You are on page 1of 36

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Disritmia merupakan salah satu gangguan dari sistem kardiovaskuler. Disritmia adalah tidak teraturnya irama jantung. Disritmia disebabkan karena terganggunya mekanisme pembentukan impuls dan konduksi. Hal ini termasuk terganggunya sistem saraf. Perubahan ditandai dengan denyut atau irama yang merupakan retensi dalam pengobatan. Sebab cardiac output dan miokardiac contractility.

1.2. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakokinetika.

1.3. Manfaat Manfaat pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengertian dari aritmia. 2. Mengetahui obat-obat antiaritmia spesifik. 3. Mengetahui farmakokinetik dari obat aritmia. 4. Mempelajari manfaat dan risiko obat arimia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996). Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel. Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli. Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia : 1. Periode refrakter Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak. Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative. 2. Blok Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls. 3. Pemacu ektopik atau focus ektopik

Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung AV atau kompleks ventricular. 4. Konduksi tersembunyi Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-perubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter. 5. Konduksi aberan. Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda. Konduksi atrial aberan ditandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda. 6. Re-entri. Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impuls yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang. 7. Mekanisme lolos. Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas. 2.2. Klasifikasi Pada umumnya artimia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : 1. Gangguan pembentukan impuls a) Gangguan pembentukan impuls di sinus Takikardia sinus, bradikardi sinus, artimia sinus, henti sinus. b) Gangguan pembentukan impuls di artria (aritmia atrial)
3

Ekstrasistol atrial, takiakardia atrial, gelepar atria, fibrilasi atrial, pemacu kelana atrial. c) Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung) nghubung AV, takikardia penghubung AV, irama lolos penghubung AV. d) Pembentukan impuls di ventricular (artimia ventricular) Ekstrasistole ventricular, takikardia ventricular, gelepar ventricular, fibrilasi ventricular, henti ventricular, irama lolos ventricular. 2. Gangguan penghantaran impuls Blok sino atrial, blok atrio-ventrikular, blok intraventrikular.

2.3. Etiologi Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung : 1. Irama abnormal dari pacu jantung. 2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung. 3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewaktu menghantarkan impuls melalui jantung. 4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung. 5. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah : 1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). 2. Gangguan sirkulasi koroner (atherosclerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. 3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya. 4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia). 5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. 6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. 7. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis). 8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
4

9. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. 10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. 11. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

BAB III PEMBAHASAN Aritmia jantung sering merupakan masalah dalam praktek klinis yang timbul hingga 25% pada pasien yang diobati dengan digitalis,50% pada pasien yang dianestsi, dan lebih dari 80% pada pasein infark miokard akut. Aritmia mungkin memerlukan pengobatan karena irama yang terlau cepat, terlalu lambat atau tidak sinkron dapat mengurangi curah jantung. Beberapa aritmia dapat mencetuskan gangguan irama yang lebih serius atau bahkan mematikan-misalnya depolarisasi vetrikel prematur dini dapat memprsipitasi fibrilasi ventrikel. Pada pasien tersebut, obat aritmia mungkin dapat meyelamatkan hidupnya. Dengan kata lain, bahaya obat aritmia dan khususnya fakta bahwa obat tersebut dapat mempesipitasi aritmia letal pada beberapa pasien telah menyebabkan evaluasi kembali risiko relatif dan keuntungan obat tersebut. Pada umumnya, sebaiknya pengobatan aritmia tanpa gejala atau gejala yang minimal harus dihindari, karena alasan diatas. Aritmia dapat diobati dengan obat yang akan dibahas dalam bab ini dan dengan terapi nonfarmakologi seperti pacu jantung, kardioversi, kateter ablasi, dan pembedahan. Bab ini menguaikn farmakologi obat yang mensupresi aritmia melalui kerja langsung pada membran sel jantung. 3.1. ELEKTROFIOLOGI IRAMA JANTUNG NORMAL Implus listrik yang mencetus kontraksi jantung yang normal dimulai dengan interval teratur di nodus sinoatrial, umumnya pada frekuensi 60-100 denyut per menit. impuls ini menyebar cepat melalui atrium dan memasuki nodus atrioventrikel yang biasanya merupakn satu-satunya jalur hantaran antara atrium dan ventrikel. Hantaran melalui nodus atrioentrikel bersifat lambat, memerlukan waktu sekitar 0,15 detik (penundaan ini memberikan waktu untuk atrium berkontraksi guna mendorong darah kedalam ventrikel). Impuls tersebut kemudian menyebar pada sistem His-Purkinye dan menyebar keseluruh bagian ventrikel, dimulai pada permukaan endokardial dekat apeks dan berakhir pada permukaan epikardial di basis jantung. Aktivitas ventrikel sempurna dalam waktu kurang dari 0,1 detik; sehingga kontraksi semua otot ventrikel serentak an efektif secara hemodinamik.

Aritmia terdiri dari depolarisasi jantung yang menyimpang dari uraian diatas dalam satu aspek atau lebih yaitu terdapat kelainn pada tempat asal impuls, kecepatan atau regularitasnya, atau hantarannya. Dasar Ionik Aktivitas Listrik Membran Potensial transmembran sel-sel jantun ditentukan oleh konsentrasi beberapa ion terutama natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca +) dan klorida (Cl) pada kedua sisi membran dan permeabilitas membran terhadap masing-masing ion. Ion-ion larut air ini tidak dapat berdifusi dengan bebas melewati membran sel lipid akibat respon terhadap gradien konsentrasi dan elektriknya; ion-ion ini membutuhkan kanal aqueous (protein pembentuk por-pori spesifik) untuk difusi tersebut. Jadi,ion hanya berpindah meleawati membran sel sebagai respon terhadap gradiennya pada waktu tertentu selama siklus jantung, saat kanal ion terbuka. Perpindahan ion menghasilkan arus yang membentuk dasar potensial jantung. Masing-masing kanal ini bersifat relatif ion-spesifik dan arus ion yang melaluinya diangap dinkontrol oleh gerbanggerbang (mungkin suatu rantai peptida fleksibel atau sawar energi). Tiap tipe kanal memeliki jenis gebangnya sendiri (natrium,kalsium,dan beberapa kanal kalium dinaggap mempunyai dua tipe gerbang pada stiap kanalnya)., dan setiap tipe gerbang dibuka dan ditutup oleh kondisi tegangan transmembran spesifik, ionik, atau keadaan metabolik. Sisanya, kebanyakan sel tidak terlalu permeabel terhadap natrium, tetapi pada awal masing-masing potensial aksi, sel tersebut cukup permeabel. Dalam istilah elektrofesiologi, hantaran kanal natrium cepat mendadak meningkat akibat reson terhadap stimulus yang menyebabkan depolarisasi. Dengan cara yang sama, kalsium masuk dan kalium meninggalkan sel pada setiap potensial aksi. Oleh karena itu,selain kanal ion, sel juga harus memiliki mekanisme untuk mempertahankan kondisi transmembran ionik stabil dengan membentuk dan mempertahankan gradien ion. Hal terpenting dari mekanisme aktif ini adalah pompa natrium, Na+/ K+ ATPase, keduanya telah dijelaskan di bab sebelumnya. Pompa ini dan pembawa ion aktif lain memperbesar potensial transmembran secara tidak langsung dengan mempertahankan gradien yang dibutuhkan untuk difusi melewati kanal. Selain itu, beberpa pompa dan penukar ion menghasilkan aliran arus bersih (misalnya dengan pertukaran tiga ion Na+ dengan dua ion K+) dan karenanya disebut elektrogenik.
7

Jika membran sel jatung menjadi permeabel terhadap ion tertentu (yaitu,saat kanal selektif untuk ion tersebut terbuka), perpindahan ion melewatimmbran sel ditentukan oleh hukum Ohm: arus = tegangan tahanan, atau arus = tegangan x hantaran. Hantaran ditentukan oleh sifat masng-masing potein kanal ion. Isitilah tegangan berbeda antara potensial membran sebenarnya dan potensial pembalikkan untuk ion tersebut (potensial membran saat tidak ada arus yang mengalir walaupun kanal terbuka). Sebagai contoh saat natrium berada pada sel jantung yang istirahat, trdapat gradien konsentrasi yang besar (140 mmol/L Na+ diluar; dan 10-15 mmol/L Na+ didalam) dan gradien elktrik yang besar ( 0 mV diluar; -90 mV di dalam) yang akan mendorong Na+ masuk kedalam sel. Natrium tidak dapat masuk kedalam sel yang istirahat karena kanal natrium tertutup; ketika kanal natrium terbuka, masuknya ion Na+ dalam jumlah yang sangat besar berperan dalam depolarisasi fase 0. Keadaan untuk ion K+ pada sel jantung yang istirahat cukup berbeda. Pada keadaan ini gradien kosentrasi (140 mmol/ L didalam; 4 mmol/L diluar)akan mengantarkan ion keluar dari sel, tetapi gradien elektrik akan menghantarkannya masuk, jadi gradien ke dalam seimbang dengan graien keluar. Pada kenyataannya, beberapa kanal kalium (kanal penyerahan ke dalam) terbuka saat istirahat.,tetapi terdapat sedikit arus yang mengalir melalui kanal ini akibat keseimbangan tersebut. Keseimbangan atau petensial pembalikan, untuk ion dihitung dengan persamaan Nernst:

