You are on page 1of 71

kLMLn1L8lAn kLSLPA1An 8Lu8Llk lnuCnLSlA

2011
PEDOMAN PELAYANAN
KEFARMASIAN UNTUK
TERAPI ANTIBIOTIK
l
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atasizindankaruniaNyaakhirnyaPedomanPelayananKefarmasian
dalamTerapiAntibiotikdapatdiselesaikan.
Meluasnyapenggunaanantibiotikyangtidaktepatmenimbulkan
berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan,terutamaresistensibakteriterhadapantibiotik.Untukitu
penggunaanantibiotiksecararasionaldanbijakmerupakankunci
pengendalianpenyebaranbakteriyangresistenterhadapantibiotik,
danketerlibatanseluruhprofesionalkesehatansangatdibutuhkan,
terutamaperanapoteker.
Terkait dengan hal tersebut, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian bekerja sama dengan Akademisi dan Praktisi
Pelayanan Kefarmasian menyusun Pedoman Pelayanan
KefarmasianUntukTerapiAntibiotik.
Pedomaninitersusunataskerjasamaantaraberbagaipihak
meliputi Akademisi, Praktisi serta Staf Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian sehingga diharapkan Pedoman yang tersusun dapat
diaplikasikanpadapelayanankefarmasiandifasilitaskesehatan.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai
pihak atas kontribusinya, semoga kerja sama yang baik ini dapat
terusditingkatkandimasayangakandatang.
ll
Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaandimasayangakandatang.
Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian
Dra. Engko Sosialine M, Apt
NIP.196101191988032001
lll
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN
NOMOR : HK.03.05/III/569/11
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN PELAYANAN
KEFARMASIAN UNTUK TERAPI ANTIBIOTIK
Menimbang: a. bahwauntukmeningkatkanmutudanmemperluas
cakupanpelayanankefarmasiandiRumahSakit,
perlu adanya pedoman pelayanan kefarmasian
sebagai acuan bagi apoteker dalam memantau
terapiantibiotik;
b. bahwa dalam rangka penyusunan pedoman
pelayanan kefarmasian mengenai terapi
antibiotik,perludibentukTimPenyusunPedoman
KefarmasianUntukTerapiAntibiotik;
Mengingat : 1. UndangundangNomor36Tahun2009tentang
Kesehatan(LembaranNegaraRepublikIndonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
NegaraRepublikIndonesiaNomor5063);
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4 - 9 Jakarta 12950
Telepon : (021) 5201590 Pesawat 2029, 8011 Faksimile : (021) 52964838 Kotak Pos : 203
lv
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi danAlat
Kesehatan(LembaranNegaraRepublikIndonesia
Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran
NegaraRepublikIndonesiaNomor3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
IndonesiaNomor5044);
5. PeraturanPresidenNomor10Tahun2005tentang
UnitOrganisasidanTugasEselonIKementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
PresidenNomor7Tahun2007;
6. PeraturanPresidenNomor24Tahun2010tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi,Tugas dan
FungsiEselonIKementerianNegara;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1333/
Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
RumahSakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1197/
Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
FarmasidiRumahSakit;
9. Peraturan Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
KementerianKesehatanRepublikIndonesia;
v
M E M U T U S K A N
MENETAPKAN: Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi
Antibiotik
PERTAMA : Membentuk Tim Penyusun Pedoman Pelayanan
KefarmasianUntukTerapiAntibiotiksebagaiberikut:
Pengarah : Dra.SriIndrawaty,Apt,M.Kes
PenanggungJawab: Dra.EngkoSosialineM,Apt
Ketua : Dra.FatimahUmar,Apt,MM
Sekretaris : HelsyPahlemy,S.Si,Apt,M.Farm
Anggota : 1. RetnosariAndrajati,Apt,MS.Ph.D
2.Dra.SitiFarida,Apt,Sp.FRS
3. SriBintangLestari,S.Si,Apt,M.Si
4. Dra.FaridaIndriyastuti,Apt.SE.MM.
5.Dra.NunZairina,Apt,Sp.FRS
6. FaunaHerawati,S.Si,Apt,M.Farm-Klin
7. Dra.L.EndangBudiarti,M.Pharm,Apt
8.Dra.YuliaTrisna,Apt,M.Pharm
9.Dra.Susilawati,Apt.MSc.
TimSekretariat : 1. CandraLesmana,S.Farm,Apt
2. Apriandi,S.Farm,Apt
vl
KEDUA : Tim bertugas menyusun Pedoman Pelayanan
KefarmasianUntukTerapiAntibiotik
KETIGA : Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
KEEMPAT : Dana berasal dari Daftar Isian PelaksanaanAnggaran
(DIPA) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun
2011.

KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan


dan akan ditinjau kembali apabila ada kesalahan atau
kekeliruan.
Ditetapkandi :JAKARTA
Padatanggal :19Oktober2011

Direktur Jenderal

Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
NIP.195306211980122001
vll
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Sejalan dengan program World Health Organization/WHO,
Indonesiasebagaibagiandarikomunitasduniaberkomitmenuntuk
mengamankanantibiotikuntukgenerasiselanjutnya.Pertumbuhan
resistensi dan multipel resistensi mikroba terhadap antibiotik
berdampak pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya
kesehatan.
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, pelayanan
kefarmasian turut berkontribusi dalam usaha menghambat
resistensi. Disamping itu pemilihan antibiotik yang tidak tepat,
kesalahanpenggunaanmerupakankomponenutamayangmemicu
penggunaanantibiotikyangtidakrasional.
PelayananKefarmasianyangdilakukanolehApotekerterkait
terapiAntibiotik,dalammewujudkanterapiantibiotikyangbijakdan
pencegahan resistensi, hendaknya dilakukan secara bertanggung
jawab sehingga kualitas hidup pasien meningkat. Untuk dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, Apoteker perlu
meningkatkan ketrampilan, sikap dan pengetahuan secara
berkesinambungansejalandenganperkembanganterkini.
Dengan disusunnya pedoman ini, diharapkan dapat menjadi
acuan bagi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian
termasukmonitoringpenggunaanantibiotik,memberikaninformasi
danedukasikepadapasien,tenagakesehatandanmasyarakat.
Sayamengucapkanterimakasihkepadasemuapihakyangturut
berkontribusidalampenyusunanPedomanPelayananKefarmasian
untuk Terapi Antibiotik ini. Saya berharap, dengan diterbitkannya
vlll
pedomaninidapatmemberimanfaatbagipelaksanaanpelayanan
kefarmasianolehApotekerdiRumahSakit.
Jakarta,Oktober2011
DirekturJenderal
BinaKefarmasianDanAlatKesehatan
Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
NIP195306211980122001
lx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1 TabelRekonstitusiAntibiotikuntukPemberian
Intravena .............................................................. 41
Lampiran2 TabelKompatibilitasAntibiotikDengan
BerabagaiLarutanInfus ...................................... 47
Lampiran3 TabelSaatPemberianAntibiotik .......................... 48
Lampiran4 DaftarAntibiotikdenganKadarRentangTerapi
Sempit ................................................................. 50
Lampiran5 DaftarPenggantianAntibiotikIntravenakeOral... 51
Lampiran6 DiagramAlurGeyssen ......................................... 52
x
xl
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ................................................................ i
KEPUTUSANDIRJENBINAKEFARMASIANDANALAT
KESEHATANTENTANGPEMBENTUKANTIMPENYUSUN.. iii
SAMBUTANDIRJENBINAKEFARMASIANDANALAT
KESEHATAN .......................................................................... vii
DAFTARLAMPIRAN ............................................................ ix
DAFTARISI .......................................................................... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................... 1
1.1 LatarBelakang ............................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................. 1
1.3 Sasaran ............................................................ 2
1.4 LandasanHukum ............................................ 2
BAB 2. PERAN APOTEKER DALAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIBIOTIK ....................................... 5
2.1 PeranApotekerSebagaiAnggotaTim
PengendalianResistensiAntibiotik ................. 5
2.2 PeranApotekerDalamKomiteFarmasi
Terapi(KFT) .................................................... 6
2.3 PeranApotekerSebagaiAnggotaKomite
PencegahanDanPengendalianInfeksiRumah
Sakit(KPPI-RS) .............................................. 7
2.4. Peranapotekerpadapenangananpasien
denganpenyakitinfeksi ................................... 8
2.5. PeranApotekerDalamKegiatanEdukasi ....... 8
xll
BAB 3. KEGIATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM
TERAPI ANTIBIOTIK ............................................. 11
BAB 4. PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK .............. 27
4.1 PrinsipPenggunaanTerapiAntibiotikKombinasi. 27
4.2 PrinsipPenggunaanTerapiAntibiotikKhusus .. 28
4.3PembatasanPenggunaanAntibiotik ............. 33
4.4PenggantianTerapiAntibiotikIntravena
KeAntibiotikOral ............................................ 33
BAB 5. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ................ 35
5.1 PenilaianKuantitasPenggunaanAntibiotik...... 35
5.2 PenilaianKualitasPenggunaanAntibiotik ...... 37
LAMPIRAN .............................................................................. 41
DAFTARPUSTAKA ................................................................ 57

