Professional Documents
Culture Documents
Sistem darah
Orang dengan berat badan 70 kg memiliki kira-kira 5 liter darah, dengan berat kira-kira 7% dari berat badan total. Darah mengalir dari jantung menuju arteri, kemudian kapiler dan kembali melalui vena menuju jantung. Darah terdiri atas 52-62% cairan plasma dan 38-48% sel-sel darah. Plasma memiliki kandungan utama air (91,5%) dan berperan sebagai solven (pelarut) untuk mengangkut material-material lain yaitu protein (7%) serta bahan lain (1,5%). Sel-sel darah dibuat dari
stem cell (sel induk) dalam suatu proses yang dinamakan hematopoiesis yang umumnya terjadi di dalam sumsum tulang. Stem cell menghasilkan hemocytoblasts (hemositoblas) yang berubah menjadi prekursor untuk berbagai jenis sel darah. Hemositoblas matur menjadi 3 jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), lekosit (sel darah putih) dan platelet (trombosit).
Sel-sel darah merah (eritrosit) Lekosit dibagi menjadi dua yaitu granulosit (mengandung granula di dalam sitoplasma) dan agranulosit (tak mengandung granula). Granulosit terdiri atas netrofil (55-70%), eosinofil (1-3%) dan basofil (0,5-1%). Sedangkan agranulosit terdiri atas limfosit (limfosit T dan limfosit B) dan monosit. Limfosit beredar di dalam sistem darah dan sistem limfe dan membuat rumah di dalam organ limfoid.
Sel-sel darah (perhatikan eritrosit, trombosit dan berbagai jenis lekosit) Lekosit dapat hidup selama 5-9 hari. Eritrosit hidup selama kira-kira 120 hari. Eritrosit ini selanjutnya bermi kata imun: kebal dan logos: ilmugrasi ke limpa untuk mati. Berikut ini gambaran jumlah sel-sel darah. Jumlah sel-sel darah orang dewasa normal Eritrosit Trombosit Lekosit Netrofil 5.0x106/mm3 2.5x105/mm3 7.3x103/mm3 Granulosit 50-70%
Sistem limfe
Limfe adalah cairan jernih, transparan dan tak berwarna. Cairan limfe mengalir di dalam pembuluh limfe melalui jaringan-jaringan dan organ-organ untuk memberikan perlindungan. Tak ada eritrosit di dalam limfe dan mengandung lebih sedikit protein daripada darah. Limfe mengalir dari cairan interstitial melalui pembuluh limfe menuju duktus thorakis atau duktus limfe kanan dan bermuara di vena subklavia, di sinilah limfe menyatu dengan darah. Limfe membawa lipid dan vitamin-vitamin yang larut dalam lipid setelah diserap dari saluran pencernaan. Seperti pembuluh darah vena, pembuluh limfe memiliki katup-katup yang mencegah aliran balik cairan. Di sepanjang pembuluh limfe terdapat limfonodi yang menyaring cairan limfe. Sistem limfoid manusia terdiri atas: 1. Organ-organ primer, yaitu sumsum tulang dan kelenjar timus (di belakang tulang dada di atas jantung) 2. Organ-organ sekunder, umumnya dekat jalan masuk patogen: adenoid, tonsil, limpa, limfonodi, appendiks dan Peyers patches.
Imunitas bawaan
Imunitas bawaan sering juga disebut dengan imunitas alamiah, imunitas non spesifik, innate immunity dan natural immunity. Imunitas bawaan muncul sejak lahir, tersusun dari beberapa komponen yaitu: BARIER ANATOMI 1. Faktor mekanis Beberapa pertahanan secara mekanis dalam tubuh kita antara lain:
- Jaringan epitel (kulit dan mukosa) merupakan barier fisik terdepan yang sangat
impermeabel terhadap agen-agen infeksi, kecuali jika terjadi kerusakan, misalnya terluka. Desquamasi kulit membantu melepaskan bakteridan agen infeksi lainnya. Gerakan silia, batuk dan bersin membantu membebaskan saluran pernafasan dari patogen Aliran air mata, saliva dan urin dapat mengeluarkan patogen Mukus pada saluran pencernaan dan pernafasan dapat menangkap mikroorganisme Peristaltik membebaskan saluran pencernaan dari mikroorganisme
2. Faktor kemis Secara kimiawi, tubuh kita memiliki beberapa sistem pertahanan antara lain:
- Sekresi lambung, sekresi vaginal dan keringat yang bersifat asam (pH<7) dapat
merupakan enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri Gram positif sehingga sel mengalami lisis. Spermin dan zinc pada sperma merusak beberapa patogen Laktoperoksidase merupakan enzim powerfull yang ditemukan pada ASI Defensin pada paru dan saluran pencernaan memiliki aktifitas antimikrobial Surfaktan pada paru beraksi sebagai opsonin yang memicu fagositosis partikel oleh selsel fagosit
3. Faktor biologis Flora normal (mayoritas bakteri) pada kulit dan saluran pencernaan dapat mencegah kolonisasi bakteri patogenik dengan mengeluarkan substansi toksik atau dengan bersaing mendapatkan nutrien. Biasanya flora normal tak membahayakan. Kita memiliki 10 13 sel dan terdapat 1014 bakteri, yang mayoritas hidup di usus besar.
