You are on page 1of 14

REHABILITASI KEHILANGAN GIGI DENGAN GTC PADA KONDISI PENYANGGA MOLAR TIGA YANG MIRING Priyadharshene Sagar, Lili

Syazwani Shahron Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Abstrak


Seorang pasien perempuan berumur 32 tahun datang ke bagian Prostodonsia di Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG USU dengan keluhan ingin membuat gigitiruan untuk mengganti gigi belakang bawah kanan yang telah dicabut di PUSKESMAS pada bulan agustus tahun lalu karena gigi tersebut mempunyai lubang yang besar. Pada pemeriksaan intra oral, gigi 37 dan 47 sudah dicabut, tidak ada gigi yang karies, radiks, mobiliti atau kelainan oklusi tetapi dijumpai gigi 17 dan 27 elongasi, serta didapati gigi 38 tilting ke lingual sekitar 5o dan gigi 48 tilting ke lingual sekitar 10o. Dalam kasus ini, retainer yang dipakai pada gigi 46 adalah ekstra koronal retainer yang berbentuk mahkota logam berlapis porselen manakala pada gigi 48 adalah intra koronal retainer yang berbentuk inlay Klas II karena pembuatan retainer berbentuk mahkota penuh pada molar tiga yang miring tidak mungkin dilakukan karena preparasi yang sejajar sisi diperlukan sehingga dikhawatirkan mengganggu kesehatan pulpa. Jenis pontik yang dipakai adalah sanitary pontik karena gigi yang perlu diganti adalah gigi posterior rahang bawah.

Kata kunci : mahkota logam berlapis porselen, inlay Klas II, molar tiga, tilting

nci: gigitiruan, Streptococcus Muta PENDAHULUAN Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Bakteri penghasil asam menyebabkan terjadinya reaksi fermentasi karbohidrat yang

terjadinya karies. Ada empat hal utama yang berpengaruh pada karies: permukaan gigi, bakteri kariogenik (penyebab karies), karbohidrat yang difermentasikan, dan waktu. Gigi Ada gangguan tertentu pada gigi yang dapat menyebabkan faktor risiko terkena karies, misalnya imperfekta imperfekta. seperti dan Pada

mengubah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi asam laktat. Asam yang

diproduksi bakteri tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun jadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini dapat memicu

amelogenesis dentinogenesis

kebanyakan kasus, gangguan ini bukanlah penyebab utama dari karies. Anatomi gigi juga berpengaruh pada pembentukan 1

karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Karies juga sering terjadi pada tempat yang sering terselip sisa makanan. Bakteri Mulut merupakan tempat

Selain terdapat

empat

faktor yang

di

atas, dapat dapat

faktor

lain

meningkatkan

karies.

Saliva

menyeimbangkan pH di rongga mulut. Terdapat keadaan dimana produksi saliva mengalami sindrom gangguan, Sjogren, seperti pada

berkembanganya banyak bakteri, namun hanya sedikit bakteri menyebabkan karies, yaitu Streptococcus mutans dan

diabetes

mellitus,

diabetes insipidus, dan sarkoidosis. Obatobatan seperti antihistamin dan

Lactobacilli. Karbohidrat difermentasikan Bakteri pada mulut seseorang akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui sebuah proses glikolisis yang disebut fermentasi. Apabila asam ini mengenai gigi dapat yang dapat

antidepresan

dapat

mempengaruhi

produksi saliva. Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat merusak sel pada kelenjar saliva. Penggunaan tembakau juga dapat mempertinggi risiko karies. Tembakau adalah penyakit faktor yang signifikan seperti gingiva. pada dapat Dengan

periodontis, resesi

menyebabkan

menyebabkan demineralisasi sebaliknya, remineralisasi dapat terjadi bila pH telah dinetralkan. Apabila demineralisasi terus berlanjut, maka akan terjadi proses karies. Waktu Demineralisasi dapat terjadi setelah 2 jam. Faktor lainnya