Eion = 61 x log{

Dengan Ce dan Ci adalah konsentrasi ekstrasel dan intrasel, dikali dengan koefisien aktivitasnya. Perhatikan bahwa peningakatan kalium ekstrasel membuat Ek
kurang

negatif. Jika hal ini terjadi,membran akan terdepolarisasi sampat tercapai Ek

yng baru. Jadi, konsentrasi kalium ekstrasel dan fungsi kanal penyearah ke dalam merupakan faktor utama yang menentukan potensial membran sel jantung saat istirahat. Kondisi yang diterapkan untuk menerapkan persamaan Nerst diperkirakan saat puncak overshoot (menggunakan konsentrasi kalium) pada sebagian besar sel jantung yang bukan sel pemacu jantung. Apabila permeabilitas merupakan hal penting untuk kalium da natrium, persamaan Nernst bukanlah pediktor potensial membran yang baik, tetapi dapat digunakan persamaan Glodman-Hodhkin-Katz:

Emem = 61x log


Membran Sel Aktif

Pada sel atrium, purkinye, dan ventrikel yang normal potensial aksi upstroke (fasa 0) tergantung pada aliran natrium dalam tiga tahapan kanal. Protein kanal natrium dijantung telah diklon, dan saa ini diketahui bahwa keadaan kanal ini sebenarnya menggambarkan konformasi protein yang berbeda. Saat ini telah diketahui regio protein yang memberi jalan khusus, seperti penginderaan (sensing) tegangan, pembentukan pori, dan inaktivasi. Depolarisasi terhadap tegangan ambang menghasilkan pembukaan gerbang(m) aktivasi kanal natrium. Jika gerbang (h) inaktivasi kanal tersebut belum tertutup, kanal ini sekarang terbuka atau diaktifan, dan permeabilitias natrium sangat meningkat ajam melampaui permeabilitas seluruh ion lain. Oleh akrena itu, antrium ekstrasel berdifusi menurunkan gradien elektrokimianya ke dalam sel, dan potensial membran dengan segera mendekati potensial keseimbangan natrium Ena (sekitar +70 mV jika Nae = 140 mmol/L dan Nai = 10 mmol/ L). Aliran natrium yang hebat berlangsung sangat singkat karena pembukaan gerbang m saat depolarisasi segera diikuti oleh penutupan gerbang h atau inaktivasi kanal natrium. Efek Potensial Istirahat Terhadap Potensial Aksi Faktor kunci dalam patofisiolog arutmia dan kerja obat aritmia adalah hubungan antara potensial istirahat suatu sel dengan potensial aksi yang dapat

dibangkitkan selama proses tersebut. Karena inaktivasi gerbang kana natrium pada membran istirahat menutup pada rentang potensial -75 samapai -55 mV, kanal natrium yang tersedia untuk difusi ion natrium menjadi lebih sedikit bila suatu potensial aki dibangkitkan dari potensial istirahat -60 mV daripada jika dibangktkan dari potensial istirahat -80 mV. Akibat penting penurunan puncak permeabilitas natrium meliputi pengurangan kecepatan gerakan keatas (disebut V
maks

untuk

kecepatan maksimum perubahan tegangan membran), penurunan amplitudo potensial aksi, penurunan rangsangan, dan penurunan kecepatan hantaran. Selama pleteau potensial aksi,sebagian besar kanal natrium diinaktifkan. Selama repolarisasi, terjadi pemulihan dari inaktivasi yang menyebabkan kana
9

tersedia kembali untuk perangsangan. Waktu antara fase 0 dan pemulihan yang cukup kanal natrium pada fase 3 untuk memungkinkan terjadinya penyebaran respon baru terhadap stimulus eksternal disebut periode refrakter. Perubahan pada periode refrakter (ditentukan oleh perubahan pemulihan inaktivasi atau perubahan durasi potensial aksi) dapat berperan penting pada asal mula atau penekanan aritmia

tertentu. Efek penting lain dari kurang negatifnya potensial istirahat adalah waktu pemulihan yang memanjang. Stimulus pendepolarisasi yang singkat, mendadak, baik itu akibat dari penyebaran potensial aksi ataupun penyusunan elektroda eksternal, akan

menyebabkan terbukanya sejumlah besar gerbang aktivasi sebelum sejumlah gerbang inaktivasi yang bermakna dapat menutup. Sebaliknya, reduksi (depolarisasi) potensial istirahat yang lambat, baik disebabkan oleh hiperkalemia, blokade pompa natrium, ataupun kerusakan sel karena natrium iskemik, akan menyebabkan penekanan arus natrium selama upstroke potensial aksi. Depolarisasi potensial istirahat ke tingkat positif sampai -55 mV akan menghilangkan kasus natrium, selama semua kanal natrium tidak diaktifkan. Tetapi sel yang terdepolarisasi hebat telah diketahui dapat menyokong potensial aksi khusus pada keadaan yang meningkatkan permeabilitas kalsium atau menurunkan permeabilitas kalium Respon lambat ini-kecepatan upstroke lambat dan hantaran lambat-tergantung pada aliran masuk kalsium dan membentuk aktivitas listrik normal pada nodus sinoatrial dan atrioventrikel, karena jaringan tersebut mempunyai potensial istirahat normal dalam batas -50 sampai -70 mV. Respons yang lambat mungkin juga penting untuk aritmia tertentu. Teknik biologi molekular yang canggih dan elektrofisiologi dapat mengidentifikasi berbagai subtipe kanal kalsium dan kalium. Di masa yang akan datang, mungkin dikembangan satu cara yang dapat membedakan sensitivitas subtipe tersebut terhadap efek obat sehingga obat dapat ditargetkan pada subtipe kanal spesifik. 3.2. MEKANISME ARITMIA Banyak faktor yang dapat mencetuskan atau memperburuk aritmia: iskemia, hipoksia,asidosis atau alkalosis, abnormalitas elektrolit, pemaparan katekolamin berlebihan, pengaruh autonom, keracunan obat ( misalnya,digitalis atau obat0obat antiaritmia), regangan serabut jantung berlebihan, dan adanya jarian parut atau jaringan yang sakit. Tetapi, semua aritmia disebabkan oleh:
10

1) Gangguan pembentukan impuls, 2) Agguan hantaran impuls, atau 3) keduanya 3.2.1 Gangguan Pembentukan Impuls Inerval antara depolarisasi sel pemacu jantung merupakan jumlah durasi potensial aksi dan interval diastolik. Pemendekan durasi apapun akan menyebabkan peningkatan kecepatan pacu jantung. Yang terpenting dintara keduanya adalah interval diastolik, terutama ditentukan oleh kemiringan depolarisasi fase 4 (potensial pemacu). Pelepasan vegal dan obat penyekat reseptor- akan memperlambat kecepatan pemacu normal dengan mengurangi kemiringan fase 4 ( asetilkolin juga membuat potensial diastolik maksimum menjadi lebih negatif). Percepatan pelepasan pemacu sering disebabkan oleh peningkatan kemiringan depolarisasi fase 4, yang

dapat terjadi akibat hipokalemia, rangsangan adrenoseptor beta, obat-obat kronotopik positif, regangan serabut, asidosis, dan depolarisasi sebagian oleh trauma aliran listrik. Sel pemacu jantung laten sangat cenderung dipercepat oleh mekanisme di atas. Tetapi semua sel jantung, termasuk sel atrium dan ventrikel yang diam secara normal, dapat memperlihatkan aktivtas pacu jantung berulang jika didepolarisasi pada keadaan yang sesuai, terutama pada keadaan hipokalemia. 3.2.2 Gangguan Hantaran Impuls Hantaran yang tertekan hebat dapat menghasilkan blokade sederhana,

misalnya blokade nodus atrioventrikel atau blokade berkas cabang. Pengendalian parasimpatis pada konduksi atrioventrikel merupakan hal yang penting, oleh sebab itu blokade atriventrikel sebagian terkdang sembuh dengan atropin. Kelainan hantaran lain yag sering terjadi adalah reentry (juga dikenal sebagai gerakan melingkar), yaitu jika satu impuls masuk kembali dan membangkitkan daerah antung lebih dari satu kali. Jalur impuls yang masuk kembali mungkin dibatasi pada daerah yang sangat kecil, misalnya di dalam atau dekat nodus atrioventrikel, atau mungkin meliputi sebagian besar dinding atrium atau venrikel. Beberapa bentuk reentry ditentukan dengan ketat secara anatomi; contohnya, pada sindrom wolf-Parkinson-White, sirkuit reentry terdiri dari jaringan atrium, nodus AV, jaringan ventrikel, dan hubungan
11