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PenyakitinfeksidiIndonesia masihtermasukdalamsepuluh
penyakitterbanyak.PeresepanantibiotikdiIndonesiayangcukup
tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi.
Berbagaipenelitianmenunjukkanbahwatelahmunculmikrobayang
resisten antara lain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), resistensi multi obat pada penyakit tuberkulosis (MDR
TB) dan lain-lain. Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah
meningkatnyamorbiditas,mortalitasdanbiayakesehatan.
Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau
berlebihan mendorong berkembangnya resistensi dan multipel
resistenterhadapbakteritertentuyangakanmenyebarmelaluiinfeksi
silang. Terdapat hubungan antara penggunaan (atau kesalahan
penggunaan)antibiotikdengantimbulnyaresistensibakteripenyebab
infeksinosokomial.Resistensitidakdapatdihilangkan,tetapidapat
diperlambatmelaluipenggunaanantibiotikyangbijak.Haltersebut
membutuhkankebijakandanprogrampengendalianantibiotikyang
efektif.
Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Komite Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS), Tim Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan
kepanitiaan di rumah sakit yang berperan dalam menetapkan
kebijakan penggunaan antibiotik, pencegahan dan penyebaran
bakteriyangresistensertapengendalianresistensibakteriterhadap
antibiotik. Pada setiap kepanitiaan tersebut, apoteker berperan
pentingdalammeningkatkanpenggunaanantibiotikyangbijak.
Penggunaan antibiotik yang terkendali dapat mencegah
munculnya resistensi antimikroba dan menghemat penggunaan
antibiotik yang pada akhirnya akan mengurangi beban biaya
2
perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan, penghematan
bagi rumah sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah
sakit.
Selainitu,penggunaanantibiotikyangtidaktepatolehpasien
meliputi: ketidak patuhan pada regimen terapi dan swamedikasi
antibiotikdapatmemicuterjadinyaresistensi.DalamhaliniApoteker
diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi,
konseling dan edukasi kepada pasien secara individual ataupun
kepadamasyarakatsecaraumum.
Mengingat luasnya perananApoteker dalam terapi antibiotik
yangbijakdanpengendalianresistensimakadibutuhkanpedoman
pelayanan kefarmasian terkait antibiotik. Pedoman ini diharapkan
dapatmenjadiacuanbagiApotekerdalammemberikanpelayanan
kepadapasiendenganpenyakitinfeksi,memberikaninformasidan
edukasikepadapasien,petugaskesehatandanmasyarakat.
1.2 Tujuan
Tersedianya panduan bagi Apoteker dalam melaksanakan
pelayanankefarmasianpadaterapiantibiotikdiRumahSakit.
1.3 Sasaran
a. Apoteker yang memberikan pelayanan kefarmasian
terkaitdenganpenggunaanantibiotik
b. Apoteker yang berperan aktif sebagai bagian dari tim
pelayanankesehatandiRumahSakit.
1.4 Landasan Hukum
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembar Negara Republik
IndonesiaNomor42Tahun1999)
3
b. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
RepublikIndonesiaNomor5063);
c. Undang-undangNomor44Tahun2009tentangRumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009Nomor153,TambahanLembaranNegaraRepublik
IndonesiaNomor5072);
d. Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
IndonesiaTahun2009Nomor124,TambahanLembaran
NegaraRepublikIndonesiaNomor5044);
e. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No.Per/07/M.PAN/4/2008 Tentang Jabatan
FungsionalApotekerdanAngkaKreditnya;
f. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala
Badan Kepagawaian Negara Nomor 113/Menkes/PB/
XII/2008danNo.26/2008TentangPetunjukPelaksanaan
JabatanFungsionalApotekerdanAngkaKreditnya;
g. KeputusanMenteriKesehatanNomor1197/Menkes/SK/
X/2004tentangStandarPelayananFarmasidiRumah
Sakit;
h. KeputusanMenteriKesehatanNomor377/Menkes/PER/
V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
ApotekerdanAngkaKreditnya;
i. KeputusanMenteriKesehatanNomor1333/Menkes/SK/
XII/1999tentangStandarPelayananRumahSakit;
j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/
Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
KementerianKesehatan
4
3
BAB 2
PERAN APOTEKER DALAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIBIOTIK
2.1 Peran Apoteker Sebagai Anggota Tim Pengendalian
Resistensi Antibiotik
Pengendalian resistensi antibiotik memerlukan kolaborasi
berbagai profesi kesehatan antara lain Dokter, Ahli Mikrobiologi,
Perawat danApoteker. Program pengendalian resistensi antibiotik
bertujuan:
a. Menekanresistensiantibiotik
b. Mencegahtoksisitasakibatpenggunaanantibiotik
c. Menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak
bijak
d. Menurunkanrisikoinfeksinosokomial.
Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan tujuan tercapainya
hasilterapiyangoptimalpadapasiendenganpenyakitinfeksidan
menurunkan risiko transmisi infeksi pada pasien lain atau tenaga
kesehatan.
Peran penting apoteker yang terlatih dalam penyakit infeksi
untukmengendalikanresistensiantibiotikdapatdilakukanmelalui:
A. Upayamendorongpenggunaanantibiotiksecarabijak
i. Meningkatkan kerjasama multidisiplin untuk menjamin
bahwa penggunaan antibiotik proflaksis, empiris dan
defnitif memberikan hasil terapi yang optimal. Kegiatan
ini mencakup penyusunan kebijakan dan prosedur,
misalnya restriksi penggunaan antibiotik, saving
penggunaan antibiotik, penggantian terapi antibiotik,
6
pedoman penggunaan antibiotik maupun kegiatan
selama perawatan pasien penyakit infeksi. Kegiatan
terkait perawatan pasien penyakit infeksi misalnya
pemilihan antibiotik yang tepat, mempertimbangkan
pola kuman setempat, optimalisasi dosis, pemberian
antibiotik sedini mungkin pada pasien dengan indikasi
infeksi,de-eskalasi,pemantauanterapiantibiotik.
ii. TerlibataktifdalamKomiteFarmasidanTerapi
B. Menurunkantransmisiinfeksimelaluiketerlibatanaktifdalam
KomitePencegahandanPengendalianInfeksi.
C. Memberikan edukasi kepada tenaga kesehatan, pasien dan
masyarakattentangpenyakitinfeksidanpenggunaanantibiotik
yangbijak.
2.2 Peran Apoteker Dalam Panitia/Komite Farmasi Terapi
(KFT )
Apoteker terlibat aktif dalam kegiatan Komite Farmasi dan
Terapi khususnya terkait pengendalian penggunaan antibiotik,
melalui:
a. Pemilihan jenis antibiotik yang akan dimasukkan dalam
pedoman penggunaan antibiotik, formularium, dan yang diuji
kepekaan
b. Analisishasilevaluasipenggunaanantibiotiksecarakuantitatif
maupunkualitatif
c. Pembuatankebijakanpenggunaanantibiotikdirumahsakit.
d. Analisis cost effective, Drug Use Evaluation (DUE), dan
evaluasikepatuhanterhadappedomanpenggunaanantibiotik
maupunkebijakanterkaityangtelahditetapkan
e. Analisis dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)/Reaksi
ObatyangTidakDiinginkan(ROTD).
7
Berikutiniadalahbeberapatambahanketentuanyangdapatmenjadi
bagiandarikebijakanantibiotikdirumahsakit:
Pengelolaan antibiotik harus dilakukan oleh instalasi farmasi
melaluisistemsatupintu
PedomanTerapiEmpiris
Pedoman Terapi Defnitif
Pedoman Proflaksis Bedah
DaftarAntibiotikYangBolehDipakai,
DaftarAntibiotikYangDibatasi/Restriksi
DaftarAntibiotikYangdiSaving
PedomanTerapiAntibiotikInjeksi