resesi gingiva, maka permukaan gigi akan terbuka. Sementum pada akar gigi akan lebih mudah mengalami demineralisasi.1 Apabila gigi tetangga hilang,

misalnya kehilangan gigi molar pertama akan menyebabkan rotasi gigi molar kedua ke depan (mesial) atau rotasi gigi premolar dua ke belakang (distal) pada sumbu gigi 2

yang dikenali sebagai pusat resistensi untuk mengisi ruang di depan atau belakang gigi tersebut.2 Rotasi terjadi karena gaya beban oklusal yang berlebihan dan gigi cenderung miring ke arah lingual karena lingual plate tulang alveolar lebih tipis dibanding dengan buccal plate.3 Trauma karena oklusi adalah injuri yang terjadi pada periodonsium akibat tekanan oklusal yang diterima kemampuan

dimana penyebabnya adalah peningkatan tekanan oklusal misalnya karena

pemasangan restorasi yang mengganjal dan trauma karena oklusi sekunder yang terjadi akibat berkurangnya kemampuan periodonsium mengadaptasi tekanan oklusi yang di terima. Ciri traumatik oklusi sekunder adalah mobiliti gigi yang sering

berlebihan, cacat tulang yang

angular, tipe sakunya adalah lebih sering saku infraboni dan migrasi patologi

periodonsium

melampaui

adaptasinya. Oklusi yang tekanannya telah menimbulkan cedera dinamakan traumatik oklusi. Klasifikasi traumatik oklusi berdasarkan durasi adalah trauma karena oklusi akut dimana perubahan tekanan oklusinya terjadi secara tiba-tiba seperti tergigit benda keras dan trauma karena oklusi sekunder dimana terdapat

terutama pada gigi anterior. Traumatik oklusi primer akibat pemasangan restorasi yang menganjal pada jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan pada sendi temporomandibula.4 Syarat untuk suatu gigi dijadikan sebagai gigi penyangga dalam pembuatan jembatan adalah tergantung pada struktur koronal mahkota gigi tanpa

perubahan tekanan oklusal terjadi secara bertahap seperti keausan gigi atau migrasi gigi. Klasifikasi berdasarkan timbulnya adalah trauma karena oklusi primer

tambalan/karies yang luas dengan bentuk retensi dan resistensi yang adekuat, gigi masih utuh dan sehat, pulpa sehat, jaringan periodontal yang sehat, tidak ada lesi periapikal, proporsi mahkota terhadap akar 3

adalah 2:3, ketebalan tulang kortikal serta harus mematuhi Hukum Ante yaitu jumlah luas membran periodontal gigi penyangga sama dengan atau lebih besar dari jumlah luas membran periodontal gigi yang diganti.5 Kemungkinan gigi molar tiga untuk menjadi penyangga adalah gigi tersebut sempurna harus sudah erupsi dengan bentuk

seperti pasien yang berusia dibawah 17 tahun, tidak diindikasikan untuk

melakukan jembatan karena ruang kamar pulpa yang besar akan mengakibatkan preparasi terbatas. Molar tiga yang ingin dijadikan penyangga sebaiknya tidak terlalu miring karena gigi yang terlalu miring sukar untuk mendapatkan kesejajaran dalam

karena

memberikan

melakukan preparasi. Namun seringkali kedudukan gigi yang ingin digunakan sebagai gigi penyangga memiliki

mahkota yang cukup besar (bulk). Gingiva, membran periodontal dan tulang rahang pada molar tiga tersebut haruslah patologis sehat dapat karena pada kondisi gigi

pemiringan yang tidak sama antara satu sama lain karena persentase molar tiga untuk erupsi secara normal adalah sedikit. Pada kasus demikian jenis retainer yang digunakan adalah berbeda antar satu sama lain. Sebagai contoh seringkali molar tiga ditemukan miring ke mesial dan molar pertama tegak lurus diatas processus alveolaris. Apabila molar tiga dan molar pertama digunakan sebagai penyangga maka kemungkinan untuk molar pertama dibuatkan retainer ekstra koronal