tambahan atrioventrikel (saluran bypass). Pada kasus lain (misalnya fibrilasi atrium atau ventrikel) sirkui reentry multipel yang ditentukan oleh sifat jaringan jantung, dapat berliku-liku melalui jantung dalam jalur acak. Selanjutnya, impuls yang bersikulasi sering menghasilkan rangsangan anak (doughter impulses) yang menyebar ke bagian jantung sisanya. Tergantun pada berapa banyak putaran yang dibuat impuls pada jalur sebelum berhenti, aritmia dapat bermanifestasi sebagai satu atau beberapa denyut ekstra atau sebagai tekikardia yang terus-menerus. Untuk terjadinya reentry harus terdapat tiga kadaan yang terjadi bersamaan antara lain: 1) harus ada rintangan (anatomis atau fisiologis) terhadap hantaran homogen sehingga membentuk suatu sirkuit yang ujung gelombang reentry dapat menyebar disekelilingnya, 2) harus ada blokade satu arah pada beberapa titik di dalam sirkuit, yaitu hantaran harus lenyap perlahan-lahan pada satu arah tetapi berlanjut dalam arah berlawanan, dan 3) waktu hantaran di sekililing sirkui harus cukup panjang sehingga impuls retrogarde tidak memasuki jaringan refrakter sewaktu berjalan mengelilingi rintangan tersebut, yaitu waktu hantaran harus melampaui periode refrakter efektif. Jadi, reentry tergantung pada hantaran yang tertekan dengan jumlah yang kritis, biasanya sebagai akibat trauma atau iskemia. Jika kecepatan hantaran sangat lambat, akan terjadi blokade hantaran dua arah daripada satu arah; jika rangsangan reentry sangat lemah, hantaran mungkin gagal, atau sampainya rangsangan dapat menjadi sangat lambat sehingga bertabrakan dengan impuls beraturan yang berikutnya. Disamping itu, jika hantaran terlalu cepat akan terjadi hantaran dua arah daripada blokade satu arah. Walaupun ada blokade satu arah, jika impuls yang berjalan mengelilingi blokade terlalu cepat, impuls tersebut akan sampai ke jaringan yang masih refrakter. Perlambatan hantaran mungkin disebabkan oleh depresi arus natrium, depresi arus kalsium (terutama pada nodus atrioventrikular) atau keduanya. Obat yang dapat mengurangi reentry biasanya bekerja dengan memperlambat penekanan hantaran selanjutnya (dengan jalan menghambat arus natrium atau kalsium) mungkin juga
12

efektif, tetapi mekanisme ini menjelaskan aksi setiap obat yang tersedia hanya pada keadaan yang tidak biasa. Pemanjangan (atau pemendekan) masa refrakter dapat juga membuat kemungkinan terjadinya reentry lebih sedikit. Semakin panjang masa refrakter dalam jaringan dekat blokade, makin besar kemungkinan jaringan untuk tetap berada dalam keadaan refrakter saat terjadi reentry. ( Kemungkinan lain, semakin pendek masa refrakter d daerah blokade, main kecil kemungkinan trjadi blokade satu arah). Jadi, penyebaran refraktori merupakan penyumbang untuk reentry, dan obat-obatan dapat menekan terjadinya aritmia dengan menurangi penyebaran tersebut. 3.3. FARMAKOLOGI DASAR OBAT ANTIARITMIA Mekanisme Kerja Aritmia disebabkan karena aktivitas sel pacu jantung yang abnormal atau penyebaran impuls normal. Jadi, tujuan terapi aritmia adalah mengurangi aktivitas pacu jantung ektopik dan mengubah hantaran atau refraktori sirkuit reentry untuk menghentikan pergerakan melingkar. Mekanisme utama yang tersedia saat ini untuk mencapai tujuan tersebut adalah: 1) Blokade kanal natrium 2) Blokade efek autonom simpatis pada jantung 3) Pemanjangan periode refrakter yang efektif, dan 4) Blokade pada kanal kalsium. Obat antiaritmia menurunkan automatisitas pacu jantung ektopik leih dari nodus sinoatrial. Obat ini juga mengurangi hantaran dan eksitabilitas serta menambah periode refrakter ketingkat yang lebih tinggi dalam jaringan yang didepolarisasi daripada dalam jaringan yang didepolarisasi normal. Hal ini terutama dicapai dengan menghambat secara selektif kanal natrium atau kanal kalium pada sel yang didepolarisasi. Obat penghambat kanal yang berguna untuk pengobatan dengan mudah berkaitan dengan kanal yang telah diaktifkan tetapi ikatannya lemah atau tidak berikatan sama sekali dengan kanal lainnya. Karena itu, obat ini memblokade aktivitas listrik apabila terdapat takikardia yang cepat ( bayak kanal aktivasi dan inaktivas per satuan waktu) atau bila terjadi kehilangan potensial istirahat secara bermakna (banyak kanal yang diinaktivasi selama istirahat). Kerja obat tersebut sering
13

digambarkan sebagai use independent atau state-dependent; yaitu kanal yang sering digunakan atau yang lebih mudah diblokade dalam keadaan terinaktivasi. Kanal dalam sel normal yang diblokade oleh obat selama siklus aktivasi inaktiasi normal akan segera melepaskan obat dari reseptor selama istirahat pada siklus. Kanal dalam otot jantung yang didepolarisasi secara konis akan pulih seluruhya dari blokade seluruhnya secara sangat lambat. Pada sel dengan automatisitas yang abnormal, keanykan obat ini memperkecil kemiringan fase 4 dengan menghambat, baik kanal natrium maupun kanal kalsium, dengan demikian mengurangi rasio permeabilias natrium (atau kalsium) terhadap permeabilitas kalium. Akibatnya, potensial membran selama fase 4 menjadi stabil mendekati potensial keseimbangan kalium. Selain itu beberapa obat dapat meningkatkan nilai ambang (membuatnya lebih positif). Obat penyekat adrenoseptorbeta secara tidak langsung menurunkan kemiringan fase 4 dengan menghambat kerja kronotropik positif norepinefrin pada jantung. Pada aritmia reentry, yang tergantung pada hantaran yang tertekan secara kritis, kebanyakan obat antiaritmia memperlambat hantaran lebih lanjut melalui satu atau kedua mekanisme: 1) Pengurangan keadaan-seimbang pada sejumlah kanal tidak dihambat yang tersedia, yang mengurangi arus eksitatori sampai tingkat bawah yang diperlukan untuk penyebaran, dan 2) Perpanjangan waktu pemulihan kanal masih mampu untuk mencapai keadaan istirahat dan keadaan yang tersedia, yang meningkatkan periode refrakter efektif. Akibatnya, ekstrasistol dini tidak mampu menyebar sama sekali; impuls yang terakhir menyebar lebih lambat dan merupakan sasaran untuk blokade hantaran dua arah. Melalui mekanisme ini, obat antiaritmia dapat menekan automatisitas ektropik dan hantaran abnormal yang terjadi pada sel yang mengalami depolarisasimembuatnya tidak terpengaruh oleh listrik-sementara sedikit mempengaruhi aktivitas listrik pada bagian jantung yang mengalami polarisasi normal. Walaupun demikian, apabila dosis ditingkatkan, obat ini juga menekan hantaran pada jaringan normal, dan pada akhirnya menimbulkan aritmia karena obat. Selanjutnya, konsentrasi obat yang
14

pada awal pengobatan digunakan untuk terapi (antiaritmik) dapat menjadi proaritmik (aritmogenik) selama denyut jantung cepat (blokade menjadi lebih

berkembang), asidosis (pemulihan dari blokade yang lebih lambat pada kebanyakan obat), hiperkalemia, atau iskemia. 3.4 OBAT-OBAT ANTIARITMIA SPESIFIK Pengelompokkan kerja obat antiaritmia yang paling banyak dignakan secara luas menjadi empat golongan: 1. Golongan I adalah penghambat kanal natrium. Subgolongan kerja obat ini menggambarkan efek pada durasi potensial aksi (action potential duration [APD]) dan kinetik blokade kanal natrium. Oat yang memiliki kerja golongan 1A memperanjang APD dan berpisah dengan kanal melalui kinetik intermediat; obat yang memiliki kerja gologan 1B memperpendek APD pada beberapa jaringan jantung dan berpisah dengan kanal melalui kietik cepat; dan obat yang memiliki kerja golongan 1C mempunyai efek minimal pada APD dan berpisah dengan kanal melalui kinetik lambat. 2. Kerja golongan 2 adalah simpatolitik. Obat yang memiliki efek ini mengurangi aktivitas adrenergik- pada jantung 3. Kerja golongan 3 dalam bermanifestasi sebagai pemanjangan APD. Kebanyakan obat yang memilki kerja ini, menghambat komponen cepat penyearah arus kalium yang di tunda, 4. Kerja golongan 4 adalah memblokade arus kalsium jantung. Kerja obat ini adalah memperlambat hantaran pada tempat yang upstroke potensial aksinya bergantung kalsium, misalnya nodus sinoatrial dan

atrioventrikular. Obat yang diberikan dapat memiliki golongan kerja yang multipel seperti yang ditunjukkan pada efek membrannya dan elektrokardiografi (EKG). Sebagai contoh, amidaron memiliki semua dari keempat golongan kerja tersebut. Obat-obat biasanya dibahas berdasarkan kelas kerja yang predominan. Obat antiaritmia tertentu, misalnya adenosin dan magnesium, tidak secara mudah dimasukkan kedalam pengelompokkan ini dan akan dijelaskan secara terpisah.

