You are on page 1of 20

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Pekerjaan No. RM : Ny.

M : Ny. I : 32 tahun : Perempuan : Islam : Bringin, Salatiga : Ibu Rumah Tangga : 08-10-19

B. ANAMNESIS Keluhan utama :Hidung tersumbat Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita datang mengeluh hidung kanan tersumbat, pusing dan sakit kepala dari daerah sekitar mata kanan sampai belakang kepala. Keluhan sudah 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh bau busuk tercium dari hidung kanan sejak 5 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pada pipi kanan, demam 2 hari yang lalu, lendir keluar dari tenggorokan (+) , sekret keluar dari hidung berwarna jernih, penciuman berkurang (+), sulit tidur dan jika keluhan sakit kepala timbul maka pasien hanya bisa tiduran tidak mampu beraktivitas. Pasien tidak mengeluh batuk, nyeri telinga/ terasa penuh, tidak ada gangguan pendengaran dan tidak ada gangguan dalam menelan makanan. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-) Riwayat infeksi gigi geraham kanan atas sehingga sering sakit, sekarang hanya tersisa akarnya saja Riwayat sakit yang berkaitan dengan telinga (-), tenggorok (-)
1

Riwayat polip hidung (-) Riwayat penyakit paru (-) Riwayat trauma jatuh dari motor 1 tahun yang lalu, kepala terbentur pelipis dahi luka, hidung tidak terluka Riwayat Hipertensi, DM, alergi dan penyakit jantung dari kecil disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Anggota keluarga tidak pernah mengalami keluhan seperti penderita. Riwayat Pengobatan : Sudah berobat ke RST dr. Adzmir DKT Salatiga, diberi obat hanya lega sebentar kemudian tidak berapa lama tersumbat kembali, sehingga pasien dirujuk ke RST dr. Soedjono Magelang. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien adalah seorang istri Tentara dengan pangkat Sersan Dua. Kesan ekonomi cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Baik : Compos mentis : Baik : Mesocephale, pembesaran kelenjar limfe (-)

Keadaan umum Kesadaran Status gizi Kepala dan leher

Status Lokalis (THT) Telinga Dextra Auricula Bentuk nyeri normal, tarik (-), Sinistra Bentuk nyeri normal, tarik (-),

nyeri tragus (-)

nyeri tragus (-)

Pre auricular

Bengkak (-), nyeri tekan (-), fistula (-)

Bengkak (-), nyeri tekan (-), fistula (-) Bengkak (-), nyeri tekan (-) Bengkak (-), nyeri tekan (-)

Retro auricular Mastoid

Bengkak (-), nyeri tekan (-) Bengkak (-), nyeri tekan (-)

CAE

Serumen hiperemis secret (-)

(-), (-),

Serumen hiperemis secret (-) putih

(-), (-),

Membran timpani :

Intak,

putih

mengkilat, Intak,

mengkilat,

refleks cahaya (-)

refleks cahaya (-)

Hidung dan sinus paranasal : Dextra Bentuk Inflamasi/tumor Nyeri tekan sinus Deformitas/septum deviasi Rhinoskopi anterior: Vestibulum nasi Dasar cavum nasi Septum deviasi Benda asing Perdarahan Mukosa Konka Sekret Hiperemis (+) Hipertrofi Mukoid N N Ke arah kanan Hiperemis (-) Hipertrofi (-) N N + Sinistra N -

Transluminasi

Tampak kesuraman pada sinus maxillaris dextra

Tenggorokan Lidah Uvula Tonsil Ukuran Permukaan Warna Kripte Detritus Faring Ulcus (-), stomatitis (-) Bentuk normal, di tengah, hiperemis (-) Dextra T1 Rata Hiperemis (-) Melebar (-) (-)

Sinistra T1 Rata Hiperemis (-) Melebar (-) (-)

Mukosa hiperemis (-), dinding rata, granular (-)

Gigi Geligi Tampak ada caries gigi Molar 1 kanan atas yang tinggal menyisakan akar gigi saja

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos SPN) AP/Lateral Struktur tulang DBN Tak tampak deviasi septum Kesuraman homogen sinus maxillaris dextrer Tak tampak diskontinuitas Os Cranium Kesan : Sinus Maxillaris Dexter

Pemeriksaan RO Thorax PA : Kesan : Bronchitis Besar COR normal Sistema tulang baik

CT Scan Pemeriksaan Darah : WBC HGB PLT LED CT /BT : 7.7 103/mm3 : 12.4 g/dl : 316 103/mm3 : 25 : 5/230

Pemeriksaan Mikrobiologik Sinuskopi

E. RESUME Hidung kanan tersumbat/ obstruksi nasal (+) Tampak ada caries gigi Molar 1 kanan atas yang tinggal menyisakan akar gigi saja Nyeri tekan pada daerah wajah sebelah kanan (+) Cefalgia (+) Febris (+) Mukosa hidung hiperemis pada baian kanan dan terdapat sekret berupa mukoid +/ Septum deviasi ke kanan Diafanaskopi : kesuraman pada sinus maxilla dexter