2.3 Peran Apoteker Sebagai Anggota Komite Pencegahan


Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS)
Apoteker berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan
pengendalianinfeksipadapasiendantenagakesehatanmelalui:
a. PenetapankebijakandanprosedurinternalInstalasiFarmasi
dalampenyiapansediaansteril.Misalnyapenetapankebijakan
pencampurandalamlaminar air fow cabinetolehtenagayang
terlatih.
b. Penetapan kebijakan penggunaan sediaan antibiotik steril
sekalipakai(single-dose package)danpenggunaansediaan
sterildosisganda(multiple-dose container)
c. Penandaan yang benar termasuk pencantuman tanggal
dan jam kadaluwarsa serta kondisi penyimpanan sediaan
antibiotik.
d. Peningkatankepatuhanterhadapkewaspadaanbaku(standard
precaution) oleh tenaga kesehatan, pasien dan petugas lain
yangterlibatdalamperawatanpasien.
8
e. Kolaborasi dalam penyusunan pedoman penilaian risiko
paparan, pengobatan dan pemantauan terhadap pasien dan
tenagakesehatanyangpernahkontakdenganpasienpenyakit
infeksi.
f. Penyusunanpedomanpenggunaanantiseptikdandisinfektan
g. Penurunankejadianinfeksinosokomialdengancaramenjamin
ketersediaan alat kesehatan sekali pakai, antiseptik dan
disinfektan
2.4. Peran apoteker pada penanganan pasien dengan penyakit
infeksi
KegiatanApotekerdalammelaksanakanpharmaceutical care
padapasiendenganpenyakitinfeksimeliputi:Apotekerbekerjasama
denganAhliMikrobiologiuntukmenjaminbahwahasilujikepekaan
antibiotik dilaporkan tepat waktu dan ketepatan laboratorium
mikrobiologi dalam melakukan interpretasi hasil pemeriksaan
laboratoriumterkaitpenyakitinfeksi.
Apotekerbekerjadengansistempengelolaanyangefektifdan
efsien, sehingga dapat menurunkan kesalahan yang mungkin terjadi
dankejadianyangtidakdiharapkanakibatpenggunaanantibiotik.
2.5 Peran Apoteker Dalam Kegiatan Edukasi
Apotekerberperandalammemberikanedukasidaninformasi
tentang pengendalian resistensi antibiotik serta pencegahan dan
pengendalianinfeksikepadatenagakesehatan,pasiendankeluarga
pasien. Kegiatan edukasi yang disertai dengan sosialisasi tentang
kebijakan dan prosedur restriksi antibiotik dapat meningkatkan
efektivitasedukasi.Kegiatan-kegiatanedukasiyangdapatdilakukan
meliputi:
a. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya, penerbitan buletin
dan forum edukasi lain kepada tenaga kesehatan tentang:
9
penggunaan antibiotik dan resistensinya, penggunaan
antiseptik dan desinfektan, teknik aseptik dan prosedurnya
sertametodesterilisasi.
b. Pemberian edukasi dan konseling pada pasien rawat inap,
rawat jalan, perawatan di rumah (home pharmacy care) dan
keluargapasien/pelakurawat(care giver)mengenai:
Kepatuhan dalam menggunakan antibiotik yang
diresepkan,
Penyimpananantibiotik,
Prosedurpencegahandanpengendalianinfeksi(sebagai
contoh:pembuanganlimbahmedis)
c. Pemberian edukasi bagi masyarakat umum dalam
meningkatkankesadaranterhadappengendalianpenyebaran
penyakitinfeksimelalui:
Mendorongpenggunaanantibiotikyangbijak,
Mempermudah akses imunisasi untuk anak-anak dan
dewasa,
Mempromosikanteknikcucitanganyangbenar.
Program edukasi seharusnya berisi evaluasi secara kritis,
menilai obat baru dan memberikan edukasi penggunaan dan
penggunasalahan yang tidak sesuai kepada staf rumah sakit,
dokter dan tenaga kesehatan lain. Program edukasi bertujuan
untukmengurangiperesepandanpenggunaanantibiotikyangtidak
bijak.Materiedukasiberuparegimenterapiyangcost effectivedan
memberikaninformasimengenaidampakperesepanterhadapsegi
ekonomidanekologibakteri.
10
11
BAB 3
KEGIATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM
TERAPI ANTIBIOTIK
Pelayanan Kefarmasian dalam terapi antibiotik meliputi
bermacam kegiatan mulai dari perencanaan hingga pemantauan
obat.
3.1 Pemilihan Dalam Rangka Perencanaan
Pemilihanjenisantibiotikdancakram(disc diffusion method)
antibiotikyangdigunakandirumahsakitdidasarkanpadaKebijakan/
Pedoman PenggunaanAntibiotik, Pedoman Diagnosis dan Terapi/
ProtokolTerapisertaFormulariumRumahSakityangdisahkanoleh
DirekturRumahSakit.
Prinsippemilihanantibiotikmeliputi:
Antibiotik yang disesuaikan dengan pola kuman lokal dan
sensitiftas bakteri.
Antibiotikyangbermutu
Antibiotikyangcost effective
3.2 Perencanaan
Perencanaan dilakukan berdasarkan data epidemiologi pola
penyakitdengancaramelihatdatacatatanmedik,datapenggunaan
sebelumnya,sertapersediaanyangada.Perencanaandibuatdengan
memperhatikanwaktutunggukedatanganbarang(lead time),jenis,
jumlahantibiotiksertadisc yangdigunakan.Perencanaanyang
baikakanmenjaminketersediaanantibiotik.
12
3.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan realisasi perencanaan yang telah
disepakati, disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran,
dilakukan melalui pembelian, rekonstitusi, pencampuran (iv
admixture), pengemasan ulang, atau sumbangan/dropping/hibah.
Pencampuran/pengemasan ulang antibiotik perlu memperhatikan
aspekstabilitas,kondisiaseptisdankompatibilitas.(LihatLampiran
2TabelKompatibilitasAntibiotikdenganBerbagaiLarutanInfus).
3.4 Penyimpanan
Penyimpananantibiotiksesuaidenganpersyaratanfarmasetik
pada sediaan jadi maupun sediaan setelah direkonstitusi (lihat
Lampiran1TabelRekonstitusiantibiotikuntukpemberianintravena).
Penyimpanan antibiotik yang sesuai standar dimaksudkan untuk
menjaminmutusediaanpadasaatdigunakanpasien.
3.5 Pendistribusian
Sistem pendistribusian antibiotik untuk pasien rawat jalan
adalah peresepan individual; dan pendistribusian untuk pasien
rawatinapadalahsistemUnit Dose Dispensing(UDD)yangdisertai
dengan informasi obat dan/atau konseling oleh Apoteker. Sistem
UDDperluditerapkanpadadistribusiantibiotikkarenamemudahkan
pemantauan penggunaan antibiotik (waktu dimulai dan dihentikan
ataudilakukanpenyesuaianregimenpengobatan).
Pendistribusian antibiotik harus memperhatikan stabilitas
produk,misalnyastabilitasinjeksimeropenemsetelahdirekonstitusi
padasuhukamarhanya2jam,sedangkanpadasuhu2-8
o
Cstabil
selama12jam.
13
3.6 Pengkajian Terapi Antibiotik
Pengkajian terapi antibiotik dapat dilakukan sebelum
atau sesudah penulisan resep, dalam rangka mengidentifkasi,
mengatasi dan mencegah masalah terkait antibiotik. Apoteker
dapat memberikan rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien
terkaitmasalahterapiantibiotikyangditemukan.
Pengkajianterapiantibiotikdapatberupa:
a. Kesesuaianindikasi,pasien,jenisdandosisrejimenantibiotik
terhadapPedoman/Kebijakanyangtelahditetapkan,
b. Kemungkinan terjadinya ROTD, interaksi antibiotik dengan
obatlain/larutaninfus/makanan-minuman,
c. Kemungkinan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium
karena pemberian antibiotik. Misalnya ampisilin, gentamisin
mempengaruhipemeriksaanAST/ALT.

