Professional Documents
Culture Documents
Kata kunci : mahkota logam berlapis porselen, inlay Klas II, molar tiga, tilting
nci: gigitiruan, Streptococcus Muta PENDAHULUAN Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Bakteri penghasil asam menyebabkan terjadinya reaksi fermentasi karbohidrat yang
terjadinya karies. Ada empat hal utama yang berpengaruh pada karies: permukaan gigi, bakteri kariogenik (penyebab karies), karbohidrat yang difermentasikan, dan waktu. Gigi Ada gangguan tertentu pada gigi yang dapat menyebabkan faktor risiko terkena karies, misalnya imperfekta imperfekta. seperti dan Pada
mengubah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi asam laktat. Asam yang
diproduksi bakteri tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun jadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini dapat memicu
amelogenesis dentinogenesis
kebanyakan kasus, gangguan ini bukanlah penyebab utama dari karies. Anatomi gigi juga berpengaruh pada pembentukan 1
karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies juga sering terjadi pada tempat yang sering terselip sisa makanan. Bakteri Mulut merupakan tempat
Selain terdapat
empat
faktor yang
di
faktor
lain
meningkatkan
karies.
Saliva
menyeimbangkan pH di rongga mulut. Terdapat keadaan dimana produksi saliva mengalami sindrom gangguan, Sjogren, seperti pada
berkembanganya banyak bakteri, namun hanya sedikit bakteri menyebabkan karies, yaitu Streptococcus mutans dan
diabetes
mellitus,
Lactobacilli. Karbohidrat difermentasikan Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang disebut fermentasi. Apabila asam ini mengenai gigi dapat yang dapat
antidepresan
dapat
mempengaruhi
produksi saliva. Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat merusak sel pada kelenjar saliva. Penggunaan tembakau juga dapat mempertinggi risiko karies. Tembakau adalah penyakit faktor yang signifikan seperti gingiva. pada dapat Dengan
periodontis, resesi
menyebabkan
menyebabkan demineralisasi sebaliknya, remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Apabila demineralisasi terus berlanjut, maka akan terjadi proses karies. Waktu Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam. Faktor lainnya
resesi gingiva, maka permukaan gigi akan terbuka. Sementum pada akar gigi akan lebih mudah mengalami demineralisasi.1 Apabila gigi tetangga hilang,
misalnya kehilangan gigi molar pertama akan menyebabkan rotasi gigi molar kedua ke depan (mesial) atau rotasi gigi premolar dua ke belakang (distal) pada sumbu gigi 2
yang dikenali sebagai pusat resistensi untuk mengisi ruang di depan atau belakang gigi tersebut.2 Rotasi terjadi karena gaya beban oklusal yang berlebihan dan gigi cenderung miring ke arah lingual karena lingual plate tulang alveolar lebih tipis dibanding dengan buccal plate.3 Trauma karena oklusi adalah injuri yang terjadi pada periodonsium akibat tekanan oklusal yang diterima kemampuan
pemasangan restorasi yang mengganjal dan trauma karena oklusi sekunder yang terjadi akibat berkurangnya kemampuan periodonsium mengadaptasi tekanan oklusi yang di terima. Ciri traumatik oklusi sekunder adalah mobiliti gigi yang sering
angular, tipe sakunya adalah lebih sering saku infraboni dan migrasi patologi
periodonsium
melampaui
adaptasinya. Oklusi yang tekanannya telah menimbulkan cedera dinamakan traumatik oklusi. Klasifikasi traumatik oklusi berdasarkan durasi adalah trauma karena oklusi akut dimana perubahan tekanan oklusinya terjadi secara tiba-tiba seperti tergigit benda keras dan trauma karena oklusi sekunder dimana terdapat
