You are on page 1of 81

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia, DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut dilaporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh (27) propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan.2 Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1988 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 57.573 orang, 1.527 orang dilaporkan meninggal dari 201 daerah tingkat II. Setelah epidemi tahun 1988, insiden DBD cenderung menurun, yaitu 12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per 100.000 penduduk.2 Berdasarkan data pihak Dinas Kesehatan Kota Padang per Januari 2010, sedikitnya 277 warga terserang DBD dan dirawat intensif di sejumlah rumah sakit serta puskesmas. Untuk daerah terparah (endemis) didominasi wilayah pinggiran, seperti Kuranji, Nanggalo dan Koto Tangah. Pada tahun 2009, kasus DBD di Padang cukup

memprihatinkan. Total penderita mencapai 1.586 orang dan delapan orang diantaranya meninggal dunia.3 Peningkatan mobilitas penduduk karena semakin banyaknya sarana transportasi, kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD, mempermudah penyebaran penyakit ini.4 Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, prevalensi serotipe virus Dengue, dan kondisi metereologis.5 Puskesmas Andalas sebagai unit pelaksana fungsional berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan yang penting dalam menurunkan angka kejadian penyakit DBD. Di wilayah kerja Puskesmas Andalas, berdasarkan data ditemukan kasus DBD sebanyak 217 kasus pada tahun 2007.6 Pada tahun 2008 jumlah ini berkurang menjadi 102 kasus, tahun 2009 ditemukan 140 kasus, tahun 2010 ditemuka 76 kasus, tahun 2011 ditemukan 141 kasus, dan tahun 2012 sampai dengan bulan Agustus ditemukan 104 kasus.7-11 Akan tetapi, mengingat jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas yakni 77.572 jiwa, maka jumlah kasus yang terdapat pada tahun 2012 ini belum memenuhi indikator Indonesia Sehat 2010 yang menghendaki angka kesakitan DBD sebanyak 2 kasus per 100.000 penduduk.12 Berdasarkan data di atas dan mengingat pentingnya masalah DBD sebagai suatu penyakit menular di masyarakat, dalam hal ini masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Andalas, maka penulis tertarik untuk menemukan solusi mengenai upaya untuk menurunkan angka kejadian DBD pada Kecamatan Padang Timur, khususnya melalui upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah Mengidentifikasi masalah tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur sebagai wilayah kerja Puskesmas Andalas dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat guna menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas.

1.3 Tujuan Penulisan Mengidentifikasi masalah yang ada di Puskesmas Andalas. Menetapkan prioritas masalah yang ada di Puskesmas Andalas. Menganalisis penyebab masalah tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur. Menentukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak dari DBD sekaligus menurunkan angka kejadian DBD di Padang Timur.

1.4 Manfaat Penulisan Dengan penulisan makalah ini, penulis mampu mengidentifikasi masalah kesehatan dan menentukan prioritas masalah serta dapat mencari solusi yang tepat sehingga nantinya dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Andalas, serta penulisan makalah ini juga dapat menjadi media pembelajaran bagi kami dalam merancang suatu perencanaan di Puskesmas. Selain itu, diharapkan makalah ini dapat memberikan masukan kepada pihak puskesmas dalam upaya menurunkan angka kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur.

BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

2.1. Sejarah Puskesmas Puskesmas Andalas didirikan pada tahun 1975. Pertama kali dipimpin

oleh Dr. Tamrin dengan 6 orang pegawai yang terdiri dari 1 orang bidan, 1 orang perawat, 1 orang tenaga sanitasi, 1 orang pembantu bidan, 1 orang pembantu perawat dan 1 orang tenaga tata usaha dengan 11 program pokok. Wilayah kerja Puskesmas Andalas setelah pemekaran kota Padang menjadi 11 kecamatan, Alai masuk ke Padang Utara dan 3 buah Pustu di bawah Puskesmas Alai menjadi milik Puskesmas Andalas, sehingga pegawai Puskesmas Andalas juga bertambah menjadi 15 orang.9 2.2. Keadaan Geografis Puskesmas Andalas terletak di kelurahan Andalas dengan luas 8.15 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:10 - sebelah utara - sebelah selatan - sebelah barat - sebelah timur kelurahan tersebut adalah:10 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kelurahan Sawahan Kelurahan Jati Baru Kelurahan Jati Kelurahan Sawahan Timur Kelurahan Simpang Haru Kelurahan Andalas Kelurahan Kubu Marapalam Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Kelurahan Parak Gadang Timur : Kecamatan Padang Utara, Kuranji : Kecamatan Padang Selatan : Kecamatan Padang Barat : Kecamatan Lubuk Begalung, Pauh

Puskesmas Andalas meliputi 10 kelurahan sebagai wilayah kerjanya. Kesepuluh

10. Kelurahan Ganting Parak Gadang

Gambar 1. Peta wilayah kerja Puskesmas Andalas

2.3. Keadaan Demografis Data kependudukan Kecamatan Padang Timur sebagai wilayah kerja Puskesmas Andalas adalah: Tabel 1. Distribusi Penduduk menurut Kelurahan Tahun 201110 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 KELURAHAN Kelurahan Sawahan Kelurahan Jati Baru Kelurahan Jati Kelurahan Sawahan Timur Kelurahan Simpang Haru Kelurahan Andalas Kelurahan Kubu Marapalam Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Kelurahan Parak Gadang Timur Kelurahan Ganting Parak Gadang Jumlah JUMLAH 6387 6707 10134 5360 5835 8980 6309 10134 7594 10132 77.572
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

Tabel .2. Daftar Sasaran Kesehatan Puskesmas Andalas Tahun 2011 Kelurahan Sawahan Jati Baru Jati Sawahan Timur Kubu Marapalam Andalas Kubu Dalam Pr. Karakah Parak Gadang Timur Simpang Haru Ganting Parak Gadang Jumlah Bayi 153 161 250 128 152 221 250 188 141 251 1895 Balita Bumil 749 786 1223 629 741 1081 1226 922 689 1229 9275 168 177 275 142 167 243 275 207 155 276 2085 Bulin Buteki 160 169 262 135 160 232 263 198 148 263 1990 306 322 500 256 304 442 500 376 282 502 3790 WUS 1571 1650 2567 1321 1560 2268 2572 1934 1446 2579 19468 PUS 1076 1130 1758 904 1069 1554 1762 1325 991 1766 13335 Lansia 531 558 868 446 527 766 869 653 489 871 6578

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

2.4. Sarana dan Prasarana 2.4.1. Sarana dan Prasarana Kesehatan Wilayah kerja Puskesmas Andalas sangat luas, oleh karena itu untuk melayani masyarakat, Puskesmas Andalas memiliki 1 buah Puskesmas induk, dan 8 buah Puskesmas pembantu dan 1 buah Poskeskel yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas Andalas, yaitu:10 1. Puskesmas Pembantu Andalas Barat 2. Puskesmas Pembantu Parak Karakah 3. Puskesmas Pembantu Tarandam 4. Puskesmas Pembantu Ganting Selatan 5. Puskesmas Pembantu Jati Gaung 6. Puskesmas Pembantu Sarang Gagak 7. Puskesmas Pembantu Kubu Dalam 8. Puskesmas Pembantu Kampung Durian 9. Poskeskel Kubu Marapalam

Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas Andalas mempunyai: 1 buah kendaraan roda empat (Puskel) 5 buah kendaraan roda dua Sarana kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas yaitu: Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Klinik Swasta Dokter Praktek Umum Dokter Praktek Spesialis Bidan Praktek Swasta Dukun Terlatih Kader aktif Pos KB Posyandu Balita Posyandu Lansia 2.4.2. Sarana dan Prasarana Umum10 Sarana dan prasarana umum di wilayah kerja Puskesmas Andalas: Taman kanak-kanak (TK) SD Negeri SD Swasta SMP/MTsN SMA/ SMK Perguruan tinggi Tempat ibadah Salon/ pangkas rambut Pasar : 34 buah : 35 buah : 13 buah : 11 buah : 15 buah : 4 buah : 112 buah : 34 buah : 2 buah : 3 buah : 6 buah : 6 buah : 51 orang : 15 orang : 30 orang : 2 orang : 352 orang : 12 pos : 88 buah : 8 buah

2.5. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi10 Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Andalas beragama Islam yaitu sekitar 96%, beragama Kristen 2%, Hindu 1% dan Budha 1 %. Keadaan ekonomi penduduk sebagian besar menengah ke bawah. 2.6. Tenaga Kesehatan dan Struktur Organisasi Puskesmas Andalas mempunyai tenaga kesehatan yang bertugas di dalam gedung induk dan Puskesmas Pembantu. dengan rincian: 51 orang PNS, 7 orang tenaga PTT, 5 orang tenaga volunteer/honor. Tabel 3. Komposisi Ketenagaan yang ada di Puskesmas Andalas NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. JENIS KETENAGAAN Dokter Umum Dokter Gigi SKM Akademi Perawat Akademi Bidan Pengatur Gizi / AKZI Perawat Bidan Perawat Gigi Sanitarian Asisten Apoteker Analis SMU Jumlah PNS 4 3 4 5 6 1 6 7 1 2 3 3 6 51 8 1 2 5 1 7 1 1 1 PTT HONOR JML 4 3 5 6 13 2 6 8 1 2 3 4 8 65

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

PIMPINAN PUSKESMAS Dr. Dessy M Siddik . TATA USAHA/ KEPEGAWAIAN

PERLENGKAPAN UMUM Ernawati Rostini Nofrizal Bahar, AmKL KEUANGAN Sumarni Yenti Reflinda

PERENCANAAN Ka. Puskesmas Tata Usaha Staf Medis

KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN PERORANGAN Dr. Fanni Martias

KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT Drg. DWI FILIANA

UMUM

GIGI

PENGOBATAN : dr. FANNI MARTIAS ANNELTI ERNI BOTH NURHAYATI DEWI RAHAYU N EKA KURNIATI : drg. RATNI YUDHA drg. DWI FILIANA drg. VINELSIH drg. DAFNA MURNI BR GURUSINGA :

KIA/KB A. IBU

SYAMSIWARTI RINI A, Amd, Keb B. ANAK : ADE MAILINA DOTI MAILINA C. KB : ARNITAWATI Hj. NELLY S, Amd,Keb PROGRAM PENUNJANG APOTIK : YENTI REFLINDA ELGUSNETI GUSTINAR NURSAM RR : AMRIANI NURHAYATI

P2M Tb Paru : NURHAYATI SURVEILANS : ADETYOZA, Amk DBD : IRDAWATI, SKM ISPA : NELLY MURSITA DIARE : ERFITA IMUNISASI/RABIES : FERDINI DK,Amd,Keb MALARIA/LABOR : LIZA NURMAYA D,Amd,Ak JUFRIYANTI,Amd,Ak PROMKES : YUSMARNI,Amd,Kep KESLING : IRDAWATI,SKM GIZI : SALNIATY,AMG

PROGRAM TAMBAHAN UKS UKGS LANSIA KESORGA PERKESMAS : GUSNETI : MURNI BR GURUSINGA : LINA FIFRIANTI : SYAMSIWARTI : DEWI RAHAYU,Amd,Kep

PUSTU PARAK KARAKAH IMELDA,Amd,Keb PUSTU TERANDAM ROZA PAHILDA

PUSTU JATI GAUNG ERNI NOFITA

PUSTU GANTING SELATAN SUSILAWATI,Amd,Keb PUSTU KUBU DALAM SYAFRIDA

PUSTU ANDALAS BARAT ELMIATI,Amd,Keb PUSTU KP. DURIAN ARIOSSDA,Amd,Keb

PUSTU SARANG GAGAK LUSSI NOFIARITA,Amd,Keb

Gambar 2. Struktur Organisasi Puskesmas Andalas11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok.13 3.2.Etiologi DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat.13 3.3. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. 13 Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut: 13 1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam

proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF. 2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular. 3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

Diagram 1. Patogenesis DBD

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:13 1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue. 2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi. 4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

2.4.Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. 14 Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari

saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. 14 Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. 14 Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.
14

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.14

Gambar 3. Patofisiologi DBD

Diagram 2. Infeksi Virus Dengue

2.5. Manifestasi Klinik Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).15

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Spektrum Manifestasi Klinis Klinis

DD

Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia. Dapat disertai trombositopenia. Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik. Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut. Uji torniquet positif. Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura. Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri. Hepatomegali. Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal. Trombositopenia. Hemokonsentrasi. Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok). Gejala syok :

DBD

SSD

Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg. Akral dingin, capillary refill turun. Diuresis turun, hingga anuria.