15

3.5

OBAT YANG MEMBLOKADE KANAL NATRIUM

(GOLONGAN I)
3.5.1 PROKAINAMID (SUBGOLONGAN A)

Efek pada jantung Dengan memblokade kanal natrium, prokainamid memperlambat upstroke potensial aksi, memperlambat hantaran, dan memperpanjang durasi QRS pada EKG. Obat tersebut juga memperpanjang durasi potensial aksi dengan menghambat kanal kalium nonspesifik. Obat ini mungkin kurang efektif bila dibandingkan dengan kuinidin dalam aktivitas menekan sel pemacu ektopik abnormal, tetapi lebih efektif dalam menghambat kanal natrium pada sel yang terdepolarisasi. Prokainamid memiliki efek depresan secara langsung pada nodus sinoatrial dan atrioventrikel yang hanya edkit diimbangi oleh blokade vegal kibat obat. Efek di luar jantung Prokainamid memilki sifat memblokade-ganglion. Kerja ini mengurangi ketahanan vaskuler perifer dan dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pemberian intravena. Walaupun demikian, pada konsentrasi terapeutik, efek pada vaskular perifernya kurang menonjol daripada kuinidin. Hipotensi biasanya disbabkan oleh infus prokainamid yang sangat cepat atau adanya disfungsi ventrikel kiri,yang mendasarinya. Toksisitas A. Jantung Efek kardiotoksik prokainamid meliputi potensial aksi yang sangat panjang, pemanjangan interval QT, dan induksi aritmia torsade de pointes serta sinkop. Dapat juga terjadi hntran yang sangat lambat. Dapat timbul aritmia baru. B. Di luar jantung Efek samping yang paling menyulitkan dari terapi prokainamid jangka panjang adalah sindrom mirip lupus eritematosa dan biasanya terdiri atas nyeri sendi dan radang sendi. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi pleuritis, perikarditis, atau
16

penyakit parenkim paru. Lupus ginjal jarang diinduksi oleh prokainamid. Pada pengobatan jangka panjang, kelainan serologik (misalnya, peningkatan titer antibodi antinuklear) terjadi hampir pada semua pasien dan tidak adanya gejala inikanlah merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan. Sekitar sepertiga pasien yang mendapat pengobatan prokainamid jangka panjang mengalami gejala reversibel yang berhubungan dengan lupus ini. Efek simpangan lainnya termasuk mual,diare (kira-kira 10% kasus), ruam kulit, demam, hepatitis ( < 5%) agranulositosis (kira-kira 0,2%). Farmakokinetik & Dosis Prokainamid aman diberikan melalui intravena dan intramuskular serta diabsorpsi dengan baik melalui oral. Sebuah metabolit (N-acetylprocainamide, NAPA) memiliki aktivitas golongan 3. Akumulasi NAPA yang berlebihan elh dilibatkan pada torsade de pointes selama pengobatan prokainamid, terutama pada psien dengan gagal ginjal. Beberapa individu mengasetilasi prokainamid dengan cepat dan menghasilka kadar NAPA yang tinggi. Sindrom lupus jarang terjadi timbul pada pasien ini. Prokainamid dieliminasi melalui metabolisme dihati menjadi NAPA dan eliminasi ginjal. Waktu paruh prokainamid hanya 3-4 jam sehingga dosis perlu sering diberikan atau menggunakan formulasi lepas lambat ( yang biasa digunakan ). Jadi, dosis prokainamid harus dikurangi pada pasien yang menderita gagal ginjal. Pengurangan volume distribusi dan klirens ginjal yang berkaitan dengan gagal jantung juga memerlukan pengurangan dosis. Waktu paruh NAPA diperkirakan jauh lebih lama daripada prokainamid, karena itu akumulasi lebih lambat. Jadi, penting untuk mengukur kadar prokainamid dan NAPA dalam plasma, terutama pada pasien dengan kelainan sirkulasi atau ginjal. Apabila dibutuhkan efek cepat prokainamid, pemberian intarvena dengan dosis awal sampai 12 mg/kg dapat diberikan dengan kecepatan 0,3 mg/kg/menit atau kurang. Dosis ini diikuti dengan dosis pemeliharaan 2-5 mg/menit, dengan memonitor kadar dalam plasma secara cermat. Resiko timbulnya keracunan saluran cerna atau jantung meningkat pada konsentrasi plasma lebih dari 8 mcg/ mL atau konsentrasi NAPA lebih besar dari 20 mcg/mL.
17

Untuk mengontrol aritmia ventrikel, biasanya dibutuhkan dosis prokainamid total 2-5 g/ hari. Tekadang pada pasien yang mengakumulasi NAPA dalam kadar tinggi dan di mana senyawa tersebut bersifat aktif, pengurangan dosis lebih mungkin dilakukan. Hal ini juga mungkin terjadi pada penyakit ginjal, yang eliminasi prokainamidnya diperlambat. Penggunaan Terapi Prokainamid efektif terhadap kebanyakan aritmia atrium dan ventrikel. Walaupun demikian, kebanyakan klinisi berusaha menghindari pengobatan jangka panjang karena dibutuhkan pemberian obat yang serin dan sering timbul efek yang berhubungan dengan lupus. Prokainamid adalah obat pilihan kedua (setelah lidokain) pada kebanyakan unit perawatan jantung untuk pengobatan aritmia ventrikel yang terus menerus akibat infark miokardium akut. 3.5.2 KUINIDIN (SUBGOLONGAN IA)

Efek pada jantung Kuinidin memiliki kerja yang mirip dengan prokainamid: obat ini mengalami upstroke potensial aksi dan hantaran, serta memperpanjang durasi QRS pada EKG, dengan memblokade kanal natrium nonspesifik. Kuinidin memiliki efek

antimuskarinik yang lebih banyak daripada prokainamid. Efek toksiknya pada jantung meliputi interval QT yang sangat memanjang dan menginduksi aritmia torsade de pointes. Konsentrasi toksik kuinidin juga menghasilkan blokade berlebihan pada kanal natrium sehingga memperlambat hantaran diseluruh jantung. Efek di luar jantung Efek simpang pada saluran cerna berupa diare, mual, dan muntah terlihat pada sepertiga sampai setengah pasien. Sindrom berupa sakit kepala, limbung, dan tinitus (cinchonism) terlihat pada konsentrasi toksik obat. Jarang terjadi reaksi idiosinkratik atau imunologik, termasuk trombositopenia, hepatitis, edema angionekrotik, dan demam. Farmakokinetik

18

Kuinidin segera diserap setelah pemberian per oral, berikatan dengan albumin dan 1 asam glikoprotein, dan terutama di eliminasi melalui metabolisme hati. Waktu paruh eliminasi adalah 608 jam. Kuinidin biasanya diberikan dalam bentuk formulasi lepas lambat, misalnya garam glukonat. Penggunaan Terapi Kuinidin kadang hanya digunakan untuk mempertahankan irama sinus notmal pada pasien yang menderita fluter/fibrilasi. Karena efek simpangannya pada jantung dan di luar jantung, obat ini sekarang sangat dibatasi untuk pasien yang memiliki jantung yang norml (tetapi aritmik). Pada percobaan klinis secara acak dan terkontrol, pasien yang mendapat pengobatan kuinidin akan memilki irama sinus yang tetap normal dua kali lipat jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi resiko kematian meningkat dua-sampai tiga kali lipat. Kuinidin jarang digunakan pada pasien yang menderita takikardia ventrikel. Kuinidin adalah isomer kuinidin dan terkadang digunakan secara intravena untuk pengobatan malaria akut yang berat. 3.5.3 DISOPIRAMID (SUBGOLONGAN IA)

Efek pada jantung Efek pda disopiramid sangat mirip dengan prokainamid dan kuinidin. Efek antimuskariniknya terhadap jantung bahkan lebih jelas daripada kuinidin. Oleh karena itu, obat yang memperlambat hantaran antriovertikular harus diberikan bersama-sam dengan disopiramid pada pengobatan flutter atau fibrilasi atrium. Tokisistas A. Jantung Konsentrasi toksik disoperamid dapat mengakibatkan semua gangguan elektrofisiologik yang diterangkan pada pemakaian kuinidin. Akibat efek inotropik negatifnya, disoperamid dapat mencetuskan gagal jantung de novo atau pada pasien yang sebelumnya menderita kelainan fungsi venrikel kiri. Karena efek ini, disoperamid tidak dipakai sebagai pilihan pertama obat antiaritmia di Amerika Serikat. Obat ini seharusnya tidak diberikan pada pasien yang memiliki gagal jantung. B. Di Luar Jantung
19

Aktivitas disoperamid yang mirip atropin dipertimbangkan karena efek simpangannya yang paling sering pada saraf simpatis: retensi urin (paling sering, tetapi tidak semata-mata pada pasien laki-laki dengan hiperplasia prostat), mulut kerin, penglihatan kabur, sembelit, dan bertambah bertanya glaukoma yang telah ada. Efek-efek ini mungkin mengharuskan penghentian obat. Farmakokinetik dan Dosis Di Amerika Serikat, disoperamid hanya terdapat dalam bentuk oral. Dosis disoperamid oral yang biasa diberikan adalah 150 mg tiga kali sehari, tetapi pernah diberikan sebanyak 1 g/ hari. Pada pasien yang memiliki kelainan ginjal, dosis ini hrus dikurangi. Karena bahaya yang timbuk dapat mencetuskan gagal jantung, penggunaan dosis beban tidak dianjurkan. Penggunaan Terapi Walaupun disoperamid telah dibuktikan efektif pada berbagai aritmia supraventrikel, di Amerika Serikat obat ini hanya diakui pada pengobatan ventrikel. 3.5.4 LIDOKAIN (SUBGOLONGAN IB)

