada pasien DM dapat menimbulkan komplikasi pada berbagai organ tubuh, seperti pada :42 Pembuluh darah otak Pembuluh darah mata Pembuluh darah jantung Pembuluh darah ginjal Pembuluh darah kaki Saraf : stroke : retinopati : penyakit jantung koroner (PJK) : nefropati : luka sukar sembuh : neuropati

Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap. Oleh karena itu usaha pencegahan untuk terjadinya komplikasi tersebut akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan.26,41

Universitas Sumatera Utara

Pada penyakit DM, seperti juga pada penyakit lain, usaha pencegahan terjadi atas : Pencegahan primer : mencegah agar tidak timbul penyakit DM tersebut

Pencegahan sekunder : walaupun sudah terjadi penyakit, mencegah agar tidak timbul komplikasinya

Pencegahan tersier

: usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut, walaupun sudah terjadi komplikasi.26,41,43

2.3.5 Faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya Diabetes Melitus : Faktor genetik Faktor kegiatan jasmani yang kurang Faktor nutrisi berlebih dan kegemukan Faktor lain, obat, hormone, seperti obat steroid, tiazid dll42

2.3.6 Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk mengidap diabetes mellitus : Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg Ibu yang pernah mengidap DM gestasional Anak yang kedua orang tuanya mengidap DM Orang dengan gaya hidup ke arah yang kurang kegiatan jasmani Orang dengan hipertensi, dislipidemia, atau kegemukan42

Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Pengelolaan Pengelolaan DM bertujuan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan dan gejala penyakit, tetapi sekaligus juga untuk mencegah terjadinya komplikasi baik komplikasi mikrovaskular, makrovaskular, maupun neuropati.26,29,41,43 Tujuan26,29,41,43 a. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/ gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman b. Jangka panjang : mencegah komplikasi, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM c. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid dan insulin, serta memantau segala komplikasi d. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM26,41,44 Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi Pemeriksaan jasmani lengkap - TB, BB, TD, rabaan nadi kaki - Tanda neuropati dicari - Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku - Pemeriksaan visus, funduskopi, lensa, dan katarak Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang tersedia :

Universitas Sumatera Utara

- Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit - Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan - Urinalisis rutin, Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria - Albumin serum, Kreatinin, SGPT - Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida - EKG, Foto paru, Funduskopi Penyuluhan/ Edukasi sepintas mengenai : - Apakah penyakit DM itu - Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM - Perencanaan makan - Kegiatan jasmani - Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia - Penyulit DM - Perawatan kaki

2.3.7.1 Pilar utama pengelolaan DM41,43 1. Penyuluhan/ Edukasi 2. Perencanaan makan 3. Latihan jasmani 4. Obat berkhasiat hipoglikemik

Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolic dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu

Universitas Sumatera Utara

(4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan (Lihat Sasaran pengendalian glukosa darah), baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.41 Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin atau OHO dapat segera diberikan. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri dirumah, setelah mendapat pelatihan khusus.41

2.3.7.2 Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik oral (OHO) Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral (OHO), baik golongan sulfonylurea, metformin, maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan OHO tersebut pada penderita dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.44

2.3.7.3 Insulin44 Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe 2 Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar) Berat badan yang menurun dengan cepat Kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Tidak berhasil dikendalikan dengan OHO atau ada indikasi kontra dengan OHO

Universitas Sumatera Utara

2.3.8 Kriteria pengendalian Untuk dapat mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid.44

Kriteria pengendalian DM44 Baik Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 Sedang 110-139 160-199 200-239 100-129 35-45 150-199 23-25 25-27 140-160/9095 Buruk >140 >200 >240 >130 <35 >200 >25 <18,5 >27 <20,0 >160/95 atau atau

Glukosa darah 2 jam PP (mg/dl) 110-159 Kolesterol total (mg/dl) Kolesterol LDL (mg/dl) Kolesterol HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) dengan PJK BMI (IMT) wanita (kg/m2) BMI (IMT) pria (kg/m2) Tekanan darah (mmHg) <200 <100 >45 <150 18,5-22,9 29,0-24,9 <140/90

Universitas Sumatera Utara

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat. 41,44

Pengelolaan jangka panjang DM dapat dibagi atas 2 : yaitu26,41,44 Kontrol glukosa darah Deteksi komplikasi, faktor risiko serta pengelolaannya.

Mengingat diabetes tidak dapat disembuhkan, maka yang penting adalah deteksi dini dan pengendalian diabetes komplikasinya.26,41,42,43,44

Untuk mencegah terjadinya kecacatan akibat komplikasi DM yang sudah terjadi, tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian komplikasi dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.26,41,42,43,44

Universitas Sumatera Utara

You might also like