terutama pada gigi anterior. Traumatik oklusi primer akibat pemasangan restorasi yang menganjal pada jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan pada sendi temporomandibula.4 Syarat untuk suatu gigi dijadikan sebagai gigi penyangga dalam pembuatan jembatan adalah tergantung pada struktur koronal mahkota gigi tanpa
perubahan tekanan oklusal terjadi secara bertahap seperti keausan gigi atau migrasi gigi. Klasifikasi berdasarkan timbulnya adalah trauma karena oklusi primer
tambalan/karies yang luas dengan bentuk retensi dan resistensi yang adekuat, gigi masih utuh dan sehat, pulpa sehat, jaringan periodontal yang sehat, tidak ada lesi periapikal, proporsi mahkota terhadap akar 3
adalah 2:3, ketebalan tulang kortikal serta harus mematuhi Hukum Ante yaitu jumlah luas membran periodontal gigi penyangga sama dengan atau lebih besar dari jumlah luas membran periodontal gigi yang diganti.5 Kemungkinan gigi molar tiga untuk menjadi penyangga adalah gigi tersebut sempurna harus sudah erupsi dengan bentuk
melakukan jembatan karena ruang kamar pulpa yang besar akan mengakibatkan preparasi terbatas. Molar tiga yang ingin dijadikan penyangga sebaiknya tidak terlalu miring karena gigi yang terlalu miring sukar untuk mendapatkan kesejajaran dalam
karena
memberikan
melakukan preparasi. Namun seringkali kedudukan gigi yang ingin digunakan sebagai gigi penyangga memiliki
mahkota yang cukup besar (bulk). Gingiva, membran periodontal dan tulang rahang pada molar tiga tersebut haruslah patologis sehat dapat karena pada kondisi gigi
pemiringan yang tidak sama antara satu sama lain karena persentase molar tiga untuk erupsi secara normal adalah sedikit. Pada kasus demikian jenis retainer yang digunakan adalah berbeda antar satu sama lain. Sebagai contoh seringkali molar tiga ditemukan miring ke mesial dan molar pertama tegak lurus diatas processus alveolaris. Apabila molar tiga dan molar pertama digunakan sebagai penyangga maka kemungkinan untuk molar pertama dibuatkan retainer ekstra koronal
mengakibatkan
mengalami mobiliti dan tidak mampu menjadi penyangga yang kuat. Selain itu, molar tiga mempunyai ruang kamar pulpa yang tidak terlalu besar. Oleh karena itu, rontgen foto untuk setiap gigi yang ingin dijadikan gigi penyangga diperlukan untuk melihat
kamar pulpa selain untuk melihat proporsi akar dan mahkotanya. Untuk kamar pulpa yang terlalu besar pada gigi molar tiga
retainer intra koronal untuk mengatasi masalah kesulitan dalam menentukan arah pasang.6 LAPORAN KASUS Seorang pasien perempuan bagian
Kemudian dilakukan pencetakan anatomis untuk mendapatkan studi model. Dari analisa studi model, didapati gigi 38 tilting ke lingual sekitar 5 sedangkan gigi 48 tilting ke lingual sekitar 10. Telah dijumpai hubungan rahang klas I. Didapati gigi 17 elongasi sekitar 1,5mm dan gigi 27 elongasi sekitar 2,5mm. Dari foto rontgen didapati
Prostodonsia di Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG USU dengan keluhan ingin membuat gigitiruan untuk menggantikan gigi belakang bawah kanan yang telah dicabut di PUSKESMAS pada agustus tahun lalu karena gigi tersebut mempunyai lubang yang besar. Pada pemeriksaan klinis secara ekstra oral, dijumpai wajah depan pasien berbentuk oval dan wajah sampingnya cembung. Pada pemeriksaan intra oral, gigi 37 dan 47 sudah dicabut, tidak ada gigi yang karies, radiks, mobiliti atau kelainan oklusi tetapi dijumpai gigi 17 dan 27 elongasi. Kehilangan gigi pada pasien ini diklasifikasikan sebagai Klas III
Gambar 3: Foto intraoral a. Gigi (48) yang miring 100 b. Gigi (38) yang miring 50
Rencana perawatan