- Ada 103-104 mikroba per cm2 di kulit (Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Diphtheroid, Streptococci, Candida dll.). - Berbagai macam bakteri hidup di hidung dan mulut - Di lambung dan usus halus terdapat Lactobacilli
- Di usus halus terdapat 104 bakteri per gram dan di usus besar 1011 per gram, 95-99% di
antaranya adalah anaerob. - Di saluran kemih terdapat koloni berbagai bakteri dan difteroid. - Setelah pubertas, terdapat koloni Lactobacillus aerophilus yang meng-fermentasi glikogen untuk mempertahankan pH asam. - Flora normal menciptakan kesesuaian ekologis dalam tubuh, dan menghasilkan baktoriosidin, defensin, protein kationik dan laktoferin yang merusak bakteri lain.
BARIER HUMORAL Barier anatomi sangat efektif untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme pada jaringan. Tetapi, jika barier tersebut rusak, maka infeksi dapat terjadi. Sekali agen infeksius menembus jaringan, mekanisme imunitas bawaan lainnya bekerja, yaitu inflamasi akut (radang akut). Faktor-faktor humoral berperan penting dalam radang, ini ditandai dengan edema dan rekrutmen sel-sel fagosit. Faktor-faktor humoral ini ditemukan di dalam serum atau terbentuk di lokasi infeksi. 1. Sistem komplemen Sistem komplemen adalah mekanisme pertahanan non spesifik humoral utama, suatu sistem yang terdiri atas lebih dari 20 protein, yang dengan berbagai cara dapat diaktifkan untuk merusak bakteri. Sekali komplemen diaktifkan maka dapat memicu peningkatan permeabilitas pembuluh darah, rekrutmen sel-sel fagositik serta lisis dan opsonisasi bakteri. Sistem komplemen menyelubungi mikroba dengan molekul-molekul yang membuatnya lebih mudah ditelan oleh fagosit. Mediator permeabilitas vaskuler meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga dapat menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi, juga mendorong marginasi (fagosit menempel di dinding kapiler). Sekali fagosit bekerja, mereka akan mati. Sel-sel mati ini bersama jaringan rusak dan air membentuk pus.
2. Sistem koagulasi Tergantung beratnya kerusakan jaringan, sistem koagulasi akan diaktifkan atau tidak. Beberapa produk dari sistem koagulasi berperan dalam pertahanan non spesifik karena kemampuannya untuk meningkatkan permeabilitas vaskuler dan aktifitas sebagai agen kemotaksis untuk sel-sel fagositik. Selain itu, beberapa produk sistem koagulasi merupakan antimikrobial langsung, misalnya beta-lisin, suatu protein yang dihasilkan oleh trombosit selama koagulasi dan dapat menyebabkan lisis beberapa bakteri Gram positif dengan aksi sebagai detergen kationik.
Karena mengikat besi, laktoferin dan transferin membatasi pertumbuhan bakteri (kedua jenis protein ini merupakan nutrien esensial bagi bakteri).
4. Interferon Interferon adalah protein yang dapat membatasi replikasi virus di dalam sel
5. Lisozim
6. Interleukin Interleukin -1 (IL-1) memicu demam dan produksi protein fase akut, beberapa di antaranya adalah antimikrobial yang menyebabkan opsonisasi bakteri. BARIER SELULER Bagian dari respon radang adalah rekrutmen netrofil, eosinofil dan makrofag (monosit di jaringan) ke lokasi infeksi.