mengakibatkan

mengalami mobiliti dan tidak mampu menjadi penyangga yang kuat. Selain itu, molar tiga mempunyai ruang kamar pulpa yang tidak terlalu besar. Oleh karena itu, rontgen foto untuk setiap gigi yang ingin dijadikan gigi penyangga diperlukan untuk melihat

kamar pulpa selain untuk melihat proporsi akar dan mahkotanya. Untuk kamar pulpa yang terlalu besar pada gigi molar tiga

sementara pada molar tiga dibuatkan 4

retainer intra koronal untuk mengatasi masalah kesulitan dalam menentukan arah pasang.6 LAPORAN KASUS Seorang pasien perempuan bagian

Kemudian dilakukan pencetakan anatomis untuk mendapatkan studi model. Dari analisa studi model, didapati gigi 38 tilting ke lingual sekitar 5 sedangkan gigi 48 tilting ke lingual sekitar 10. Telah dijumpai hubungan rahang klas I. Didapati gigi 17 elongasi sekitar 1,5mm dan gigi 27 elongasi sekitar 2,5mm. Dari foto rontgen didapati

berumur 32 tahun datang ke

Prostodonsia di Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG USU dengan keluhan ingin membuat gigitiruan untuk menggantikan gigi belakang bawah kanan yang telah dicabut di PUSKESMAS pada agustus tahun lalu karena gigi tersebut mempunyai lubang yang besar. Pada pemeriksaan klinis secara ekstra oral, dijumpai wajah depan pasien berbentuk oval dan wajah sampingnya cembung. Pada pemeriksaan intra oral, gigi 37 dan 47 sudah dicabut, tidak ada gigi yang karies, radiks, mobiliti atau kelainan oklusi tetapi dijumpai gigi 17 dan 27 elongasi. Kehilangan gigi pada pasien ini diklasifikasikan sebagai Klas III

proporsi antara mahkota dan akar adalah hampir sama.

Gambar 1: Foto profil wajah a

Gambar 2: Foto frontal wajah b

modifikasi I Kennedy. Oral higiene pasien baik.

Gambar 3: Foto intraoral a. Gigi (48) yang miring 100 b. Gigi (38) yang miring 50

Gambar 7: Studi model gtc RA dan RB

Gambar 8: Foto RO gigi 48

Gambar 4: Hubungan rahang Klas I

Gambar 9: Foto RO gigi 38

Rencana perawatan
Gambar 5: Elongasi gigi 17 sekitar 1,5mm

Desain

perawatan

yang

direncanakan untuk kasus ini adalah jembatan rigid fixed dengan menggunakan ekstra koronal retainer dimana retainer terletak/berada diluar bidang mahkota gigi pada gigi 46 dan 48. Jenis ekstra koronal
Gambar 6: Elongasi gigi 27 sekitar 2,5mm

retainer yang digunakan pada gigi 46 dan 6

48

adalah

mahkota

logam

berlapis

tilting ke lingual sekitar 5 sedangkan gigi 48 tilting ke lingual sekitar 10. Gigi molar tiga yang miring dengan sudut tilting maksimal sekitar 25-300 masih bisa

porselen yang mampu menerima beban pengunyahan yang besar serta estetis. Jenis pontik yang dipakai adalah sanitary pontik karena gigi yang perlu diganti adalah gigi posterior rahang bawah. Dengan tipe

dijadikan sebagai gigi penyangga.5 ii) Gigi antagonis yang elongasi pada gigi yang ingin diganti pada kedua-dua bagian rahang atas. Gigi antagonis yaitu gigi 17

sanitary pontik, GTC mudah dibersihkan.


Ekstra koronal retainer

elongasi

sekitar

1,5mm

dan

gigi

elongasi sekitar yang elongasi

2,5mm. Gigi antagonis dapat mengakibatkan

traumatik oklusi dalam jangka waktu yang


Sanitar y pontik

singkat setelah jembatan siap dipasang dan akan mengalami gangguan TMJ pada jangka waktu yang panjang.