Beberapacontohmasalahterkaitantibiotikyangmemerlukan
kewaspadaandalampenggunaannya:
a. Kotrimoksazoldapatmenyebabkanefeksampingyangserius,
seperti diskrasia darah dan reaksi kulit yang berat (Stevens
Johnson Syndrome).OlehkarenaitusebaiknyaKotrimosazol
hanyadigunakanuntukPneumonicystis Pneumonia.
b. Aminoglikosida dan Vankomisin yang bersifat nefrotoksik
harus dimonitor kadar dalam darah terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal, bila perlu dilakukan penyesuaian
dosisrejimen.
c. Vankomisin infus sebaiknya diinfuskan secara pelan lebih
dari 100 menit (kecepatan maksimum 10mg/menit) untuk
menghindariRed Man Syndrome.
d. Antibiotiktopikalsebaiknyadibatasihanyauntukpenggunaan
padamatadantelingakarenadapatmenyebabkanresistensi
antibiotik dan hipersensitivitas. Jika penggunaan antibiotik
14
topikal diperlukan maka pilih antibiotik yang tidak diabsorpsi
melaluikulit(bukanantibiotiksistemik),contoh:Mupirocin.
e. Antibiotikintravenahanyadigunakanbilaruteoraldanrektal
tidakdapatdilakukanataujikadiinginkankadardalamserum
yangtinggidalamwaktucepat.Sebagaicontohkadarpuncak
metronidazol dalam darah dapat segera dicapai dengan
pemberian intravena, oral setelah 1 jam dan 3 jam setelah
diberikan rektal (Suppositoria). Semua sediaan Metronidazol
intravena, oral maupun rektal mempunyai bioavailabilitas
yang ekivalen. Infus intravena sebaiknya diberikan pelan (5
ml/menit).
3.7 Peracikan
Peracikan antibiotik steril dan non steril dilakukan dengan
memperhatikan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan
menggunakan peralatan yang tersendiri (khusus) dari peralatan
peracikannonantibiotikuntukmencegahkontaminasisilang.
Peracikan antibiotik steril (misalnya: parenteral, tetes mata,
salep mata) dilakukan sesuai standar aseptic dispensing yang
meliputi: sistem manajemen, prosedur, sarana prasarana, SDM,
teknikaseptis,danpenjaminanmutu(quality assurance).
Teknik peracikan harus memperhatikan aspek stabilitas dan
kompatibilitas (lihat Lampiran 2. Tabel Kompatibilitas Antibiotik
dengan Berbagai Larutan Infus). Untuk sediaan antibiotik steril
yang tidak stabil setelah direkonstitusi dan diperlukan dalam
dosis kecil, dapat dilakukan pengemasan ulang sesuai dosis yang
diperlukandalamrangkamenjaminkualitasdanmenghematbiaya
pengobatan.
3.8 Pemberian
Pemberian antibiotik kepada pasien disertai dengan layanan
informasi atau konseling. Apoteker memberikan konsultasi pada
13
perawat terkait penyiapan dan pemberian antibiotik. Setiap
pemberianobatdicatatdiRekamPemberianAntibiotik(RPA),Kartu
CatatanObat(KCO).
3.9 Penggunaan
Penggunaanantibiotikolehpasienharusmemperhatikan
waktu, frekuensi dan lama pemberian sesuai rejimen terapi dan
memperhatikankondisipasien.Padaprosespenggunaanantibiotik,
Apoteker dapat berperan pada penghentian otomatis pemberian
antibiotik(automatic stop order)danpenggantianantibiotikintravena
denganantibiotikoral(sequential/switch iv therapy to oral).Manfaat
penggantian dari iintravena ke oral meliputi penurunan biaya,
kenyamanan pasien, mempercepat waktu keluar rumah sakit,
mengurangi komplikasi dan mengurangi iv line infection (Lihat
lampiran5DaftarPenggantianAntibiotikIntravenakeOral).
Penghentian otomatis pemberian antibiotik dilakukan bila
penggunaansudahsesuaidengankebijakanyangtelahditetapkan.
Selanjutnya, Apoteker perlu melakukan konfrmasi dengan dokter
yangmerawatpasienuntukrencanaterapiberikutnya.
Penggantian bentuk sediaan antibiotik intravena dengan
antibiotik oral dapat dilakukan dalam waktu 72 jam jika antibiotik
memilikispektrumyangsesuaidenganhasiltessensitivitasdengan
memperhatikanfarmakodinamikdanfarmakokinetik.
Berdasarkan efkasi klinis untuk eradikasi mikroba atau sesuai
protokolterapi,lamapemberianantibiotikadalahsebagaiberikut:
Sebagianbesarinfeksisepertipneumonia,
Septikemia :57hari
Cystitis :3hari
Streptococcal pharingitis :10hari
Endokarditis :26minggu
Pyelonephritis :2minggu
16
Osteomyelitis :beberapa
minggu/bulan
Septicarthritis :2-6minggu
Lungabscess :46minggu
Liverabscess :14bulan
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data
mikrobiologisdankondisiklinispasiensertadatapenunjanglain.
3.10 Informasi Obat
Apoteker memberikan informasi kepada dokter/perawat
tentang antibiotik. Informasi yang diberikan antara lain tentang
seleksi, rejimen dosis, rekonstitusi, pengenceran/pencampuran
antibiotikdenganlarutaninfusdanpenyimpananantibiotik.
Pemberianinformasimeliputi:
a. Tujuanterapi
b. Carapenggunaanyangbenardanteratur
c. Tidak boleh berhenti minum antibiotik tanpa sepengetahuan
Dokter/Apoteker (harus diminum sampai habis kecuali jika
terjadireaksiobatyangtidakdiinginkan),
d. Reaksiobatyangtidakdiinginkanyangmungkinterjadiserta
tindakanyangharusdilakukan
e. Carapenyimpanan
Pemberian informasi oleh apoteker dapat dilakukan secara
lisan maupun tertulis. Informasi tertulis tentang antibiotik dibuat
olehUnitPelayananInformasiObat(PIO)InstalasiFarmasiRumah
Sakit.
Berikutiniadalahbeberapacontohjenisinformasiyangdapat
diberikandalampelaksanaanpelayananinformasiobat.
17
Tabel 1. Informasi Antibiotik Yang Perlu Diketahui
No Antibiotik Informasi
1 Gentamisin Gentamisinmemilikiindeksterapiyangsempit,
karenaitusangatdiperlukandosisindividual.
2 Klindamisin Untukmenghindariiritasiesophagussebaiknya
diminumbersamasegelasair
3 Rifampisin Tidakdiminumbersamamakanankarenaakan
mengurangiabsrobsirifampisin
4 Tetrasiklin Hindaridigunakanpadaanakdibawah12tahun
dan pada wanita hamil, hati-hati digunakan
padalansiajikadidugaterjadigangguanginjal
5 Coamoksiklav Coamoksiklav cenderung menyebabkan diare
akibat antibiotik dibandingkan amoksisilin dan
infeksi C. diffcile. Hindari digunakan pada
pasienberesikoterinfeksiC. diffcile,misalnya
pasien berusia > 65 tahun, pasien yang
menggunakanprotonpumpinhibitor(PPI)atau
pasienyangbarusajadirawatdiRS.
6 Sefalosporin, DapatmenyebabkaninfeksiC.diffcile karena
klindamisin, mengganggu fora usus normal
derifatpenisilin
dankuinolon
18
3.11 Konseling
Konselingterutamaditujukanuntuk:
Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan
antibiotik
Mencegahtimbulnyaresistensibakteri
Meningkatkan kewaspadaan pasien/keluarganya terhadap
efeksamping/reaksiobatyangtidakdiinginkan(ROTD)yang
mungkin terjadi, dalam rangka menunjang pelaksanaan
programpatient safetydirumahsakit.
Konseling tentang penggunaan antibiotik dapat diberikan
pada pasien/keluarga pasien rawat jalan maupun rawat inap
secaraaktifdiruangkonselingkhususuntukmenjaminprivacy
pasien.
Setelah diberikan konseling dilakukan evaluasi pengetahuan
pasien untuk memastikan pasien memahami informasi yang telah
diberikan. Bila perlu, dilengkapi dengan informasi tertulis (leafet
ataubooklet).
19
Tabel 2. Informasi Antibiotik Yang Perlu Diberikan Ketika
Konseling
No Antibiotik Informasi
1 Siprofoksasin Bila diberikan bersama dengan antasida,
diberijarakwaktuselama2jam.Karenaakan
terbentuk senyawa kelat yang menurunkan
bioavailabilitas siprofoksasin
Diminum 2 jam sebelum makan untuk
menghindarigangguangastrointestinal
Absorbsi siprofoksasin akan menurun jika
diberikanbersamadengansusu
Tidak diminum bersama kopi karena
siprofoksasin dapat meningkatkan kadar
kafeindalamdarah
2 Amoksisilin Diberikan dalam waktu yang relatif sama
setiap harinya (around the clock) untuk
meminimalkanvariasikadardalamdarah.
Bilatimbulkemerahanpadakulit(merupakan
reaksi sensitiftas terhadap amoksisilin)
segerakonsultasikedokter.
Pemberianbersamaalopurinolmeningkatkan
risikoterjadinyakemerahanpadakulit
Amoksisilin yang digunakan bersama
kontrasepsi akan menurunkan efektiftas
kontrasepsi
3 Eritromisin Terjadi peningkatan kejadian kardiotoksis
yaitu: perpanjangan interval QT dan
ventrikular taki disritmia. Jika terjadi hal
tersebut,hentikanpenggunaaneritromisin.
4 Kloramfenikol Efekyangtidakdiinginkan:
Anemia; aplastik anemia yang bersifat
idiosinkratik (jarang). Anemia terkait dosis
yangbersifatreversible
Toksisitas pada sum-sum tulang belakang
yangterkaitdosis
20
Anaflaksis dan reaksi hipersensitiftas
Peningkatan efek antikonvulsan, barbiturat
dansulfonilurea
Penggunaan pada bayi tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan penekanan
sumsumtulangbelakangdanmenimbulkan
baby grey syndrome(akibatketidakmampuan
bayimengkonjugasikloramfenikol)
Tidakdirekomendasikanuntukibumenyusui
karena dikhawatirkan berpenetrasi ke air
susuibu
MenurunkanabsorbsiintestinalvitB12
Memerlukan tambahan konsumsi makanan
yang mengandung ribofavin, piridoksin dan
vitB12.
6 Rifampisin Tidakdiminumbersamamakanankarenaakan
mengurangiabsorbsiRifampisin
7 Klindamisin Efek samping yang sebagian besar terjadi.
Tinggi keterkaitannya menyebaban colitis
terkaitantibotik.
Untukmenghindariiritasiesofhagussebaiknya
diminumbersamasegelasair
8 Coamoksiklav Coamoksiklavcenderungmenyebabkandiare
akibatantibiotikdibandingkanamoksisilindan
infeksi C. diffcile. Hindari digunakan pada
pasienberesikoterinfeksiC. diffcile,misalnya
pasien berusia > 65 tahun, pasien yang
menggunakan proton pump inhibitor (PPI)
ataupasienyangbarusajadirawatdiRS.
9 Sefalosporin, DapatmenyebabkaninfeksiC.diffcilekarena
klindamisin, mengganggu fora usus normal
derifatpenisilin
dankuinolon
Ket: daftar pada tabel adalah beberapa point, efek yang tidak
dikehendaki yang lain dapat terjadi.
21
3.12 Pemantauan
Pemantauan efektivitas antibiotik dapat dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama tim kesehatan lain (dokter, ahli
mikrobiologi, perawat). Pemantauan terhadap tanda keberhasilan
dankegagalanterapidapatdilakukansetelah72jamdenganmelihat
data klinis (pemeriksaan fsik dan tanda-tanda vital) serta data
penunjang (hasil pemeriksaan mikrobiologi dan data laboratorium)
yangada.
PemantauanjugadilakukanterhadaptimbulnyaROTD,reaksi
alergi/hipersensitivitasatautoksisitas.JikaterjadiROTD,sebaiknya
segera dilaporkan ke pusat MESO Nasional, menggunakan form
MESO(terlampir).
Pelaporan ROTD dapat dilakukan oleh dokter, apoteker
maupun perawat, dan sebaiknya di bawah koordinasi Komite
FarmasidanTerapi.
Pemantauan kadar antibiotik dalam darah bertujuan menilai
efektiftas dan mencegah terjadinya toksisitas yang tidak diinginkan,
memodifkasi rejimen dan menilai kepatuhan pasien. Pemantauan
kadar antibiotik dalam darah perlu dilakukan untuk antibiotik yang
mempunyairentangterapisempit.Berdasarkanpemantauankadar
antibiotik, apoteker dapat memberikan rekomendasi yang sesuai.
Rekomendasiyangdiberikandapatberupa:
Penyesuaiandosisdanintervalpemberian
Penghentiandanpenggantianantibiotik
Daftar Antibiotik yang perlu dilakukan TDM terdapat pada
Lampiran 4 Daftar antibiotik dengan kadar rentang terapi sempit.
Berikutiniadalahdaftarantibiotikyangperludilakukanpemantauan
terhadapkejadianefeksamping.
22
Tabel 3. Daftar Efek Samping Antibiotik Yang Perlu dilakukan
Pemantauan
(penisilin,
sefalosporin,
monobaktam,
karbapenem)
No Antibiotik Informasi
1 Betalaktam Reaksiygtidakdiinginkan:
alergi: anaflaksi, urtikaria, serum sickness,
rashdandemam;
Diare: umum terjadi pada penggunaan
ampisilin, augmentin, seftriakson dan
sefoperazon. Kolitis terkait antibiotik dapat
terjadi pada sebagian besar penggunaan
antibiotik
Anemia hemolitik: umum terjadi pada dosis
tinggi. Aktiftas antiplatelet (penghambatan
agregasiplatelet)sebagianbesarterjadipada
penisilin antipseudomonal dan betalaktam
lainpadadalamkadarserumtinggi.
Hipotrombinemialebihseringterkaitdengan
sefalosporin yang memiliki rantai samping
metiltetrazoletiol (sefamandol, sefotetan,
sefoperazon,sefametazol).Reaksiinidapat
dicegah dan bersifat reversibel dengan
pemberianvitK.
2 Aminoglikosida Efeksamping:
Hipotensi, mual, nefrotoksisitas; insiden
kejadian 10%-15%. Umumnya reversibel,
biasanyaterjadi5-7hariterapi.Faktorrisiko:
dehidrasi, usia, dosis, durasi, pemberian
bersamanefrotoksin,penyakitliver.
3 Makrolid Efeksamping:
Mual, muntah, rasa terbakar: di perut;
pada pemberian oral. Azitromisin dan
klaritromisin menyebabkan mual lebih
rendahdibandingkaneritromisin.
Cholestatic jaundice: dilaporkan pada
semua garam eritromisin, paling utama
denganestolat
(gentamisin,
tobramisin,
amikasin,
metilmisin)
(eritromisin,
azitromisin,
klaritromisin)
23
Ototoksisitas: sebagian besar terjadi pada
dosis tinggi pada pasien yang mengalami
gangguanginjaldanataugagalhepatik
4 Tetrasiklin Efeksamping:
Alergi
Fotosensitiftas
Deposisi gigi/tulang dan diskolorisasi:;
hindari digunakan pada anak, wanita hamil
danibumenyusui.
Gastrointestinal: umumnya gastrointestinal
bagianatas
Hepatiis: umumnya pada kehamilan dan
orangtua
Renal (azotemia): tetrasiklin memiliki efek
antianabolikdanseharusnyadihindaripada
pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Yang paling kurang menimbulkan masalah
ini:doksisiklin.
Vestibular: terkait dengan minosiklin,
terutamapadadosistinggi.
5 Vankomisin Efeksamping:
Ototoksisitas;hanyajikadigunakanbersama
dengan ototoksin, misalnya aminoglikosida
danmakrolid
Nefrotoksisitas: sedikit hingga tidak bersifat
nefrotoksisitas. Dapat meningkatkan
nefrotoksisitasaminoglikosida.
Hipotensi, fushing: terkait dengan infus
cepatvankomisin.Lebihumumterjadipada
peningkatandosis.
Flebitis: memerlukan pengenceran volume
besar.
24
Di bawah ini terdapat beberapa contoh interaksi obat dengan
antibiotik.
Tabel 4. Daftar Interaksi Obat - Antibiotik
Antibiotik Interaksi Efek
Tetrasiklin Zinc,kalsium, Pembentukansenyawakelat
didanosin, danmenggangguabsorbsi
antasida
Tetrasiklin Diuretik Risikopeningkatan
konsentrasiureaserum
tidakdengandoksisiklin
Tetrasiklin Rifampisin, Waktuparuhdoksisiklin
fenobarbital, memendek
fenitoin,
karbamazepin
Kloramfenikol Obatyg Kloramfenikolmenurunkan
dimetabolisme metabolisme
olehsitokrom
P450;
Tolbutamid,
fenitoin,
siklofosfamid,
warfarin
Kloramfenikol Rifampisin Rifampisinmenurunkan
konsentrasikloramfenikol
melaluiinduksimetabolism
Aminoglikosida Relaksanotot Hambatanneuromuscular