Lidokain memiliki insidensi toksisitas yang rendah dan keefektifan yang tinggi pada aritmia yang disebabkan infark miokard akut. Obat ini hanya digunakan secara intravena. Efek Pada Jantung Lidokain menghambat kanal natrium baik dalam keadaan aktif maupun tidak aktif dengan kinetik cepat; blokade pada keadaan tidak aktif memastikan efek yang lebih besar pada sel yang memilki potensial aksi yang panjang seperti purkinye dan sel ventrikel, dibandingkan sel atrium. Kinetik cepat pada potensial istirahat menyebabkan pemulihan dari blokade antara potensial aksi dan tidak memberikan efek pada hantaran. Peningkatan inaktivasi dan gerakan melepaskan ikatan yang lebih lambat menyebabkan depresi selektif hantaran dalam sel yang terdepolarisasi. Toksisitas A. Jantung

20

Lidokain merupakan salah satu penyakit kanal natrium yang digunakan saat ini, yang paling sedikit menyebabkan kardiotoksik. Efek proaritmik, termasuk berhentinya nodus sinoatrial, memburuknya hantaran yang rusak, dan aritmia vertikel, jarang terjadi pada penggunaan lidokain. Pada dosis yang besar, terutama pada pasien yang memiliki gagal jantung sebelumnya, lidokain dapat menyebabkan hipotensisebagian karena penekanan kontraktilitas otot jantung. B. Di Luar Jantung Efek simpang lidokain paling sering seperti pada anastesia lokal lainnya terhadap saraf: parestesia, tremor, mual karena pengaruh sentral, kepala terasa ringan, kelainan pendengaran, berbicara seperti menelan, dan kejang. Keadaan-keadaan tersebut terjadi terutama pada orang tua atau pada pasien yang rentan dan jika bolus obat diberikan terlalu cepat. Efeknya bergantung dosis dan biasanya berlangsung singkat; respon kejang terhadap pemberian diazepam intravena. Pada umumnya lidokain ditoleransi dengan baik, asalkan kadar plasma tidak melebihi 9 mcg/mL. Farmokinetik dan Dosis Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama yang sangat besar pada hati, oleh karena itu hanya 3% lidokain yang terdapat dalam plasma jika diberikan per oral. Jadi, lidokain harus diberikan parenteral. Lidokain memiliki waktu paruh 1-2 jam. Pada orang dewasa, dosis awal 150-200 mg diberikan lebih dari 15 menit (sebagai infus tunggal atau rangkaian bolus yang lambat) sebaiknya diikuti infus dosis pemeliharaan 2-4 mg/ menit untuk mencapai kadar terapi dalam plasma sebesar 2-6 mcg/mL. Penentuan kadar lidokain dalam plasma sangat bermanfaat untuk menyesuaikan keceoatan infus. Biasanya pasien dengan infark miokard atau penyakit akut lainnya memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya glikoprotein 1-asam plasma, suatu fase akut protein reaktan yang mengikat lidokain, membuat ketersediaan obat bebas berkurang untuk menekan efek farmakologinya. Pada pasien gagal jantung, volume distribusi lidokain dan klirens tubuh total dapat menurun. Jadi, dosis awal dan pemeliharaan sebaiknya diturunkan. Karena efek tersebut saling mengimbangi satu dengan lainnya, waktu paruhnya mungkin tidak meningkat sebanyak yang diramalkan dari peribahan klirens saja. Pada pasien dengan
21

penyakit hati, klirens plasma jelas menurun dan volume distribusi sering meningkat; eliminasi waktu paruh pada kasus demikian dapat meningkat tiga kali atau lebih. Pada penyakit hati,dosis pemeliharaan harus diturunkan, tetapi biasanya dapat diberikan dosis awal. Eliminasi waktu paruh menetukan waktu untuk keadaan stabil. Jadi, pada pasien normal dan pada pasien yang memiliki gagal jantung konsentrasi keadaan stabil dapat dicapai dalam 8-20 jam, sedangkan pada pasien yang memiliki penyakit hati mungkin dibutuhkan waktu 24-36 jam. Obat yang dapat menurunkan aliran darah ke hati (misalnya, propranolol,simetidin) mengurangi klirens lidokain sehingga meningkatkan risiko toksisitas kecuali kecepatan infus dikurangi. Dengan infus yang berlangsung lebih dari 24 jam, klirens obat menurun dan konsentrasi plasma meningkat. Penyakit gnjal tidak berpengaruh beasr pada pengaturan lidokain. Penggunaan Terapi Lidokain adalah obat pilihan untuk menekan trakikardia ventrikel dan mencegah fibrilasi vetrikel setelah kardioversi pada kedaan iskemia akut. Namun demikian, penggunaan lidokain secara rutin sebagai profilaksis pada keadaan ini sebenarnya dapat meningkatkan mortalitas total, mungkin karena meningkatnya kejadian asistol, dan hal ini bukan merupakan standar perawatan. Sebagian besar dokter memberikan lidokain intravena hanya untuk pasien yang mengalami aritmia. 3.5.5 MEKSILETIN (SUBGOLONGAN 1B)

Meksiletin adalah golongan obat yang serupa dengan lidokain yang aktif secara oral. Efek elektrofisiologik dan antiaritmiknya serupa dengan lidokain. Meksiletin digunakan pada pengobatan aritmia ventrikel. Eliminas waktu paruh adalah 8-20 jam dan memperbolehkan pemberian dua atau tiga kali sehari. Dosis harian meksiletin yang biasa diberikan adalah 600-1200 mg/ hari. Efek samping yang berkaitan dengan dosis sering terlihat pada dosis terapi. Efek samping tersebut terutama neurologik, meliputi tremor, penglihatan kabur, dan lesu. Mual juga merupakan efek yng sering terjadi Meksiletin juga menunjukkan efikasi yang bermkna dalam menghilangkan nyeri kronik, terutama nyeri akibat neuropati diabetik dan trauma saraf. Dosis oral yang biasa diberikan adalah 450-750 mg/ hari. 3.5.6 FLEKAINID (SUBGOLONGAN IC)
22

Flekainid adalah penyekat kuat kanal natrium dan kalium yang memblokdenya lambat dilepaskan. Saat ini flekainid digunakan utnutk pasien yang memiliki aritmia supraventrikal tetapi jantungnya normal. Obat ini tidak memiliki efek antimuskrinik. Flekainid sangat efektif dalam mensupresi kontraksi ventikel prematur. Walaupun demikian, obat ini dapat menyebabkan eksaserbasi aritmia yang hebat bahkan jika dosis normal diberikan pada pasien dengan takikardia ventrikel yang sudah ada sebelumnya dan pasien yang menderita infark miokard serta ektopi

ventrikel sebelumnya. Keadaan ini secara dramatik ditunjukkan dalam Cardiac Arrhythmia Suppression Trial (CAST), yang diakhiri sebelum waktunya karena terjadi peningkatan normalitas dua dan satu setengah kali lipat pada pasien yang mendapatkan flekainid dan obat-obat golongan IC yang serpa. Flekainid diabsorpsi dengan baik dan memiliki waktu paruh sekitar 20 jam. Eliminasinya melaui metabolisme di hati dan ginjal. Dosis flekainid yang biasanya dbeikan adalah 100-200 mg dua kali sehari. 3.5.7 PROPAFENON (SUBGOLONGAN IC)

Propafenon memiliki beberapa struktur yang mirip dengan propranolol dan mempunyai aktivitas penyekat beta yang lemah. Spektrum kerjanya sangat mirip dengan kuinidin. Kinetik untuk memblokade kanal natrium yang dimiliki propafenon mirip dengan flekainid. Propafenon dimetabolisme dalam hati, dengan waktu paru rata-ratanya 5-7jam. Dosis harian propafenon yang biasa diberikan adalah 450-900 mg dalam tiga dosis. Obat ini terutama digunakan untuk aritmia supraventrikel. Efek samping yang paling sering adalah rasa logam dan konstipasi; dapat terjadi eksaserbasi aritmia. 3.5.8 MORISIZIN (SUBGOLOGAN IC)

Morisizin adalah obat antiaritmia derivat fenotiazin yang digunakan untuk pengobatan aritmia ventrkel. Obat ini merupakan penyekat kanal natrium yang relatif poten dan tidak memperpanjang durasi potensial aksi. Morisizin menghasilkan berbagai metbolit pada manusia, beberapa

diantaranya mungkin aktif dan mempunyai waktu paruh yang panjang. Efek samping yang lazim terjadi adalah pusing dan mual. Seperti penyekat poten kanal narium

23

lainnya, obat ini dapat mengeksaserbasi aritmia. Dosis morisizin yang biasa diberikan adalah 200-300 mg per oral 3 kali sehari.