Permasalahan Dalam kasus ini terdapat beberapa kesulitan untuk melakukan perawatan jembatan. Antara lain, i) Tilting pada gigi penyangga ( gigi molar 3). Tilting pada gigi penyangga merupakan salah satu kontra indikasi dalam pembuatan jembatan karena antara
Gambar 11: Elongasi gigi 27 sekitar 2,5mm Gambar 10: Elongasi gigi 17 sekitar 1,5mm

persyaratan yang baik pada gigi penyangga adalah tidak miring. Didapati gigi 38 Rencana perawatan yang baru 7

Setelah artikulator untuk

model melihat

ditanam

di

pergerakan

rahang, didapati cusp mesiobukal gigi 17 terhambat atau berkontak pada cusp mesiobukal gigi 47 pada pergerakan ke lateral kiri. Gigi 17 tidak berkontak pada
Gambar 15: Pergerakan ke lateral kanan

pergerakan lateral kanan ataupun ke posterior. Desain Perawatan Tipe jembatan yang digunakan pada perawatan kasus ini adalah rigid fixed bridge, alasannya, karena memiliki retensi yang maksimum dan kuat serta beban
Gambar 12: Studi model pada artikulator

pengunyahan sebanding.

pada

gigi

penyangga

Retainer yang dipakai dalam perawatan ini adalah extra coronal retainer pada gigi 46 dimana retainer terletak / berada diluar bidang mahkota gigi. Alasannya, karena
Gambar 13: Pergerakan ke posterior

pada

kasus

ini

akan

menggunakan

mahkota logam berlapis porselen yang sanggup menerima beban pengunyahan yang besar serta estetis. Jenis retainer yang dibuat pada 48 adalah intra coronal retainer yang berbentuk inlay Klas II.
Gambar 14: Pergerakan ke lateral kiri

Pembuatan retainer berbentuk mahkota 8

penuh pada molar tiga tidak mungkin dilakukan karena untuk preparasi yang sejajar sisi antara molar pertama dan molar ketiga diperlukan preparasi yang

Desain perawatan

berlebihan pada daerah mesial dan lingual molar ketiga yang dikhawatirkan Prinsip preparasi: mempertahankan bentuk anatomis gigi (lingkaran terbesar)

mengganggu kesehatan pulpa. Jenis pontik yang akan dipakai dalam kasus ini adalah sanitary pontic dimana ukurannya

dikurangi sedikit agar tidak berkontak pada cusp mesiobukal gigi 17 pada pergerakan ke lateral kiri. Hal tersebut untuk mengatasi agar cusp mesiobukal gigi 17 yang masih utuh tidak dilakukan oklusal adjustment (selective grinding). Selain itu, sanitary pontik dipakai karena gigi yang perlu diganti adalah gigi posterior rahang bawah. Dengan tipe sanitary pontik, GTC lebih mudah

ketebalan preparasi yang cukup pada porcelain fused to metal Tebal metal coping Tebal porselen : 0,3-0,5 mm : 1 mm

ketebalan preparasi tergantung pada arah pasang GTC

Inlay Klas II Akhiran servikal Garis akhiran berbentuk shoulder servikal edge dibagian bukal, berbentuk lingual, ,mesial dan shoulder melingkari gigi Preparasi gigi penyangga 9

dibersihkan.

Intrakoronal retainer berbentuk inlay Klas II7

Gigi penyangga dipreparasikan seperti yang telah dilakukan dalam

- Preparasi

pada

gigi

penyangga

dilakukan dengan kemiringan lebih kurang 7 dalam arah serviko-

preparasi gigi model. Tahap Prosedur Pengasahan Gigi

oklusal guna untuk menciptakan efek friksi pada gigitiruan yang

Penyangga (Gigi 46)8 - Gingiva diretraksi dulu supaya

diharapkan akan dapat meningkatkan retensi dan resistensi. - Bagian servikal dipreparasi sehingga pada bagian flat bukal dan berbentuk lingual

