You are on page 1of 16

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /7

ASFIKSIA
A. Definisi Suatu keadaan tubuh yang kekurangan oksigen (hipoksia) atau bahkan anoksia dalam darah dan jaringan hingga tingkat tertentu, dimana kehidupan tidak mungkin berlanjut lagi.

B. a. b. c. d. e.

Etiologi Obstruksi mekanis : Smothering Gantung Pencekikkan Strangulasi Tenggelam Non traumatic : a. b. Konsentrasi O2 berkurang Konsentrasi CO2 dan CO meningkat

Kollaps paru Emboli arteri pulmonalis Kelelahan : Pada paralisis otot pernapasan, tonik spasme pada tetanus

C.

Stadium Asfiksia
-

Fase dispnea Reaksi fisiologis terhadap penurunan saturasi oksigen, sehingga menstimulasi pusat pernafasan, antara lain pernafasan cepat dan dalam, otot-otot bekerja, pols cepat, kesadaran berkurang. Hal ini berlangsung dalam 1 menit.

Fase konvulsi (expiratory dispnea) Oksigen menurun dan penurunan CO2 akan menimbulkan rangsangan CO2 di otak, sehingga darah O2 tertahan di vena dan kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan kesadaran dan timbul konvulsi, kontraksi dari beberapa otot (kejang/konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /8

jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2. Stadium ini berlangsung selama 1-2 menit.
-

Fase apnea (exhaution) Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

Fase akhir Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernafasan berhenti.

D.

Tanda Asfiksia Pemeriksaan Luar : a. Sianosis karena menurunnya tekanan oksigen dalam darah dan meningkatnya CO2. Asfiksia akan menyebabkan dilatasi kapiler, sehingga aliran darah stasis yang menyebabkan venous return menurun. Hal ini akan menyebabkan darah pulmonal menurun, dan oksigenasi akan menurun, sehingga terjadi sianosis. Sianosis terjadi di ujung-ujung jari dan kuku
b. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi

lebam lebih luas akibat kadar CO2 yg tinggi dan aktivitas fibrinolisin dlm darah

sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.


c. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. d. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler.

Pemeriksaan dalam :
a.

Permeabilitas kapiler yang meningkat akan menyebabkan sel endotel rusak, sehingga - gelatin pada otak dan miokard
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

transudat masuk ke jaringan:

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /9

- pleura dan perikard tertimbun cairan - Edema mediastinum dan paru


b.

Tardeau spot Bintik-bintik perdarahan/ petekie pada lapisan visceral Patofisiologi : - anoksia dan stasis - meningkatnya permeabilitas kapiler -meningkatnya tekanan intra kapiler -pelebaran pembuluh darah balik

c.

Kongesti organ -

Darah akan terlihat gelap dan encer karena aktivitas fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati Jalan nafas : mukosa trakea dan bronkus menjadi merah tua karena kongesti, dan dapat dijumpai busa halus.

d.

Petekie pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung, daerah

aurikuloventrikularis, subpleura viseralis paru terutama dilobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. e. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid.

TANATOLOGI
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /10

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).
a) Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang

kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.
b) Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem

kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam. c) Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ. d) Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. e) Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredarahan darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /11

hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera. A. Tanda kematian tidak pasti 1. 2. 3. 4. Pernapasan berhenti, dinilai setelah lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yng dapat dipercaya, karena Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah auskultasi).

mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan. menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang.
5.

Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah

kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap. 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. B. Tanda pasti kematian 1. Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisis yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20 30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8 12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /12

lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8 12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
2.

Kaku mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih

dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /13

arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil, dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:
b. Cadaveric spasm (instantaneous rigor) adalah bentuk kekakuan otot yang

terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
c. Heat stiffening yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.

Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
d. Cold stiffening yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga

terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdenar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /14

3.

Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena

proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
4.

Pembusukan (decomposition, putrefaction). Pembusukan adalah proses

degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfmethemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar,
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /15

seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attittude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi. Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kirakira 36 48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasa secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal. Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5oC suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bateri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /16

tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri. 5. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang

berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin. Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans, 1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter. Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superfisil yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan terbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /17

stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.
6.

Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang

cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal. C. Perkiraan saat kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-

kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /18

3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7 10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. 2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut. 3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. 4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg % menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 100 jam pasca mati. 7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /19

terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

PEMBAHASAN
Pada tanggal 20 September 2010 pukul 07.00 WIB, telah diterima mayat seorang lakilaki yang dikirim bersama Surat Permintaan Visum (SPV) dari kepolisian Resor Metropolitan Tangerang Sektor Pondok Aren dengan nomor polisi B/ 482/ IX/ 2010/ Sek.Aren, tertanggal 19 September 2010. Adanya Surat Permintaan Visum (SPV) berarti syarat untuk pembuatan Visum et Repertum (VER) telah terpenuhi dan mewajibkan dokter untuk memberikan bantuan kepada pihak penyidik sesuai dengan pasal 179 ayat 1 KUHAP yang berbunyi Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Istilah Visum et Repertum sendiri tidak pernah tercantum dalam KUHAP, namun dasar hukum pengadaannya sesuai dengan pasal 133 KUHAP ayat 1 yang berbunyi Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. dan ayat 2 yang berbunyi Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Pernyataan ini sesuai dengan definisi Visum et Repertum, yaitu surat keterangan ahli yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia baik hidup ataupun mati, bagian tubuh manusia, atau yang diduga bagian tubuh manusia, yang dibuat berdasarkan keilmuannya, di bawah sumpah, demi kepentingan peradilan. Pada pukul 07.45 WIB dilakukan pemeriksaan luar jenazah laki-laki berusia sekitar 33 tahun. Pada pemeriksaan ditemukan kaku mayat seluruh tubuh dan sukar dilawan. Lebam mayat ditemukan pada daerah wajah, leher, punggung, pinggang berwarna merah keunguan,
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /20

tidak hilang dengan penekanan. Waktu perkiraan kematian korban adalah lebih dari 12 jam dan kurang dari 24 jam. Adanya beberapa perlukaan yaitu pada luka lecet tekan di lengan tangan kanan dan kiri.akibat kekerasan tumpul. Mekanisme kematian mayat ini, terdapat tanda-tanda asfiksia dilihat dari pemeriksaan luar terdapat bintik perdarahan pada selaput kedua bola mata. Dan dari pemeriksaan dalam terdapat bintik perdarahan pada jantung dan paru. Maka mekanisme kematian mayat ini adalah karena mati lemas (asfiksia). Perkiraan sebab kematian pada orang ini masih menunggu pemeriksaan histopatologi forensik, namun kematian akibat penyakit jantung tidak dapat disingkirkan.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, syarat prosedur medikolegal seperti SPV, label mayat, surat Pemeriksaan luar ditemukan adanya tanda-tanda perlukaan pada luka lecet

persetujuan keluarga dalam penanganan jenazah telah dipenuhi dengan baik. tekan di tangan kanan dan kiri, akibat kekerasan tumpul. Perkiraan sebab kematian pada orang ini masih menunggu pemeriksaan histopatologi forensik, namun kematian akibat penyakit jantung tidak dapat disingkirkan.

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /21

LAMPIRAN SURAT VISUM ET REPERTUM

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

Presentasi Kasus /ASFIKSIA /22

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik / UMJ / Periode 06 September - 09 September 2010

You might also like