Gambar 5: Elongasi gigi 17 sekitar 1,5mm
Desain
perawatan
yang
direncanakan untuk kasus ini adalah jembatan rigid fixed dengan menggunakan ekstra koronal retainer dimana retainer terletak/berada diluar bidang mahkota gigi pada gigi 46 dan 48. Jenis ekstra koronal
Gambar 6: Elongasi gigi 27 sekitar 2,5mm
48
adalah
mahkota
logam
berlapis
tilting ke lingual sekitar 5 sedangkan gigi 48 tilting ke lingual sekitar 10. Gigi molar tiga yang miring dengan sudut tilting maksimal sekitar 25-300 masih bisa
porselen yang mampu menerima beban pengunyahan yang besar serta estetis. Jenis pontik yang dipakai adalah sanitary pontik karena gigi yang perlu diganti adalah gigi posterior rahang bawah. Dengan tipe
dijadikan sebagai gigi penyangga.5 ii) Gigi antagonis yang elongasi pada gigi yang ingin diganti pada kedua-dua bagian rahang atas. Gigi antagonis yaitu gigi 17
elongasi
sekitar
1,5mm
dan
gigi
singkat setelah jembatan siap dipasang dan akan mengalami gangguan TMJ pada jangka waktu yang panjang.
Permasalahan Dalam kasus ini terdapat beberapa kesulitan untuk melakukan perawatan jembatan. Antara lain, i) Tilting pada gigi penyangga ( gigi molar 3). Tilting pada gigi penyangga merupakan salah satu kontra indikasi dalam pembuatan jembatan karena antara
Gambar 11: Elongasi gigi 27 sekitar 2,5mm Gambar 10: Elongasi gigi 17 sekitar 1,5mm
persyaratan yang baik pada gigi penyangga adalah tidak miring. Didapati gigi 38 Rencana perawatan yang baru 7
model melihat
ditanam
di
pergerakan
rahang, didapati cusp mesiobukal gigi 17 terhambat atau berkontak pada cusp mesiobukal gigi 47 pada pergerakan ke lateral kiri. Gigi 17 tidak berkontak pada
Gambar 15: Pergerakan ke lateral kanan
pergerakan lateral kanan ataupun ke posterior. Desain Perawatan Tipe jembatan yang digunakan pada perawatan kasus ini adalah rigid fixed bridge, alasannya, karena memiliki retensi yang maksimum dan kuat serta beban
Gambar 12: Studi model pada artikulator
pengunyahan sebanding.
pada
gigi
penyangga
Retainer yang dipakai dalam perawatan ini adalah extra coronal retainer pada gigi 46 dimana retainer terletak / berada diluar bidang mahkota gigi. Alasannya, karena
Gambar 13: Pergerakan ke posterior
pada
kasus
ini
akan
menggunakan
mahkota logam berlapis porselen yang sanggup menerima beban pengunyahan yang besar serta estetis. Jenis retainer yang dibuat pada 48 adalah intra coronal retainer yang berbentuk inlay Klas II.
Gambar 14: Pergerakan ke lateral kiri
penuh pada molar tiga tidak mungkin dilakukan karena untuk preparasi yang sejajar sisi antara molar pertama dan molar ketiga diperlukan preparasi yang
Desain perawatan
berlebihan pada daerah mesial dan lingual molar ketiga yang dikhawatirkan Prinsip preparasi: mempertahankan bentuk anatomis gigi (lingkaran terbesar)
mengganggu kesehatan pulpa. Jenis pontik yang akan dipakai dalam kasus ini adalah sanitary pontic dimana ukurannya
dikurangi sedikit agar tidak berkontak pada cusp mesiobukal gigi 17 pada pergerakan ke lateral kiri. Hal tersebut untuk mengatasi agar cusp mesiobukal gigi 17 yang masih utuh tidak dilakukan oklusal adjustment (selective grinding). Selain itu, sanitary pontik dipakai karena gigi yang perlu diganti adalah gigi posterior rahang bawah. Dengan tipe sanitary pontik, GTC lebih mudah
ketebalan preparasi yang cukup pada porcelain fused to metal Tebal metal coping Tebal porselen : 0,3-0,5 mm : 1 mm
Inlay Klas II Akhiran servikal Garis akhiran berbentuk shoulder servikal edge dibagian bukal, berbentuk lingual, ,mesial dan shoulder melingkari gigi Preparasi gigi penyangga 9
dibersihkan.