bagian servikal bisa dipreparasi. - Dengan memakai bur silinder, dibuat depth groove (kira-kira 1,8 mm) pada bagian oklusal supaya preparasi akhir mendapati kedalaman 2 mm. - Siapkan preparasi oklusal dengan menghubungkan semua deep guide. - Depth groove pada sisi bukal (1,5 - 2 mm) dan pada sisi lingual (0,5 0,8mm). - Bagian bukal ditipiskan sedalam deep guide tersebut sampai ke bagian proksimal. - Bagian proksimal diasah agar arah pasang GTC sama. Bagian ini diasah dengan memakai bur

shoulder

pada

berbentuk chamfer sedalam 1 mm ke dalam sulkus gingival. Tahap Prosedur Pengasahan Gigi

Penyangga (Gigi 48)9 -

Buat outline form. Lakukan sedalam penetrasi 1,8mm central dengan

groove

menggunakan bur bulat/taper yang kecil dan harus tegak lurus terhadap cusp bukal dan lingual.
-

Lakukan ekstensi ke arah bukal

dan lingual sehingga ke proksimal dan berhenti pada ketinggian kontur marginal ridge dan harus mencapai proksimal clearance. 10

tapered.Kemudian dilanjutkan pada sisi lingual.

Dasar box adalah 1,0mm (M-L). Pada batas pertemuan dinding

Gingiva diretraksi dulu dan rongga mulut dikeringkan.

aksial dan dinding gingiva, dilakukan groove.


-

Spacer

pada

sendok

cetak

dikelurakan dan letakkan bahan Margin gingiva adalah 45. Proksimal bevel dilakukan

cetak putty pada sendok cetak. Sendok cetak dimasukkan dalam mulut pasien Setelah bahan cetak mengeras, cetakan dapat dilepas dari mulut pasien.

dengan memakai bur taper.


-

Oklusal bevel adalah berbentuk

chamfer.

Dibuatkan parit pada cetakan untuk mendapatkan aliran yang baik dari bahan cetak wash.

Retraksi

gingiva

dilepas

dan

letakkan bahan cetak wash di atas Pencetakan Fisiologis ( Teknik Two-Stage Modifikasi)10 Pada teknik ini, setelah dicetak dengan bahan cetak putty, dibuatkan parit di sekeliling cetakan gigi yang dipreparasi agar bahan cetak wash yang berlebihan dapat mengalir keluar. Bahan cetak wash digunakan karena daya alir yang tinggi sehingga garis akhiran servikal pada gigi yang dipreparasi tercetak dengan baik dan sempurna. Cara kerjanya: 11

cetakan putty. Wash pada syringe diinjeksikan pada gigi yang dipreparasi mulai dari sela gusi sampai bagian

oklusal gigi agar garis akhiran servikal tercetak dengan sempurna. Sendok cetak dimasukkan dalam mulut pasien dan tunggu sampai mengeras, setelah itu, sendok cetak dikeluarkan dari mulut pasien.

Pembuatan Mahkota Sementara (Teknik tidak langsung)11 Teknik tidak langsung:

dalam

bentuk

bubuk

dan

cairan.

Pemanipulasiannya adalah dengan ratio P:L (Powder :Liquid Ratio) 1,5:1. untuk

Gigi yang telah dipreparasi dicetak dengan alginate untuk

Instrumen

plastis

digunakan

mengaduk semen diatas glass slab yang dingin dan pengadukkannya sekitar 1

mendapatkan model A. Model anatomis gigi sebelum

Kerugian

pemakaian

semen

dipreparasi dicetak.

polikarboksilat adalah: kemudian i) Waktu kerja yang pendek (2,5 - 3,5 menit). ii) Waktu pengerasan yang lama (6 - 9 menit). Kerugian pemakaian semen

Cetakan

tersebut

diletakkan akrilik self curing pada daerah gigi yang dipreparasi

kemudian dicetakkan pada model A yang telah diberi vaseline. Tunggu sampai akrilik mengeras sebagian, lepaskan cetakan,

polikarboksilat dapat dikurangi dengan menempatkan bubuk semen dalam kulkas atau menggunakan glass slab yang

kemudian tunggu sampai akrilik mengeras sempurna dan akhirnya lakukan pemolisan.