F. DIAGNOSIS BANDING Sinusitis Maxillaris Dexter et causa Septum Deviasi dan Caries Gigi Sinusitis maksilaris kronis Keganasan Benda asing Rhinitis kronis infeksi

G. DIAGNOSIS KERJA ` Sinusitis Maksilaris Dexter et causa Septum Deviasi dan Caries Gigi

H. TERAPI 1. Pencabutan gigi molar 1 kanan atas oleh dokter gigi 2. Konservatif dilakukan diberikan obat-obatan berupa : antibiotika dekongestan antihistamin kortikosteroid 3. Tindakan Operatif Caldwell Luc Procedure Perbaikan Septum Deviasi (Septoplasti)

I. EDUKASI 1. Meminum obat secara teratur 2. Memeriksakan dan mencabut gigi molar kanan atas ke dokter gigi 3. Hindari aktivitas yang berdampak benturan pada daerah hidung dan wajah 4. Jika gejala timbul segera beristirahat, jangan beraktivitas terlalu berat 5. Mempersiapkan diri karena akan segera operasi

J. PROGNOSIS o Qou ad vitam o Qou ad sanam o Quo ad functionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

BAB II LANDASAN TEORI SINUSITIS A. Definisi


Sinusitis adalah radang atau infeksi dari satu atau lebih mukosa sinus paranasal.Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.Bila peradangan ini mengenai beberapa sinus disebut multisinus, sedang bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Di antara keempat sinusitis paranasal itu, sinus maksila merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal ini terjadi karena (1) sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembag dengan cepat an akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid.Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang degan fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding hidung, dinding
7

superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum.Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu remolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi geligi mudah naik keatas yang menyebabkan sinusitis. 2. 3. Sinusistis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari grak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum aalah bagian sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksiladan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

B. Patofisiologi Sinusitis Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks

osteomeatal).Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.Sekret menjadi purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.Mukosa makin

membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

C. Etiologi dan Faktor Presdiposisi Beberapa fakor etiologi dan presdiposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hurmonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaina anatomi seperti deviasi septum atau hipertropi konka, tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoidmerupaka faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

D. Gejala Klinis Sinusitis Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu), sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan) dan sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan). Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis akut.Pasien kadang tidak menunjukan demam atau rasa lesu.Pasien mungkin hanya mengeluh terdapat ingus yang kental yang kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.Hidung dirasakan tersumbat dan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena. Pada sinusitis maksila, nyeri dirasakan di bawah kelopak mata .Nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan telinga kanan..Pada sinusitis etmoid, nyeri dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang dirasakan nyeri di bola mata atau belakangnya, dan nyeri akan bertambah bila mata digerakkan. Pada pemeriksaan fisik sinusitis akut, akan tampak pembengkakan di daerah muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, sedang pada sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Manfestasi Klinis Subjektif 1. Sinusitis Akut Demam, malaise, nyeri kepala, wajah bengkak, terasa penuh, nyeri pipi tumpul dan menusuk, gigi terasa nyeri 2. Sinusitis Subakut Gejala = akut, tanda radang (-) 3. Sinusitis Kronis

10

Gejala Mayor Wajah terasa nyeri/ tertekan Wajah terasa penuh Obstruksi nasal Ingus bernanah / post nasal drip Hiposmia / anosmia

Gejala Minor Sakit kepala Demam Halitosis Keletihan Nyeri gigi Batuk Nyeri telinga/ terasa penuh, tertekan

Pemeriksaan /objektif 1.Sinusitis Akut - Rinosk. Ant Pus dalam hidung - Rinosk. Post Sekret mukopurulen dalam nasofaring - Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi 2. Sinusitis Subakut - Sama dengan sinusitis akut 3. Sinusitis Kronik - Pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut - Tidak terdapat pembengkakan wajah - Rinoskopi ante-posterior = sinusitis akut

E. Diagnosis Sinusitis

11

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskpi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior ( pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis.Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.Berdasarkan kriteria International on Sinus Disease tahun 1993 Diagnosa Sinusitis : 2 gejala mayor, atau 1 gejala mayor + 2 gejala minor

F. Pemeriksaan penunjang Sinusitis Pada pemeriksan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal. Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan laretal.Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.CT scan sinus merupakan gold standar diagonis sinuistis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dala hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.

G. Terapi Sinusitis Terapi sinusitis seringkali berupa pengobatan terhadap infeksi traktus respiratorius bagian atas, dengan sinusitis sebagai bagian yang penting.Seringkali infeksinya hanya merupakan penyakit terbatas yang sembuh sendiri dalam waktu singkat, jika tidak disertai komplikasi supurasi.