3.6

OBAT-OBAT PENYEKAT ADRENOSEPTOR-BETA (GOLONGAN II) Efek pada Jantung Propranolol danobat sejenisnya mempunyai sifat antiaritmia karena

kemampuannya sebagai penyekat resep beta dan efek langsung pada membran. Beberapa obat ini bersifat selektif terhadap reseptor 1 jantung, beberaapa memiliki sifat aktivitas simpatomimetik, beberapa memiliki efek langsung yang kuat terhadap membran, dan beberapa memperpanjang potensial aksi jantung. Perananan relatif penyekat dan efek langsung pada membran terhadap efek antiaritmia obat ini tidak diketahui seluruhnya. Walaupun penyekat ditoleransi sangat baik, tetapi kemampuannya menekan depolarisasi ektopik ventirkel lebih rendah daripada penyekat kanal natrium. Tetapi, dapat bukti yang dapat dipercaya bahwa obat ini mencegah infark berulang dan kematian mendadak pada pasien yang sedang dalam proses menyembuhkan infark miokard akut. Esmelol adalah penyekat kerja-singkat yang terutama digunakan sebagai obat antiaritmia intraoperasi dan aritmia akut lainnya. Sotalol adalah obat penyekat nonselektif yang memperpanjang potensial aksi (kerja golongan III). 3.7 OBAT-OBAT YANG MEMPERPANJANG PERIODE REFRAKTER

EFEKTIF DENGAN MEMPERPANJAN POTENSIAL AKSI (GOLONGAN III) Biasanya obat ini memperpanjang potensial aksi dengan jalan memblokade kanal kalium dalam otot jantung atau meningkatkan arus ke dalam, mialnya melalui kanal natrium. Pemanjangan potensial aksi oleh sebagian obat-obat ini sering menunjukkan kebalikan sifat usedependence yang tidak diinginkan: pemanjangan potensial aksi paling sedikit terlihat pada kecepatan tinggi (saat obat ini diinginkan) an paling terlihat pada kecepatan lambat, saat obat ini dapat berperan terhadap risiko terjadinya torsade de pointes.
24

3.7.1

AMIODARON

Di Amerika Serikat, penggunaan amiodaron secara oral dan intravena diakui sebagai obat untuk pengobatan aritmia ventrikel yang serius. Tetapi, obat ini juga sangat efektif untuk pengobatan aritmia supraventrikel seperti fibrilasi atrium. Amiodaron memilki spektum kerja yang luas pada jantung, farmakokinetik yang tidak biasa, dan efek saming yang penting diluar jantung. Dronedarone, analog amiodaron yang tidak memiliki atom iodin, saat ini sedang dalam penelitian. Efek Pada Jantung Amiodaron memperpanjang durasi potensial aksi secara bermakna ( an interval QT pada EKG) dengan memblokade Iks juga diblokade. Durasi potensial aksi diperpanjang secara seragam pada rentang denyut jantung yang luas; yaitu obat ini tidak memiliki efek kebalikan sifat use-dependence. Meskipun dalam klasifikasi amiodaron termasuk obat golongan 3, amiodaron juga memblokade secara bermakna kanal natrium yang tidak aktif. Kemampuannya memperpanjang potensial aksi mmperkuat efek tersebut. Amiodaron juga memiliki kemampuan yang lemah dalam memblokade kanal kalsium dan adrenergik. Konsekuensi dari kerja ini meliputi perlambatan denyut jantung dan hantaran nodus nodus atrioventrikel. Spektrum kerja yang luas mungkin berperan dalam efikasi obat ini yang relatif tinggi dan rendahnya insidensi torsade de pontes meskipun interval QT memanjang secara berarti. Efek di Luar Jantung Amiodaron menyebabka pelebaran pembuluh darah perifer. Efek ini terutama terjadi setelah pemberian intravena dan mungkin berkaitan dengan cara kerja dari pembawa (venikulum). Toksisitas A. Jantung Amiodaron dapat menyebabkan bradikardia simtomatik dan blokade jantung pada pasien yang telah memiliki penyakit nodus sinus dan nodus atrioventrikel. B. Di luar jantung

25

Akumulasi amiodaron di banyak jaringan, termasuk jantung (10-50 kali lebih besar dari plasma), paru, hati, dan kulit, serta berkosentrasi di air mata. Toksisitas yang bergantung dosis pada paru adalah efek simpang yang paling penting. Fibrosis paru yang fatal dapat terlihat pada 1% pasien, bahkan pada dosis yang kurang lebih 200 mg/ hari. Tes fungsi paru abnormal dan hepatitis dapat berkembang selama mendapat pengobatan amiodaron. Deposit pada kulit menyebabkan fotodermatitis dan perubahan warna kulit menjadi abu-kebiruan pada daerah yang terpajan matahari, misalnya regio malar. Setelah beberapa minggu terapi, terdapat mikrodeposit pada kornea asimtomatik pada seluruh pasien yang diberi pengobatan amiodaron. Pada beberapa pasien, terbentuk daerah halo di lapangan pandang perifer. Biasanya tidak diperlukan penghentian obat. Jarang terjadi neuritis optik yang berkembang jadi kebutaan. Amiodaron memblokade perubahan perifer tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3). Obat ini juga merupakan sumber potensial sejumlah besar iodin inorganik. Amiodaron dapat menyebabkan hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Fungsi tiroid seharusnya dievaluasi sebelum dilakukan pengobatan dan dimonitori secra periodik. Karena efeknya terlhat disetiap organ, pengobatan dengan amidaron seharusnya direevaluasi, termasuk bertambah bertanya aritmia. Farmakokinetik Absorpsi amiodaron bervariasi dan memiliki bioavailabilitas 35-65%. Obat ini mengalami metabolisme di hati, dan metabolit utamanya, desetiamiodaron, adalah bioaktif. Eliminasi waktu paruhnya merupakan proses yang komplek, dengan komponen cepat 3-10 hari (50% obat) dan komponen yang lebih lambat yaitu beberpa minggu. Setelah obat dihentikan, efeknya masih berthana selama 1-3 bulan. Kadar yang dapt diukur dalam jaringan dapat diamati sampai satu tahun setela penghentian obat. Dosis awal 10 g biasanya dapat dicapai dengan dosis harian 0,8-1,2 g. Dosis pemeliharaan adalah 200-400 mg/ hari. Efek farmakologik dapat dicapai dengan cepat melalui pemberian intravena. Efek pemanjangan QT tidak terlalu menonjol pada pemberian cara ini, sedangkan bradikardia dan blokade antrioventrikel dapat menjadi keadaan yang penting Amiodaron memiliki interaksi obat yang pentingan semua medikasi seharusnya ditinjau ulang selama pemberian awal obat atau saat penyesuaian dosis.
26

Amiodaron adalah substrat untuk enzim yang memetabolisme sitokrom hati CYP3A4 dan kadarnya meningkat oleh obat yang menghambat enzim ini, misalnya penyakit hitamin H2, simetidin. Obat-obat yang dapat menginduksi CP3A4, misalnya rifampisin, menurunkan konsentrasi amiodaron jika diberikan bersamaan. Amiodaron menghambat enzim lain yang dimetabolisme sitokrom hati dan dapat menyebabkan tingginya kadar obat yang merupakan substrat untuk enzim tersebut, misalnya digoksin dan warfarin. Penggunaan Terapi Amiodaron dosis rendah (100-200 mg/ hari) efktif untuk mempertahankan irama sinus normal pada pasien yang mengalami fibralasi atrium. Obat ini efektif dalam penvegahan takikardia ventrikel yang rekuren. Penggunaannya tidak berkaitan dengan meningkatnya mortalitas pada pasien yang menderita penyakit arteri koroner atau gagal jantung. Dibanyak pusat, implanted cardioverter-defibrillator (ICD) menggantikan terapi obat sebagai bentuk pengobatan utama takikardia ventrikel sebagai terapi tambahan untuk mengurangi frekuensi pengobatan arus ICD yang tidak nyaman. Obat ini meningkatkan ambang batas pemacu dan defibrilasi, dan alat tersebut memerlukan pemeriksaan kembali stela dosis pemeliharaan tercapai. 3.7.2 BRETILIUM

Pertama kali bretilium diperkenalkan sebagai obat antihipertensi. Obat ini mempengaruhi pelepasan ketokolamin saraf tetapi juga mempunyai sifat sebagai antiaritmia secara langsung Efek di Jantung dan di Luar Jantung Bretilium memperpanjang durasi potensial aksi ventrikel (bukan atrium) dan periode refrakter eektif. Efek ini paling menonjol pada sel iskemik, yang durasi potensial aksinya diperpendek, jadi, bretilium menyebabkan pelepasan awal katekolamin, obat ini memiliki beberapa efek inotropik positif pada pemberian pertama kali. Efek ini dapat mencetuskan aritmia ventrikel dan harus diperhatikan pada saat dimulainya terapi obat ini. Efek simpatoplegik obat ini dapat menyebabkan hipotensi postural. Efek ini hampir seluruhnya dapat dicegah dengan pemberian obat antidepresan trisiklik seperti
27

protriptilin secara bersamaan. Dapat terjadi mual dan muntah setelah pemberian bolus bretilium intravena. Farmakokinetik dan Dosis Di Amerika Serikat, bretilium hanya tersedia untuk pemberian intravena. Pada orang dewasa, bolus bretilium tosilat intravena, 5 mg/ kg, diberikan dalam waktu lebih dari 10 menit. dosis ini dapat diulangi setelah 30 menit. tetapi pemeliharaan tercapai dena bolus serupa tiap 4-6 jam atau melaui infus konstan 0,5-2 mg/ menit. Penggunaan Terapi Bretilium jarang digunakan dan kemudia hanya untuk keadaan darurat, seringkali selama resusitai pada fibrilasi ventrikel apabila lidokain dan kardioversi telah gagal. Di sebagian besar pusat, amiodaron lebih dipilih untuk indikasi ini. 3.7.3 SOTALOL