- Preparasi
pada
gigi
penyangga
diharapkan akan dapat meningkatkan retensi dan resistensi. - Bagian servikal dipreparasi sehingga pada bagian flat bukal dan berbentuk lingual
bagian servikal bisa dipreparasi. - Dengan memakai bur silinder, dibuat depth groove (kira-kira 1,8 mm) pada bagian oklusal supaya preparasi akhir mendapati kedalaman 2 mm. - Siapkan preparasi oklusal dengan menghubungkan semua deep guide. - Depth groove pada sisi bukal (1,5 - 2 mm) dan pada sisi lingual (0,5 0,8mm). - Bagian bukal ditipiskan sedalam deep guide tersebut sampai ke bagian proksimal. - Bagian proksimal diasah agar arah pasang GTC sama. Bagian ini diasah dengan memakai bur
shoulder
pada
berbentuk chamfer sedalam 1 mm ke dalam sulkus gingival. Tahap Prosedur Pengasahan Gigi
groove
menggunakan bur bulat/taper yang kecil dan harus tegak lurus terhadap cusp bukal dan lingual.
-
dan lingual sehingga ke proksimal dan berhenti pada ketinggian kontur marginal ridge dan harus mencapai proksimal clearance. 10
Spacer
pada
sendok
cetak
dikelurakan dan letakkan bahan Margin gingiva adalah 45. Proksimal bevel dilakukan
cetak putty pada sendok cetak. Sendok cetak dimasukkan dalam mulut pasien Setelah bahan cetak mengeras, cetakan dapat dilepas dari mulut pasien.
chamfer.
Dibuatkan parit pada cetakan untuk mendapatkan aliran yang baik dari bahan cetak wash.
Retraksi
gingiva
dilepas
dan
letakkan bahan cetak wash di atas Pencetakan Fisiologis ( Teknik Two-Stage Modifikasi)10 Pada teknik ini, setelah dicetak dengan bahan cetak putty, dibuatkan parit di sekeliling cetakan gigi yang dipreparasi agar bahan cetak wash yang berlebihan dapat mengalir keluar. Bahan cetak wash digunakan karena daya alir yang tinggi sehingga garis akhiran servikal pada gigi yang dipreparasi tercetak dengan baik dan sempurna. Cara kerjanya: 11
cetakan putty. Wash pada syringe diinjeksikan pada gigi yang dipreparasi mulai dari sela gusi sampai bagian
oklusal gigi agar garis akhiran servikal tercetak dengan sempurna. Sendok cetak dimasukkan dalam mulut pasien dan tunggu sampai mengeras, setelah itu, sendok cetak dikeluarkan dari mulut pasien.
dalam
bentuk
bubuk
dan
cairan.
Pemanipulasiannya adalah dengan ratio P:L (Powder :Liquid Ratio) 1,5:1. untuk
Instrumen
plastis
digunakan
mengaduk semen diatas glass slab yang dingin dan pengadukkannya sekitar 1
Kerugian
pemakaian
semen
dipreparasi dicetak.
polikarboksilat adalah: kemudian i) Waktu kerja yang pendek (2,5 - 3,5 menit). ii) Waktu pengerasan yang lama (6 - 9 menit). Kerugian pemakaian semen
Cetakan
tersebut
kemudian dicetakkan pada model A yang telah diberi vaseline. Tunggu sampai akrilik mengeras sebagian, lepaskan cetakan,
polikarboksilat dapat dikurangi dengan menempatkan bubuk semen dalam kulkas atau menggunakan glass slab yang
kemudian tunggu sampai akrilik mengeras sempurna dan akhirnya lakukan pemolisan.