1. Netrofil atau PMNs (polymorphonuclear cells)
Netrofil yang direkrut melakukan fagositosis terhadap organisme lalu membunuhnya di dalam sel.
2. Makrofag Makrofag jaringan dan monosit yang baru direkrut yang akan berubah menjadi makrofag, juga melakukan fagositosis serta membunuh mikroorganisme di dalam sel. Selain itu, makrofag juga mampu membunuh secara ekstraseluler. Lebih jauh, makrofag mendukung perbaikan jaringan dan beraksi sebagai antigen-presenting cells (APC), yang diperlukan untuk memicu respon imun spesifik.
Sel-sel NK dan LAK secara non spesifik membunuh virus dan sel-sel tumor. Sel-sel ini bukan merupakan bagian dari respon radang.
4. Eosinofil Eosinofil memiliki protein di dalam granula sel yang efektif untuk membunuh parasit-parasit tertentu.
Imunitas didapat
Bagian-bagian dari sistem imun dapat berubah dan beradaptasi untuk serangan yang lebih baik terhadap antigen yang meng-invasi. Ada 2 mekanisme adaptif fundamental yaitu: imunitas diperantarai sel (cell mediated immunity) dan imunitas humoral (humoral immunity). IMUNITAS DIPERANTARAI SEL (IMUNITAS SELULER) Imunitas seluler diperankan oleh limfosit T. Dalam imunitas bawaan, kita ketahui bahwa makrofag menelan antigen dan membunuhnya di dalam sel. Hal ini merangsang limfosit T (sel T) untuk mengenal antigen tersebut. Semua sel tertutup oleh berbagai substansi. Cluster of differentiation (CD) yang jenisnya ada lebih dari 160 cluster adalah molekul berbeda-beda yang menutup permukaan sel. Setiap sel T dan sel B memiliki kira-kira 100.000 molekul pada permukaannya. Permukaan sel B tertutup oleh CD21, CD35, CD40, dan CD45, serta molekul-molekul non CD. Sedangkan sel T tertutup oleh CD2, CD3, CD4, CD28, CD45R serta molekul-molekul non CD. Sejumlah besar molekul pada permukaan limfosit menyebabkan pembentukan reseptor yang bervariasi. Ada 1018 macam reseptor karena perbedaan struktur molekul ini. Sel T awalnya dari timus, yang melalui 2 proses seleksi. Pertama, proses seleksi positif yang hasilnya: hanya sel-sel T yang cocok dengan reseptor yang dapat mengenal molekul MHC yang bertanggungjawab terhadap pengenalan self. Kedua, proses seleksi negatif yang dimulai ketika sel-sel T yang dapat mengenal molekul MHC bergabung dengan peptide asing dikeluarkan dari timus. Ada beberapa macam sel T, yaitu:
1. Sitotoksik atau Sel T Killer (CD8+)
Sel ini berperan sebagai pengelola, mengarahkan respon imun. Sel-sel ini mengeluarkan limfokin yang merangsang sel T Killer dan sel B untuk tumbuh dan membelah diri, memicu netrofil, dan memicu kemampuan makrofag untuk menelan dan merusak mikroba. 3. Sel T Supressor Sel ini menghambat produksi sel T Killer jika tak dibutuhkan lagi. 4. Sel T Memory
IMUNITAS HUMORAL Imunitas humoral diperankan oleh limfosit B. Ada 2 macam sel B yaitu: 1. Sel plasma Limfosit B yang masih immatur dirangsang menjadi matur ketika antigen terikat pada permukaan reseptor dan didekatnya terdapat sel T Helper (untuk mengeluarkan sitokin). Sel B ini selanjutnya memasuki seleksi klonal, artinya berkembang biak dengan mitosis. Hasil mayoritas dari mitosis ini adalah sel plasma. Sel-sel plasma ini menghasilkan antibodi yang sangat spesifik kira-kira 2000 molekul per detik selama 4-5 hari. 2. Sel B memori Sel-sel B lainnya memiliki masa hidup panjang dinamakan sel memori. Antibodi Di atas telah disebutkan bahwa sel plasma menghasilkan antibodi. Antibodi (juga disebut immunoglobulin/Ig) adalah suatu gamma globulin yang merupakan sebagian dari protein darah. Struktur dasar dari antibodi terdiri atas:
1. Dua Rantai ringan (light chain) yaitu L dan dua rantai berat (heavy chain) yaitu H
2. Ikatan disulfida 3. Regio variabel (V) dan regio constant (C) 4. Regio engsel (hinge) 5. Domain, yaitu domain light chain (VL dan CL) dan domain heavy chain (VH, CH1, CH2, CH3, CH4) 6. Karbohidrat berupa oligosakarida yang umumnya terikat pada CH2
Struktur dasar dari imunoglobulin Antibodi ini dapat meng-inaktifkan antigen dengan cara: Netralisasi, yaitu pengeblokan aktifitas biologis dari molekul target mereka, misalnya toksin berikatan dengan reseptor Opsonisasi, yaitu interaksi dengan reseptor khusus pada berbagai macam sel, termasuk makrofag, netrofil, basofil, dan mast cells, membuat sel-sel tersebut mengenal dan berespon terhadap antigen Aktivasi Komplemen, menyebabkan lisis langsung oleh komplemen. Rekrutmen komplemen juga menghasilkan fagositosis.