Sotalol memilki efek memblokade reseptor adrenergik (golongan 2) dan efek memperpanjang potensial aksi. Obat ini diforulasikan sebagai campuran rasemik ddan l-sotalol. Semua aktivitas memblokade adrenergik terletak pada l-isomer; d-dan l-isomer berbagi kemampuan memperpanjang potesial aksi. Efek memblokade adrenergik-beta bersifa nonkardioselektif dan bekerja maksimal pada dosis di bawah dosis yng diperlukan untuk memperpanjang potensial aksi. Sotalol diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, dan memiliki bioavailabilitas sekitar 100 %. Obat ini tidak dimetabolisme dalam hati dan tidak berikatan pada protein plasma. Eksresinya terutama melalaui ginjal dalam bentuk yang tidak berubah dan memiliki waktu paruh sekitar 12 jam. Karena, farmakokinetiknya relatif sedrhana, obat ini menunjukkan beberapa intraksi langsung dengan obat. Efek simpang pada jantung yang paling penting adalah perpanjangan efek farmakologiknya: kejadian torsade de pointes berkaitan dosis yang mendekati 6% pada dosis harian tertinggi yang direkomendasikan. Pasien yang jelas memiliki gagal jantung dapat mengalami depresi fungsi ventrikel kiri lebih lanjut selama mendapat terapi sotalol. Sotalol disetujui untuk pengobatan aritmia ventrikel ang megancam jiwa dan pemeliharaan irama sinus pada pasien yang menderita fibrilasi atrium. Obat ini juga
28

diakui untuk pengobatan aritmia supraventrikel dan ventrikel pada kelompok usia anak-anak. Sotalol menurunkan ambang untuk defibrilator jantung. 3.7.4 DEFOTILID

Defotilid memiliki kemampuan golonagn 3 dalam memperpanjang potensial aksi. Efeknya dipengaruhi oleh blokade komponen cepat penyearah arus kalium tertunda. Dofetlid menghasilkan blokade yang tidak relevan pada kanal kalium dan natrium yang lain. Karena kecepatan pemulihan blokade berlangsun lambat, perluasan blokade menunjukkan sedikit ketergantungan pada frekuensi rangsangan. Bioavailablitas defotilid adalah 100%. Verapamil meningkatkan puncak konsentrasi defotilid dalam plasma dengan meningkatkan aliran darah pada instestin. Delapan puluh persen dosis oral dieliminasi oleh ginajl dalam bentuk yang tidak berubah; sisanya dieliminasi dalam urin sebagai mtabolit inaktif. Dofetlid disetujui digunakan untuk pemeliharaan irama sinus normal pada pasien yang mendrita fibrilasi atrium. Obat ini efektif dalam memperbaiki irama sinus normal pasien fibrilasi atrium. 3.7.5 IBUTILID

Ibutilid memperlambat repolarisasi jantung dengan memblokade komponen cepat penyearah arus kalium terunda. Aktivitas arus natrium yang lambat juga telah dianggap sebagai mekanisme kerja tambahan. Setelah pemberian intravena, ibutilid dibersihkan secara cepat dari plasma melaui metabolisme di hati. Metabolisme dieksresikan melalui ginjal. Eliminasi waktu paruhnya rata-rata 6 jam. Ibutilid intravena digunakan untuk konversi akut flutter atrium dan fibrilasi atrium menjadi irama sinus. Obat ini lebih efektif pada flutter atrium daripada fibrilasi, dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk terminasi adalah 20 menit. Efek simpang yang paling penting adalah sangat memanjangnya interval QT dan torsade de pontes. Pasein memerlukan monitor EKG terus-menerus selama 4 jam setelah diberikan infus ibutilid atau sampai QTc kembali ke garis dasar. 3.8 OBAT YANG MEMBLOKADE KANAL KALSIUM (GOLONGAN IV) Obat-obat ini dengan verapamil sebagai prototipenya, pertama kali diperkenalkan sebagai obat atiangina.
29

3.8.1

VERAPAMIL

Efek Pada Jantung Verapamil memblokade kanal kalsium tipe-L baik yang aktif maupun yang tidak aktif. Jadi, efeknya lebih jelas pada jaringan yang sering terangsang, yaitu jaringan yang bepolarisasi kurang lengkap pada keadaan istirahat, dan jaringan yang aktivitasnya bergantung pada arus kalsium,seperti nodus sionatrial dan

atrioventrikular. Verapamil dapat menekan afterdepolarization baik yang awal atau yang tertunda serta dapat mengantagonisasi respon lambat yang muncul pada berbagai jaringan yang mengalami depolarisai berat. Efek di Luar Jantung Verapamil menyebabkan vasodilatasi perifer, yang mungkin berguan pada hipertensi dan kelaian vasospatik perifer. Efeknya pada otot polos menghasilkan sejumlah efek ekstrakardial. Toksisitas A. Jantung Efek kardiotoksik verapamil berkaitan dengan dosis dan biasanya daat dihindarkan. Kesalahan umum telah diberikan verapamil intravena pada pasien takikardia ventrikel yang salah didiagnosis sebagai takikardia supraventrikel. Pada keadaan ini, dapat terjadi hipotensi dan fibrilasi vebtrikel. Efek inotropik negatif verapamil dapat membatasi kegunaan kliniknya pada jantung yang sakit. Verapamil dapat menimbulkan hambatan atrioventrikel bila diberikan dalam dosis besar atau pda pasien yang menderita penyakit nodus atrioventrikel. B. Di Luar Jantung Efek samping verapamil termasuk konstipasi, kelelahan, kegelisahan dan edema perifer. Farmakokinetik dan Dosis

30

Waktu

paruh

verapamil

kira-kira

jam.

Veraamil

banyak

sekali

dimetabolisme di hati; setelah pemberian oral, bioavaibilitasnya hanya kira-kira 20%. Karena itu, verapamil harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki kelainan fungsi hati. Pada pasien dewasa tanpa gagal jantung atau penyakit nodus sinotarial atau atriovebtikel, verapamil parenteral dapat digunakan untuk terminasi takikardia supravebtrikel, walaupun adenosin merupakan obat pilihan pertama. Dosis verapamil adalah bolus awal 5 mg yang diberikan selama lebih dari 2-5 menit, diikuti beberapa menit kemudian dengan pemberian kedua 5 mg bolus bila diperlukan. Setelah itu, 510 mg dapat diberikan setiap 4-6 jam, atau dapat digunakan infus kosntan 0,4 mcg/ kg/ menit. Dosis oral lebih beasr daripada dosis intravena karena metabolisme lintas pertama dan rentangnya antara 120-640 mg/ hari, dibagi dalam 3 atau 4 dosis. Penggunaan Terapi Takikardia supraventrikel adalah indikasi utama pemberian verapamil. Adenosin dan verapamil lebih disukai daripada pengobatan lama (propranolol, digoksin, edrofonium, obat vasokonstriktor, dan kardioversi) untuk terminasi. Verapamil dapat juga menurunkan frekuensi ventrikel pada fibrilasi dan flutter atrium. 3.8.2 DILTIAZEM

Efikisasi diltiazem tampaknya sama dengan verapamil pada penatalaksanaan aritmia supraventrikel, termasuk kontrol kecepatan pada fibrilasi atrium. Bentuk diltiazem intravena tersedia untuk fibrilasi atrium dan menyebabkan hipotensi atau bradikardia yang relatif jarang. BERBAGAI MACAM OBAT-OBAT ANTIARITMIA Obat-obat tertentu yang digunakan untuk pengobatan aritmia tidak cocok pada pembagian golongan I-IV. Obat tersebut termasuk digitalis, adenosin, magnesium, dan kalium. ADENOSIN
31