23
Kloramfenikol Fenitoin, Toksisitasfenitoin
Metronidazol antifungal
Isoniazid
Siprofoksasin Teoflin Agitasi, konvulsi
Klaritromisin
Eritromisin
Flukonazol Warfarin Peningkatanantikoagulasi
Griseofulvin Warfarin Penurunanefekantikoagulan
Itrakonazol Antasidaoral Penurunanabsorbsi
danantagonis antifungal
H
2
Ketokonazol
Aminoglikosida SiklosporinA Nefrotoksisitassiklosporin
Ketokonazol
Kuinolon
Metronidazol Alkohol Mual muntah (efek disulfram)
Rifampisin Kontrasepsi oral Penurunan efkasi kontrasepsi
Kotrimoksazol Antikoagulan Peningkatanantikoagulan
Sulfonamid
26
27
BAB 4
PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
4.1 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi
Berikutadalahbeberapaprinsippenggunaanterapiantibiotik
kombinasi:
a. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari
satujenisuntukmengatasiinfeksi.
b. Tujuanpemberianantibiotikkombinasiadalah:
i. Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifk
(efeksinergisatauaditif)
ii. Mengatasi infeksi campuran yang tidak dapat
ditanggulangiolehsatujenisantibiotiksaja
iii. Mengatasikasusinfeksiyangmembahayakanjiwayang
belumdiketahuibakteripenyebabnya.
c. Hal-halyangperludiperhatikandalampenggunaankombinasi
antibiotik:
i. Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang
berbeda dapat mempengaruhi efektivitas antibiotik
(sinergisatauantagonis).
ii. Suatukombinasiantibiotikdapatmemilikitoksisitasyang
bersifat aditif atau superaditif. Contoh: Vankomisin
secaratunggalmemilikiefeknefrotoksikminimal,tetapi
pemberianbersamaaminoglikosidadapatmeningkatkan
toksisitasnya.
iii. Kombinasi antibiotik tidak efektif untuk mencegah
resistensi.
28
iv. Pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan
antibiotikdiperlukanuntukmendapatkankombinasibijak
denganhasilefektif.
v. Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi
empirisjangkalama.
vi. Pertimbangkanpeningkatanbiaya.
d. Rute pemberian oral seharusnya menjadi pilihan pertama
untukterapiinfeksi.Padainfeksisedangsampaiberatdapat
dipertimbangkanmenggunakanantibiotikparenteral.
e. Lamanya pemberian antibiotik empiris adalah dalam jangka
waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkandatamikrobiologisdankondisiklinispasienserta
datapenunjanglainnya.
4.2 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Khusus
A. Farmakokinetik
Tiga parameter farmakokinetika (PK) yang harus
dipertimbangkandalampenggunaanantibiotik:
Kadarpuncakataukadarmaksimum(C
max
)
Waktu paruh (t
1/2
) yang berbanding lurus dengan
kecepataneliminasi
Area Under the Curve (AUC) adalah jumlah obat yang
ada dalam sirkulasi sistemik, dapat menunjukkan
Bioavailabilitasobatyangdiberikanperoral
29
Profl kadar obat dalam darah dan Parameter Farmakokinetik