Struktur immunoglobulin
Ada 5 kelas antibodi atau immunoglobulin yaitu: 1. IgG (immunoglobulin G) dengan proporsi 76% IgG memiliki rantai berat gamma, yang bedakan menjadi 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan imunoglobulin terbanyak pada serum b. Merupakan imunoglobulin terbanyak pada daerah ekstravaskuler c. Transfer plasental. IgG adalah satu-satunya Ig yang dapat menembus barier plasenta menuju janin dan memberikan imunitas pada masa-masa awal kehidupan bayi. d. Mengikat komplemen. e. Berikatan dengan sel. Makrofag, monosit, netrofil dan beberapa limfosit memiliki Fc reseptor yang berikatan dengan regio Fc pada IgG. Sel-sel yang terikat IgG akan lebih mengenal antigen. Ig menyiapkan antigen agar lebih mudah ditelan oleh fagosit. Opsonin merupakan substansi yang memicu fagositosis.
2. IgM (immunoglobulin G) dengan proporsi 8% IgM memiliki rantai berat Mu, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan imunoglobulin terbanyak ketiga dalam serum b. IgM adalah imunoglobulin yang dibuat pertama kali oleh fetus. Imunoglobulin pertama dibuat oleh sel B virgin saat distimulasi oleh antigen. c. Pengikat komplemen terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat efisien untuk melisiskan mikroorganisme d. Memiliki fungsi aglutinasi terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat membantu untuk menggumpalkan mikroorganisme untuk dikeluarkan e. Berikatan dengan beberapa sel f. Merupakan imunoglobulin pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.
3. IgA (immunoglobulin G) dengan proporsi 15% IgA memiliki rantai berat alfa, yang bedakan menjadi 2 subkelas yaitu IgA1 dan IgA2. IgA memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan imunoglobulin terbanyak kedua dalam serum b. Merupakan imunoglobulin terbanyak pada sekresi (air mata, saliva, kolostrum, mukus). IgA penting untuk imunitas lokal. c. Tidak mengikat komplemen d. Berikatan dengan beberapa sel (netrofil dan limfosit)
4. IgD (immunoglobulin G) dengan proporsi 1% IgD memiliki rantai berat delta. Imunoglobulin D memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Ditemukan dengan jumlah sedikit dalam serum b. Secara primer IgD ditemukan pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen. c. Tidak mengikat komplemen
5. IgE (immunoglobulin G) dengan proporsi 0,002% IgE memiliki rantai berat epsilon. Imunoglobulin E memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Paling sedikit terdapat dalam serum. Antibodi ini terikat sangat kuat dengan Fc reseptor basofil dan mast cell sebelum berinteraksi dengan antigen. b. Terlibat dalam reaksi alergi. Akibat terikat kuat dengan basofil dan mast cell, IgE terlibat dalam reaksi alergi. Pengikatan alergen ke IgE pada sel menimbulkan pelepasan berbagai mediator yang mengakibatkan gejala alergi. c. Berperan dalam melawan parasit cacing. Eosinofil berikatan dengan IgE kemudian menyelubungi cacing lalu membunuhnya. d. Tidak mengikat komplemen
Secara klinis peningkatan dan penurunan imunoglobulin terjadi pada kasus-kasus sebagai berikut: Antibodi IgG Meningkat pada kasus
a) Chronic granulomatous infections b) Infections of all types c) Hyperimmunization d) Liver disease e) Malnutrition (severe) f) Dysproteinemia g) Disease associated with hypersensitivity granulomas, dermatologic disorders, and IgG myeloma h) Rheumatoid arthritis a) Waldenstrm's macroglobulinemia b) Trypanosomiasis c) Actinomycosis d) Carrin's disease (bartonellosis) e) Malaria f) Infectious mononucleosis g) Lupus erythematosus h) Rheumatoid arthritis I) Dysgammaglobulinemia (certain cases) Catatan: Pada bayi baru lahir, kadar IgM di atas 20 ng./dl mengindikasikan stimulasi in utero oleh rubella virus, cytomegalovirus, syphilis, atau toxoplasmosis a) Wiskott-Aldrich syndrome b) Cirrhosis of the liver (most cases) c) Certain stages of collagen and other autoimmune disorders such as rheumatoid arthritis and lupus erythematosus d) Chronic infections not based on immunologic deficiencies e) IgA myeloma a) Chronic infection b) IgD myelomas a) Atopic skin diseases such as eczema b) Hay fever c) Asthma d) Anaphylactic shock e) IgE-myeloma
