You are on page 1of 26

MOLA HYDATIDOSA

Oleh

MikeYulia Fandri 0618011027

Preceptor

dr. Ody Wijaya, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG Desember 2012

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.

Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah mola hidatidosa. Insidensi mola hidatidosa Di Indonesia menurut laporan beberapa peneliti dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda, angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 55 sampai 1 : 45 kehamilan. Surabaya antara tahun 2001 sampai 2003 diperoleh angka kejadian 1:96 persalinan, antara tahun 2000 sampai 2002 angka kejadian mola hidatidosa 1:63 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas, nampak adanya kenaikan angka kejadian mola hidatidosa disurabaya dan sekitarnya. Sedangkan di Negara Barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada Negara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan.

Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih tinggi pada wanita sosial ekonomi rendah.

Delapan puluh persen mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu penanganan kasus mola harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola dimana follow-up pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut. Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien dengan mola parsial dapat berkembang penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.

II. ISI

A. DEFINISI Mola hydatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.

Mola hydatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hydatidosa. Mola hydatidosa komplet tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein (25-30%).

Gambar 1. Mola hydatidosa komplet

Pada mola hydatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama.

Gambar 2. Mola hydatidosa inkomplet

B. Etiologi Penyebab mola hydatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain: a. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. b. Imunoselektif dari trofoblast. c. Keadaan sosio ekonomi yang rendah. d. Paritas tinggi. e. Kekurangan protein f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

C. Faktor resiko Faktor resiko Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim yaitu yang berusia kurang dari 15 tahun dan yang lebih dari 40 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita yang lebih muda. Riwayat mola hidatidosa atau abortus spontan sebelumnya, juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin A. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.

D. Patogenesis Mola hydatidosa dapat terbagi menjadi : a. Mola hdatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. b. Mola hydatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : Teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.

Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah
dan kematian mudigah.

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

E. Klasifikasi Perkembangan penyakit trofoblas ini amat menarik dan ada tidaknya janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplit (klasik) dan parsial (inkomplit).

A. Mola Hydatidosa Komplit ( Klasik) Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain: Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi Tidak adanya janin dan amnion

Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu : 1. Mola Sempurna Androgenetic Homozygous Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan.

Heterozygous Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.

2. Mola Sempurna Biparental Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.

B. Mola Hidatidosa Inkomplit ( Parsial) Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.

Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. satu 23,X ,dan lainnya 23 Y. Oleh karena itu mola parsial adalah triploid (69 ,XXY) Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.

F. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. C. Anamnesis : Gejala yang dapat ditemukan pada mola hydatidosa adalah sebagai berikut :

1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini biasa intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian karena perdarahan ini, maka umumnya mola hidatidosa masuk RS dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur. 2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus beta-HCG yang menyebabkan peningkatan beta-HCG

hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. 3. Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 mmHg, proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.

10

4. Kista lutein unilateral/bilateral Mola hydatidosa sering disertai dengan kista lutein. Umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista. 5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan. 6. Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin. 7. Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan urin. 8. Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi

tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.

11

Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin.

D. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Tidak teraba bagian janin, tidak ada bunyi jantung janin. Uji batang sonde (Acosta-Sison / Hanifa) tidak ada tahanan massa konsepsi. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon

12

terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.

E. Laboratorium Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif.

Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.

Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.

F. Foto rontgen abdomen Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto rontgen. Selain itu juga untuk melihat kemungkinan adanya metastase.

13

G. USG Pada kelainan mola, bentuk karakteristik yang khas berupa gambaran seperti badai salju (snow flake pattern/ snow strom) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb) dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.

Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi bimanual.

14

Gambar 3. USG Mola hidatidosa komplet tampak gambaran snowstorm

Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang mengindikasikan vili korionik hidrofik. Sementara USG yang high-resolution mampu menunjukkan suatu massa intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small cysts).

Gambar 4. USG Mola hidatidosa inkomplet tampak gambaran swiss cheese

15

Gambar 5. Theca lutein cysts

H. Amniografi Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.

I. Uji sonde Hanifa Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
16

J. T3dan T4 Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.

K. Penemuan Histologis (Histologic Findings)

Mola lengkap (complete mole) Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas proliferasi trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation), hydropic villi, dan kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan, mola lengkap menunjukkan overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan (growth factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.

Mola parsial (partial mole) Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin, vili hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer

Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH. (2005) gambaran khas mola hidatidosa parsial memiliki empat gambaran khas: 1) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi, dan hiperplasi trofoblas. 2) Scalloping yang berlebihan dari vili. 3) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol. 4) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.

17

G. DIAGNOSIS BANDING Kehamilan dengan mioma Abortus Hidramnion Gemeli Kehamilan ektopik

H. Komplikasi Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.

Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.

Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi

(postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.

Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC).

18

Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.

I. Penatalaksanaan 1. Perbaiki keadaan umum. Transfusi darah jika anemia atau syok. Menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa. 2. Pengeluaran jaringan mola (evakuasi) : Vakum Kuretase Setelah keadaan umum baik, dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto thorax selesai bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai sepuluh hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betulbetul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan. Histerektomi Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan pada: a. wanita diatas 35 tahun

19

b. anak hidup di atas 3 orang c. wanita yang tidak menginginkan anak lagi Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar -HCG menurun. Histerotomi Tidak lagi menjadi metode pilihan. 3. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi. 4. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif.

J. PENGAMATAN LANJUTAN Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas ( 20%). Anjuran untuk pada semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya, keganasan, belum dapat diterima oleh semua pihak. Pada pengamatan lanjutan, selain memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya metastasis, sangat penting untuk memeriksa kadar hormon koriogonadotropin (hCG) secara berulang.

20

Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi negatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu dilakukan pemeriksaan radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yang rendah.

Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar hCG menjadi negatif, pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama dilakukan pemeriksaan hCG, penderita diberitahukan supaya tidak hamil. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal : 1) mencegah kehamilan baru, dan 2) menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam 3 minggu berturut-turut atau malah naik, dapat diberikan kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus dipertahankan; dalam hal ini dilakukan histerektomi.

Kemoterapi

dapat

dilakukan

dengan

pemberian

Methotrexate

atau

Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan.

21

K. Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan. Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati.

Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eclamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk

memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor risiko ini.

Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5 .

22

KESIMPULAN

1. Kehamilan Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. 2. Mola hidatidosa terbagi menjadi : a. Mola hidatidosa komplet b. Mola hidatidosa parsial 3. Perdarahan vaginal merupakan gejala utama mola hidatidosa, dimana gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. 4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium, radiologik, dan histopatologik. 5. Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu a. Perbaiki keadaan umum b. Pengeluaran jaringan mola c. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika d. Follow up 6. Komplikasi Perforasi uterus Perdarahan Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) Emboli trofoblas

23

DAFTAR PUSTAKA

Cuninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. Hal 930-938. Diyah Metta Ningrum dan Ova Emilia, 2008. Diagnosis Dan Manajemen Mola Hidatidosa. Download tanggal 8 Desember 2012 dari :

http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html Mansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal 265-267. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta. Hal 341-348. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. 1999. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. Hal . 262-264

24

25

You might also like