Keterangan:

Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan GIT lebih dominan pada DBD.

Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.

Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi). 2.6. Pemeriksaan Penunjang

Uji laboratorium meliputi :15 1. Isolasi virus Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada : Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia. Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia. Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen. 2. Pemeriksaan Serologi Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test) Uji Netralisasi (Neutralization Test) Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay) Uji IgG Elisa indirek

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat dideteksi yaitu :15 1. Dilatasi pembuluh darah paru 2. Efusi pleura 3. Kardiomegali dan efusi perikard 4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati 5. Caran dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

2.7 Klasifikasi DBD

WHO 1997 membagi Demam Berdarah Dengue menjadi empat derajat yaitu:15 1. Derajat I (ringan). Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif 2. Derajat II (sedang). Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain. 3. Derajat III (berat). Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah. 4. Derajat IV (berat). Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba. 2.8. Diagnosis Kriteria klinis :15 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3. 4. Hepatomegali Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin. Kriteria laboratoris : 1. Trombositopenia ( 100.000/l) 2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan diagnogsis kerja DBD.

2.9. Pengobatan DBD Pengobatan DBD : 16,17 Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. 1. Demam dengue Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan: Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen. 2. Demam Berdarah Dengue Penatalaksanaan DBD dibagi menjadi 4 bagian yaitu tersangka infeksi dengue, DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit, DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit >20% dan DBD derajat III dan IV.

a. Tersangka DBD

Tersangka DBD Demam tinggi, mendadak terusmenurus < 7 haru tidak disertai inkfesi saluran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu

Ada kedauratan Tanda syok Muntah terus-menerus Kejang Kesadaran menurun Muntah darah Berak hitam

Tidak ada kedaruratan Periksa uji Torniquet

Uji Tourniquet (+)

Uji Tourniquet (-) Rawat jalan parasetamol Kontrol tiap hari sampai demam hilang

Jumlah trombosit < 100.000/l

Jumlah trombosit > 100.000/l

Rawat inap (lihat Badan 3)

Rawat Jalan : Minum banyak 1,5-2 liter/hari Kontrol tiap hari sampai demam turun Periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok, yaitu gelisah, lemah, kaki/ tangan dingin, sakit perut, berak hitam, bak kurang

Nilai tanda klinis, periksa trombosit & Ht bila demam menetap setelah hari sakit ke-3

Lab : Hb & Ht naik, Trombosit turun Segera bawa ke rumah sakit

Diagram 3. Alur Tatalaksana Suspect DBD b. DBD tanpa syok (derajat I dan II) a. Medikamentosa Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin. b. Suportif Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik. Cairan intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat terjadinya syok dan nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit Gejala Klinis : Demam 2-7 hari Uji Tomiquet (+) atau perdarahan spontan Laboratorium: Hematokrit tidak meningkat Trombositopeni (ringan)

Pasien masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau satu sendok makan tiap 5 menit. Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup, juas buah, susu, oralit Bila suhu > 38 0C beri parasetamol Bila kejang beri obat antikonvulsif sesuai berat badan

Pasien tidak dapat minum Pasien muntah terus-menerus

Pasang infus NaCl 0.9% dekstrosa 5% (1:3), teteskan rumatan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium perhatian tanda syok Palpasi hati setiap hari Ukur diuresis setiap hari Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun

Infus ganti ringer laktat (RL) (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4) Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang (kriteria pulang) - Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik - Nafsu makan membaik - Secara klinis tampak perbaikan - Hematokrit stabil - Tiga hari setelah syok teratasi - Jumlah trombosit > 50.000/ - Tidak dijumpai distres pernapasqan (disebabkan oleh efusi pluera atau asidosis

Diagram 4. Tatalaksana DBD derajat 1 dan II tanpa peningkatan Hematokrit


DBD derajat II dengan peningkatan Ht > 20% Cairan awal RL/RA/NaCl 0.9% atau RLD5/ NaCl 0.9% + D5, 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan stabil Diuresis cukup Ht turun (2 kali pemeriksaan) Tanda vital memburuk Ht meningkat Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan Perbaikan 10 - 15 ml/kgBB/jam Evaluasi 15 - 24 jam Tanda vital tidak stabil Gelisah Distres pernapasan Frekuensi nadi naik Ht tetap tinggi/naik diuresis kurang/tidak ada

Distres pernapasan Ht naik Tek Nadi < 20 mmHg Koloid 20-30 ml/kgBB

Ht turun

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB Indikasi Transfusi ada Anak : - Syok yang belum teratasi - Perdarahan masif

Perbaikan

Ket : RA : Ringer asetat

Diagram 5. Tatalaksana DBD derajat I dan II dengan peningkatan Hematokrit

c. DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV) 1. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgBB secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam, maksimal 1500ml/hari 2. Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam dan selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila tanda vital membaik. 3. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik 4. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi. 5. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok. 6. Indikasi pemberian darah: a. terdapat perdarahan secara klinis b. setelah mendapat cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB c. Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil d. Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminator (KID) pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif e. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

3.10 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan DBD

Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah dan belum ada obat-obatan khusus untuk penyembuhannya. Karena itu, pencegahan terbaik adalah dengan menghilangkan faktor penyebabnya dengan cara memberantas vektor penularanannya yaitu nyamuk Ae.Aegypti.15 Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.15

Untuk pencegahan primer, tindakan yang bisa dilakukan adalah :15 a. Melakukan surveilans vektor untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat

utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempatatau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah. b. Melakukan pengendalian vektor untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu : Pengendalian Cara Kimiawi Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada

nyamukdewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk.

Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. Pengendalian Hayati / Biologik Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk. Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidakterjangkau sinar matahari. c. Melakukan surveilans kasus yang dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif. d. Melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk melalui program 3 M + Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya. Menutup rapat-rapat tmpat penampungan air. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain. Plus tidak menggantung pakaian, memakai lotion atau obat anti nyamuk, menutup lubanglubang pada bambu dengan tanah supaya air tidak tergenang. Inti dari plusnya ini adalah lebih memperhatikan kebersiha lingkungan sekitar kita. Untuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara melakukan penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat. Selain itu pada pencegahan sekunder juga dilakukan penyelidikan epidmiologi dari pihak surveilans puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kota dan aparat wilayah.

Sedangkan pencegahan tingkat tertier dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan :15 a. Transfusi Darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya. b. Stratifikasi Daerah Rawan DBD Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti : Endemis yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Sporadis yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan. Potensial yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan. Bebas yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan. abatisasi

Namun Program pemberantasan penyakit DBD di berbagai negara pada umumnya belum berhasil, karena masih tergantung pada penyemprotan dengan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa.Penyemprotan membutuhkan pengoperasian yang khusus dan dan dibanyak Negara upaya semacam itu membutuhkan biaya yang tinggi.15 Untuk mencapai kelestarian program pemberantasan vektor DD/DBD sangat penting untuk memusatkan pada pembersihan sumber larva dan harus bekerja sama dengan sector non-kesehatan, seperti organisasi non-pemerintahan, organisasi swasta dan kelompok masyarakat, untuk memastikan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam

pelaksanaannya. Untuk itu, perlu diterapkan pendekatan yang terpadu terhadap

pengendalian nyamuk dengan menggunakan semua metode yang tepat (lingkungan, biologi, dan kimiawi) aman, murah, dan ramah lingkungan.Program pemberantasan Ae. Aegypti yang sukses dan berkesinambungan haruslah melibatkan kerja sama antara lembaga pemerintah yang terkait serta masyarakat. Pendekatan yang akan dijabarkan di bawah ini penting artinya untuk pemberantasan Ae. Aegypti jangka panjang dan berkesinambungan.15

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Berkesinambungan Agar upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dapat berjalan maksimal, maka kegiatan-kegiatan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Ada beberapa faktor yang turut berperan agar upaya-upaya tersebut dapat terlaksana sesuai target, diantaranya :15 a. Partisipasi Masyarakat Partisipasi Masyarakat suatu proses dimana perorangan, keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vector di wilayahny. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa program ini perlu dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada dilingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat menaikkan rasa percaya diri masyarakat dalam ikut melaksanakan pembangunan. Tujuan Mengembangkan cakupan program kepada seluruh anggota masyarakat dengan car amelibatkan masyarakat secara aktif 1. Membuat program agar lebih efisien dan efektif, dengan mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang lebihbesar, termasuk pula upaya memadukan kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat. 2. Membuat program agar lebih efektif dengan cara menyusun sasaran, tujuan dan strategi bersama-sama dengan masyarakat. 3. Meningkatkan rasa keadilan melalui pembagian tanggung jawab, dan meningkatkan rasa kesetiakawanan dalam membantu masyarakat, khususnya yang tergolong dalam kelompok resiko tinggi. 4. Menumbuhkan rasa percaya masyarakat danmeningkatkan rasa kepekaan masyarakat terhadap upaya kesehatan.

Berbagai cara dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap kejadian demam berdarah dengue di lingkungan, diantaranya : 1. Menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan harus mampu menunjukkan kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap penderitaan masyarakat, misalnya bagi pasien atau yang meningga lkarena dengue, masalah ekonomi keluarga, dan mengusahakan agar program dapat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan dan harapan rakyat. 2. Memprakarsai dialog Para pemimpin pemerintahan, tokoh-tokoh masyaraka tbaik formal maupun non formal, organisasi kewanitaan, kelompok-kelompok pemuda, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya, harus diajak berdialog melalui kontak personal, diskusi-diskusi kelompok penayangan film dan lain-lain. 3. Menciptakan masyarakat agar mempunyai rasa memiliki program Pemerintah harus mampu merangsang masyarakat untuk membuat gagasan dan memprakarsai program, sedangkan pemimpin berperan membantu pelaksanaan dengan memanfaatkansumber daya yang tersedia untuk mendanai program. 4. Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Ini adalah proses jangka panjang untuk mencapai perubahan perilaku manusia, yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Penyuluhan tidak semata-mata sebagai forum untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Penyuluhan kesehatan harus dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian formatif guna mengidentifikasi hal-hal apa saja yang penting bagi masyarakat dan harus

diimplementasikan pada tingkat masyarakat, tingkat wilayah dan tingkat penentu kebijakan. Tingkat masyarakat

Masyarakat sebaiknya tidak hanya dibekali pengetahuan dan ketrampilan memberantas vector, namun materi juga membekali mereka dengan pengetahuan untuk mampu membuat pilihan-pilihan yang terbaik dalam masalah kesehatan serta mampu untuk bertindak secara individual dan kolektif. Tingkat administrasi pemerintahan (pusat sampai desa) Memungkinkan masyarakat untuk memobilisasikan tindakan-tindakan dilokasi tertentu (lokal) serta melakukan dorongan sosial yang tidak hanya melibatkan satu kelompok masyarakat saja tetapi mencakup berbagai kelompok untuk berpartisipasi dalam masalah kesehatan, pembangunan dan kegiatan sosial lainnya. Tingkat politik (penentu kebijakan) Harus tersedia mekanisme yang memungkinkan masyarakat mampu menyampaikan prioritas masalah kesehatan mereka kepada pihak-pihak penentu kebijakan. Partisipasi masyarakat ini disalurkan melalui kegiatan-kegiatan yang penting dilakukan agar program pemberantasan DBD/DD dapat berkesinambungan 1. Tingkat individu, mendorong setiap rumah tangga untuk melakukan kegiatan rutin pemberantasan DBD / DD seperti : pengurangan sumber perkembangbiakan nyamuk dan tindakan perlindungan. 2. Tingkat masyarakat, diselenggarakan kampanye kebersihan dua kali atau lebih dalam setahun untuk memberantas tempat-tempat perkembangbiakan jentik nyamuk di tempattempat umum maupun rumah pribadi. 3. Apabila partisipasi masyarakat luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis, pekerjaan, atau demografis, keterlibatan masyarakat dapat tetap diwujudkan melalui organsisasi masyarakat dan kelompok sukarela (kader). 4. Memperkenalkan pentingnya program program diatas disekolah kepada anak-anak dan orangtua untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk di rumah dan di sekolah. 5. Mengajak dan mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam program kepedulian dan pengembangan sanitasi masyarakat sebagai sponsor. 6. Mengkoordinasikan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan dan pemberantasan DBD melalui prioritas pembangunan masyarakat lainnya.