Pengetahuan tentang fungsi ginjal dan hati pasien juga


penting, karena dosis antibiotik tertentu harus disesuaikan
untuk menghindari toksisitas saat eliminasinya terganggu.
Farmakokinetik (PK) membahas tentang perjalanan kadar
antibiotik di dalam tubuh, sedangkan farmakodinamik (PD)
membahastentanghubunganantarakadar-kadaritudanefek
antibiotiknya.
Tiga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik
mendeskripsikan aktivitas bakterisidal adalah time-
dependence (tergantung waktu), concentration-dependence
(tergantungkonsentrasi),dan post antibiotik effect/PAE(efek
persisten).Antibiotik yang termasuk PAE masih memberikan
efek meskipun konsentrasi didalam darah di bawah MIC.
Berdasarkanketigasifatfarmakodinamikantibiotikini,antibiotik
bisadibagimenjadi3kategori:
21
4.2 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Khusus
A. Farmakokinetik
Tiga parameter farmakokinetika (PK) yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan
antibiotik:
x Kadar puncak atau kadar maksimum (C
max
)
x Waktu paruh (t
1/2
) yang berbanding lurus dengan kecepatan eliminasi
x Bioavailabilitas /Area under the curve (AUC) adalah jumlah obat yang ada dalam
sirkulasi sistemik.
Profil kadar obat dalam darah dan Parameter Farmakokinetik
Pengetahuan tentang fungsi ginjal dan hati pasien juga penting, karena dosis antibiotik
tertentu harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas saat eliminasinya terganggu.
Farmakokinetik (PK) membahas tentang perjalanan kadar antibiotik di dalam tubuh, sedangkan
farmakodinamik (PD) membahas tentang hubungan antara kadar-kadar itu dan efek
antibiotiknya.
30
Tabel 5. Tipe Antibiotik Berdasarkan Aktiftas
Pola Aktivitas Antibiotik Strategi Terapi
TipeI Aminoglikosid Memaksimalkan
Tergantung-kadardan Fluorokuinolon kadarobat
Efekpersistenyanglama Metronidazol
TipeII Karbapenem Memaksimalkan
Tergantung-waktu Sefalosporin lamapaparan
danEfekpersisten Eritromisin
minimal Linezolid
Penisilin
TipeIII Azitromisin Memaksimalkan
Tergantung-waktudan Klindamisin kadar
Efekpersistensedang Oksazolidinon
sampailama Tetrasiklin
Vankomisin
Untuk antibiotik Tipe I, rejimen dosis yang ideal adalah
memaksimalkankadar,karenasemakintinggikadar,semakin
ekstensif dan cepat tingkat bakterisidalnya.Antibiotik Tipe II
menunjukkan sifat yang sama sekali berlawanan. Rejimen
dosisidealuntukantibiotikinimemaksimalkandurasipaparan.
AntibiotikTipe III memilikisifatcampuran,yaitumemilikisifat
bakterisidaltergantung-waktudanefekpersistenyangsedang.
Rejimendosisidealuntukantibiotikinimemaksimalkanjumlah
obatyangditerima.
B. Penggunaan Antibiotik untuk Kelompok Khusus
i. Penggunaan Antibiotik Pada Anak
Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kg berat
badanidealsesuaidenganusiadanpetunjukyangada
dalam formularium. Pada praktek pemilihan antibiotik
untukanaktetapmemperhatikanmanfaatdanrisiko.
31
ii. Penggunaan Antibiotik Pada Usia Lanjut
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik
padausialanjut:
1) Pada umumnya pasien usia lanjut (>60 tahun)
mengalami mild renal impairement (gangguan
fungsi ginjal ringan) sehingga penggunaan
antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama
melaluiginjalmemerlukanpenyesuaiandosisatau
perpanjanganintervalpemberian.
2) Komorbiditas pada usia lanjut yang sering
menggunakan berbagai jenis obat memerlukan
pertimbangan terjadinya interaksi dengan
antibiotik.
iii. Penggunaan Antibiotik Pada Penurunan Fungsi
Ginjal (Renal Insuffciency) dan Gangguan Fungsi
Hati
1) PenyesuaianDosispadaPenurunanFungsiHati
Pedoman penyesuaian dosis insufsiensi fungsi
liver tergantung dari kondisi fungsi hati tersebut.
Secara umum dikatakan bahwa penyesuaian
dosis hanya dilakukan pada insufsiensi hati serius
sehingga insufsiensi ringan sampai sedang tidak
perludilakukanpenyesuaiandosis.Strategipraktis
sbb:
- Dosis total harian diturunkan sampai 50%
bagiobatyangtereliminasimelaluiliverpada
pasiensakithatiserius
- Sebagai alternatif, dapat menggunakan
antibiotik yang tereliminasi melalui ginjal
dengandosisregular
32
2) PenyesuaianDosispadaGangguanFungsiGinjal
a. Pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi ginjal, dosis antibiotik disesuaikan
dengan bersihan kreatinin (Creatinine
clearance). Penyesuaian dosis penting
untukdilakukanterhadapobatdenganrasio
toksikterapetik yang sempit, atau obat
yang dikonsumsi oleh pasien yang sedang
mengalamipenyakitginjal.
b. Usahakan menghindari obat yang bersifat
nefrotoksis.
Berikut adalah beberapa acuan yang dapat digunakan
dalampenyesuaiandosis:
1. Jika bersihan kreatinin (Clearance creatinine =
ClCr) obat yang tereliminasi melalui ginjal 40-60
ml/menit, dosis diturunkan 50% dengan interval
wakturegular
2. Jika Clearance creatinine (Clcr) 10-40ml/menit,
dosisobatyangeliminasiutamanyamelaluiginjal
diturunkan 50% dan interval waktu pemberian
diperpanjang dua kali lebih lama dari interval
regular
3. Sebagaialternatif,dapatmenggunakanantibiotik
yangeliminasiutamanyamelaluihatidengandosis
reguler
4. Clearance creatinine (Clcr) digunakan sebagai
gambaran fungsi ginjal. Perhitungan dapat
menggunakanformulasbb:
[(140-Umur(th)]xBB(kg)
Laki-laki:Clcr(ml/menit)=---------------------------------
72xSrcr(mg/dl)
Perempuan=0.85xClCr(laki-laki)
33
5. Dosismuatan(Loading dose)dandosisrumatan
(maintenance dose) insufsiensi ginjal. Kalkulasi
dosismuatanobatyangruteeliminasiutamamelalui
ginjaltidakadaperubahandosis,sedangkandosis
rumatan disesuaikan dengan kalkulasi bersihan
kreatinin
6. Pada Antibiotik Golongan Aminoglikosida
(misalnya: Amikasin, Gentamisin, Netimisin,
Tobramisin dll), penggunaan dosis tunggal
setelah dosis muatan telah terbukti menurunkan
risiko potensial toksisitas ginjal. Strategi ini
direkomendasikan bagi semua pasien termasuk
pasienkritis(Critically Ill).

