You are on page 1of 14

FARMASI FISIKA TUGAS II

CARA MENGUKUR TINGKAT KRISTALINITAS SUATU BAHAN BAKU

Oleh :

Anggota Kelompok :

1. NI NYOMAN ENGLANDARI MURTI

(1008505011)

2. NI MADE DWI DIANTHY MARYADHI (1008505044) 3. A.A. FEBY DANUSWARI 4. PUTU LITA ASTRIANI 5. BAGUS NYOMAN SUGIASTANA 6. NI PUTU YULIA PURNAMI 7. GUSTI AYU EKA PERTIWI 8. PUTU IKA INDAH INDRASWARI 9. MADE JELITA SUGOSHA 10. SAGUNG ARI MAHADEWI (1008505054) (1008505056) (1008505057) (1008505059) (1008505060) (1008505061) (1008505069) (1008505094)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012

TUGAS II : 1. Bagaimana cara mengukur tingkat kristalinitas suatu bahan baku 2. Menjelaskan metode dan alat yang digunakan untuk mengukur kristalinitas suatu 3. Menjelaskan prinsip kerja alat dan cara interpretasi hasilnya

PENGERTIAN KRISTALINITAS Kristalinitas merupakan sifat penting pada polimer yang menunjukkan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan kaku. Struktur rantai polimer dan sintesis mempunyai kristalinitas yang berbeda. Kristalinitas polimer dipengaruhi oleh jenis struktur rantai dan jenis ikatan (Almalaika dan Csot, 1983). Kristalinitas merupakan angka yang menggambarkan kandungan fasa kristalin dari suatu bahan. Fasa kristalin suatu bahan menentukan sifat fisis yang dimiliki bahan tersebut, apabila suatu bahan mengalami perlakuan eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan fasa kristalin maka sifat fisis bahan tersebut akan mengalami perubahan juga (Sutiani, 2009). CARA MENGUKUR KRISTALINITAS Kristalinitas suatu bahan dapat diamati dengan melakukan pengujian struktur kristal dengan menggunakan Difractometer Sinar X (XRD). Metode XRD (X-Ray Diffraction) merupakan suatu metode analisis kualitatif yang memberikan informasi mengenai kekristalan suatu mineral tertentu. Hal ini dikarenakan setiap mineral mempunyai pola difraktogram yang karakteristik. Kristalinitas sampel dilihat dari tampilan pola difaraktogramnya. Difraktogram yang memiliki pola pemisahan puncak-puncak yang jelas dan intensitas ketajaman puncaknya tinggi memiliki kristalinitas yang baik. Difraktogram yang diperoleh memberikan informasi tentang daerah-daerah kristalin dan daerah-daerah amorf. Daerah kristalin ditandai dengan puncak-puncak yang tajam sedangkan daerah amorf ditandai dengan puncak-puncak yang lebar. Polimer linier pada umumnya bersifat semikristalin, yang berarti memiliki bagian amorf dan kristalin (Sutiani, 2009)

METODE DAN ALAT YANG DIGUNAKAN Metode yang digunakan yaitu dengan XRD (X-Ray Diffraction) atau difractometer sinar X. Mekanisme kerja analisis XRD ini yakni sampel yang akan dianalisis XRD digerus sampai halus seperti bubuk kemudian dipreparasi lebih lanjut menjadi lebih padat dalam suatu holder (kuvet aluminium) kemudian holder tersebut diletakkan pada alat XRD dan diradiasi dengan Sinar X. Data hasil penyinaran Sinar X berupa spektrum difraksi Sinar X dideteksi oleh detektor dan kemudian data difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk grafik peak intensitas, yang lebih lanjut dianalisis jarak antara bidang kisi kristalnya dan dibandingkan dengan hukum Bragg pada komputer dengan menggunakan software tertentu sehingga dapat menghasilkan suatu data. Software yang biasa digunakan biasanya perangkat lunak Rietica, High Score Plus dan Diffraction Technology Vis XRD (Herdianita dkk., 1999). Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat X-Ray Difraksi, kuvet aluminium (holder), komputer dan beberapa alat-alat gelas laboratorium (Herdianita dkk., 1999)

Gambar 1. Alat X-Ray Diffraksi

Gambar 2. Alat X-Ray Diffraksi PRINSIP KERJA DAN INTERPRETASI HASIL Analisa morfologi bahan polimer pada umumnya menggunakan metoda difraksi sinar X, yang bertujuan untuk menentukan derajat kristalinitas sampel. Sinar X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5 2,5 . Sinar ini bergerak menurut garis lurus, tidak terdiri dari partikel bermuatan sehingga tidak dibelokkan oleh medan magnet. Sinar-X ini terjadi bila suatu sasaran logam ditembaki oleh berkas elektron berenergi tinggi. Sinar X memiliki dua jenis spektrum yaitu radiasi kontinyu, berupa pita-pita lebar dan radiasi karakteristik yang dinyatakan dalam puncak-puncak khas yang banyak digunakan untuk analisa struktur. Pada metoda difraksi sinar X diperlukan sinar monokromatik. Jika sinar X monokromatik mengenai sampel, maka ada dua proses yang kemungkinan terjadi yaitu : a. Jika sampel memiliki struktur kristalin, maka sinar X akan terhambur secara koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai efek difraksi sinar X. b. Jika sampel memiliki struktur kristalin dan amorf, maka sinar X akan terhambur secara tidak koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai hamburan Compton (Sutiani,2009).