7. Mengkombinasikan upaya pemberantasan vektor dengue dengan melakukan pengamatan dari seluruh spesies penyebab penyakit dan nyamuk pengganggu serta serangga lainnya. 8. Mengatur insentif baru bagi mereka yang berpartisipasi dalam program pembasmian dengue. b. Koordinasi antar sektor Masalah dengue bukan merupakan masalah kesehatan saja. Upaya pencegahan dan pemberantasan dengue memerlukan koordinasi yang kuat serta kerjasama antara sektor kesehatan dan non kesehatan (baik pemerintah maupun swasta), LSM, dan masyarakat setempat. Selama wabah terjadi, kerjasama tersebut semakin diperlukan karena upaya penanganan KLB atau wabah memerlukan berbagai sumber daya dari seluruh kelompok untuk mengawasi penyebaran penyakit. Kerjasama antar sektoral melibatkan setidaknya 2 komponen, yaitu: penyediaan sumber daya dan penyesuaian kebijakan antar sektor pemerintah dengan lembaga non pemerintah. c. Pengembangan model Pengembangan model program pemberantasan dengue dilakukan melalui suatu pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai dengan mengidentifikasi pihak-pihak yang secara potensial terkait dan bertanggungjawab. Setelah itu, mempelajari cara-cara mendekati mereka agar berpartisipasi dalam kegiatan pemberantasan vektor. d. Mobilisasi sosial Pertemuan advokasi bagi para penyusun kebijakan untuk mencapai komitmen politik dalam kampanye kebersihan massal dan sanitasi lingkungan perlu dilakukan. Pertemuan koordinasi antar sektoral harus diadakan untuk menggali donor yang mungkin mendanai kampanye massal pemberantasan sarang nyamuk serta langkah-langkah yang dibutuhkan untuk membantu pembiayaan program.Pelatihan dan orientasi bagi tenaga-tenaga medis harus pula dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan keterampilan mereka dalam mensupervisi kegiatan dan pemberantasan DBD. Gerakan bulan DBD harus diselenggarakan minimal 2 kali setahun, yaitu sebelum musim penularan dan selama periode puncak penularan. e. Dukungan legistatif Dukungan legistatif sangat penting bagi keberhasilan program pemberantasan dengue. Seluruh Negara memiliki undang-undang tentang pengawasan penyakit epidemik

dengan memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan di masyarakat dalam pembasmian epidemi.

Pemberantasan Sarang Nyamuk Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD)15 Gerakan PSN DBD adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit DBD disertai pemantauan hasil hasilnya secara terus menerus. Gerakan PSN DBD ini merupakan bagian yang penting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD dan upaya mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Tujuan Gerakan PSN DBD adalah membina peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit DBD, terutama dalam memberantas jentik nyamuk penularnya, sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Sasaran Gerakan PSN DBD adalah agar semua keluarga dan pengelola tempat umum melaksanakan PSN DBD serta menjaga kebersihan di lingkungannya masing-masing, sehingga bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti. Selain itu melalui gerakan ini, semua keluarga juga diharapkan untuk : 1. Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD, karena penderita penyakit ini perlu segera mendapat pertolongan. 2. Melaporkan kepada Kepala Desa/Kelurahan, jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit DBD, agar dilakukan penggerakan masyarakat di sekitarnyaguna mencegah meluasnya penyakit ini. 3. Membantu kelancaran penanggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Sasaran wilayah yang diprioritaskan adalah Kecamatan endemis dan Kecamatan Sporadis. Metode yang digunakan adalah pendekatan edukatif dan persuasif melalui kegiatan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.Semua keluarga harus diberi

informasi tentang penyakit DBD dan dimotivasi untuk melaksanakan PSN-DBD secara terus-menerus, sehingga PSN-DBD dan pemeliharaan kebersihan lingkungan menjadi kebiasaan sehari-hari bagi setiap keluarga. Gerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja Pemberantasan Penyakit DBD atau disingkat Pokja DBD, yang merupakan forum koordinasi kegiatan pemberantasan penyakit DBD dalam wadah LKMD. Pembinaan pelaksanaan Gerakan PSN-DBD dilakukan oleh POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kodya, Propinsi dan Tingkat Pusat secara berjenjang.Adapun POKJANAL DBD yang dimaksud merupakan forum koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan upaya pemberantasan penyakit DBD yang secara organisasi berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD. Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN DBD15 Penggerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan Sasaran penggerakan PSN DBD di Desa/ Kelurahan adalah keluarga yaitu dilaksanakannya PSN DBD di rumah-rumah secara terus menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan antara lain meliputi : 1. Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh kader di tingkat RT/RW, kader Dasawisma atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat. Kegiatan ini dibimbing oleh Kader Tingkat Desa/Kelurahan (kader inti) yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas. 2. Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat, antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan-pertemuan warga masyarakat.. 3. Kerja bakti PSN DBD dan kebersihan lingkungan secara berkala. Penggerakan PSN DBD di Sekolah dan Tempat Umum lainnya Pembinaan kegiatan PSN DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar mengajar, baik melalui intra maupun ekstrakurikuler termasuk program UKS. Pembinaan kegiatan PSN DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum. Penyuluhan dan Motivasi Kepada Masyarakat Luas

Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media massa seperti TV, radio, bioskop, poster, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Motivasi tentang PSN DBD dilakukan antara lain melalui berbagai lomba misalnya lomba PSN Desa, lomba sekolah, dan lain-lain. Pemantauan Penggerakan PSN DBD15 Pemantauan penggerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan maupun di sekolah dan tempat umum lainnya, dipantau secara berkala, sekurang-kurangnya tiap 3bulan, oleh Pokjanal DBD tingkat kecamatan dan Pokjanal DBD tingkat kabupaten/kodya. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat umum lainnya. Sebagai indikator keberhasilan penggerakan PSN DBD yang digunakan adalah angka bebas jentik (ABJ) yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik. Hasil pemantauan disajikan dalam Form PWS PSN DBD dan dibahas dalam pertemuan berkala Pokjanal DBD untuk ditindaklanjuti oleh masing-masing instansi/lembaga yang bersangkutan. Komunikasi Perubahan Perilaku (Communication for Behavioral Impact)15 Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact /COMBI), tetapi beberapa negara di dunia seperti negara Asean ( Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil, Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik. Indonesia sudah diterapkan di Jakarta Timur sebagai daerah uji coba dan juga memberikan hasil yang baik.

3.11 Prognosis17 Bila tidak disertai dengan renjatan maka prognosa baik, biasanya dalam 24-36 jam cepat menjadi baik.5 Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup, kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.

3.11 Monitoring dan Evaluasi18 a. Indikator Pemerataan 1. Penyelidikan Epidemiologis (PE) = Jumlah penderita dengan PE Jumlah penderita yang dilaporkan 2. Fogging Focus = Jumlah Fogging X 100% Jumlah Penderita b. Indikator efektivitas perlindungan = Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN X 100% Jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN c. Indikator efisiensi program 1. Angka kepadatan jentik (HI) = Jumlah rumah yang positif terdapat jentik Jumlah rumah yang diperiksa 2. Angka Kesakitan DBD = Jumlah kesakitan DBD Jumlah Penduduk 3. Angka kematian DBD = Jumlah kematian DBD Jumlah penderita X 100% X 100% X 100%

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah dilakukan melalui analisa data sekunder dan wawancara dengan penanggung jawab program di Puskesmas Andalas. Dari 6 program pokok yang dijalankan Puskesmas Andalas, yaitu 5 program bersifat promotif dan preventif, dan 1 program kuratif (pengobatan), perlu dilakukan identifikasi masalah pada masing-masing program. Dari program kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, gizi, KIA dan KB, serta penanggulangan penyakit menular (P2M) masih terdapat beberapa kesenjangan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan. Pada bidang pengobatan masih terdapat beberapa penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi. Target dan pencapaian setiap program pokok dapat dilihat pada Tabel 4.1 sampai Tabel Tabel 4.6. 4.1.1. Program Kesehatan Lingkungan Tabel . Target dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan tahun 201110 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Program Pengawasan TTU Pemeriksaan TP2M Survey Perumahan Monitoring TPS Pemeriksaan K5 Klinik Sanitasi Pemantauan DAMIU Target/ Indikator 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % Pencapaian 93,8 % 95 % 67,7 % 100 % 100 % 100 % 93,4 % Kesenjangan 6,2 % 5% 12,3 % 6,6 %

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

100
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

100 90 87.5

100

100 94

100 86

100 98

100 91

100 91.3

56

TARGET

PENCAPAIAN

Grafik . Target dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan tahun 2011


Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

Program Kesehatan Lingkungan adalah bagian dari 6 Program Pokok Puskesmas yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan dan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum, termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan keterpaduan pengelolaan lingkungan melalui analisis dampak lingkungan. Ada 8 program kegiatan dari Program Kesling, yaitu: Pengawasan Tempat-tempat Umum (Peng.TTU), Pemeriksaan Tempat Pengolahan Makanan (Pemrk.TPM), Survey Perumahan, Penyuluhan, Monitor Tempat Pembuangan Sampah (Mon.TPS), Pemeriksaan Kaki Lima (Permk.K5), Klinik Sanitasi dan Depot Air Isi Ulang. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011 masih terdapat beberapa program Kesling yang belum mencapai target 100%, diantaranya: program Pengawasan Tempat-Tempat Umum, Pengawasan Tempat

Pengelolaan Makanan, Survey Perumahan, Penyuluhan dan Pemeriksaan Depot Air Isi Ulang. Namun program yang masih sangat jauh dari target adalah program Survey Perumahan, yang hanya terpenuhi 67,7% dari 100% target.