Menurunpada kasus
a) Agammaglobulinemia b) Lymphoid aplasia c) Selective IgG, IgA deficiency d) IgA myeloma e) Bence Jones proteinemia f) Chronic lymphoblastic leukemia
IgM
a) Agammaglobulinemia b) Lymphoproliferative disorders (certain cases) c) Lymphoid aplasia d) IgG and IgA myeloma e) Dysgammaglobulinemia f) Chronic lymphoblastic leukemia
IgA
a) Hereditary ataxia telangiectasia b) Immunologic deficiency states (e.g., dysgammaglobulinemia, congenital and acquired agammaglobulinemia, and hypogammaglobulinemia) c) Malabsorption syndromes d) Lymphoid aplasia e) IgG myeloma f) Acute lymphoblastic leukemia g) Chronic lymphoblastic leukemia a) Congenital agammaglobulinemia b) Hypogammaglobulinemia due to faulty metabolism or synthesis of immunoglobulins
IgD IgE
6. Sitokin (dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi dan berperan sebagai pirogen
endogen yang memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang sehingga terjadi lekositosis). Ada beberapa macam sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha). 7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis). Ada beberapa mediator lain yaitu nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.
IMUNISASI Imunisasi adalah memberikan perlindungan spesifik terhadap patogen-patogen tertentu. Imunitas spesifik bisa didapat dari imunisasi aktif atau pasif dan dapat terjadi secara alamiah atau buatan. Imunitas pasif Imunitas pasif bisa diperoleh dari transfer serum atau gamma globulin dari donor ke akseptor. Imunitas pasif bisa diperoleh secara alamiah maupun buatan. Imunitas pasif didapat alamiah, terjadi pada saat IgG ditransfer dari ibu ke fetus melalui plasenta atau transfer IgA melalui kolostrum. Imunitas pasif didapat buatan, terjadi ketika gamma globulin dari seseorang atau dari binatang diinjeksikan ke akseptor. Proses ini diterapkan pada keadaan infeksi akut (difteri, tetanus, measles, rabies dll), keadaan keracunan (serangga, reptil, botulisme) dan sebagai profilaksis (hipogammaglobulinemia) Imunitas aktif Imunitas aktif dihasilkan oleh tubuh setelah terpapar oleh antigen. Imunitas aktif dapat diperoleh secara alamiah maupun buatan Imunitas aktif didapat alamiah, terjadi ketika paparan patogen menyebabkan infeksi sub klinik atau klinik yang mengakibatkan respon imun terhadap patogen lainnya. Imunitas aktif didapat buatan, merupakan imunisasi yang diperoleh dengan pemberian patogen hidup atau mati atau komponen-komponennya. Vaksin yang diberikan untuk imunisasi aktif mengandung organisme hidup, organisme mati utuh, komponen mikrobial atau toksin yang disekresikan (telah didetoksifikasi). Vaksin hidup generasi awal adalah virus cowpox yang dibuat oleh Edward Jenner untuk imunisasi smallpox. Vaksin hidup telah digunakan untuk melawan beberapa virus antara lain virus polio (vaksin Sabin), measles, mumps, rubella, chicken pox, hepatitis A, yellow fever dll. Hanya ada satu vaksin bakteri hidup yaitu untuk tuberculosis (Mycobacterium bovis: BCG). Vaksin virus mati (oleh panas, kimiawi dan ultraviolet) ada beberapa macam misalnya polio (vaksin Salk), influenza, rabies dll. Beberapa vaksin bakterial merupakan organisme mati misalnya tifoid, kolera, pertusis dll. Beberapa vaksin bakterial dibuat dari komponen dinding sel misalnya hemofilus, pertusis, meningokokus, pneumokokus dll. Beberapa vaksin viral mengandung protein antigenik misalnya hepatitis B, rabies dll. Modifikasi dari toksin yang terlibat dalam mekanisme patogenik agen tertentu juga dapat dibuat menjadi vaksin (dinamakan toksoid) misalnya difteri, tetanus, kolera. Jadual imunisasi aktif untuk anak Umur Vaksin Hepatitis-B