Disamping dapat digunakan untuk analisa kualitatif, difraksi sinar-X juga dapat digunakan untuk melakukan analisa kuantitatif yaitu dalam penentuan derajat kristalinitas suatu sampel. Difraktogram yang diperoleh memberikan

informasi tentang daerah-daerah kristalin dan daerah-daerah amorf. Daerah kristalin ditandai dengan puncak-puncak yang tajam sedangkan daerah amorf ditandai dengan puncak-puncak yang lebar. Polimer linier pada umumnya bersifat semikristalin, yang berarti memiliki bagian amorf dan kristalin. Baik bagian amorf maupun kristalin dapat berinteraksi dengan sinar-X dan menunjukkan intensitas hamburan yang spesifik seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Sutiani,2009). Hamburan kristalin

Ic

Hamburan amorf Latar belakang

Ia Hamburan compton

Sudut difraksi (2) Gambar 3. Pola Umum Difraktogram Polimer Semikristalin (Sutiani, 2009). Alat X-Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Prinsip kerjanya, difraksi sinar X oleh atom-atom yang tersusun didalam kristal akan menghasilkan pola yang berbeda bergantung pada konfigurasi atom-atom pembentuk kristal. Elektron yang dipancarkan dengan tegangan sangat tinggi menumbuk target (Cu, Cr, Fe, Co, Mo dan W). Energi kinetik elektron yang menumbuk target diantaranya berubah

menjadi panas dan sinar-x, sinar-x yang dipancarkan dalam peristiwa ini terdistribusi secara tidak kontinu dengan yang berbeda. Tumbukan antara elektron yang dipercepat dengan atom target bersifat inelastik. Jika energi elektron yang datang memiliki energi yang cukup maka akan mementalkan elektron pada kulit K, sehingga atom dalam keadaan tereksitasi dan diisi oleh elektron dari kulit L atau M. Proses transisi ini diikuti oleh pelepasan energi berupa radiasi sinar-x dengan panjang gelombang tertentu dan disebut dengan berkas sinar-x karakterisasi K dan K. Sinar-x ditembakan pada material sehingga terjadi interaksi dengan electron dalam atom. Ketika foton sinar-x bertumbukan elektron, beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokan dari arah datang awal. Jika panjang gelombang hamburan sinar-x tidak berubah (foton sinar-x tidak kehilangan banyak energi) dinamakan hamburan elastik (hamburan Thompson) dan terjadi transfer momentun dalam proses hamburan. Sinar-x ini yang digunakan untuk pengukuran sebagai hamburan sinar-x yang membawa informasi distribusi elektron dalam material. Hamburan sinar X tersebut kemudian diterima detector dan ditampilkan berupa defrektogram melaui software tertentu. Gelombang yang terdifraksikan dari atom-atom berbeda dapat saling mengganggu dan distribusi intensitas resultannya termodulasi kuat oleh interaksi ini. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg : 2d sin = n .

Jika atom-atom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimun tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi berhubungan dengan jarak antar atom (Purnama, 2006).

Gambar 4 Proses terjadinya difraksi oleh kisi kristal. Analisis difrraksi sinar-X dengan tujuan melihat ukuran kristal, fase dan derajat kristalinitas. Perhitungan derajat kristalinitas dapat menggunakan pendekatan luas segitiga karena sederhana dan mudah dimengerti (Purnama, 2006). INTERPRETASI HASIL Interpretasi hasil dilihat pada contoh penelitian Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit (HAp) Dibuat dengan Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (Synthetic Body Fluid) oleh Eko Firman Purnama (Insitut Pertanian Bogor).

Sintesa Hidroksiapatit Telah dibuat hidroksiapatit dengan pelarut SBF dan air dengan variasi suhu pembuatan pada 40, 70, dan 90oC. Saat pembuatan hidroksiapatit kondisi pH dipertahankan 9. Untuk pembuatan pada suhu 40 dan 70oC tidak terjadi penurunan pH (stabil). Namun untuk suhu 90oC terjadi penurunan pH secara signifikan mencapai nilai pH 5-6, kondisi ini akibat penguapan air yang sangat tinggi. Ini dapat diatasi dengan menambahkan larutan amonium hidroksida (NH4OH) 12% sampai pH mencapai 9. Endapan yang dihasilkan lalu dikeringkan dengan menggunakan freeze drier. 6

Analisa Derajat Kristalinitas dengan XRD Kristalinitas didefinisikan sebagai fraksi berat kristalinitas dalam suatu bahan. Semakin teratur susunan atom dalam bahan, semakin tinggi tingkat kristalinitasnya. Jika dilihat pada pola XRD HAp pelarut air (Gambar 7), terlihat bahwa dengan semakin naiknya suhu pembuatan, maka semakin naik juga derajat kristalinitasnya. Ini diperlihatkan pada semakin tingginya intensitas dan semakin sempitnya lebar setengah puncak (FWHM) pada sudut 2 sebesar 31,7o (40 oC) dan 31,9o (70 oCdan 90 oC).