Untuk tahun 2011, terjadi keterlambatan penentuan target jumlah minimal rumah yang harus disurvey dari Dinas Kesehatan Kota untuk setiap wilayah kerja Puskesmas. Idealnya setiap rumah di wilayah kerja harus disurvey setiap tahunnya. Penilaian meliputi sarana sanitasi dasar, meliputi jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS). Untuk tahun 2011, ditetapkan oleh DKK meliputi 200 rumah setiap wilayah kerja puskesmas, untuk mewakili semua rumah di wilayah kerja. Namun karena keterbatasan sumber dana dan tenaga kesehatan, khususnya tenaga bagian Kesehatan Lingkungan, tidak semua rumah di wilayah kerja bisa dinilai Sarana Sanitasi Dasarnya. Dan sampai waktu akhir pelaporan yang ditentukan DKK, tim Kesling Puskesmas Andalas baru bisa mendatangi dan menilai 20 rumah dari 200 rumah yang ditentukan. Inilah yang menyebabkan pencaipaian survey perumahan untuk tahun 2011 masih belum memenuhi dari target.10 4.1.2. Program Promosi Kesehatan Tabel . Target dan Pencapaian Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) Program Promosi Kesehatan tahun 201110 Target No. Program (per tahun) PKM (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat) 1. 2. 3. Penyuluhan dalam gedung Penyuluhan luar gedung Penyuluhan keliling 96x 960x 48x 112 x 1208 x 52 x (per tahun) Pencapaian

UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) 1. 2. 3. Kelurahan Siaga PHBS Poskestren (Pos kesehatan pesantren) 100% 65 % 100 % (2 pesantren) 100% 63,88 % 100 % (2 Pesantren)

4.

Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja)

100 % (10 pos)

130% (13 pos) 100% (575 KK yang memanfaatkan TOGA) 100 %

5.

Pemanfaatan Toga

100% (575 KK yang ada TOGA)

6.

Pembinaan Batra (pengobatan tradisional)

100 %

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

Dari enam program UKBM Promosi Kesehatan terdapat satu program yang belum mencapai target yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yaitu 63,88% dari 65% target. PHBS merupakan bagian dari Program Promosi Kesehatan yang bertujuan untuk memberdayakan anggota rumahtangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkankesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan. Terdapat 10 indikator dalam pelaksanaan PHBS, yaitu:10 1. Persalinan ditolong tenaga kesehatan 2. Memberi ASI eksklusif 3. Penimbangan balita tiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Membrantas jentik dirumah sekali seminggu 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap harinya 10. Tidak merokok didalam rumah

100 80 60 40 20 0

95.9 89.5 81.480.480.2 69.8 60.9

LINAKES AIR BERSIH


Target : 65%

JAMBAN TIMBANG

JENTIK
30.4 20.216.8 AKTIFITAS ASI EKS CTPS BUAH/SAYUR TDK MEROKOK Grafik . Survei PHBS di Puskesmas Andalas Tahun 2011
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

Tabel . Pencapaian Indikator PHBS di setiap Kelurahan tahun 2011 Kelurahan Indikator 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. I
96,4% 60,1% 80,3% 94% 20,5% 97% 78% 24,6% 51% 15,5%

II
98,6% 75% 80,2% 92,5% 37,2% 96% 82,2% 36,8% 72,9% 14,9%

III
90,5% 69% 75,4% 85,3% 41,2% 74,3% 69% 24,5% 25,3% 20,2%

IV
95% 60% 81,2% 83,1% 35% 76% 69,5% 21,3% 59,8% 16,2%

V
91% 58,4% 79,6% 78% 28,9% 80,3% 81,5% 19,6% 60,6% 12,9%

VI
90,4% 65% 80,2% 94% 29% 80% 79% 19,2% 60,6% 12,9%

VII
90,4% 59% 78,2% 83% 33,3% 79,5% 84% 19,4% 65% 17,2%

VIII
98% 69,2% 92,3% 100% 28% 99% 100% 21% 31,9% 16,8%

IX
95% 60,9% 80,4% 85% 24,3% 81,4% 80,2% 20,2% 31,9% 16,8%

X
95% 60,9% 80,4% 91% 26,5% 81% 80,2% 20,2% 59,1% 12,5%

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

Keterangan Indikator: 1. Persalinan ditolong tenaga kesehatan 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memberi ASI eksklusif Penimbangan balita tiap bulan Menggunakan air bersih Mencuci tangan dengan sabun Menggunakan jamban sehat Membrantas jentik dirumah sekali seminggu 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok didalam rumah 9. Keterangan Kelurahan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kelurahan Sawahan Kelurahan Jati Baru Kelurahan Jati Kelurahan Sawahan Timur Kelurahan Simpang Haru Kelurahan Andalas Kelurahan Kubu Marapalam Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Kelurahan Parak Gadang Timur 10. Kelurahan Gt. Parak Gadang

Survei PHBS di Puskesmas Andalas di lakukan untuk semua kelurahan dan diambil sampel 210 rumah tangga secara acak. Survei PHBS dilaksanakan satu kali setahun yaitu biasanya dilakukan di awal tahun. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada indikator PHBS yang masih belum mencapai target nasional (65%) di wilayah kerja Puskesmas Andalas, yakni : 1. Perilaku tidak merokok di dalam rumah (16.8%) 2. Makan buah dan sayur setiap hari (20.2%) 3. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (30.4%) 4. Pemberian ASI Eksklusif (60.9%) Perilaku masyarakat untuk tidak merokok di dalam rumah masih belum mencapai target yang ditetapkan. Semua kelurahan masih menunjukkan angka yang masih rendah. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai efek rokok terhadap kesehatan anggota keluarganya. Masyarakat masih beranggapan jika efek rokok hanya berefek terhadap kesehatan si perokok. Dalam survei PHBS ini masih banyak kepala rumah tangga yang masih merokok di dalam rumah ketika berada bersama anggota keluarga lainnya.

Survei untuk indikator PHBS lain yang masih belum mencapai target adalah makan buah dan sayur setiap hari, dimana persentasenya masih 20.2%. Ini berarti bahwa masih banyak anggota keluarga rumah tangga yang masih belum mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Dari data indikator PHBS dalam pencapaian MDGs didapatkan persentase penduduk yang cuci tangan pakai air bersih dan sabun yaitu 30,4%, angka ini masih jauh dari target nasional yaitu sebesar 65%. Disimpulkan terdapat kesenjangan sebesar 34,6% seperti yang terlihat pada grafik di atas. Daerah yang paling rendah pencapaian penduduk yang cuci tangan pakai air bersih dan sabun ini terdapat di Kelurahan Sawahan yakni 20,5% dari target 65% (kesenjangan 44,5%). Kelurahan Sawahan memiliki jumlah penduduk 5.438jiwa. Indkator PHBS untuk pemberian ASI Eksklusif masih mencakup 60,9%. Pencapaian tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan target yang diharapkan 65 % bayi yang ada mendapat ASI Eksklusif. Banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya capaian indicator ini adalah kurangnya informasi tentang manfaat dan keunggulan ASI, serta kurangnya pengetahuan ibu tentang upaya mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI selama periode menyusui. Pada dasarnya belum tercapainya target program PHBS ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat secara disiplin, sehingga sangat sulit untuk terpenuhinya 10 indikator PHBS setiap harinya. Andalas merupakan wilayah padat penduduk, yang terdiri dari beragam lapisan masyarakat. Berbeda-bedanya tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan maysarakat Andalas, menyebabkan makin sulitnya pengubahan pola hidup masyarakat. Selain itu masih kurang efektifnya usaha pen sosialisasian PHBS ke masyarakat, baik melalui penyuluhan maupun melalui penyebaran informasi PHBS melalui media-media seperti media elektronik, poster maupun leaflet. 4.1.3. Program Gizi Ada beberapa program Gizi di Puskesmas Andalas seperti yang terdapat di tabel 4.4 tetapi belum semua program tersebut yang memenuhi target. Dari program Gizi yang dilaksanakan di Puskesmas Andalas, kegiatan penimbangan

Bayi dan Balita menunjukkan nilai N/D yang belum mencapai target yaitu 78,3% untuk N/D bayi dan 67% untuk N/D balita. Dari diskusi dengan petugas bagian Gizi dapat disimpulkan bahwa belum mencapai targetnya N/D bayi dan balita di Puskesmas Andalas antara lain disebabkan oleh : Kesadaran masyarakat yang masih kurang mengenai pentingnya peningkatan status gizi dan penimbangan tiap bulan bayi dan balita. Kurangnya kinerja kader untuk menginformasikan pentingnya penimbangan bayi dab balita Kurangnya inovasi-inovasi baru dalam pelaksanaan posyandu

Tabel . Target dan Pencapaian Program Gizi tahun 201110


Sasaran No 1 A 1 Kegiatan (jumlah) 2 Penimbangan Bayi 2 D/S N/D BGM/D 1478 1353 1353 65,0% 80,0% <5,0% 1353 1060 1 91,5 78,3 0,08 -1,7% 3 (%) 4 (jumlah) 5 (%) 6 7 Target Hasil Hasil Ket.

Balita D/S N/D BGM/D 5910 4498 4498 65,0% 80,0% <5,0% 4498 3012 103 76,1 67,0 2,3 -13,0%

B 1

Distribusi Vit A Bulan Februari Bayi Anak Balita 1139 7375 95,0% 93,0% 1087 7014 95,4 95,1

Bulan Agustus Bayi Anak Balita 968 6630 1613 95,0% 93,0% 80,0% 921 5924 95,1 93,6

Ibu Nifas

1 C 1 2 3 D 1

2 Distribusi Fe Fe1 Fe3 Ibu Nifas Kasus Gizi Buruk Indek BB/U Buruk Kurang

1776 1776 1613

90,0% 85,0% 80,0%

1882 2062 1707

106,0 116,1 100,9

7943 7943 300KK

<5% <5% 100%

5 41 10Kel

0,1 0,5 100

Pemeriksaan Garam Yodium

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

4.1.4. Program KIA dan KB Tabel . Target dan Pencapaian Program KIA dan KB tahun 201110
No Kegiatan Sasaran (jumlah) 1 Pel.Kesehatan Bumil sesuai standar (K1) 2 Pel.Kesehatan Bumil sesuai standar (K4) 3 Persalinan Nakes 4 Deteksi Resti Nakes 5 Pelayanan Neonatus 6 Kunjungan bayi 7 Kunjungan balita 2085 1990 2085 1895 90 50 90 92 80 2085 90 116.3 100.9 16.4 104.2 86,7 80,1 5,3 33,6 Target (%) 95 106 Hasil (%) Ket.

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

24.3
16.9 17.7 13.0 13.7

24.3
11.3 13.6 16.2 15.5

16.4

TARGET

PENCAPAIAN

Grafik . Pencapaian Deteksi Resti Nakes Puskesmas Andalas Tahun 201110

Berdasarkan data diatas Deteksi ibu hamil resiko tinggi dan kunjungan bayi di puskesmas merupakan program-program dari KIA-KB Puskesmas Andalas yang masih belum mencapai target, yakni 16% untuk Deteksi Resiko tinggi ibu hamil dan 86% untuk kunjungan bayi. Masih rendahnya pencapaian program Deteksi Resiko Tinggi Ibu Hamil memang dikarenakan rendahnya jumlah ibu hamil yang ditemukan positif

beresiko tinggi dalam kehamilan dibanding perkiraan jumlah ibu hamil beresiko tinggi di Puskesmas Andalas. Dilihat dari kunjungan ibu hamil yaitu K1 dan K4, jumlah ibu hamil yang berkunjung sudah melebihi target. Sehingga kemungkinan untuk tidak terdeteksinya ibu hamil beresiko tinggi sangat rendah.

