You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

Sabtu, 10 Maret 2012 00:08:06 - oleh : akper

1. Pendahuluan Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. 2. Pengertian Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001). Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org). Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe. 3. Etiologi Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah: Mycobakterium tuberculosis Varian asian Varian african I Varian asfrican II

Mycobakterium bovis Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah : Mycobacterium cansasli Mycobacterium avium Mycobacterium intra celulase Mycobacterium scrofulaceum Mycobacterium malma cerse Mycobacterium xenopi Klasifikasi a. Pembagian secara patologis : Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ). b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu : Tuberkulosis Paru BTA positif. Tuberkulosis Paru BTA negative c. Pembagian secara aktifitas radiologis : Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. Tuberkulosis non aktif . Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ). d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi ) Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru. For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis. e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru: Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori : Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. 4. Patofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. 5. Manifestasi Klinis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut: Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut: Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 6. Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu : Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorium Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. Anemia bila penyakit berjalan menahun Leukosit ringan dengan predominasi limfosit LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. b. Radiologi Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.

Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). c. Pemeriksaan fungsi paru Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural. 8. Pencegahan Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran. 9. Penatalaksanaan a. Farmakologi Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut: Aktivitas bakterisid Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut : - Obat Primer - Obat Sekunder 1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid 2. Rifampisin (R) 2. Protionamid 3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin 4. Streptomisin 4. Kanamisin 5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid) 6. Tiasetazon 7. Viomisin 8. Kapreomisin Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :

Tahap INTENSIF Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat kategori 1 : Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah Hari XMinum Obat Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60 Lanjutan 4 bulan 2 1 54 Paduan Obat kategori 2 : Tahap Lama (H)@300 R@450 Z@500 E@ 250 E@500 Strep.Injeksi JumlahHari X mg Intensif Lanjutan 2 bulan1 bulan 5 bulan 11 2 mg 11 mg 33 1 R@450mg 1 1 Mg 33 3 mg 2 P@500mg 3 1 0,5 % Minum Obat 6030 66

Paduan Obat kategori 3 : Tahap Lama H @ 300 mg Intensif 2 bulan 1 Lanjutan3 x 4 bulan 2 week OAT sisipan (HRZE) Tahap Lama H@300mg

Hari X Minum Obat 60 54

R@450mg

Z@500mg

Intensif(dosis 1 bulan 1 1 3 harian) 11. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut: a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri

E day@250mg Minum obat XHari 3 30

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f. Keamanan Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi Sosial Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 12. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. 13. Perencanaan Keperawatan Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Keperawatan Bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan a. Kaji ulang fungsi a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ro tidak efektif keperawatan kebersihan jalan napas pernapasan: bunyi napas, indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan berhubungan dengan efektif, dengan criteria hasil: kecepatan, irama, membersihkan jalan napas sehingga otot aksesor sekret kental atau kedalaman dan digunakan dan kerja pernapasan sekret darah, penggunaan otot meningkat. b. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, Mempertahankan jalan kelemahan, upaya aksesori.b. Catat berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronch napas pasien. batuk buruk, edema kemampuan untuk yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut . Mengeluarkan sekret trakeal/faringeal. mengeluarkan secret atau tanpa bantuan. batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksim Menunjukkan prilaku membuka area atelektasis dan peningkatan gerak adanya hemoptisis. untuk memperbaiki sekret agar mudah dikeluarkan. bersihan jalan napas. d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakuka Berpartisipasi dalam c. Berikan pasien posisi pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. program pengobatan semi atau Fowler, e. Membantu mengencerkan secret sehingga mud sesuai kondisi. Bantu/ajarkan batuk dikeluarkan. Mengidentifikasi efektif dan latihan napas f. Mencegah pengeringan membran mukosa. potensial komplikasi dan dalam. g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukur melakukan tindakan tepat. d. Bersihkan sekret dari lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipok

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.

Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk me kolapsnya jalan napas. d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode re e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan c. f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi Demonstrasikan/anjurkan sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaa untuk mengeluarkan alveolar paru. napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. e. Monitor GDA. f. Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi. Gangguan Setelah diberikan tindakan a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masala keseimbangan keperawatan diharapkan kebutuhan paasien: turgor kulit, intervensi yang tepat b. Membantu intervensi keb nutrisi, kurang dari nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: timbang berat badan, yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. kebutuhan integritas mukosa mulut, berhubungan dengan kemampuan menelan, c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. Menunjukkan berat badan kelelahan, batuk adanya bising usus, d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifik meningkat mencapai yang sering, adanya riwayat mual/rnuntah tujuan dengan nilai produksi sputum, atau diare.b. Kaji ulang pemecahan masalah untuk meningkatkan intake n e. Membantu menghemat energi khusus saat dem laboratoriurn normal dan dispnea, anoreksia, pola diet pasien yang terjadi peningkatan metabolik. bebas tanda malnutrisi. penurunan disukai/tidak disukai. f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau o Melakukan perubahan kemampuan obat yang digunakan yang dapat merangsang mu pola hidup untuk finansial. c. Monitor intake dan g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunka meningkatkan dan output secara periodik. gaster. mempertahankan berat

mulut dan trakea, suction bila perlu. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Kolaborasi: g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tandatanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

pada kavitas yang luas.