dingin.12

DISKUSI Untuk sementasi akan digunakan semen polikarboksilat. Semen Rehabilitasi gigi molar kedua

bawah yang hilang dengan gigitiruan jembatan yang melibatkan gigi molar ketiga yang miring sebagai gigi penyangga jarang dilakukan karena gigi tersebut sering mengalami anomali dan tidak memenuhi persyaratan gigi penyangga 12

polikarboksilat merupakan antara semen yang dapat digunakan sebagai bahan perekat untuk inlay metal dan mahkota metal. Semen polikarboksilat tersedia

yang baik. Dalam kasus ini, didapati gigi 48 tilting ke lingual sekitar 5. Gigi molar tiga yang miring dengan sudut tilting maksimal sekitar 25-300 masih bisa

1. Bahan tutorial Gigi dan Mulut, Faculty Of Medicine- University Of Riau 2008: Files of Drs Med- FK UNRI < http://yayanakhyar.wordpress.com 2.Gill DS, Lee RT, Tredwin CJ. Treatment Planning for the Loss of First Permanent Molars. Dent Update 2001; 28:304-8. 3. Santoro M. Molar Uprighting. http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/D5 300/Lecture %2012.DDS.Class2008.20050622.Principl es%20of%20Molar%20Uprigh_BW.pdf 4. Buku ajar Prostodonsia III, Gigitiruan Cekat (GTC), Universitas Sumatera Utara, 2004: 1-4 5. Deines D. Fixed Partial Dentures : Treatment Planning and Biomechanics. http://umkc2013.com/files/2013/Second %20Year/Spring/Fixed/Lecture %20Notes/1%20FP2%20FPD%20Lecture %202011pdf.pdf 6. Buku ajar Prostodonsia III, Gigitiruan Cekat (GTC), Universitas Sumatera Utara, 2004: 1-7 7. Eddy Dahar. Gigitiruan Jembatan untuk Gigi Molar Kedua Rahang Bawah yang Hilang Melibatkan Molar Ketiga Sebagai Gigi Penyangga. Departemen Prostodonsia FKG USU. 8. Blair FM, Wassell RW, Steele JG. Crown and Other Extra Coronal Restorations : Preparations for Full Veneer Crowns. BDJ 2002 ; 192 (10) :56171. 9. Anonymous. Cast Metal Inlays/Onlays. <http://www.dent.ohiostate.edu/courses/d538/INLAYSONLAYS /Cast%20metal%20Inlays_onlays.pdf> 10.Wassell RW, Barker D, Walls AWG. Crowns and Other Extra Coronal 13

dijadikan sebagai gigi penyangga.5 Dalam kasus ini retainer yang dipakai pada gigi 48 adalah intra koronal retainer yang berbentuk inlay Klas II karena pembuatan retainer berbentuk mahkota penuh pada molar tiga yang miring tidak mungkin dilakukan karena preparasi yang sejajar sisi diperlukan preparasi yang berlebihan sehingga kesehatan dikhawatirkan pulpa. mengganggu pada

Kesejajaran

preparasi adalah penting karena untuk mendapatkan retensi pada sebuah jembatan selain dari permukaan kontak preparasi dan sudut inklinasi. Perawatan dipilih untuk dilakukan pada bagian kanan karena elongasi gigi yang lebih sedikit berbanding dengan elongasi gigi pada bagian kiri.

REFERENSI

Restorations : Impression Materials and Technique. BDJ 2002 ; 192 (12) : 679-90. 11. Watson S. Dental Crown Procedure : Fabricating a Temporary Crown. <http://dentistry.about.com/od/cosmeticde ntistry/ss/What-To-Expect-During-TheDental-Crown-Procedure_5.htm> 12. Baum L, Phillips RW, Lund MR, Alih Bahasa: Prof.Dr.drg. Rasinta Taringan : Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi III; 167-171

14

You might also like