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0 SAWAHAN KUNJUNGAN BAYI TARGET 86.2 92 JATI BARU 86.3 92 JATI 87.0 92

SAWAHAN TIMUR 89.1 92

KB. MARAPALAM 87.3 92

ANDALAS 88.5 92

KB.DLM.PRK. KRKH 86.0 92

PRK. PDG. TIMUR 85.7 92

SP. HARU 85.3 92

GT.PARAK GADANG 86.2 92

PUSKESMAS 86.7 92

Grafik . Pencapaian kunjungan bayi Puskesmas Andalas tahun 2011 Dari grafik 4.4 dapat dilihat bahwa pencapaian kunjungan bayi pada di wilayah kerja puskesmas Andalas tahun 2011 belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 92%. Jumlah sasaran bayi tahun 2011 adalah 1.613 bayi. Sedangkan jumlah bayi yang telah mendapatkan empat kali pelayanan kesehatan sesuai standar selama tahun 2011 adalah 1.399 bayi. Ini memberikan persentase hasil 86,7 % sehingga belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 92%. Hal ini bisa dikarenakan terdapatnya beberapa indikator untuk kunjungan. Seorang bayi itu dihitung telah memenuhi kriteria kunjungan apabila ia memenuhi 4 syarat: 1. Mengikuti DDTK 4 kali setahun. 2. Imunisasi dasar lengkap. 3. Melakukan penimbangan minimal 8 kali menjelang usia 1 tahun. 4. Mendapat vit A satu kali.

Apabila keempat syarat ini sudah terpenuhi, barulah dikatakan bayi itu sudah melakukan kunjungan ke Puskesmas. Mungkin hal inilah yang menyebabkan masih belum tercapainya target kunjungan bayi dan balita di Puskesmas Andalas ini. 4.1.5. Program P2M Tabel . Target dan Pencapaian Program P2M tahun 2011
No. 1. Program Imunisasi Kontak I HB<7HR BCG DPT/HB1 Polio 95 % 95 % 95 % 95 % 2. Imunisasi Kontak II DPT/HB3 Polio4 Campak 85 % 85 % 85 % 3. 4. CDR TB Kasus DBD 70 % 86,9 % 86,7 % 86,7 % 51 % 19 % * 92,1 % 96,2 % 96,3 % 95 % 2,9 % * Target/ Indikator Pencapaian Kesenjangan Ket

<20 kasus/ 180 kasus/ 160 kasus/ 100.000 100.000 100.000 penduduk penduduk penduduk 33 % 0,2 % -

5.

Kasus diare

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

Berdasarkan tabel 4.6. terdapat program P2M di Puskesmas Andalas yang belum mencapai target yaitu imunisasi HB0 yaitu 92,1% , rendahnya CDR TB (case detection rate TB) yaitu 51% dan insiden kasus DBD yang masih tinggi untuk tahun 2011 sebanyak 180 kasus/ 100.000 penduduk. Rendahnya pencapaian imunisasi HB0 disebabkan kurangnya koordinasi antara Puskesmas andalas dengan BPS (Bidan Praktek Swasta), beberapa klinik

bersalin dan Rumah Sakit Swasta yang ada diwilayah kerja Puskesmas Andalas dalam hal pelaporan jumlah pemberian imunisasi dasar di tempat-tempat tersebut. Case Detection Rate (CDR) TB adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. CDR menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. CDR TB Puskesmas Andalas yaitu 51% masih dari CDR Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional (70%). Hal ini dikarenakan : Beban kerja petugas kesehatan yang masih tinggi, dikarenakan keterbatasan dana dan sumber daya manusia di Puskesmas Andalas Kurangnya koordinas dengan pelayanan kesehatan swasta (kerjasama lintas sektor) Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru

Sedangkan untuk Kasus DBD yang masih tinggi di Puskesmas Andalas disebabkan oleh : Kurang intensifnya sosialisasi petugas kesehatan mengenai penularan, pencegahan, dan bahaya penyakit DBD. Sebenarnya untuk penyuluhan mengenai DBD, dulu rutin dilakukan di sekolah-sekolah melalui integrasi dengan program UKS, BIAS, di posyandu, dan ditempat-tempat umum seperti mesjid. Namun sejak tahun 2009 program-program penyuluhan tentang DBD ini menjadi berkurang, dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dan dana yang ada di Puskesmas Andalas. Dengan keterbatasan yang ada, petugas kesehatan di Puskesmas Andalas masih berusaha untuk melakukan penyuluhan tentang DBD kemasyarakat, melalui pembagian leaflet-leaflet ke masyarakat, walaupun masih kurang intensif. Kurangnya peran serta masyarakat dalam mensukseskan program kebersihan lingkungan seperti gotong royong dan terhentinya program Jumat bersih.

Masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program 3M Plus. Masih susahnya mengubah perilaku masyarakat seperti kebiasaan masyarakat yang menggantung pakaian, membiarkan genangan air lama pada tempat-tempat disekitar rumah, yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk.

Terhentinya program penyuluhan intensif di seluruh sekolah SD dan SLTP se-Kecamatan Padang Timur Tidak terlaksananya lagi program JUMANTIK berkala, sejak 5 tahun ini Masih banyaknya barang-barang bekas yang menjadi sumber

perindukan nyamuk. Masih banyaknya selokan (saluran air) yang airnya tidak mengalir dan tertutup.

4.1.6. Pengobatan

Grafik . Penyakit terbanyak pada kunjungan di Puskesmas Andalas tahun 2011 Terlihat bahwa angka kejadian ISPA jauh lebih tinggi dibandingkan 9 penyakit lainnya. ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Sehingga angka kejadian kasus ISPA sangat dipengaruhi oleh keadaan sanitasi lingkungan dan tingkat pengetahuan masyarakat. Keadaan wilayah Andalas yang padat penduduk dengan keadaan sanitasi lingkungan yang masih buruk dan ditambah dengan tingkat polusi udara yang cukup tinggi menyebabkan cepatnya penyebaran ISPA. Selain itu masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai ISPA dan penyebarannya membuat angka kejadian ISPA di wilayah Puskesmas Andalas masih tinggi.

4.2 Penentuan Prioritas Masalah Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas tidak memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas masalah.Dalam hal ini metode yang kami gunakan adalah teknik scoring. Dari masalah tersebutakan dibuat Plan of Action untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan. Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut: Urgency (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan) Nilai 1 : tidak penting Nilai 2 : kurang penting Nilai 3 : cukup penting Nilai 4 : penting Nilai 5 : sangat penting Kemungkinan Intervensi Nilai 1 : tidak mudah Nilai 2 : kurang mudah Nilai 3 : cukup mudah Nilai 4 : mudah Nilai 5 : sangat mudah Biaya

Nilai 1 : sangat mahal Nilai 2 : mahal Nilai 3 : cukup mahal Nilai 4 : murah Nilai 5 : sangat murah Kemungkinan meningkatkan mutu Nilai 1 : sangat rendah Nilai 2 : rendah Nilai 3 : sedang Nilai 4 : tinggi Nilai 5 : sangat tinggi

Tabel . Penilaian Prioritas Masalah Berdasarkan Sistem Skoring


No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Identifikasi Masalah Survey perumahan PHBS (RT Sehat) Pencapaian N/D Bayi dan Balita Pencapaian Imunisasi HB0 Penemuan Penderita TB (CDR) DBD Deteksi bumil resiko tinggi Urgensi 2 4 3 2 4 4 Kemungkinan Intervensi 3 2 2 2 2 3 Biaya 4 4 2 4 4 4 Mutu 2 4 4 3 4 4 Skor Total 11 14 11 11 14 15 Prioritas VII III V VI II I

7.

12

IV

1. Survey perumahan Urgensi: 2

- Melakukan survei perumahan tidak mengubah secara langsung derajat kesehatan karena hanya berupa pendataan keadaaan lingkunan rumah masyarakat. - Belum tercapainya target survei perumahan di wilayah kerja Andalas lebih dikarenakan keterlambatan informasi yang diterima petugas kesling dari DKK mengenai jumlah minimal sample rumah yang harus disurvei. Kemungkinan intervensi: 3 - Daerah geografis di wilayah kerja tidak sulit untuk dijangkau. - Untuk melakukan survey perumahan kesetiap rumah di wilayah kerja Puskesmas Andalas, membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat jumlah tenaga kesehatan yang terbatas, khususnya tenaga bagian program Kesehatan Lingkungan. - Hanya memerlukan petugas serta transportasi untuk survey ke lapangan. Biaya: 4 - Biaya yang dibutuhkan murah dan sudah ada anggaran dana untuk ongkos harian petugas. Mutu: 2 - Survei perumahan hanya bertujuan untuk mengetahui kesehatan sanitasi lingkungan perumahan dan belum banyak memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pelayanan Puskesmas.

2. PHBS (rumah tangga sehat) Urgensi: 4 - Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Andalas. - Masih rendahnya jumlah rumah tangga sehat di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Kemungkinan intervensi: 2

- Berhubungan dengan perilaku dan kesadaran individu yang tidak mudah untuk diintervensi serta membutuhkan waktu yang lama untuk mengubahnya. - Untuk mencapai tumah tangga sehat harus terpenuhi 10 indikator PHBS tersebut, sehingga apabila 1 saja tidak terpenuhi, maka belum bisa dikatakan rumah tangga sehat. Hal ini meningkatkan jumlah rumah tangga yang tidak sehat. Biaya: 4 - Biaya yang dibutuhkan untuk penyuluhan kepada masyarakat murah karena tidak ada masalah dengan biaya ongkos harian untuk penyuluhan. Mutu: 4 - Dengan meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat mencegah berbagai macam penyakit dan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3. Pencapaian N/D bayi dan balita Urgensi: 3 - Masih rendahnya angka N/D dari bayi dan balita yang ditimbang di wilayah kerja Puskesmas Andalas. - Berat badan bayi dan balita yang tidak meningkat bisa mengakibatkan risiko terjadinya gizi kurang dan mempengaruhi tumbuh kembang bayi dan balita tersebut. Kemungkinan intervensi: 2 - Intervensi terkait dengan edukasi mengenai pola asuh dan pemberian asupan gizi tambahan, hal ini juga berkaitan dengan sikap ibu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan anaknya. - Masih terbatasnya tenaga program gizi dalam melakukan kegiatan pemantauan status gizi bayi dan balita secara rutin - Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menaikkan angka N/D Biaya: 2

- Biaya yang dibutuhkan besar untuk penyuluhan dan pemberian asupan tambahan. Mutu: 4 - Dengan meningkatnya angka N/D serta pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal bisa melahirkan generasi yang sehat dan lebih produktif. 4. Pencapaian imunisasi HB0 Urgensi: 2 - Mayoritas ibu yang sudah sadar akan kepentingan imunisasi HB0, hanya sebagian kecil yang belum melakukan imunisasi HB0 pada bayinya. - Tidak ditemukan kasus Hepatitis B pada bayi di Puskesmas Andalas. - Rendahnya pencapaian imunisasi HB0 di Puskesmas Andalas berkaitan dengan kurangnya kerjasama mitra Puskesmas seperti rumah sakit swasta, bidan praktek swasta, ataupun mitra lainnya dalam hal pelaporan data imunisasi HB0. Kemungkinan intervensi: 2 - Dibutuhkan peran serta Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk terciptanya kerjasama semua mitra kesehatan Puskesmas Andalas dalam hal pelaporan data pemberian imunisasi HB0. Biaya: 4 - Imunisasi HB0 diberikan gratis oleh Puskesmas. Mutu: 3 - Dengan memberikan imunisasi dapat mencegah secara dini penularan penyakit Hepatitis B terutama penularan melalui jalan lahir dari ibu.

5. Penemuan penderita TB (CDR) Urgensi: 4

Masih rendahnya penemuan kasus TB BTA + jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah penderita TB+ yang ada sehingga risiko penularan penyakit TB masih tinggi di masyarakat.