Bulan 1
HeB
2
HeB
HeB
DTaP DTaP Td
DTaP
DTaP
DTaP
Hib
Hib
Hib
Hib
IPV
IPV
IVP
IPV
MMR
MMR
MMR
Var HepA
&&
Imunisasi aktif dapat menyebabkan demam, malaise dan ketidaknyamanan. Beberapa vaksin juga menyebabkan nyeri sendi atau arthritis (rubella), kejang, kadang-kadang fatal (pertusis) atau gangguan neurologis (influenza). Alergi telur dapat berkembang sebagai konsekuensi dari vaksin viral yang dihasilkan dalam telur (measles, mumps, influenza, yellow fever). Tabel berikut memberikan contoh gambaran efek tak diharapkan yang terjadi pada vaksin DTP (difteri-tetanus-polio)
Kejadian
Lokal Merah, bengkak, nyeri Sistemik ringan/sedang demam, mengantuk, gelisah Muntah, anoreksia Sistemik lebih serius Menangis persisten, demam Kolaps, kejang Ensefalopati akut Defisit neurologis permanen
Frekuensi
1 in 2-3 doses
REAKSI HIPERSENSITIFITAS (ALERGI) Hipersensitifitas adalah reaksi tak diinginkan (kerusakan, ketidaknyamanan dan kadangkadang fatal) akibat sistem imun normal. Antigen yang memicu reaksi alergi dinamakan alergen. Reaksi alergi digolongkan menjadi 4 macam yaitu tipe I, tipe II, tipe II dan tipe IV didasarkan pada mekanisme yang terlibat dan waktu terjadinya reaksi. Biasanya kondisi klinik khusus (penyakit) terlibat dalam lebih dari satu tipe alergi. Hipersensitifitas tipe I Alergi Tipe pertama ini dinamakan juga hipersensitif segera atau anafilaktik. Reaksi melibatkan kulit (urtikaria dan eksema), mata (konjungtivitis), nasofaring (rhinore, rhinitis), jaringan bronkhopulmoner (asthma) dan saluran pencernaan (gastroenteritis). reaksi dapat menyebabkan gejala minor sampai dengan kematian. Reaksi biasanya memerlukan 15-30 menit setelah terpapar antigen, meski kadang-kadang lambat (10-12 jam). Alergi ini diperantarai oleh IgE. Sel-sel primer yang terlibat adalah mast cell atau basofil. Reaksi dilipatgandakan oleh platelet, netrofil dan eosinofil. Ikatan IgE dengan mast cell dan basofil akan memicu pelepasan mediator farmakologik oleh sel. Mediator-mediator ini akan memberikan efek sebagaimana tertera pada tabel berikut: Mediator Farmakologik pada Hipersensitifitas Tipe I Mediator awal
Histamine Tryptase Kininogenase ECF-A (tetrapeptides) Mediator baru leukotriene B4 leukotriene C4, D4 prostaglandins D2 PAF basophil attractant same as histamine but 1000x more potent edema and pain platelet aggregation and heparin release: microthrombi bronchoconstriction, mucus secretion, vasodilatation, vascular permeability Proteolysis kinins and vasodilatation, vascular permeability, edema attract eosinophil and neutrophils
Pengobatan untuk alergi tipe I adalah dengan pemberian antihistamin. Hipersensitifitas tipe II Alergi tipe kedua ini dinamakan juga hipersensitifitas sitotoksik. Reaksi melibatkan berbagai organ dan jaringan. Antigen biasanya endogen meskipun juga ada bahan kimia eksogen (hapten) yang menempel pada membran sel. Contoh dari alergi jenis ini adalah anemia hemolitik akibat obat-obatan, granulositopenia dan trombositopenia. Reaksi terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Alergi jenis ini melibatkan IgM atau IgG, komplemen, fagosit dan sel K. Lesi mengandung antibodi, komplemen dan netrofil. Pengobatan alergi tipe II adalah dengan pemberian anti inflamasi serta agen imunosupresif. Hipersensitifitas tipe III Alergi tipe ketiga ini dinamakan juga hipersensitifitas kompleks imun. Reaksi biasanya sistemik atau melibatkan berbagai organ antara lain kulit (contoh: SLE/systemic lupus erythematosus), ginjal (contoh: lupus nefritis), paru (aspergillosis), pembuluh darah (poliarteritis), sendi (rheumatoid arthritis) serta organ lainnya. Reaksi ini mungkin mekanisme patogenik penyakit akibat mikroorganisme.