dingin.12
DISKUSI Untuk sementasi akan digunakan semen polikarboksilat. Semen Rehabilitasi gigi molar kedua
bawah yang hilang dengan gigitiruan jembatan yang melibatkan gigi molar ketiga yang miring sebagai gigi penyangga jarang dilakukan karena gigi tersebut sering mengalami anomali dan tidak memenuhi persyaratan gigi penyangga 12
polikarboksilat merupakan antara semen yang dapat digunakan sebagai bahan perekat untuk inlay metal dan mahkota metal. Semen polikarboksilat tersedia
yang baik. Dalam kasus ini, didapati gigi 48 tilting ke lingual sekitar 5. Gigi molar tiga yang miring dengan sudut tilting maksimal sekitar 25-300 masih bisa
1. Bahan tutorial Gigi dan Mulut, Faculty Of Medicine- University Of Riau 2008: Files of Drs Med- FK UNRI < http://yayanakhyar.wordpress.com 2.Gill DS, Lee RT, Tredwin CJ. Treatment Planning for the Loss of First Permanent Molars. Dent Update 2001; 28:304-8. 3. Santoro M. Molar Uprighting. http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/D5 300/Lecture %2012.DDS.Class2008.20050622.Principl es%20of%20Molar%20Uprigh_BW.pdf 4. Buku ajar Prostodonsia III, Gigitiruan Cekat (GTC), Universitas Sumatera Utara, 2004: 1-4 5. Deines D. Fixed Partial Dentures : Treatment Planning and Biomechanics. http://umkc2013.com/files/2013/Second %20Year/Spring/Fixed/Lecture %20Notes/1%20FP2%20FPD%20Lecture %202011pdf.pdf 6. Buku ajar Prostodonsia III, Gigitiruan Cekat (GTC), Universitas Sumatera Utara, 2004: 1-7 7. Eddy Dahar. Gigitiruan Jembatan untuk Gigi Molar Kedua Rahang Bawah yang Hilang Melibatkan Molar Ketiga Sebagai Gigi Penyangga. Departemen Prostodonsia FKG USU. 8. Blair FM, Wassell RW, Steele JG. Crown and Other Extra Coronal Restorations : Preparations for Full Veneer Crowns. BDJ 2002 ; 192 (10) :56171. 9. Anonymous. Cast Metal Inlays/Onlays. <http://www.dent.ohiostate.edu/courses/d538/INLAYSONLAYS /Cast%20metal%20Inlays_onlays.pdf> 10.Wassell RW, Barker D, Walls AWG. Crowns and Other Extra Coronal 13
dijadikan sebagai gigi penyangga.5 Dalam kasus ini retainer yang dipakai pada gigi 48 adalah intra koronal retainer yang berbentuk inlay Klas II karena pembuatan retainer berbentuk mahkota penuh pada molar tiga yang miring tidak mungkin dilakukan karena preparasi yang sejajar sisi diperlukan preparasi yang berlebihan sehingga kesehatan dikhawatirkan pulpa. mengganggu pada
Kesejajaran
preparasi adalah penting karena untuk mendapatkan retensi pada sebuah jembatan selain dari permukaan kontak preparasi dan sudut inklinasi. Perawatan dipilih untuk dilakukan pada bagian kanan karena elongasi gigi yang lebih sedikit berbanding dengan elongasi gigi pada bagian kiri.
REFERENSI
Restorations : Impression Materials and Technique. BDJ 2002 ; 192 (12) : 679-90. 11. Watson S. Dental Crown Procedure : Fabricating a Temporary Crown. <http://dentistry.about.com/od/cosmeticde ntistry/ss/What-To-Expect-During-TheDental-Crown-Procedure_5.htm> 12. Baum L, Phillips RW, Lund MR, Alih Bahasa: Prof.Dr.drg. Rasinta Taringan : Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi III; 167-171
14