Pada Gambar 8, untuk HAp pelarut SBF terlihat perbedaan pola difraksi pada suhu 70 oC. Kondisi demikian diakibatkan adanya preferred orientation yaitu orientasi bias dari satu atau lebih permukaan kristal partikel sehingga intensitasnya berubah-ubah. Perubahan intensitas untuk kristal diimbangi dengan perubahan intensitas amorf, sehingga tidak berpengaruh pada perhitungan derajat kristalinitas. Untuk nilai FWHM semakin mengecil dengan semakin naiknya suhu pembuatan pada 2 31,9o (40 oC) dan 2 31,8o (70o dan 90 oC).

Pada pola XRD dapat dilihat terbentuknya kristal pada sudut 2 antara 31o sampai 34o, pola ini sesuai dengan data (JCPDS) Joint Committee on Powder Diffraction Standards (Gambar 9). Data XRD bertujuan untuk mencari derajat kristalinitas akibat pengaruh variasi suhu saat pembuatan.

Derajat kristalinitas dihitung dengan membandingkan fraksi luas kristalin dengan penjumlahan fraksi luas kristalin dan fraksi luas amorf. Data yang diambil dalam perhitungan tidak semuanya, karena pembentukan kristal HAp paling dominan hanya terjadi pada jangkauan 2 31o sampai 34o pada hkl (211), (300), dan (202). Luas tersebut dihitung dengan pendekatan luas segitiga. Fraksi luas kristalin/amorf =FWHM x height. Dimana FWHM dianggap setengah luas alas

dan height sebagai tingginya. Penghilangan background (Gambar 10) dikurangi dengan penghilangan amorf (Gambar 11) dihasilkan fraksi luas kristalin. Data XRD HAp pelarut air dan SBF serta perhitungan luas kristalin dan luas amorf dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 5. Luas kristalin dan luas amorf dimasukan kedalam persamaan sehingga dihasilkan nilai % kristalinitas pada Tabel 4 dan Tabel 6. Data Tabel 4 dan Tabel 6 diplot pada grafik Gambar 12 (Purnama, 2006).

10

11

Fraksi luas kristalin/amorf : FWHM x height Dari hasil grafik dapat dilihat bahwa kurva derajat kristalinitas HAp dengan pelarut SBF berbentuk linear, persentase kristalinitas meningkat sebanding dengan kenaikan suhu pada saat pembuatan. Untuk kurva derajat kristalinitas HAp pelarut air tidak linear, terdapat lengkung mulai suhu 70 sampai 90 oC. Kenaikan persentase kristalinitas antara suhu 70 sampai 90oC tidak terlalu besar, diakibatkan karena setelah suhu 70oC ion-ion yang terkandung dalam larutan sudah banyak hilang sehingga tidak ada lagi pembentukan kristal. Dapat disimpulkan pada grafik memperlihatkan dengan semakin tinggi suhu pembuatan maka semakin banyak kristal yang terbentuk karena susunan atom dalam bahan semakin teratur (Purnama, 2006). Secara umum dapat dilihat cara menginterpretasikan data yang diperoleh, yaitu dengan melihat difraktogram hasil pengujian, dan Derajat kristalinitas dihitung dengan membandingkan fraksi luas kristalin dengan penjumlahan fraksi luas kristalin dan fraksi luas amorf.

Fraksi luas kristalin/amorf =FWHM x height. Dimana FWHM dianggap setengah luas alas dan height sebagai tingginya (Purnama, 2006).

12

DAFTAR PUSTAKA Herdianita, N.R., Ong H.L., E.A. Subroto, dan B. Priadi. 1999. Pengukuran Kristalinitas Silika Berdasarkan Metode Difraktometer Sinar-X. Proc ITB. Volume 31 No 1. Available at: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46346/G06pef.pdf ?sequence=1. Opened on: 20 April 2012 Purnama, Eko Firman. 2006. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit (HAp) Dibuat dengan

Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (Synthetic Body Fluid). Journal Institut Pertanian Bogor. Available at: http://jusami.batan.go.id/dokumen/materi/30Jan12_112138_E%20Firman %20Purnama.pdf. Opened on: 20 April 2012 Sutiani, Ani. 2009. Metode Karakterisasi Bahan Polimer. Kultura. Volume 10 No.1. Available on : http://eprints.undip.ac.id/3102/1/jurnalku.pdf

Opened on: 20 April 2012

13

You might also like