Cara Kerja dan Penggunaan Klinis Adenosin adalah nukleosid yang berada di seluruh tubuh secara alamiah. Waktu paruhnya di dalam darah diperkirakan kurang dari 10 detik. Cara kerjanya meliput aktivitasi penyearah arus K+ masuk dan menghambat arus kalsium. Hasil kerja ini ditandai hiperpolarisai dan supresi potensial aksi yang tergantung kalsiu. Apabila diberikan dosis bolus, adenosin langsung menghambat konduksi nodus atrioventrikel tetapi hanya mempunyai efek yang lebih sedikit pada nodus sinoatrial. Saat ini adenosin merupakan obat pilihan untuk konversi segera takikardia paroksismal supraventrikel menjadi irama sinus karena efikasinya tinggi (90-95%) dan durasi kerjanya yang berlangsung sangat pendek. Obat ini biasanya diberikan dalam dosis bolus 6 mg, dan bila perlu, dilanjutkan dengan dosis 12 mg. Varian takikardia ventrikel yang tidak umum ditemukan adalah sensitif terhadap adenosin. Obat ini kurang efektif pada keadaan adanya penyekat resptor adenosin seperti teofilin atau kafein, dan efeknya dipotensiasi oleh penghambat pengambilan adenosin seperti dipiridamol. Tokisistas Adenosin menyebabkan muka merah pada kira-kira 20% pasien dan pernapasan pendek atau dada seperti terbakar (mungkin berhubungan dengan spasme bronkus) pada lebih dari 10% pasien. Inuksi blokade atrioventrikel tingkat tinggi dapat terjadi fibrilasi atrium. Tokisitas yang jarang meliputi sakit kepala, hipotensi, mual, dan kesemutan. MAGNESIUM Awalnya digunakan untuk pasien aritmia yang disebabkan oleh digitalis yang mengalami hipomagnesemia, infus magnesium telah diketahui memiliki efek antriaritmia pada beberapa pasien yang mengalami kada magnesium normal. Cara kerja efek ini tidak diketahui, tetapi magnesium dikenal mempengaruhi Na+/ k+ ATPase, kanal natrium, kanal kalium tertentu, dan kanal kalsium. Terapi magnesiumtmpaknya diindikasikan pada pasien aritmia akibat-digitalis bila terjadi hipomagnesemia; obat ini jugadiindikasikan untuk bebrapa pasien yang mengalami torsade de pointes bahkan jika magnesium dalam serum normal. Dosis yang biasa diberikan adalah 1 g (sebagai sulfat) secara intravena selama 20 menit dan diulang
32

sekali lagi jika diperlukan. Pemahaman yang lengkap mengenai kerja dan indikasi magnesium sebagai obat antiaritmia sedang menunggu penelitian lebih lanjut. KALIUM Pentingnya konsentrasi ion kalium di dalam dan di luar membran sel jantung telah dibicarakan secara dini dalam bab ini. Efek peningkatan K+ serum dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Efek mendepolarisasikan potensial istirahat dan 2) Menstbilkan potensial membran, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kalium. Hipokalemia menyebabkan meningkatnya risiko afterdepolarization awal atau tertunda, dan aktivitas pacemaker ektopik, terutama dengan adanya digitalis; hiperkalemia menekan pacemaker ektropik dan mempelambat hantaran. Karena insufisiensi dn kelebihan kalium berpotensi terhadap aritmia terapi kalium diarahkan untuk menormalkan gradien dan akumulasi kalium dalam tubuh. 3.9. PRINSIP PENGGUNAAN KLINIS OBAT-OBAT ANTIARITMIA Batas antara efikasi dan toksisitas sangat dekat untuk obat-obat antiaritmia. Risiko dan manfaatnya harus dipertimbangkan secara hati-hati. Evaluasi Sebelum Pengobatan Beberapa ketentuan penting yang harus dibuat sebelum memulai setiap pengobatan aritmia: 1) Eliminasi penyebabnya jika memungkinkan. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan aritmia harus dikenali dan dieliminasi, jika memungkinkan. Keadaan ini bukan hanya homeostatis internal yang tidak normal, seperti hipoksia atau abnormalitas elektrolit, tetapi juga terapi obat dan keadaan penyakit dasar seperti hipertiroidisme atau penyakit jantung yang mendasarinya. Hal yang penting dilakukan adalah memisahkan substrat abnormal dari faktor pemicu, seperti iskemia otot jantung dan dilatasi jantung akut, yang mungkin dapat diobat dan bersifat ireversibel.
33

2) Membuat diagnosis pasti. Diagnosis pasti aritmia harus ditetapkan. Contohnya, kesalahan penggunaan verapamil pada pasien takikardia ventrikel yang salah didiagnosis sebagai takikardia ventrikel yang salah didiaognosis sebagai takikardia supraventrikel menyebabkan bencana hipotensi dan henti jantung. Dengan tersedianya dan diakuinya berbagai metode yang semakin canggih untuk menentukan mekanisme dasar aritmia, memungkinkan obat-obat aritmia tertentu dapat langsung, diarahkan menuju berbagai mekanisme aritmia yang spesifk. 3) Menentukan kondisi yang dasar aritmia. Keadaan yang mendasari aritmia harus ditentukan untuk menilai efektivitas setiap intervensi aritmia selanjutnya. Saat ini terdapat beberapa metode untuk menetukan kuantitas keadaan yang mendasarinya, yaitu pemantauan rawat jalan berkepanjangan, penelitian elektrofiologi untuk

menimbulkan aritmia yang terdapat pada pasien, menimbulkan aritmia pada pasien dengan melakukan latihan treadmill, atau menggunakan pemantauan transtelefonik untuk mencatat aritmia sporadis tetapi simtomatis. 4) Pertanyakan perlunya terapi. Hanya dengan identifikasi adanya irama jantung yang abnormal, tidak berarti aritmia tersebut perlu di terapi. Pembenaran yang sangat baik menenai terapi konservatif diberikan oleh Cardiac Arhythmia Suppressio Trial (CAST) yang telah dibahas lebih awal. Manfaat dan Risiko Manfaat pengpbatan antiaritmia sebenarnya secara relatif sulit dibuktikan. Dua macam manfaat dapat diramalkan; mengurangi gejala yang berhubungan dengan aritmia, seperti palpitasi, pingsan, atau henti jantung; atau pengurangan angka kematian jangka panjang pada pasien asimtomatis. Terapi antiaritmia juga memilki beberapa risiko yang disebabkannya. Pada beberapa kasus, risiko terjadinya suatu reaksi merugikan jelas berkaitan dengan dosis yang tinggi dan konsentrasi plasma. Contohnya tremor akibat lidokain atau sinkonisme akibat kuinidin. Pada kasus lain, reaksi merugikan tidak berkaitan dengan
34

konsentrasi obat dalam plasma yang tinggi (misalnya agranulositosis akibat prokainamid). Pada berbagai reaksi merugikan yang serius terdapat obat antiaritmia, kombinasi terapi obat dan penyakit jantung yang mendasarinyatampaknya merupakan hal yang penting. Beberapa sindrom aritmia spesifik yang diprovokasi obat antiaritmia juga telah diidentifikasi, termasuk mekanisme patofisiologi dasar an faktor risiko dari setiap sindrom tersebut. Obat-obat seperti kuinidin, sotalol, ibutilid, dan dofetilid, yang efeknya setidaknya sebagian memperlambat repolarisasi dan memperpanjang potensial aksi jantung, dapat menyebabkan QT yang memanjang secara nyata dan torsade de pointes memerlukan pengenalan aritmia, penghentian yang menyebakan aritmia, koreksi hipokalemia, dan pengobatan menggunakan menuver untuk meningkatkan denyut jantung; magnesium intravena juga tampaknya efektif, bahkan pada pasien yang kadar magnesiumnya normal. Obat-obat yang secara nyata memperlambat hanaran, seperti flekainid, atau kuinidin dalam konsentrasi yang tinggi, dapat menyebabkan peningkatan frekuensi aritmia reentry, terutama takikardia ventrikel pada pasien yang memiliki riwayat infark miokard sebelmunya; dalam keadaan mungkin berpotensi terdapat jalur reentry. Pada keadaan ini pengobatan meliputi pengenalan, penghentian obat yang salah, dan natrium intravena. Sifar Terapi Antiaritmia Urgensi situasi klinis menetukan cara pemberian dan kecepatan obat. Jika diperlukan kerja obat yang sedang, disrankan diberikan secara intravena. Kadar obat terapeutik dapat dicapai melalui pemberian bolus multipel intravena. Terapi obat dapat dianggap efektif jika aritmia yang menjadi target dapat ditekan da tidk terjadi toksisitas. Sebaliknya, terapi obat seharusnya tidak dinggap inefektif kecuali terjadi toksisitas saat aritmia tidak dapat ditekan. Pemantauan konsentrasi obat dalam plasma dapat menjadi tambahan yang berguna untuk mengatur terapi antiaritmia. Konsentrasi obat dalam plasma juga penting untuk menentukan kepatuhan selama terapi jangka panjang serta dalam mendeteksi interaksi obat yang dapat menyebabkan konsentrasi yang sangat tinggi pada dosis obat rendah atau konsentrasi yang sangat rendah paa dosis tinggi.
35

REFERENSI Antzelevitch C, Shimizu W: Cellular mechanisme underlying the long QT syndrome. Curr Opin Cardiol 2002; 17:43. Chen YH et al: KNQ1 gain-of-function mutation in familial atrial fibrillation. Science 2003;299:251. Cho H-S, Takano M, Noma A: The electrophysiological properties of spontaneously beating pacemaker cells isolated from mouse sinoatrial node. J Physiol 2003;550-169. Duan D et al: Functional role of anion chanells in cardiac diseases. Acta Pharmacol Sin 2005;26-256. Dumaine R, Antzelevtch C: Molecular mechanisms underlying the long QT syndrome. Curr Opin Cardiol 2002;17:36. Echt DS et al for the CAST Investigators: Mortality and morbidity in patiens receiving encainide, flecainide, or placebo. The Cardiac Arrhytmua Suppression Trial. N Engl J Med 1991;324-781. Fuster V et al: ACC/ACC/AHA.ESC Guidelines for the mnagement of patients with atrial fibrilation. Circulation 2001;104:2118.

36

You might also like