4.3 Pembatasan Penggunaan Antibiotik


Kebijakanpembatasanpenggunaanantibiotikmeliputirestriksi
dansavingantibiotik.Jenisantibiotikyangdibatasitergantungpada
polamedankumandiruanganataurumahsakityangbersangkutan.
Pembatasan ini mencakup pengelompokan/kelas antibiotik.
Pengelompokan/kelasantibiotiktersebutmeliputi:
a. Kelasantibiotikpilihanpertama.
b. Pembatasan antibiotik berdasarkan pola kuman di rumah
sakit.
c. Antibiotik yang sangat dibatasi (restriksi antibiotik), yang
penggunaannyaharusmelaluiprosedurtertentu.
4.4 Penggantian Terapi Antibiotik Intravena Ke Antibiotik
Oral
Antibiotikintravenadapatdigantiperoral,apabilasetelah24-
48jam:
a. Kondisiklinispasienmembaik.
34
b. Tidakadagangguanfungsipencernaan(muntah,malabsorpsi,
gangguanmenelan,diareberat).
c. Kesadaranbaik.
d. Tidakdemam(suhu>36Cdan<38C),disertaitidaklebihdari
satukriteriaberikut:
Nadi>90kali/menit
Pernapasan>20kali/menitatauPaCO2<32mmHg
Tekanandarahtidakstabil
Leukosit < 4.000 sel/dl atau > 12.000 sel/dl (tidak ada
neutropeni).

33
BAB 5
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Evaluasipenggunaanantibiotikdilakukanbertujuanuntuk:
1. Mengetahuijumlahpenggunaanantibiotikdirumahsakit
2. Mengetahuidanmengevaluasikualitaspenggunaanantibiotik
dirumahsakit
3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan
antibiotikdirumahsakitsecarasistematikdanterstandar.
4. Sebagaiindikatorkualitaslayananrumahsakit
Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara
kuantitatif maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat
dilakukandenganpenghitunganDDDper100harirawat(DDD per
100 bed days),untukmengevaluasijenisdanjumlahantibiotikyang
digunakan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain
denganmetodeGyssen,untukmengevaluasiketepatanpenggunaan
antibiotik.
5.1 Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotik
Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan
antibiotik di rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan
prospektif melalui studi validasi. Evaluasi penggunaan antibiotik
secara retrospektif dapat dilakukan dengan memperhatikan ATC/
DDD(Anatomical Therapeutic Chemical/Defned Daily Dose).DDD
adalahasumsidosisrata-rataperharipenggunaanantibiotikuntuk
indikasitertentupadaorangdewasa.Penilaianpenggunaanantibiotik
dirumahsakitdengansatuanDDD/100harirawat;dandikomunitas
dengan satuan DDD/1000 penduduk. Untuk mempermudah
perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan piranti lunak
ABC calc yang dikembangkan oleh World Health Organization
36
(WHO).Studivalidasiadalahstudiyangdilakukansecaraprospektif
untuk mengetahui perbedaan antara jumlah antibiotik yang benar
digunakan pasien dibandingkan dengan yang tertulis di rekam
medis.
Berikutadalahrumusperhitungankonsumsiantibiotik,DDDper100
harirawat:
DDDper100hari=(jumlahgramABterjualdalamsetahun)x100
rawatinapStandarDDDWHOdalamgram(populasix365)
Caraperhitungan:
Untukmenghitungpenggunaanantibiotikselama1tahun
a. Jumlahantibiotikterjualadalahjumlahantibiotikterjualdalam
waktu1tahun
b. DDDWHOsesuaidenganATC/DDD,WHO2006
c. Angka100untuk100harirawat
d. Jumlahpopulasi:(jumlahtempattidurxdenganBed Occupation
Rate(BOR)RumahSakitdalamtahunyangsama)
e. Angka365:lamanyaharidalam1tahun.
KuantitaspenggunaanantibiotikjugadapatdinyatakandalamDDD
100 patient-days.
Caraperhitungan:
Kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi
antibiotik
Kumpulkanlamanyawaktuperawatanpasienrawatinap(total
Length Of Stay,LOSsemuapasien)
Hitungjumlahdosisantibiotik(gram)selamadirawat
HitungDDD100patient-days:
DDD 100 patient-=(jumlahgramAByangdigunakanolehpasien)x100
daysStandarDDDWHOdalamgram(totalLOS)
37
Contoh kasus:
(DDDAmoksisilin:1g;Seftriakson:2g;Ampisilin:2g)
Ps. Regimen antibiotik LOS Total DDD
P1. Amoksisilin3x0.5g 10hr 7,5g 7,5/1=7,5
(5hr)
P2. Seftriakson1x2g 10hr 10g 10/2=5
(5hr)
P3. Seftriakson1x2g 8hr 10g 10/2=5
(5hr)
P4. Ampisilin4x0,5g 10hr 10g 10/2=5
(5hr)
P5. Ampisilin2x1g 16hr 20g 20/2=10
(10hr)
Total 54hr Ceftri=10,ampi=15
DDD100patient-days Amox:7,5/54x100=13,89
Ceftri:10/54x100=18,52
Ampi:15/54x100=27,78
Parameterlainyangdapatdigunakanuntukmenggambarkan
penggunaanantibiotikdirumahsakitadalahpersentasepasienyang
mendapatterapiantibiotikselamarawatinapdirumahsakit.
5.2 Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik
Penilaian kualitas penggunaan antibiotik bertujuan untuk
perbaikan kebijakan atau penerapan program edukasi yang lebih
tepat terkait kualitas penggunaan antibiotik. Penilaian kualitas
penggunaan antibiotik sebaiknya dilakukan secara prospektif oleh
minimal tiga reviewer (dokter ahli infeksi, apoteker, dokter yang
merawat).
38
Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data
yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan
medikpasiendankondisiklinispasien.Berikutiniadalahlangkah
yang sebaiknya dilakukan dalam melakukan penilaian kualitas
penggunaanantibiotik:
1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis,
keadaanklinispasien,hasilkultur,jenisdanregimenantibiotik
yangdiberikan.
2. Untuksetiapdatapasien,dilakukanpenilaiansesuaialurpada
Lampiran1.
3. Hasil penilaian dikategorikan sebagai berikut: (Gyssen IC,
2005):
Kategori0 = penggunaanantibiotiktepat/bijak
KategoriI=penggunaanantibiotiktidaktepatwaktu
KategoriIIA =penggunaanantibiotiktidaktepatdosis
KategoriIIB = penggunaan antibiotik tidak tepat interval
pemberian
KategoriIIC = penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute
pemberian
KategoriIIIA= penggunaanantibiotikterlalulama
KategoriIIIB= penggunaanantibiotikterlalusingkat
KategoriIVA= adaantibiotiklainyanglebihefektif
KategoriIVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih
aman
KategoriIVC = adaantibiotiklainyanglebihmurah
KategoriIVD=ada antibiotik lain yang spektrum
antibakterinyalebihsempit
39
KategoriV = tidakadaindikasipenggunaanantibiotik
KategoriVI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak
dapatdievaluasi
Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotik menggunakan
Gyssen ClassifcationterdapatpadaLampiran6.
Berikutiniadalahbeberapacontohkasuspenilaianpenggunaan
antibiotiksecarakualitatif
KASUS 1
PasienA.
Diagnosis:Prolongedfever.
MendapatkanantibiotikSefotaksim3x700mgivsecaraempiris.
Masalah: Diagnosis infeksi tidak jelas (Kategori 5). Pemberian
antibiotikharusberdasarkandiagnosisinfeksi.
Rekomendasiapoteker:tegakkandiagnosisinfeksi.
KASUS 2
PasienB.(4,3kg)
Diagnosis:ISK
MendapatkanantibiotikMetronidazol2x35mgiv.
Masalah: interval dosis tidak tepat (Kategori 2b)
Perhitungandosis:7,5mg/kgx4,3kgtiap8jam=3x32,25mg
Rekomendasiapoteker:ubahintervaldosismenjadi3x35mg
40
KASUS 3
PasienC.
Diagnosis:InfeksiUTI
Mendapatkan pengobatan: Siprofoksasin, Antasid.
Masalah: Terdapat interaksi obat (Kategori 4b)
Interaksi Siprofoksasin dengan Antasid, akan terbentuk senyawa
kelat yang tidak larut sehingga menurunkan konsentrasi
Siprofoksasin dalam darah.
Rekomendasi apoteker: Siprofoksasin diberikan dalam jarak 2 jam
denganAntasid