- Mudahnya terjadi penularan kasus TB karena wilyah kerja Puskesmas Andalas merupakan daerah padat penduduk . - Masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala penyakit TB dan penularannya, mengakibatkan kemungkinan angka suspek TB masih rendah di wilayah kerja Puskesmas Andalas, hal ini memungkinkan meningkatnya penularan TB karena masih banyaknya penderita yang tidak terjaring. Kemungkinan intervensi: 2 - Intervensi secara aktif hanya bisa melalui penyuluhan, sedangkan untuk penjaringan dilakukan secara pasif artinya penjarinan tersangka penderita TB dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung berobat ke Puskesmas. - Masih kurangnya partisipasi aktif masyarakat terhadap pelaksanaan program pemerintah dalam pengobatan TB seperti masih kurangnya peranan PMO dalam mengawasi program pengobatan TB. Biaya: 4 - Pemeriksaan sputum jika ada warga yang dicurigai menderita TB tidak dipungut biaya Mutu: 4 - Penyakit TB dapat menurunkan produktivitas dan kinerja penderitanya, maka dengan penemuan penderita TB diharapkan mereka dapat segera diobati dan dapat kembali beraktivitas sehingga derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja Puskesmas Andalas dapat juga meningkat. - Dengan banyaknya penemuan penderita suspek TB, diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB diwilayah kerja Puskesmas Andalas.

6. Demam Berdarah Dengue (DBD) Urgensi: 4 - Beberapa wilayah kerja Puskesmas Andalas termasuk wilayah endemik DBD dengan jumlah kasus yang tinggi, serta salah satu wilayahnya menjadi KLB di bulan Januari 2012. - Keterlambatan penanganan kasus dapat menyebabkan penderita jatuh pada keadaan syok yang dapat berujung pada kematian. Kemungkinan intervensi: 3 - Banyaknya upaya pencegahan dini yang dapat dilakukan

masyarakat guna mencegah terjangkit penyakit DBD seperti perlunya perilaku dan kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan perilaku 3M+. - Adanya program pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan angka kejadian DBD seperti pembagian bubuk Abate, fogging dan publikasi program 3M+ melalui media cetak dan media elektronik. Biaya: 4 - Pencegahan DBD cukup dengan membersihkan lingkungan. - Intervensi perilaku dapat dilakukan dengan penyuluhan. Mutu: 4 - Dengan berkurangnya kasus DBD, angka kesakitan dan kematian akibat DBD akan berkurang, sehingga derajat kesehatan

masyarakat akan meningkat. - Dengan menjaga kebersihan lingkungan, akan mengurangi angka kejadian penyakit lainnya.

7. Deteksi Ibu Hamil Resiko Tinggi Urgensi: 4 - Angka kematian ibu menjadi salah satu indikator derajat keehatan suatu negara, sehingga bila angka ini meningkat maka derajat kesehatan di negara tersebut bisa dikatakan masih rendah. Hal ini

berkaitan dengan kesehatan ibu tersebut saat sedang hamil, melahirkan, dan setelah melahirkan. - Rendahnya deteksi ibu hamil resiko tinggi memungkinkan keterlambatan dalam penanganan kasus yang berakibat kematian ibu sehingga dapat meningkatkan angka kematian ibu. - Rendahnya tingkat pengetahuan ibu hamil serta lingkungan sekitarnya mengenai kehamilan yang beresiko menjadi salah satu penghambat pendeteksian ibu hamil resiko tinggi. Kemungkinan intervensi: 2 - Rendahnya deteksi ibu hamil resiko tinggi berkaitan dengan tingkat keadaran dan pengetahuan para ibu yang masih rendah, sehingga sulit untuk diintervensi. - Intervensi secara aktif hanya bisa melalui penyuluhan, sedangkan untuk penjaringan ibu hamil resiko tinggi dilakukan secara pasif saat Biaya: 2 - Biaya yang diperlukan untuk penyuluhan tidak terlalu tinggi tapi biaya untuk pemeriksaan lanjutan untuk ibu hamil yang dicurigai cukup mahal. Mutu: 4 - Dengan meningkatnya penemuan penemuan ibu hamil resiko tinggi, diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu karena keterlambatan penanganan kasus kehamilan bermasalah diwilayah kerja Puskesmas Andalas. - Dengan menurunnya angka kematian ibu, diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Dari penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas yang pertama untuk Plan of Action yaitu tingginya angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Penulis menganggap perlu untuk meningkatkan mereka datang ke Puskesmas untuk memeriksakan

kandungannya.

kesadaran masyarakat akan bahayanya dampak DBD guna menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas.

4.3 Hasil Pengamatan Kasus DBD Di Kecamatan Padang Timur

4.3.1 Data Kasus DBD Tabel. Angka Kejadian DBD di Kec. Padang Timur berdasarkan Jumlah Kasus Kelurahan Sawahan Jati Baru Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kubu Marapalam Andalas KB.DLM. PRK.Karakah Gantiang Parak Gadang Parak Gadang Timur TOTAL 2009 12 10 32 4 1 12 20 16 13 17 141 2010 8 15 12 1 3 5 14 12 11 3 76 2011 12 9 23 12 4 15 21 20 12 12 140 2012 9 14 14 5 3 4 17 21 9 8 104

Tabel. Angka Kejadian DBD di Kec. Padang Timur berdasarkan Jumlah Kasus per jumlah penduduk tahun 2012 Kelurahan Sawahan Jati Baru Jati Jumlah Kasus 9 14 14 Jumlah Penduduk 6387 6707 10134 Prevalensi Rate 0,141 0,209 0.138

Sawahan Timur Simpang Haru Kubu Marapalam Andalas KB.DLM. PRK.Karakah Gantiang Parak Gadang Parak Gadang Timur

5 3 4 17 21 9 8

5360 5835 8980 6309 10134 7594 10132

0,09 0,05 0,063 0,189 0,207 0,089 0,105

Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur berdasarkan Waktu Tahun 2012 Kelurahan Jan 1 1 3 1 1 2 2 4 1 2 18 Feb 2 0 3 0 0 0 2 3 3 3 16 Mar 1 3 0 1 0 1 2 2 2 1 13 Apr 1 1 3 1 2 1 1 4 1 1 16 Mei 3 1 2 0 0 0 3 3 2 0 14 Jun 1 7 1 1 0 0 7 4 0 0 21 Jul 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 3 Agu 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 3 Jumlah 9 14 14 5 3 4 17 21 9 8 104

Sawahan Jati Baru Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kb. Marapalam Andalas Kb.Dl.Prk.Karakah Gantiang Parak Gadang Parak Gadang Timur JUMLAH

Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur Tahun 2011 Tahun 2011 Kelurahan Ja n Sawahan Jati Baru 0 1 Fe b 0 0 M ar 0 0 A pr 0 0 M ei 2 1 Ju n 0 0 J ul 0 0 0 2 Ag Se p 0 1 Ok t 1 0 N ov 4 3 De s 5 1 Juml ah 12 9

Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kb. Marapalam Andalas Kb.Dl.Prk.Karakah Gt. Prk Gadang Parak Gadang T. JUMLAH

0 0 1 1 0 0 0 0 3

0 0 0 2 0 2 0 1 5

2 1 0 1 0 1 0 0 5

1 0 0 1 0 0 0 1 3

0 0 0 0 0 2 2 1 8

3 1 0 0 5 1 2 1 13

2 2 1 0 2 1 1 0 9

2 0 0 2 3 1 0 1 11

4 0 1 1 3 3 3 0 16

2 2 1 0 1 3 1 2 13

5 3 0 5 3 3 3 2 31

2 3 0 2 4 3 0 3 23

23 12 4 15 21 20 12 12 140

Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur Tahun 2010 Tahun 2010 Kelurahan Ja n Sawahan Jati Baru Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kb. Marapalam Andalas Kb.Dl.Prk.Karakah Gt. Parak Gadang Parak Gadang T. JUMLAH 2 9 6 0 0 0 2 5 5 0 29 F b 1 0 1 0 0 1 3 2 0 0 8 M ar 2 2 0 0 1 2 0 1 0 0 8 A pr 2 0 0 0 0 0 2 1 3 0 0 M ei 0 0 3 1 1 0 1 1 1 1 9 Ju n 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 3 J ul 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 Ag Se u 0 1 0 0 0 1 2 1 1 0 6 p 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 O kt 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 3 No v 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 3 D es 0 1 0 0 0 0 2 0 0 1 4 Juml ah 8 15 12 1 3 5 14 12 11 3 76

Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur Tahun 2009

Tahun 2009 Kelurahan Ja n Sawahan 0 Fe b 4 M ar 0 A pr 1 M ei 0 Ju n 2 Jul 2 A g 2 Se p 1 O kt No v 0 D es 0 Juml ah 12

Jati Baru Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kb. Marapalam Andalas Kb.Dl.Prk.Karakah Gt. Parak Gadang Parak Gadang T. JUMLAH

1 1 0 0 3 2 1 3 3 18

2 4 2 0 1 7 2 3 4 29

0 5 1 0 0 2 1 2 2 13

1 3 0 1 1 0 0 1 0 8

0 1 0 0 1 1 0 0 0 3

0 0 0 0 0 1 0 1 1 5

0 3 1 0 1 3 0 0 4 14

0 2 0 0 1 0 2 0 0 7

2 3 0 0 0 0 4 3 0 13

3 2 0 0 0 2 4 0 1 12

1 8 0 0 4 2 2 0 2 19

10 32 4 1 12 20 16 13 17 141

Tabel. Angka kejadian DBD berdasarkan waktu di Kecamatan Padang Timur Tahun 2009 2010 2011 Jumlah Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 18 29 3 50 29 8 5 13 13 8 5 26 8 0 3 11 3 9 8 19 5 3 13 21 14 1 9 24 7 6 11 24 13 2 16 31 0 3 13 16 12 4 31 47 19 4 23 46

Tabel. Kasus DBD di Kecamatan Padang Timur Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2012 Kelurahan Sawahan Jati Baru Jati Sawahan Timur Simpang Haru Kubu Marapalam Andalas Kubu Dalam Parak Karakah Parak Gadang Januari L 0 1 2 0 0 0 1 0 1 P 1 0 1 1 1 2 1 0 6 Februari L 1 0 3 0 0 0 2 3 3 P 1 0 0 0 0 0 0 0 0 Maret L 0 0 0 0 0 1 1 1 1 P 1 3 0 1 0 0 1 1 0 April L 0 0 2 1 0 1 1 4 1 P 1 0 3 0 1 0 0 0 0 Mei L 2 1 1 0 0 0 3 2 0 P 1 0 0 0 0 0 1 1 0 Juni L 1 3 1 0 0 0 4 2 0 P 0 4 0 1 0 0 2 2 0 Juli L 0 1 0 0 0 0 1 0 0 P 1 0 1 0 0 1 0 1 0

Timur Ganting Parak Gadang JUMLAH

0 5

0 13

2 14

0 1

1 5

1 8

1 11

0 5

2 11

0 3

0 11

0 9

0 2

0 4

14 12 10 8 6 4 2 0
Laki-laki Perempuan

Diagram. Kasus DBD di Kecamatan Padang Timur Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2012

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

1-5 tahun 5-18 tahun >18 tahun

Diagram. Kasus DBD di Kecamatan Padang Timur Berdasarkan Umur

Gambar. Pemetaan Lokasi DBD di Kecamatan Padang Timur

1.3.2

Kesimpulan Hasil Pengamatan Kesimpulan yang didapat dari hasil pengamatan dan analisis data

kasus DBD di Kecamatan Padang Timur adalah : 1. Kasus DBD dari tahun ke tahun cendrung konstan, tidak mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan promotif dan preventif yang dilakukan oleh Puskesmas Andalas mengenai DBD belum berhasil. 2. Kasus DBD di semua kelurahan di Kecamatan Padang Timur masih tinggi dan tidak memenuhi indikator Indonesia sehat 2015 dimana target untuk kasus DBD adalah 2/100.000 penduduk. 3. Kelurahan dengan kasus DBD tertinggi di Kecamatan Padang Timur adalah Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah, Jati Baru dan Andalas. 4. Kasus DBD tertinggi terjadi pada bulan November, Desember, dan Januari Hal ini berhubungan dengan musim hujan, bulan puasa, serta libur sekolah yang terjadi pada bulan tersebut. 5. Tidak ada predileksi jenis kelamin pada kasus DBD di Kecamatan Padang Timur. 6. Kasus DBD banyak diderita oleh usia dewasa ( >18 tahun) dan anak usia sekolah ( 6-18 tahun). Usia dewasa dan anak sekolah berisiko lebih tinggi digigit nyamuk Aedes Agepty dikaitkan dengan aktivitas yang lebih sering berada ditempat umum seperti kantor, sekolah, mesjid, pasar dan sebagainya. Dimana lokasi tersebut berpotensi sebagai tempat

pertumbuhan jentik terutama pada musim penghujan.