a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluas jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamas nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi sec dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

d. Catat adanya h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet d anoreksia, mual, muntah, nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan d dan tetapkan jika ada i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan peru hubungannya dengan program terapi. medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). e. Anjurkan bedrest. f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Kolaborasi: h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. i. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Observasi a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat berhubungan dengan keperawatan rasa nyeridapat karakteristik nyeri, mis diukur.b.Perubahan frekuensi jantung TD menun inflamasi paru, batuk berkurang atau terkontrol, dengan tajam, konstan , ditusuk. bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila a menetap KH: Selidiki perubahan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau TTV c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sent Menyatakan nyeri lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan d berkurang atauterkontrol c. Berikan tindakan memperbesar efek terapi analgesik. Pasien tampak rileks nyaman mis, pijatan d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat punggung, perubahan mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa posisi, musik tenang, potensial ketidaknyamanan umum. relaksasi/latihan nafas e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada d. Tawarkan sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk pembersihan mulut f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk dengan sering.. produktif, meningkatkan kenyamanan e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi. f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi Hipertermi Setelah diberikan tindakan a. Kaji suhu tubuh a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudah berhubungan dengan keperawatan diharapkan suhu tubuh pasienb. Beri intervensib. Mengurangi panas dengan pemindah proses inflamasi kembali normal dengan KH : kompres air hangat panas secara konduksi. Air hangat mengontrol aktif. pemindahan panas secara perlahan tanpa menye hipotermi atau menggigil. c. Berikan/anjurkan Suhu tubuh 36C-37C pasien untuk banyak minum 1500-2000 c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang aki

badan yang tepat.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil: Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

cc/hari (sesuai toleransi) d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program. a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

evaporasi d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang ti mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta meng keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaa pasien. f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien d suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasie memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunka dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirah

Kurang pengetahuan Setelah diberikan tindakan tentang kondisi, keperawatan tingkat pengetahuan pengobatan, pasien meningkat, dengan kriteria pencegahan hasil: berhubungan dengan tidak ada yang Menyatakan pemahaman menerangkan, proses interpretasi yang penyakit/prognosisdan salah, informasi kebutuhan pengobatan. yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup terbatasnya unruk memperbaiki pengetahuan/kognitif kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang

c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut u menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat en untuk penyembuhan. d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal. e. Meminimalkan kelelahan dan membantu c. Jelaskan pentingnya keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen. istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat. e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. a. Kaji ulang a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan kemampuan belajar dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada pasien misalnya: kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat perhatian, kelelahan, membantu mengingatkan pasien. tingkat partisipasi, lingkungan belajar, c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi atu tingkat pengetahuan, terapi dan mencegah putus obat. media, orang dipercaya.b. Berikan d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehi Informasi yang spesifik mampu menjalani terapi. e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum terjadinya hepatitis f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, ku obat. mampu melihat warna hijau. g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang c. Jelaskan mengganggu fungsi paru/bronkus.

luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat

Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.

Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria hasil: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

penatalaksanaan obat: h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi re dosis, frekuensi, tindakan penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberku dan perlunya terapi formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, dalam jangka waktu pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1se lama. Ulangi penyuluhan Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, tentang interaksi obat Tuberkulosis laring, dan penularan kuman. Tuberkulosis dengan obat lain. d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan. h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. a. Review patologi a. Membantu pasien agar mau mengerti dan men penyakit fase aktif/tidak terapi yang diberikan untuk mencegah aktif, penyebaran infeksi komplikasi. b. Orang-orang yang beresiko perlu melalui bronkus pada program terapi obat untuk mencegah penyebaran jaringan sekitarnya atau infeksi. aliran darah atau sistem kirim ke teman | ve limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, Berita "Berita Terkini" Lainnya meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b. Update shoutbox ama page manager Identifikasi orang-orang update bukutamu manager yang beresiko terkena infeksi seperti anggota Kabar Gembira keluarga, teman, orang Update Page Manager dalam satu Pelatihan Keperawatan Gawat Darurat perkumpulan.

Disaster Nursing

c. Anjurkan pasien Komentar Pengunjung menutup mulut dan membuang dahak di 6. keren tempat penampungan Sabtu, 2 Februari 2013 23:09:13 - Oleh : khayanah yang tertutup jika batuk. wahh keren ya,,sesuai dgn apa yg saya minum skrg,,kebetulan say

d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. e. Monitor temperatur. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Kolaborasi: h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, paraamino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. j. Monitor sputum BTA.

penderiya tb

5. AMD

Sabtu, 29 September 2012 09:13:42 - Oleh : mufarrohah asuhan keperawatan ini lumayan bagus,,,sehingga perlu aplikasi l pada pasien

4. bagus
Senin, 24 September 2012 11:39:01 - Oleh : ahmad maksum minta aq askepnya

3. Siip
Kamis, 13 September 2012 02:14:44 - Oleh : Irul SIIIP

2. good
Minggu, 12 Agustus 2012 04:13:06 - Oleh : gian MAKALAHNYA BAGUS THNAK GUN

1 | 2 | Next

Name

Email : Comment : Title


drhgerh

Comment :

Security : Code Type Code :

2010 WebSite | Powered By AKPER | xhtml validator Copyright(c) :http://akperpemprov.jatengprov.go.id akperpemprov@jatengprov.go.id Home | SiteMap Kampus II : Jl. Merapi 17 A Suwak Kampus I:Jl.Pakuwojo PoBox 04

You might also like