41
42
43
44
43
46

47

37
Lampiran 2
Tabel Kompatibilitas Antibiotik Dengan Berbagai Larutan Infus
No. Nama Obat
NaCl
0,45%
NaCl
0,9%
D5 D10
D5
R
D5
RL
D5
NaCl
0,225
%
D5
NaCl
0,45%
D5
NaCl
0,9%
R RL
1 Amfoterisin - X C C X X C - X - X
2 Amikasin C C C C C C C C C C C
3 Ampisilin - C P X - - X X X C* C*
4 Aztreonam - C C - - - - - - - -
5 Eritromisin Laktobionat - C C* X - X - - C* X C*
6 Gentamisin - C C C - - C - - C C
7 Kanamisin Sulfat - C C C - - - - C - C
8 Klindamisin Fosfat - C C C C - - C C - C
9 Kloramfenikol Na- suksinat C C C C C C C C C C C
10 Kotrimoksazol C C* C* - - - - C C - C
11 Oksitetrasiklin HCl C C C* - - C* C C C C C*
12 Sefazolin Na - C C - - C C C C C C
13 Sefepim - C C C - C - - C - -
14 Sefoperazon - C C - - - - - - - -
15 Sefotaksim Na - C C C - - C C C - C
16 Seftazidim - C C - - - - - C - C
17 Seftriakson - C C C - - - C C - C*
18 Tetrasiklin HCl C C C - - C C C C - C
19 Tikarsilin Disodium - C C - - - C C - C C
KETERANGAN :
C : Tercampurkan (kompatibel)
D5 : Dekstrosa 5%
X : Tidak Tercampurkan
D10 : Dekstrosa 10%
P : Penurunan potensi dalam waktu singkat
R : Ringer
* : Tergantung kondisi yang spesifik
RL : Ringer Laktat
37
Lampiran 2
Tabel Kompatibilitas Antibiotik Dengan Berbagai Larutan Infus
No. Nama Obat
NaCl
0,45%
NaCl
0,9%
D5 D10
D5
R
D5
RL
D5
NaCl
0,225
%
D5
NaCl
0,45%
D5
NaCl
0,9%
R RL
1 Amfoterisin - X C C X X C - X - X
2 Amikasin C C C C C C C C C C C
3 Ampisilin - C P X - - X X X C* C*
4 Aztreonam - C C - - - - - - - -
5 Eritromisin Laktobionat - C C* X - X - - C* X C*
6 Gentamisin - C C C - - C - - C C
7 Kanamisin Sulfat - C C C - - - - C - C
8 Klindamisin Fosfat - C C C C - - C C - C
9 Kloramfenikol Na- suksinat C C C C C C C C C C C
10 Kotrimoksazol C C* C* - - - - C C - C
11 Oksitetrasiklin HCl C C C* - - C* C C C C C*
12 Sefazolin Na - C C - - C C C C C C
13 Sefepim - C C C - C - - C - -
14 Sefoperazon - C C - - - - - - - -
15 Sefotaksim Na - C C C - - C C C - C
16 Seftazidim - C C - - - - - C - C
17 Seftriakson - C C C - - - C C - C*
18 Tetrasiklin HCl C C C - - C C C C - C
19 Tikarsilin Disodium - C C - - - C C - C C
KETERANGAN :
C : Tercampurkan (kompatibel)
D5 : Dekstrosa 5%
X : Tidak Tercampurkan
D10 : Dekstrosa 10%
P : Penurunan potensi dalam waktu singkat
R : Ringer
* : Tergantung kondisi yang spesifik
RL : Ringer Laktat
48
49
30
31
32
42
Lampiran 6
DIAGRAM ALIR GYSSEN

Dosis
tepat
IIa
Tidak
Mulai
Data lengkap
AB diindikasikan
Alternatif lebih
efektif
VI Stop
Tidak
Tidak
V
Stop
IVa
Ya
Ya
Tidak
Pemberian terlalu
lama
IIIa
Tidak
Ya
Ya
Alternatif lebih
tidak toksik
IVb
Ya
Tidak
Alternatif lebih
murah
IVc
Ya
Tidak
Spektrum
alternatif lebih
sempit IVd
Ya
Tidak
Pemberian terlalu
singkat
IIIb
Tidak
Ya Ya
Interval
tepat
IIb
Tidak
42
Lampiran 6
DIAGRAM ALIR GYSSEN

Dosis
tepat
IIa
Tidak
Mulai
Data lengkap
AB diindikasikan
Alternatif lebih
efektif
VI Stop
Tidak
Tidak
V
Stop
IVa
Ya
Ya
Tidak
Pemberian terlalu
lama
IIIa
Tidak
Ya
Ya
Alternatif lebih
tidak toksik
IVb
Ya
Tidak
Alternatif lebih
murah
IVc
Ya
Tidak
Spektrum
alternatif lebih
sempit IVd
Ya
Tidak
Pemberian terlalu
singkat
IIIb
Tidak
Ya Ya
Interval
tepat
IIb
Tidak
43


DiagramalirpenilaiankualitaspemberianantibiotikametodeGyssens(Gyssens,2005)
Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat
apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotika.
1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI
Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada
halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan
penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya,
dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung
diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,
apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?
2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V
Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya.
Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat?
Ya
Rute
tepat
IIc
Tidak
Waktu
tepat
I
Tidak
Ya
Ya
Tidak termasuk I-IV
0
33
43


DiagramalirpenilaiankualitaspemberianantibiotikametodeGyssens(Gyssens,2005)
Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat
apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotika.
1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI
Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada
halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan
penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya,
dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung
diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,
apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?
2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V
Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya.
Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat?
Ya
Rute
tepat
IIc
Tidak
Waktu
tepat
I
Tidak
Ya
Ya
Tidak termasuk I-IV
0
Diagram alur penilaian kualitas pemberian antibiotika metode Gyssens
(Gyssens,2005)
Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas,
yaitu dengan melihat apakah data lengkap atau tidak untuk
mengkategorikanpenggunaanantibiotika.
1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI
Datatidaklengkapadalahdatarekammedistanpadiagnosis
kerja, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga
tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan penunjang/laboratorium
tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya,
dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk
mendukung diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan
secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fsis. Bila data
lengkap,dilanjutkandenganpertanyaandibawahnya,apakah
adainfeksiyangmembutuhkanantibiotika?
34
2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di
kategori V
Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan
pertanyaandibawahnya.Apakahpemilihanantibiotikasudah
tepat?
3. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti
di kategori IVa.
Bilatidak,lanjutkandenganpertanyaandibawahnya,apakah
adaalternatiflainyangkurangtoksik?
4. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik,
berhenti di kategori IVb.
Bilatidak,lanjutkandenganpertanyaandibawahnya,apakah
adaalternatiflebihmurah?
5. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti
di kategori IVc.
Bilatidak,lanjutkandenganpertanyaandibawahnya,apakah
adaalternatiflainyangspektrumnyalebihsempit?
6. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang
lebih sempit, berhenti di kategori IVd.
Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit, lanjutkan
dengan pertanyaan di bawahnya, apakah durasi antibiotika
yangdiberikanterlalupanjang?
7. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti
di kategori IIIa.
Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi
antibiotikaterlalusingkat?
33
8. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti
di kategori IIIb.
Bilatidak,diteruskandenganpertanyaandibawahnya.Apakah
dosisantibiotikayangdiberikansudahtepat?
9. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di
kategori IIa.
Biladosisnyatepat,lanjutkandenganpertanyaanberikutnya,
apakahintervalantibiotikayangdiberikansudahtepat?
10. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di
kategori IIb.
Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di
bawahnya.Apakahrutepemberianantibiotikasudahtepat?
11. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di
kategori IIc.
Bilarutetepat,lanjutkankekotakberikutnya.
12. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan
VI, antibiotika tersebut merupakan kategori I.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
Chambers,HF.,Antimicrobial agents.InHardmanJG.Et.al.,(eds).
Goodman and Gilmans. The Pharmacological Basis of
Theraupetics,10thed.NewYork:McGrawHills,2001.
Cohen&Powderly,Infectious Disease,2ndEd.Edinburgh:Mosby,
2004.
Cunha Burke A., Antibiotik Essential, 2010, Jones and Barlett,
London,2010.
Greenwood, David, Finch Roger, Davey, Peter., Wilcox, Max.,
Antimicrobial Chemotherapy,OxfordUniversity,2007
Gyssens, IC., Audit for Monitoring the Quality of Antimicrobial
Prsescription,Dalam:Gould,I.M.,VanderMeer,penyunting,
Antibiotik Policies: Theory and Practice, Kluwer Academic
Publishers,NewYork,2005,h.197-226.
Kalenic S, Borg M. Principles of antibiotic policies. In: Friedman
C, Newsom W, editors. Basic concepts of infection control.
InternationalFederationofInfectionControl.2007.
Koda-Kimble,MaryAnne,et.Al.Handbook of Applied Therapeutics,
Eight Edition, Philadelpia: Lippincott Wiliiams & Wilkuns,
2005.
Lyod,W.,Antibiotik Prescribing Policy,2010.
NHS,Antibiotik Policy for Adult Patient,2009
NHS, Antimicrobial Prescribing Guidelines in General Practice,
version1.0.,2010
Piscitelli, Stephen C, Keith A. Rodvold, Henry Masur, Drug
Interactions in Infectious Disease, Second Edition, Totowa,
NewJersey:HumanaPressInc,2005

You might also like