4.4 Definisi Operasional DBD : suatu penyakit demam berat yang disebabkan oleh virus Dengue yang biasanya ditandai oleh 4 manifestasi klinik utama yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Vektor : organisme penyebar patogen. Angka Kesakitan : Adalah angka insidensi yang dipakai untuk menyatakan jumlah keseluruhan orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok penduduk pada periode waktu tertentu. Penyuluhan Kesehatan : suatu proses yang ditujukan kepada individu atau kelompok penduduk agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan memelihara kesehatan mereka.

Endemis : Suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah.

4.5 Analisis Sebab Akibat Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah di Puskesmas Andalas adalah masih tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur sebagai wilayah kerja Puskesmas Andalas. Dari hasil observasi dan diskusi dengan pimpinan puskesmas dan petugas puskesmas maka didapatkan beberapa sebab dari masalah yang terjadi.

Tabel . Analisis Faktor Penyebab Masalah Faktor No. Penyebab 1. Masalah Teknik Identifikasi Masalah Indikator Keterangan

Manusia a. Petugas Kesehatan - Kurangnya

Wawancara dengan motivasi petugas penanggung jawab kesehatan dalam program DBD usaha merubah pola perilaku

masyarakat. - Terbatasnya jumlah petugas khususnya pada program penanggulangan DBD -

Idealnya petugas tidak mudah menyerah dalam melaksana kan penyuluha n terusmenerus dengan sasaran masyaraka t yang berbedabeda. Minimal ada 2 tenaga kesehatan

Petugas hanya melakukan penyuluha n jika terjadi kasus DBD Petugas tidak melakukan penyuluha n DBD sebelum bulanbulan yang kasus DBD nya tinggi Hanya ada 1 orang petugas di Puskesmas

khusus program penanggul anga DBD b. Kader - Tidak ada lagi kader yang berperan sebagai jumantik (juru pemantau jentik) - Banyak kader yang pasif

Andalas

Wawancara dengan penanggung jawab program DBD serta wawancara dengan masyarakat setempat.

Adanya kader jumantik yang telah dilatih untuk melakukan pemantaua n berkala minimal 3x setahun Setiap kader di masingmasing daerah harus berperan aktif

Tidak ada lagi kader pemantau jentik sejak tahun 2010

c. Perangkat Kelurahan - Kurang aktifnya lurah, RW, RT menggerakkan warganya untuk gerakan 3M plus

Wawancara dengan Pembina Wilayah Setempat , penanggung jawab program DBD serta wawancara dengan masyarakat setempat.

Adanya penanggung jawab masingmasing RW untuk menggerakkan masyarakat menjalankan program 3M plus

Tidak adanya pananggungja wan masingmasing RW dalam menggerakkan 3M plus

d. Warga Masyarakat - Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit, cara penularan, pengobatan dan

Kuesioner yang dibagikan ke 60 rumah di 3 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Andalas

85% masyarakat mengetahui tentang penyakit DBD, cara penularan, pengobatan dan pencegahan

Dari 60 responden yang diberikan kuesioner, hanya 56 % mengetahui tentang

pencegahan DBD

DBD

Masyarakat di kelurahan belum melaksanakan gerakan 3 M secara optimal untuk mencegah DBD

Wawancara dengan pemegang program, perangkat kelurahan

85% gerakan 3M plus dilaksanakan oleh warga

penyakit, cara penularan, pengobatan dan pencegahan DBD sedangkan 44% nya menjawab tidak tahu. Gerakan 3M plus baru dilaksanakan oleh sebagian kecil warga

No . 1.

Teknik Faktor Penyeba Masalah Identifikasi b Masalah - Wawancaara Metode - Belum dengan optimalnya pimpinan penyuluhan puskesmas dan kesehatan pemegang mengenai program P2M penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya dimana penyuluhan yang dilakukan tidak komunikatif (komunikasi satu arah) - Tidak ada lagi - Wawancaara program dengan pemantauan pimpinan jentik berkala di puskesmas dan tiap kelurahan di pemegang wilayah kerja program P2M Puskesmas

Indikator Penyuluhan dilakukan komunikasi dua arah

Keterangan Penyuluhan dalam dan luar gedung tidak berhasil menciptakan komunikasi dua arah karena penyuluh dan orang yang disuluh tidak berada pada satu tempat

Pemeriksaan jentik harusnya dilaksanakan 1x4 bulan, tetapi tidak terlaksana akibat tidak

Pemeriksaan Jentik Berkala hanya dilakukan apabila terjadi kasus DBD (insidental)

Andalas

ada lagi Jumantik Dari wawancara dengan pimpinan puskesmas dan pemegang program DBD Fogging minimal dilakukan 1x4 bulan Fogging fokus dilakukan hanya jika ada kasus DBD

Belum optimalnya program foging dan sasaran program foging untuk pencegahan penyakit DBD - Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong bersama untuk membersihkan lingkungan sekitar rumah warga di wilayah kerja Puskesmas Andalas - Belum optimalnya pemberian bubuk abate untuk memberantas jentik-jentik nyamuk
-

Wawancara dengan pemegang program dan masyarakat

Terlaksananya gotong royong bersama di masing-masing kelurahan minimal 1x sebulan

Idealnya gotong royong dilakukan minimal 1x sebulan, tapi kenyataannya gotong royong tidak rutin dilakukan oleh warga. Masih adanya kamar mandi warga dan SD yang belum diberikan bubuk abate

Dari wawancara dengan pimpinan puskesmas dan pemegang program DBD

Terlaksananya pemberian bubuk abate di masing-masing kelurahan minimal 1x 3 bulan

3.

Lingkung an

- Adanya tanah-

Wawancara tanah kosong di dengan lingkungan pemegang masyarakat yang program dan berisi barangobservasi barang bekas yang lapangan dapat menjadi tempat genangan air

Idealnya tanah kosong yang ada di lingkungan masyarakat dibersihkan bersama oleh masyarakat sekitar sekaligus mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air, seperti: ban dan kaleng bekas. 90 % lingkungan rumah

Masih ada tanah kosong di lingkungan tempat tinggal masyarakat yang berisi barang- barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air

- Banyaknya air

Observasi lapangan

Masih banyak

tergenang di potpot rumah warga dan barang-barang bekas

tidak ada pot, barangbarang bekas atau wadah lainnya yang tergenang air

pot-pot,barangbarang bekas, wadah yang tergenang air di rumah warga. Ada beberapa rumah masyarakat yang memiliki kamar madi yang banyak tapi airnya tidak dikosongkan atau ditutup.

- Adanya rumah-

rumah masyarakat dengan kamar mandi yang tidak digunakan tapi bak penampungan airnya diisi air dan dibiarkan begitu saja.

Idealnya bak penampungan airnya dikosongkan atau ditutup jika tidak digunakan.

4.

Material

- Masih kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi publik, media cetak lokal dan radio-radio lokal tentang kasus kesakitan dan kematian

- Wawancara dengan pihak kelurahan, masyarakat dan pemegang program di puskesmas.

Adanya pemberitahua n tentang kesakitan akibat DBD di lingkungan masyarakat baik melalui pengumuman di lurah, mesjid, dan papan informasi umum yang ada di masyarakat

Kurangnya pemberitahua n dan pemberitaan kesakitan dan kematian akibat DBD di masyarakat.

akibat penyakit DBD. Adanya pemberitaan mengenai KLB DBD di media cetak lokal, dan radio-radio lokal.

- Masih kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, leaflet dan stiker tentang pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

Terpasangnya poster mengenai DBD di tempattempat umum dan dibagikannya pamflet ke warga tentang pencegahan dan pemberantasa n penyakit DBD.

Masih kurangnya informasi DBD melalui posterposter di tempat umum dan pembagian pamphlet beserta pemberitaan di media cetak dan radio

LINGKUNGAN

Kurangnya motivasi petugas kesehatan dalam usaha merubah pola perilaku

MANUSIA

masyarakat. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang - Adanya tanah- tanah kosong di lingkungan masyarakat yang berisi barang- barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air - Banyaknya air tergenang di pot-pot rumah warga dan barang-barang bekas penyakit, cara penularan,

pengobatan dan pencegahan DBD

Kurang aktifnya lurah, RW, RT menggerakkan


Terbatasnya jumlah petugas khususnya pada program penanggulangan DBD
Kurang aktifnya menggerakkan gerakan 3M plus lurah, warganya RW, RT untuk

warganya

untuk

gerakan 3M plus

Tidak ada lagi kader yang berperan sebagai jumantik (juru pemantau jentik) Kadernya kurang aktif

Masih kurangnya pemanfaatan media informasi publik tentang kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD.

-Belum optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya dimana penyuluhan yang dilakukan tidak komunikatif (komunikasi satu arah) -Tidak ada lagi program pemantauan jentik berkala di tiap kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Andalas -Belum optimalnya program foging dan sasaran program foging untuk pencegahan penyakit DBD

Tingginya angka kejadian DBD di wilayah Kerja Puskesmas Andalas

Masih kurangnya ketersediaan dan pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poste, parmflet, dan leaflet tentang

pencegahan dan bahaya DBD.

-Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong bersama untuk membersihkan lingkungan sekitar rumah warga di wilayah kerja Puskesmas Andalas - Belum optimalnya pemberian bubuk abate untuk memberantas jentikjentik nyamuk

MATERIAL

METODE

Alternatif pemecahan masalah Manusia : 1. Kurangnya keaktifan petugas dalam melakukan penyuluhan a. Solusi I - Rencana : membuat jadwal penyuluhan dan materi penyuluhan. (Lampiran 1,2 Pelaksana : petugas promkes bekerja sama dengan kesling

- Pelaksanaan : penyusunan jadwal penyuluhan dan materi penyuluhan diselesaikan sebelum tanggal 4 September 2012 oleh promkes kemudian melakukan sosialisasi kepada semua staf pada staf meeting tanggal 5 September 2012 - Target : terlaksananya pembuatan jadwal dan penyuluhan yang berkesinambungan. b. Solusi II - Rencana : pemberian reward dari kepala Puskesmas kepada petugas yang telah melaksanakan tugas sesuai indikator yang telah ditetapkan - Pelaksana : Kepala Puskesmas dan petugas terkait - Pelaksanaan : pemberian reward berupa piagam penghargaan atas keberhasilan pelaksanaan program di akhir pelaporan program 2. Tidak ada lagi kader yang berperan sebagai Jumantik Rencana : membentuk kader jumantik pada masing-masing kelurahan setelah mendapat persetujuan program dari dinas kesehatan kota Pelaksana : Pemegang program DBD dan perangkat kelurahan Pelaksanaan : membuat proposal kegiatan ke Dinas Kesehatan Kota untuk menjalankan program pemantauan jentik berkala, melakukan pemantauan jentik minimal setiap 4 bulan, kemudian membentuk kader Jumantik dan melakukan pelatihan Jumantik pada pada bulan Oktober 2012 3. Kurang aktifnya perangkat kelurahan dalam menggerakkan program 3 M plus Rencana : Merencanakan rapat lintas sektoral dengan pihak kelurahan untuk membentuk tim penanggungjawab terlaksananya gerakan 3 M plus. Pelaksana : Pemegang program dan perangkat kelurahan

Pelaksanaan : Rapat diadakan pada bulan Oktober

2012, setelah

dibentuknya tim maka tim diharapkan menggerakkan masyarakat untuk menjalankan program 3M setiap bulan serta memantau pelaksanaanya. 4. Warga Masih rendahnya pengetahuan tentang penyakit DBD, cara penularan, pencegahan dan pengobatan DBD dan belum terlaksananya program 3M plus a. Solusi I Rencana : melakukan penyuluhan yang berkesinambungan baik di dalam maupun di luar gedung . Pelaksana : petugas promkes dan kesling Pelaksanaan : Dalam gedung : dilakukan penyuluhan kepada masyarakat yang datang berobat, penyuluhan tentang DBD dilakukan 1 kali sebulan. (lampiran 2). Luar gedung : dilakukan penyuluhan di majelis talim setiap jumat malam dan sekolah-sekolah setiap akhir semester ( 1x6 bulan) Target : terlaksananya penyuluhan di dalam dan diluar gedung yang berkesinambungan . b. Solusi II Rencana : menjadikan orang tua yang pernah menderita DBD atau anaknya pernah sakit, meninggal karena DBD sebagai kader aktif di wilayah masing-masing Pelaksana : Puskesmas, pihak kecamatan dan kelurahan Pelaksanaan : petugas Puskesmas mencari dan melatih calon kader yang masuk kriteria di atas, berkerja sama dengan pihak kecamatan untuk mengesahkan dan mengeluarkan SK bagi kader yang sudah di tunjuk.