Reaksi alergi terjadi 3-10 jam setelah terpapar oleh antigen. Ini diperantarai oleh kompleks imun yang larut. Mediator terbanyak adalah IgG, meskipun IgM juga dapat terlibat. Antigen dapat eksogen (infeksi kronik virus, bakteri atau parasit) dapat pula endogen (autoimunitas spesifik non-organ misalnya SLE). Antigen adalah larut dan tak terikat dengan organ yang terlibat. Komponen utama adalah kompleks imun yang larut dan komplemen. Kerusakan diakibatkan oleh platelet dan netrofil. Lesi mengandung netrofil dan endapan kompleks imun dan komplemen. Infiltrasi makrofag pada tahap berikutnya mungkin terlibat dalam proses penyembuhan. Pengobatan alergi tipe III menggunakananti inflamasi. Hipersensitifitas tipe IV Alergi tipe keempat ini dinamakan juga hipersensitifitas diperantarai sel atau hipersensitifitas tipe lambat. Contoh dari alergi jenis ini adalah reaksi tuberkulin (Mantoux) 48 jam setelah injeksi antigen (PPD atau tuberkulin lama). Lesi berupa indurasi dan eritema.
Hipersensitifitas tipe IV terlibat dalam patogenesis beberapa penyakit autoimun dan infeksi (TBC, lepra, blastomikosis, histoplasmosis, toksoplasmosis, leishmaniasis dll.), granuloma dan antigen asing. Bentuk lain dari alergi tipe ini adalah dermatitis kontak (bahan kimia, logam berat dll.) dengan lesi papuler. Alergi jenis ini dikelompokkan menjadi 3 tergantung onset dan tanda klinis dan histologis, sebagaimana tertera pada tabel berikut
Reaksi Hipersensitifitas tipe IV Tipe Waktu Reaksi 48-72 jam Tanda Klinis Histologi Limfosit diikuti makrofag, edema epidermis Limfosit, monosit, makrofag Makrofag, epiteloid, sel raksasa, fibrosis Antigen dan lokasi epidermal ( kimia organik, racun ivy, logam berat dll.) intradermal (tuberculin, lepromin, dll.) antigen atau benda asing secara persisten (tuberculosis, lepra)
Kontak
Eksema
Tuberculin
48-72 jam
Indurasi lokal
Granuloma
21-28 hari
Pengerasan
Mekanisme kerusakan melibatkan limfosit T dan monosit dan/atau makrofag. Sel T sitotoksik (Killer) menyebabkan kerusakan langsung ketika sel T Helper mengeluarkan sitokin yang mengaktifkan sel T sitotoksik serta merekrut dan mengaktifkan monosit dan makrofag, yang menyebabkan kerusakan besar. Lesi umumnya mengandung monosit dan sedikit sel T. limfokin utama yang terlibat antara lain faktor kemotaktik monosit, IL-2, interferon-gamma, TNF alfa/beta dll. Pengobatan menggunakan kortikosteroid dan agen imunosupresif lainnya. Perbandingan antara keempat tipe alergi, digambarkan dalam tabel berikut.
Perbandingan keempat tipe hipersensitifitas Karakteristik antibodi antigen Waktu respon Tanda tipe-I (anafilaktikc) IgE Eksogen 15-30 menit Bilur & terang tipe-II (sitotoksik) IgG, IgM Permukaan sel Menit-jam lisis and nekrosis antibody and complement antibody tipe-III (kompleks imun) IgG, IgM larut 3-8 jam eritema dan edema, nekrosis complement and neutrophils antibody SLE, farmer's lung disease tipe-IV (tipe lambat) None Jaringan & organ 48-72 jam eritema and indurasi monocytes and lymphocytes T-cells
Contoh