12

Pengobatan sinusitis secara lokal intranasal dengan antibiotik tidak berguna, karena obat-obat tersebut tidak cukup luas berkontak dengan permukaan mukosa yang terinfeksi terinfeksi agar dapat berfungsi.Selain itu, dapat terjadi iritasi atau gangguan aktivitas silia, sehingga fungsinya sebagai pembersih mukosa hidung justru semakin terganggu. Karena itu antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral.Pada sinusitis akut diberikan antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang. Secara empiris, antibiotika yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x 500mg), Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2 x 960 mg), Amoksisilin dan Asam Klavulanat (2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan Levofloksasin (4 x 500 mg). Gejala nyeri akibat sinusitis diobati dengan analgetik.Diberikan juga dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase

sinus.Dekongestan ini hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa. Terapi bedah pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan. Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi dan irigasi. Pada sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement therapy).

H. Komplikasi Sinusitis Komplikasi sinusitis telah menurun sejak ditemukannya

antibiotika.Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah: 1. Osteomileitis atau abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya pada anak-anak 2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Kelainan dapat berupa edema palpebra, selulitis

13

orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. 3. Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ektradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus 4. Kelainan paru, seperti bronkhitis dan bronkhiektasis

I. Penatalaksanaan Sinusitis Akut Antibiotik spektrum luas Dekongestan Analgetik & kompres hangat pada wajah Bila antibiotik gagal irigasi antrum segera ( dapat dilakukan dengan 2 cara) Sinusitis Subakut Medikamentosa = akut Tindakan : - Diatermi - Pungsi dan irigasi - Antrostomi Sinusitis Kronis Cari faktor predisposisi dan penyebab terapi disesuaikan Medikamentosa antibiotik dan dekongestan Pembedahan Caldwell-Luc procedu, FESS

SINUSITIS ODONTOGEN

A. Definisi Adalah peradangan satu atau lebih mukosa sinus paranasalis yang disebabkan oleh penyeabaran infeksi gigi.Merupakan salah satu penyebab penting sinutis kronis.Dasar Sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.

14

B. Gejala Klinis 1. Gejala klinis mayor : -Rasa nyeri/ tekanan penuh pada wajah -Obstruksi hidung -Sekret hidung/postnasal (kadang purulen) -Hiposmia/ anosmia -Demam 2. Gejala klinis minor : -Sakit kepala -Demam -Hidung berbau -Fatigue -Sakit gigi -Batuk

C. Etiologi 1. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar tiga atas niasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis 2. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorongnya gigi/akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya,terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan

pencabutan gigi 3. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus 4. Trauma terutama fraktur maksila yang mengenai prosessus alveolaris dan sinus maksila 5. Hubungan langsung gigi maksila dengan sinus maksila terutama gigi molar tiga terpendam 6. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan

15

7. Kista Dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila seperti kista Radikuler dan Folikuler

D. Patofisiologi Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui 2 cara yaitu : 1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi didalam mukosa sinus maksilaris hal ini dapat menghambat gerakan silia ke arah ostium dan menghalangi drainase sinus terjadi gangguan drainase sinus mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi 2. Adanya infeksi kuman dapat meyebar secara hematogen atau limfogen dari granuloma apical atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila

E. Penatalaksanaan 1. Atasi masalah gigi 2. Konservatif, diberikan obat-obatan : antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus Operatif , beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc Procedure , Bedah sinus Endoskopik Fungsional.

SEPTUM DEVIASI

A. Definisi Deviasi septum adalah suatu deformitas dari septum nasi baik dibagian tulang maupun tulang rawan, hal ini dapat disebabkan oleh trauma maupun kelainan pertumbuhan tulang sehingga septum nasi tidak lurus. Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan menganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat menganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.

16

B. Etiologi Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterin. Penyebab lainnya ialah ketidak-seimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum nasi.

C. Bentuk Deformitas Bentuk deformitas septum adalah : Deviasi bisanya berbentuk C atau S Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum ke luar dari krista maksilla dan masuk ke dalam rongga hisung Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut sinekia. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.

D. Gejala Klinik Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hiupertrofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan sekitar mata. Selain itu penciuman bisa terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi septum dapat menyebabkan sumbatan pada ostium sinus, sehingga merupakan faktor presdiposisi terjadinya sinusitis.

17

E. Terapi Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti. Reseksi submukosa (submuccous septum resection / SMR). Pada operasi ini mukoperikondriom dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan mukoperiostium sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah. Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Septoplasti atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.

MEKANISME KASUS

Infeksi gigi + Septum deviasi ke kanan

Rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi

Kuman menyebar secara langsung ke dalam rongga sinus (perkontinuitatum) Infeksi dan inflamasi pada sinus edema + Obstruksi ostium sinus

Silia tidak dapat bergerak + Ostium tersumbat

Tekanan negatif didalam sinus

18

Perbedaan tekanan hidrostatik kapiler

Perpindahan cairan plasma

Transudasi

Kondisi menetap, sekret terkumpul dalam sinus

Media yg baik untuk tumbuh bakteri

19

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M., Kuspuji, T., Rakhmi, S., Wahyu, I.W., & Wiwiek, S. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Ilmu Penyakit Hidung Dan Tenggorok. Edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta.

Efiaty, A. S., & Nurbaiti, I. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis .Dalam Boeis. Buku Ajar Penyakit THT . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994 : 240

Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, ed:6. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

20

You might also like