Metode : 1. Belum optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai DBD di dalam dan di luar gedung

Rencana : Merekomendasikan cara penyuluhan yang dua arah baik di dalam maupun di luar gedung dalam rapat dengan pimpinan Puskesmas, pemegang program DBD, dan promkes.

Pelaksana : Dokter muda Pelaksanaan : Dokter muda ikut dalam loka karya mini bulan September 2012 dan mengajukan rekomendasi tersebut

Target : disetujuinya rekomendasi dokter muda

2. Tidak terlaksananya lagi program pemantauan jentik berkala. Rencana : mengadakan perlombaan kelurahan sehat dengan salah satu indikatornya adalah wadah air bebas jentik antar kelurahan di padang timur yang mana Puskesmas berperan sebagai fasilitator bekerjasana dengan DKK dan kecamatan Padang Timur sebagai tim pelaksanan dan dengan masing-masing kelurahan dalam pelaksanaan perlombaan ini. Pelaksana : pemegang program,DKK, kelurahan. Pelaksanaan : jika rencana program disetujui oleh pihak kecamatan, akan dilaksanakan pemantauan jentik 3 kali setahun pada bulan Januari, Juni, Oktober. Jika tidak disetujui maka akan dicari kader atau sukarelawan dalam melakukan kegiatan pemantauan jentik berkala. Target : terlaksananya pemantauan jentik berkala minimal 3 kali setahun kecamatan Padang Timur,

3. Belum optimalnya program fogging dan sasaran program fogging utnuk pencegahan penyakit DBD Rencana : Fogging minimal dilakukan 1x4 bulan Pelaksana : Pemegang program dan pihak kelurahan Pelaksanaan : mengirim proposal kegiatan ke dinas Kesehatan Kota untuk menjalankan fogging berkala setiap 4 bulan. Proposal dikirim pada bulan September Target : Mendapat dukungan dari Dinas Kesehatan Kota untuk melakukan fogging berkala ( tiap 4 bulan)

4. Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong bersama untuk membersihkan lingkungan Rencana : Melakukan gotong royong sekali sebulan Pelaksana : Perangkat kelurahan dan masyarakat setempat Pelaksanaan : gotong royong dilakukan pada hari Minggu pertama setiap bulannya. 5. Belum optimalnya pemberian bubuk abate untuk memberantas jentik-jentik nyamuk - Rencana : membagikan bubuk abate sekali 3 bulan ke SD, SMP dan bekerjasama dengan kelurahan, RT, PKK untuk dibagikan ke warga - Pelaksana : pemegang program. Kader dan pihak kelurahan - Pelaksanaan : pembagian bubuk abate dilaksanakan pada bulan januari, april, juli, oktober 2013.

Lingkungan :
1. Adanya tanah- tanah kosong di lingkungan masyarakat yang berisi barang-

barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air - Rencana : Petugas puskesmas melakukan survey terhadap tanah-tanah kosong yang ada di wilayah kerja puskesmas Melakukan advokasi terhadap pemilik tanah untuk membersihkan tanahnya dari barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat genangan air Jika tidak ada pemiliknya, lakukan advokasi terhadap lurah dan masyarakat untuk membersihkan tanah kosong itu bersama dan tidak membuang sampah ke tanah tersebut. - Pelaksana : petugas puskesmas, pihak kelurahan dan masyarakat - Pelaksanaan : - Target : bersihnya tanah kosong dari barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

2. Banyaknya air-air tergenang di pot-pot dan di barang-barang bekas di rumah warga, sekolah sekolah, mesjid, dan pasar. - Rencana : melakukan sweeping terhadap pot-pot dan barang-barang bekas yang tergenang airnya di rumah warga, sekolah, mesjid dan pasar - Pelaksana : pihak kelurahan dan masyarakat dan pihak sekolah, dan pihak yang terkait - Pelaksanaan : dilaksanakan pada hari minggu pertama setiap bulannya. - Target : terlaksananya sweeping minimal 1 kali sebulan.

3. Adanya rumah-rumah masyarakat dengan kamar mandi yang tidak digunakan tapi bak penampungan airnya diisi air dan dibiarkan begitu saja. Rencana : membagikan surat edaran dari kepala puskesmas ke kelurahan untuk mengosongkan atau menutup bak-bak penampungan air yang tidak digunakan dan memberikan pemberitahuan kepada masyarakat melalui pengumuman di mesjid-mesjid. Pelaksana : pihak puskesmas, pihak kelurahan dan masyarakat Pelaksanaan : dilaksanakan pada hari minggu pertama setiap bulannya untuk pemberitahuan melalui pengumuman di mesjid-mesjid dan surat edaran oleh kepala puskesmas pada minggu pertama setiap tahunnya. Target : pengumuman di mesjid-mesjid minimal sekali sebulan dan terlaksananya surat edaran minimal 1 kali setahun.

Material : 1. Masih kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi publik, media cetak lokal dan radio-radio lokal tentang kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD. Rencana : PWS bersama kader bekerjasama dengan lurah atau camat dalam mengumpulkan informasi tentang masyarakat yang mengalami kesakitan dan kematian di sekitar tempat tinggalnya

dan mengumumkan ke masyarakat lainnya sebagai peringatan seperti melalui toa mesjid dan lurah. Petugas puskesmas menjalin kerjasama dengan media

informasi baik media cetak atau media elektronik dalam menginformasikan angka kesakitan dan kematian yang telah terjadi di wilayah kerja Puskesmas sebagai akibat dari dampak DBD. Pelaksana : Petugas puskesmas, PWS dan kader. Pelaksanaan : a. Kader bersama dengan tokoh masyarakat setempat membuka layanan wajib lapor tentang informasi masyarakat yang sedang menderita DBD di wulayah kerjanya. b. Petugas Puskesmas bekerjasama dengan PWS mengumpulkan informasi tentang kasus DBD yang terjadi di wilayah kerjasama, kemudian dipublikasikan juga ke media massa cetak dan elektrolit tentang fakta kasus yang sedang terjadi sebagai peringatan dini untuk masyarakat lainnya. Target : terlaksananya sistem penginformasian tentang kasus DBD yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat setempat. 2. Masih kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, leaflet dan stiker tentang pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Rencana : (Lampiran) Membagikan leaflet kepada warga masyarakat dalam setiap pelaksanaan penyuluhan. Memasang pamflet, poster dan stiker di tempat umum yang strategis, seperti: kantor kelurahan, sekolah, tempat-tempat organisasi masyarakat dan angkot, mesjid, kedai. Pelaksana : petugas puskesmas dan kader Pelaksanaan : Pembagian leaflet kepada warga pada saat penyuluhan

Penempelan poster-poster di tempat umum yang strategis seperti: kantor kelurahan, sekolah, tempat-tempat organisasi masyarakat pada bulan Agustus memanfaatkan momen kemerdekaan RI. Target : terlaksananya pembagian leaflet, penempelan pamflet, poster dan stiker.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dari makalah ini dapat disimpulkan beberapa hal bahwa angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas cendrung konstan tiap tahunnya. Beberapa wilayah kerja Puskesmas Andalas termasuk wilayah endemik DBD dengan jumlah kasus yang tinggi, serta salah satu wilayahnya menjadi KLB di bulan Januari 2012.Angka kematian akibat DBD juga cendrung konstan setiap tahunnya dan telah terjadi KLB DBD pada awal Januari 2012. Kejadian ini dapat disebabkan oleh : Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit, cara penularan, pengobatan dan pencegahan DBD Masyarakat di kelurahan belum melakukan prilaku hidup bersih dan sehat contohnya 3 M untuk mencegah DBD Belum optimalnya peran serta tokoh masyarakat dalam menghimbau masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat seperti program 3M Tidak adanya jentik) Kurang optimalnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit DBD dan upaya kader yang berperan sebagai jumantik (juru pemantau

pencegahannya di tempat-tempat umum. Kurang optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya khususnya penyuluhan di luar gedung Kurang berjalannya kerjasama lintas program antara bagian P2M, Kesling, Promkes serta Pembina wilayah dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. Belum optimalnya pemeriksaan jentik berkala Belum optimalnya program foging dan sasaran program foging untuk pencegahan penyakit DBD Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong rutin untuk membersihkan lingkungan sekitar Lingkungan kurang bersih dan tidak sehat

5.2 Saran Agar POA ini dapat dilaksanakan dengan merealisasikan alternative pemecahan masalah melalui upaya meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga ke depannya penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi serta dapat menurunkan angka kejadian DBD di wilayah Padang Timur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2. Sumarmo Poorwo Soedarmo. Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Dalam Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Sri Rezeki H Hadinegoro dan Hindra Irawan Satari, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1999. Hal 1-13. 3. Daerah Waspadai Demam Berdarah. Diakses dari: http ://bataviase.co.id /node/87482 4. Garna H, Hadinegoro SR, Sumarmo. Infeksi Virus Dengue. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002 hal 176-208 5. Siregar,Faziah A. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarh Dengue di Indonesia. Diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

fazidah3.pdf tanggal 20 Februari 2009 6. Puskesmas Andalas. 2007. Laporan Tahunan Puskesmas Andalas 2007. 7. Puskesmas Andalas. 2008. Laporan Tahunan Puskesmas Andalas 2008. 8. Puskesmas Andalas. 2009. Laporan Tahunan Puskesmas Andalas 2009 9. Puskesmas Andalas. 2010. Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2010 10. Puskesmas Andalas. 2011. Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011 11. Puskesmas Andalas. 2012. Laporan Semester 1 Puskesmas Andalas 2012 12. Indikator Indonesia Sehat 2010. Kepmenkes 1020/2003 Suhendro, Leonard Nainggoland, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III: Tropik Infeksi. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hal 1709-1713 13. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999.

14. Suhendro,dkk. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,Jakarta 2006 : 1709-1713 15. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention, & Control 2ndEdition. Geneva: World Health Organisation. 1997
16. Sumarmo S, Herry Garna dan Sri Rezeki S. Infeksi Virus Dengue. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis; edisi pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2002

17. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta : ERLANGGA, 2005. (monitoring evaluasi)

You might also like